Share

Bab. 7

Penulis: Bunga Peony
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-18 17:23:07

Nirwan dan Leya pulang ke rumahnya masing-masing meninggalkan pasangan m3sum itu karena tak kuat menahan batin.

Tak hanya Leya yang sesampainya di rumah keesokan harinya langsung membereskan pakaian Abram, tapi Nirwan juga melakukan hal yang sama. Dia menyuruh semua pelayan memasukkan pakaian wanita itu yang tak lagi ingin dia debgar namanya ke dalam koper tanpa ada satu pun yang tertinggal.

"Ada apa sih Mbok? Kenapa tuan besar pulang-pulang dalam keadaan marah. Dan mau diapakan semua pakaian Nyonya ini, Mbok?" tanya Silvia penuh minat.

Dia pelayan paling muda di dalam keluarga Anggara. Dia juga merupakan anak dari Mbok Darmi. Pelayan yang mengabdi puluhan tahun pada kekuarga tersebut.

Setelah Nirwan berumah tangga, Nirwan memboyong Mbok Darmi untuk melayaninya dan juga istrinya.

"Mbok juga gak tahu, Nduk. Sebaiknya kita tak usah ikut campur!" ucap wanita tua bersanggul itu pada anaknya.

Mbok Darmi tahu jikaa putrinya ada rasa pada majikannya itu. Impian menjadi orang kaya yang dilayani banyak pelayan membuat Silvia selalu berangan-angan dipersunting oleh majikannya seperti novel romansa yang sering dia baca.

"Sepertinya mereka bertengkar hebat deh, Mbok. Tak biasanya Tuan muda pulang dengan wajah penuh murka. Dan aku yakin Tuan muda juga mengusir wanita itu dari rumah ini."

"Hust! Hati-hati bicaramu Nduk. Jangan panggil hanya dengan kalimat 'wanita itu' nanti ada yang dengar bisa bahaya. Nyonya muda!" tegur Mbok Darmi khawatir.

Tangannya masih bergerak menyusun pakaian itu dengan rapi. Semua koper yang ada di kamar tersebut sudah diturunkan, ada sekitar dua koper besar dan satu koper tanggung. Tapi masih tak cukup untuk menjadi wadah pakaian Arsya.

"Berapa banyak uang yang dihabiskan perempuan itu untuk membeli semua barang-barang ini? Aku yakin ada masalah dan dia diusir oleh Tuan. Bagaimana kalau aku mengambil sebagian barang-barangnya untuk aku jual," otak Silvia berpikir.

Mata gadis manis dengan lesung pipi itu berbinar menatap  lemari pakaian yang terbuka di hadapannya.

Silvia berbalik mendatangi Mboknya yang sedang berusaha menutup koper yang penuh itu dengan susah payah.

"Mbok, biar aku saja yang membereskan semuanya. Mbok istirahat saja ya!"

"Kamu yakin bisa membereskan semuanya sendirian, Via? Ini banyak sekali loh, nanti kamu membuat kesalahan dan membuat Tuan murka," jawab Mbok Darmi khawatir.

"Memangnya aku buat masalah apa Mbok? Mbok ini suuzhon saja sama anak sendiri. Aku tu kasihan sama Mbok yang pasti capek," ucap Silvia manis.

Dia mengurut-urut kedua bahu wanita yang telah melahirkannya itu agar terasa rileks dan juga tenang.

"Baiklah, putri kecil Mbok sekarang sudah besar dan bisa di andalkan. Mbok akan kembali ke dapur untuk buat makan siang Tuan. Kamu kerjakan yang benar dan jangan bikin  masalah," ucap Mbok Darmi menasehati gadis satu-satunya itu.

Silvia terlonjat girang di dalam hatinya setelah ibunya pergi dari tempat tersebut. Dia kembali menatap lemari yang terbuka itu untuk memilah dan memilih duit yang akan masuk ke dalam rekeningnya nanti.

"Dia tidak begitu cantik tapi kenapa bisa membuat Tuan muda begitu cinta padanya. Aku yakin wanita j4l4n9 itu menggunakan tubuhnya untuk menjerat Tuan muda dulu," gumam Silvia.

Dia terus menghina wanita yang sebentar lagi akan membuatnya tertawa karena nasibnya yang tragism

              ~ ~ ~

"Tuhan memang sangat baik pada hambanya yang terzolimi. Kamu lihat kan Leya, tanpa kamu harus bersusah-susah mencari peluang untuk mendapatkan bukti kejahatan mereka, justru mereka sendiri yang membuka jalan," ucap Asna puas. Matanya memandang hasil dari rekaman yang telah dirinya ambil kemarin.

"Apa kamu lihat bagaimana ekpresi wanita murahan itu. Sangat menyedihkan. Aku yakin saat ini dia pasti mengutuk dirinya sendiri," sambung Asna.

Tak mendapat respon dari saudaranya, Asna pun menoleh. Didapatinya Leya yang tengah menyandarkan kepalanya dengan malas pada sandaran sofa. Leya tampak tak tak memiliki semangat hidup.

"Apa-apaan ini? Seharusnya kamu merayakannya dengan pesta meriah atau makan-makan. Kenapa malah seperti ayam yang tengah menunggu ajal dis3mb3lih. Aku tak suka kamu yang seperti ini!" gerutu Asna.

"Kamu tampak begitu bahagia dengan kehancuran rumah tanggaku, ya?"

Asna menghela napas panjang. "Bukan kehancuran rumah tanggamu, tapi kehancuran mereka yang sudah berhianat padamu."

Leya menegakkan kepalanya. Tak munafik, dia masih merasa sedih dengan apa yang telah terjadi. Serta status janda yang akan disandangnya tak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Leya sama seperti wanita di luaran sana. Menginginkan pernikahan sekaali seumur hidup, hidup bahagia bersama suami dan anak-anak mereka nanti.

"Tapi hati ini juga ikut sakit Asna. Ini tak seperti yang aku harapkan."

Asna meletakkan handycam ke atas meja kemudian menggeser pinggulnya mendekat pada Leya. Tangannya memegang bahu adik sepupunya itu.

"Tapi nyatanya inilah yang terjadi. Untuk apa kamu bersedih hati meratapi hubungan yang palsu itu. Aku yakin sejak awal Abram tak mencintaimu, dia hanya memanfaakanmu untuk kepentingan dirinya saja."

"Mungkin kamu benar, tapi tetap saja rasanya tak semudah itu untuk melupakan. Bukan berarti aku masih cinta tetapi lebih keperasaan kecewa saja. Apa kamu tahu Asna, beberapa tahun kami bersama dan aku telah terbiasa dengan kahadirannya di rumah ini. Kini aku harus menyesuaikan diri kembali dengan kepergiannya," jelas Leya. Asna menganggukkan kepala mengerti kemudian menghela napas panjang.

"Sedih, kecewa, kesal dan rindu itu sebenarnya hal yang wajar sih. Tapi sampai kapan kamu akan larut dengan perasaan itu. Waktu terus berjalan dan tak dapat diputar lagi, Leya."

Asna mengeluarkan kotak persegi kecil berwarna putih dari saku celananya. Mengeluarkan gulungan tembakau setinggi kelingking, kemudian menyulutkan ke bibirnya.

Gulungan asap putih mulai terbang ke udara dengam aroma nukotin yang membuat rileks dan berakhir dengan kecanduan.

"Sejak kapan kamu merokok Asna?"

"Sejak hidupku berantakan," jawab Asna singkat. Diusianya yang sudah lewat dari kepala tiga, wanita itu masih betah menyendiri. Menikmati kesedihannya sendiri.

Leya tertawa getir. "Kita saudara kenapa nasibnya sama ya? Sama-sama menyedihkan."

Leya ikut menarik sebatang dari dalam kotak putih yang sudah terbuka. Dia ambil dan menelisik lebih teliti sebelum menggunakannya. Satu hisapan tak membuatnya nyaman. Dia berharap bisa menjadi tenang tapi sakit tenggorokan yang dia rasakan. Leya meletakkan benda itu ke dalam asbak.

Begitu banyak cara untuk mencintai seseorang tapi tak tahu bagaimana cara untuk melupakan seseorang itu dengan mudah.

Bab terkait

  • Tukar Ranjang   Bab. 8

    Arsya berdebat dengan satpam yang ada di depan rumahnya. Tiga koper besar sudah berjejer cantik di luar pagar. Dirinya tak diizinkan masuk, pintu pagar pun tertutup rapat tanpa dapat dia terobos. "Pokoknya aku gak mau tahu, cepat buka pintunya. Kamu pikun atau amnesia, hah! Aku Nyonya di rumah ini!" hardik Arsya jengkel. Udara panas terasa begitu menyengat kepalanya. Dia butuh waktu untuk menenangkan diri sebelum kembali ke rumah, itu sebabnya setelah kejadian itu Arsya memilih untuk tinggal sementara di hotel untuk beberapa hari. "Maafkan saya Nyonya. Saya melakukan ini juga atas dasar perintah dari Tuan muda. Dan maaf, tentu kami lebih mendengarkan kata-katanya karena selama ini beliau yang memberikan gaji pada kami."Arsya mengerang kesal dengan kedua tangan yang terkepal."Aku harus bertemu dengan Mas Nirwan sekarang juga."Arsya menerobos masuk lewat pintu kecil yang sedikit terbuka, tapi langkah kaki pak Satpam lebih dulu untuk menghadangnya. "Lepaskan aku! Aku masih istriny

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Tukar Ranjang   Bab. 9

    Arsya terbelalak melihat tumpukan piring yang berdiri tegak di hadapannya. Abram susah dia hubungi. Lelaki itu hilang bagai ditelan bumi. Dengan menahan malu Arsya pun harus pasrah di seret ke dapur sebagai pembayar atas makanan yang sudah dia nikmati.Bukan berarti Arsya tak mencari bantuan lainnya. Dia sudah berulang kali melakukan panggilan pada beberapa nomor yang dia kenal. Seperti kata pepatah, teman datang hanya saat butuh dan lenyap saat dirimu terjatuh. Itulah yang dialami Arsya saat ini. "Cepat kerjakan itu! Setelah itu kamu bantu lap meja-meja di depan!" perintah pelayan wanita tadi dengan ketus. Tak ada lagi panggilan Nyonya yang dia sematkan di awal padanya. Arsya menatap wanita yang baru dia ketahui bernama Sheren itu dengan kesal. Tapi bukannya takut, wanita berambut pendek itu justru bertolak pinggang dengan angkuh padanya. "Kenapa? Gak terima? Kalau gak suka tinggal bayar saja apa yang sudah kamu makan. Gampang kan! Ini bergaya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Tukar Ranjang   Bab. 10

    "Sekarang aku harus kemana?" Di dalam mobil Arsya masih diam menatap lurus ke depan. Parkiran Resto sepi tanpa adanya satupun pengunjung. Jalan raya pun hanya ada satu atau dua mobil yang berlalu-lalang silih berganti. "Baru satu hari aku di usir dari rumah, hidupku sudah seperti gelandangan saja. Sekarang aku menginap di mana malam ini?" Arsya melakukan panggilan dengan ponselnya. Menekan kombinasi angka yang tentunya dia ingat diluar kepala. "Ada apa?" sahut suara bas dari seberang sana cukup membuat hati gelisahnya menjadi lega."Mas, aku di usir dari rumah dan malam ini aku gak tahu harus tinggal di mana?" ujar Arsya merengek manja. Untuk sesaat suara yang ada di seberang terdengar hening yang disusul dengan hembusan napas panjang. "Kamu sekarang ada di mana? Biar aku jemput.""Tidak usah! Aku bawa mobil, biar aku saja yang ke sana.""Aku ada di ruko. Kutunggu kamu di sini," balas lelaki yang tak lain a

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Tukar Ranjang   Bab. 11

    "Dia minta harta gono-gini padamu?" teriak Asna tak percaya. Leya hanya menjawab dengan anggukan kepalanya yang lemah. Kepalanya sudah mau pecah dengan segala permasalahan yang ada. Belum lagi urusan pekerjaan yang semakin membuatnya tertekan. Leya menenggak orange jus yang masih tersisa di gelas panjangnya. Menu makan siang yang menjadi vaforitnya kini tak begitu menggugah selera. "Benar-benar lelaki tak tahu malu. Aku heran seberapa bodohnya dirimu. Apa yang kamu lihat darinya dulu hingga bersedia menerimanya menjadi suamimu?" celetuk Asna mengungkit masa lalu. Leya menghela napas panjang. Cinta membutakan mata hati dan pikirannya. Dulu leya pikir dengan saling mencinta saja sudah cukup untuk membangun rumah tangga yang bahagia. Ekonomi tak menjadi tolak ukur untuknya karena sebagai wanita mandiri dirinya memiliki karier yang bagus, bisa menjadi penunjang ekonomi rumah tangga mereka jika Abram tak mampu untuk memenuhinya. Nyatanya Abram tak cukup setia untuk menjaga janji suci

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Tukar Ranjang   Bab. 12

    Ibarat perang, Leya hanya mempunyai dua pilihan. Pergi laksanakan perintah atasan atau mundur dan mempersiapkan surat pengunduran diri. Tentu Leya memilih untuk tetap maju daripada menjadi pengangguran. Gedung pencakar langit dengan sembilan anak cabang yang tersebar di beberapa kota dan berkembang pesat. Gedung yang dia masuki menjadi gedung yang paling di impikan sebagian masyarakat terutama kaula muda. Setiap tahunnya selalu ada ribuan surat pelamar yang datang ke perusahaan itu walaupun perusahaan tersebut tidak membuat lowongan pekerjaan. "Ada apa, Bu? Kenapa wajah ibu Leya terlihat kusut?" tanya Kevin. Hari ini lelaki itu ditugaskan untuk menjadi asistennya. "Tidak ada. Ayo lanjut jalan." Leya tak ingin menjawab pertanyaan lelaki berambut ikal itu. Mempresentasikan proposal yang dia buat di hadapan lelaki bermata elang yang menatapnya tajam itu. Tatapannya begitu menusuk membuatnya tak nyaman. Waktu terasa berjalan begitu lambat. Dirinya seakan tengah menunggu e

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Tukar Ranjang   Bab. 13

    Arsya bergegas mendekati Leya. Tangannya terasa begitu ringan terayun ke wajah mulus wanita cantik yang tengah mengenakan kemeja biru langit dengan belahan dada yang cukup rendah. Size pres body dipadu rok span selutut memamerkan lekuk tubuhnya yang indah. Amarah Arsya semakin meradang, dia menganggap Leya sengaja mengenakan pakaian itu untuk menggoda mantan suaminya. Leya memegang pipi kanannya yang kini terasa panas, tapi belum sepanas hatinya yang kian mengelegak. Atas dasar apa dirinya harus menerima tamparan yang menjatuhkan harga dirinya. Baru saja Nirwan hendak bertindak, skor satu sama antara dua wanita itu pun tercetak setelah tangan Leya dengan cepat terayun membalas perlakuan Arsya padanya. "Kau berani menamparku?" Arsya tak terima. Dia menatap Nirwan sekilas berharap mantan suaminya masih memiliki rasa kasihan padanya. Tapi sayang, harapannya langsung sirna saat lelaki itu justru bergeming menatap Leya khawatir. "Tentu, bahkan aku berani memberikan sepuluh kali

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Tukar Ranjang   Bab. 14

    "Kenapa belum pergi!" Suara Nirwam yang cukup tajam menarik kesadaran Leya. Entah apa yang dipikirkan gadis itu. "Tentang pengajuan dari perusahaan Saya?" "Pergilah!" Nirwan mengibaskan tangannya tanpa berbalik sebagai kode untuk mengusir Leya dari ruangannya. Dirinya sedang tak berminat membahas pekerjaan, apalagi pekerjaan yang sudah dia tolak mentah-mentah dari awal. "Susah sekali berurusan dengan lelaki ini." Leya mendengkus di dalam hatinya. Tak hanya kesal, dia pun bingung harus berbuat apa agar lelaki yang masih membelakanginya itu mau memberikan kontrak kerja untuk perusahaannya. "Tolong jangan campur adukkan masalah di antara kita dengan pekerjaan. Apa anda masih mencintai istri Anda?"Nirwan menajamkan matanya kemudian berbalik menatap Leya. Alis lebat itu bersusun seperti semut dengan ribuan pasukan yang saling berhadapan membentuk dua kubu yang siap berperang. Hidung bak perosotan anak tk itu tampak begitu serasi bersanding dengan rahang yang tegas. Sempurna tanpa ca

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Tukar Ranjang   Bab. 15

    Setelah makan siang, Cataleya kembali ke kantor dengan tak bersemangat. Ruang kerjanya tak terlalu besar dan bersekat antara satu meja dengan meja yang lainnya. Baru saja Leya duduk, panggilan dari teman sekantor menarik perhatiannya. "Kamu dipanggil Pak Thomas ke ruangannya." "Dipanggil kenapa?" tanya Leya sekedar memastikan. Walau sebenarnya dia juga tidak yakin alasan lelaki galak itu memanggil dirinya. "Gak tahu aku. Temui saja langsung, gih!" Siska langsung berlalu dari ruangan Leya setelah melaksanakan tugasnya. Helaan napas panjang terdengar mengusik kesunyian. Tubuhnya terasa enggan beranjak dari atas kursi. Hari ini terasa begitu berat, Dewi keberuntungan yang selalu ada di dekatnya seskan pergi meninggalkannya bersama sakit hati yang ditorehkan mantan suami serta sahabatnya itu. "Baiklah. Ayo semangat, hari ini tinggal beberapa jam lagi. Aku pasti bisa melewatinya," seru Leya menyemangati dirinya sendiri, itu sangat penting saat tak ada siapa pun yang bisa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29

Bab terbaru

  • Tukar Ranjang   Bab. 25

    Tak pernah ada yang tahu takdir mereka seperti apa dan kisah cinta berakhir dalam pelukan siapa. Seolah takdir tengah bermain-main dengan kehidupan Leya dan Nirwan. Mereka yang tengah mengalami kemelut kehidupan yang sama pun dipertemukan pada tempat yang tak terduga. Leya yang baru saja sampai di sebuah resto hotel berbintang lima untuk malan malam tanpa sadar duduk pada meja yang ada di seberang meja Nirwan. Posisi mereka saling berhadapan. Dalam diam Leya terpaku tanpa tahu harus berbuat apa saat matanya tak sengaja beradu pandang pada mata yang selalu menatapnya tajam. Di tengah keterdiamannya, di benak Leya tiba-tiba kembali terbesit bayangan Abram dan juga Arsya. Ditambah Abram yang baru saja menemuinya untuk rujuk membuat hatinya gelisah. Leya takut dirinya kembali dalam pelukan Abram, bukan karena dirinya yang goyah tetapi karena kepiawaian lelaki itu yang terus mencari kesempatan untuk mendekatinya."Selamat malam, Mbak. Mau pesan apa?" Suara waiters menarik atensi Leya.

  • Tukar Ranjang   Bab. 24

    Hujan membasahi seluruh kota. Awan gelap yang menutupi seluruh langit menunjukkan alam seakan tengah berduka. Leya duduk manis di sofa panjangnya, menikmati secangkir kopi susu sembari menatap jauh keluar jendela. Jika hari minggu bagi sebagian orang di manfaatkan untuk berlibur bersama pasangan atau keluarga, Leya justru termenung seorang diri memandangi bunga-bunga yang bersusun di dalam pot. Kelopak bunga yang basah kuyup tertimpa air hujan menjadi pemandangan yang menyegarkan mata."Permisi Mbak, ada tamu yang mau bertemu Mbak Leya."Suara lembut pelayan baru mengalihkan pandangannya. Leya menoleh dengan malas."Siapa?" tanyanya memastikan. Dia tak merasa memiliki janji dengan siapa pun hari ini. "Laki-laki tapi saya tak tahu siapa namanya, Mbak," jawab polos wanita yang lebih tua tiga tahun darinya itu. Wulan nama pelayan baru itu, wanita hitam manis yang dibesarkan dipinggiran kampung kota sumatra itu memberanikan diri merantau ke kota besar hanya dengan bermodalkan tenaga

  • Tukar Ranjang   Bab. 23

    Silvia berdendang riang seraya mengatur meja makan sedemikian rupa seakan dirinyalah nyonya rumah itu. Sekuntum mawar merah dia rangkai sedemikian rupa agar terlihat cantik di antara piring-piring yang telah terisi masakannya. Bi Darmi menggelengkan kepala. Wajahnya tampak memerah karena malu mendengar bisik-bisik pekerja lain yang tengah membicarakan keponakannya itu. "Lihat ada katak yang berusaha manjat untuk menjadi bangau.""Kita lihat saja apa yang akan dia lakukan. Kasihan dia, terlalu menganggap tinggi dirinya." "Alah paling hanya mengandalkan tubuhnya naik ke atas ranjang tuan. Wajah pas-pasan seperti itu mana bisa dibandingkan dengan mantan Nyonya rumah ini."Bi Darmi berbalik menatap tajam pada dua orang rekan kerjanya yang sedari tadi masih asik membicarakan keponakannya itu. "Kenapa? Tidak terima? Apa yang kami katakan itu kenyataan. Daripada kamu menatap garang pada kami, lebih baik kamu tegur keponakanmu itu agar sadar diri!" balas perempuan dengan tahi lalat di ata

  • Tukar Ranjang   Bab. 22

    Silvia mendapati Federick di lobby kantor tengah menggoda seorang staf di sana. Dia menolak tawaran lelaki berambut keriting itu untuk mengantarkan berkas yang dia bawa. Silvia ingin mengantarkannya langsung pada lelaki yang menjadi pujaan hatinya tersebut."Sebaiknya kamu pulang saja dan berikan map itu padaku!" perintah Federick tegas. "Tidak. Aku akan langsung mengantarkannya langsung ke Tuan muda. Ini amanah dan aku gak mau terjadi kesalahan. Bagaimana jika nanti benda ini ada yang hilang atau rusak. Pasti aku yang akan di salahkan!" debatnya. Dirinya tetap kekeuh pada tujuannya. Federick tersenyum tipis. Sebagai seorang lelaki yang cukup peka, tentu dirinya mengerti maksud dan tujuan wanita manis di hadapannya ini. "Aku asisten pribadinya dan kamu mencurigaiku. Konyol sekali!" "Tak ada yang konyol di dunia ini. Bisa saja kan kamu pura-pura setia pada tuannya tapi dibelakang bersekutu dengan musuh. Pokoknya aku akan mengantarkannya sendiri.""Terlalu banyak nonton film action

  • Tukar Ranjang   Bab. 21

    Tak terkira betapa kesalnya hati Arsya tatkala seorang anak pelayan yang biasa melayani dirinya, patuh dan tunduk dalam perintahnya kini berani mengeluarkan kata-kata untuk menekannya. Arsya terus menggerutu sepanjang perjalanan, di dalam kendaraan roda empat yang kebetulan melintasi area kantor tersebut. "Fokus saja dengan kemudi setirnya, Pak! Jangan jelalatan ke belakang!" ketua Arsya saat dia tak sengaja menangkap basah si sopir taksi yang curi-curi pandang pada belahan bajunya yang rendah. "Maaf Neng, saya pikir Neng kenapa bicara sendiri dari tadi," jawab si supir dengan cengengesan. Deretan giginya yang berubah warna karena nikotin dan kafein membuat Arsya memalingkan muka karena jijik."Mau bicara sendiri atau kesurupan sekalipun itu bukan urusan anda. Fokus saja ke depan! Tua-tua, matanya masih saja jelalatan!" balas Arsya menurunkan nada suaranya hingga terdengar seperti berbisik saat dirinya mengatai lelaki yang beberapa helai rambut

  • Tukar Ranjang   Bab. 20

    "Mau kemana lagi kamu? Apa tak bisa sehari saja tak keluar rumah?" Suara bass Abram terdengar menggema di rumah petak kecil yang mereka sewa. Dia menatap istrinya tak suka. Meja makan yang seharusnya tempat terhidangnya makanan justru dipenuhi peralatan make up yang berserakan. Arsya sudah cantik dengan pakaian terbaiknya. Make up dari brand ternama juga sudah melekat di wajahnya. "Gak bisa! Daripada sibuk mengomel jam segini, lebih baik kamu pergi keluar cari kerja atau apalah, Mas. Cari duit sana yang banyak!" "Lancang sekali kamu berkata seperti itu padaku. Aku suamimu, bukan tuyul pencetak uangmu!""Suami? Suami yang mau bergantung hidup sama istrinya maksudmu? Cuih! Aku tak sudi. Aku bukan Cataleya yang bodoh itu, ya Mas!" "Arsya!" Mata Abram semakin menyala. Darahnya semakin mendidih dengan kedua tangan yang terkepal di kedua sisi. Ucapan Arsya terasa melucuti harga dirinya sebagai seorang lelaki. Sejak tinggal bersama dan Abram tak lagi bisa memenuhi keinginannya, sikap

  • Tukar Ranjang   Bab. 19

    Cahaya matahari merambat masuk melalui jendela. Mata sayu dengan bulu lentik itu terbuka perlahan. Aroma antiseptik dan obat-obatan tercium begitu pekat di indra penciumannya. Hal yang tampak pertama kali di mata Leya adalah langit-langit putih di mana ada tiang tinggi yang tergantung tabung infus. Kepala Leya terasa begitu berat hanya sekedar untuk menoleh. Suara lirih pun terdengar begitu memprihatinkan. "Jangan banyak bergerak! Istirahatlah dulu, kamu belum benar-benar pulih!" Suara itu terdengar begitu lirih di telinga. Ada getar kepanikan yang tertangkap."As-na, air," pinta Leya susah payah. Tenggorokannya terasa begitu kering.Wanita yang tak lain adalah Asna langsung menyodorkan pipet ke mulut Leya. Leya merasa lega saat cairan bening itu perlahan masuk dan membasahi tenggorokannya. "Bagaimana bisa aku berada di sini? Siapa yang menolongku?""Kalau bukan di tempat ini, lalu kamu maunya di mana? Kau membuat jantungku hampir berhenti. Aku tak akan bertanya banyak hal padamu

  • Tukar Ranjang   Bab. 18

    Lelaki berambut panjang yang terikat di belakang menyerupai ekor kuda itu menyerahkan segelas cocktail pada Leya. Jika biasanya minuman sejenis cocktail mengandung alkohol, tapi yang ini tidak melainkan soda sebagai penggantinya.Dia mulai santai menikmati minumannya secara perlahan. Rasa buah-buahan terasa menyegarkan di mulutnya serta sedikit rasa pahit yang menggetarkan lidah.Sepasang mata liar yang sedari tadi memperhatikannya pun mulai mendekat. Duduk di samping Leya dan mulai mengajaknyaa berbincang. "Sendirian saja? Mau aku temani?" suara basnya terdengar menggoda di telinga. Leya melirik sekilas. Dia langsung menunjukkan ekpresi tak berminat membuat lelaki itu menjadi semakin tertantang. Siapa yang tak tergoda dengan wajah cantik serta lekuk tubuh indah di balik dres yang dia kenakan walau dengan potongan yang tak terlalu ketat."Sombong banget sih cantik. Sendirian di tempat seperti itu tidak menyenangkan." Lelaki itu mulai bertindak nakal. Tangannya mengelus dagu Leya

  • Tukar Ranjang   Bab. 17

    Cataleya pergi ke hotel bintang lima yang cukup besar dan terkenal dengan sebuah harapan di hatinya. Dia tidak datang ke sana untuk chek in, melainkan untuk bertemu dengan seseorang yang telah membuat janji dengannya.Pintu restoran mewah itu dibukakan oleh pelayan dan langsung mempersilakan Leya masuk. Meja nomor 6 menjadi tujuannya. Di sana sudah duduk seorang lelaki. Melihat postur tubuh lelaki itu dari belakang, Leya begitu yakin jika itu bukanlah lelaki yang dia harapkan. "Hallo Nona Cataleya." Federick berdiri dan mengulurkan tangannya saat Leya sudah berdiri di hadapannya dengan perasaan kecewa. "Kenapa anda, Pak Federick?" tanya Leya tak lupa membalas uluran tangan lelaki berambut keriting itu.Mereka berdua pun kembali duduk. Frederick memanggil pelayan dan memesankan makanan setelah mendapatkan konfirmasi dari orang yang bersangkutan tentang menu makanan apa yang mau dimakannya."Kenapa anda yang datang ke sini pak Federick. Kenapa bukan Pak Nirwan saja?" tanya Leya langs

DMCA.com Protection Status