Tak hanya bentakan yang Kenny terima. Yuni bahkan merasakan sakit luar biasa hingga menusuk ke dalam hatinya. Saat Lita menatap wajah Kenny dengan kilatan tajam dan penuh kebencian.Dia membawa Kenny dalam pelukannya untuk menyelamatkan anak itu. Sebelum Lita berbuat lebih jauh kepada bocah malang tersebut. Padahal harusnya jika Felicia benar anak kandungnya. Pasti hal yang membuat Yuni lebih hancur adalah melihat kondisi Felicia saat ini. Tak hanya 2 orang Ibu tersebut yang mengantar Felicia ke rumah sakit. Namun Fernando juga mengajak Shanaz untuk ikut mereka. Karena 2 orang ibu itu pasti dalam keadaan kalut. Jadi Shanaz bisa berguna untuk membantu Fernando nanti."Nabila. Kamu ikut kami ke rumah sakit.""Baik, Tuan Fernando," sahut Fernando. Tanpa pikir panjang dia langsung masuk ke dalam mobil.Pagi yang cerah itu berubah menjadi hari yang kelabu untuk keluarga Fernando. Karena tragedi yang terjadi saat ini. Seakan mentari kehilangan sinarnya. "Kamu harus bertahan ya nak. Jangan
Selepas mengurus administrasi, Shanaz pergi ke apotik yang ada di rumah sakit. Dia tidak menunggu sampai nomor antriannya dipanggil. Shanaz meninggalkannya sementara waktu untuk pergi ke kamar perawatan seorang pasien. Seorang wanita paruh baya bangkit dari tempat duduknya. Saat Shanaz membuka pintu ruang perawatan wanita yang Virna katakan namanya Lisa. Padahal wanita yang terbaring sakit itu adalah dirinya sendiri."Senang bertemu denganmu Nabila," sapa Virna. Dia menyambut Shanaz dengan senyum penuh keramahan. Karena menganggap bahwa Shanaz layaknya dewa penyelamat untuk wanita yang diakui sebagai keponakannya. Hal itu yang menjadi tanda tanya besar bagi Shanaz."Nabila juga senang bertemu dengan Tante," sahut Shanaz tersenyum balik.Shanaz mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tak ada siapapun di ruang perawatan itu selain Virna. Penasaran lalu Shanaz bertanya kepada Virna. "Tante sendirian di sini?" Virna mengangguk. "Tadinya dengan Dafa. Tapi sekarang dia sedang di apotik un
"Ada apa Mbak?" tanya supir taksi. Saat melihat ekspresi wajah Shanaz yang mencurigakan."Dompet saya tidak ada Pak," jawab Shanaz dengan jujur.Supir taksi tak percaya. Dia menatap Shanaz dengan tatapan penuh kecurigaan. Mengira Shanaz hanya akan menipunya. "Halah Mbak. Jangan berbohong kepada saya," tuduhnya.Shanaz menggelengkan kepalanya dengan cepat, ekspresi wajahnya panik. "Tidak, tidak. Bukan seperti itu Pak. Saya tidak berbohong. Yang di depan ini adalah rumah majikan saya kok," jelasnya."Saya tidak percaya. Bisa saja kamu mengaku-ngaku." Supir taksi kembali menuduhnya. "Kalau tidak percaya. Izinkan saya turun dan berbicara dengan satpam di depan Pak," pinta Shanaz yang hampir kehabisan cara untuk menjelaskan."Nanti malah Mbak kabur lagi," sahut supir taksi.Shanaz yang buntu lalu menurunkan kaca jendela mobil lalu berteriak untuk memanggil satpam. "Pak Satpam. Pak! Tolong keluar sebentar Pak," teriak Shanaz."Jangan teriak-teriak seperti itu dong Mbak. Nanti saya dikira m
Mata Yuni membelalak. Raut wajahnya panik. Dia menoleh ke arah Shanaz dan satpam secara bergantian dengan tersenyum canggung. "Maafkan atas kekacauan ini ya Nabila, Pak Satpam," ucap Yuni.Yuni yang kepalang malu kemudian menarik mertuanya ke tempat yang lebih tenang, di mana tidak akan ada orang yang mendengar apa yang dikatakan oleh ibu mertuanya yang mengamuk seperti orang yang tidak waras itu. "Ayo Bu. Kita bicara baik-baik di sana. Jangan marah-marah seperti ini, Yuni malu.""Kalau kamu tahu malu harusnya kamu bebaskan suamimu. Bukan memilih anak itu!" sungut mertua Yuni. Yuni mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya, Bu. Iya," sahut Yuni berusaha menenangkan ibu mertuanya. Shanaz mempunyai ide lain. Dia memutuskan untuk bersembunyi di balik semak-semak untuk mengawasi keberadaan mertua Yuni. Menunggu sampai pembicaraan mereka berakhir. Setelah itu baru nanti mengorek informasi dari wanita berusia lanjut itu.Shanaz tak begitu jelas mendengar pembicaraan mereka. Namun yang bisa dia
Fernando yang melihat darah yang mengalir dari jemari Shanaz, langsung menyahutnya. Mata Shanaz membulat, dia melupakan rasa sakitnya. Matanya sibuk mengamati sekitar, takut Lita marah. Atau akan ada seseorang yang akan mengadu kepadanya.Shanaz melepaskan tangannya dari genggaman Fernando. "Ja–jangan Tuan. Nanti kalau ada yang melihat bisa salah paham," cegahnya terbata.Fernando lalu menarik tangannya. "Maafkan aku. Aku tak bermaksud–" Fernando sendiri bingung bagaimana harus menjelaskannya, hingga kalimatnya terpotong begitu saja.Fernando diliputi oleh rasa canggung. Namun tidak dengan Shanaz. Dia sebenarnya mampu mengendalikan diri, akan tetapi dia memanfaatkan kesempatan ini untuk menarik perhatian lelaki itu. Shanaz berpikir akan dengan mudah memperdayai Fernando jika mantan suaminya itu jatuh hati kepadanya."Tidak apa-apa Tuan," sahut Shanaz."Ambil kotak p3k dan segera obati lukamu," suruh Fernando. "Baik, Tuan," sahut Shanaz. "Aku pulang untuk makan siang. Jadi kalau semu
Dengan terpaksa Fernando sendiri yang turun tangan memperbaiki. Membuat laporan evaluasi itu sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Namun sepertinya dia merasa kesusahan. Tak bisa membuat laporan sambil makan dalam waktu bersamaan. Entah karena benar-benar butuh bantuan. Atau memang ada faktor lain. Fernando meminta Shanaz untuk menyuapinya. "Bisakah kamu menyuapi aku makan?" Meskipun ini adalah kesempatan emas bagi Shanaz. Akan tetapi agar tidak terlihat mencolok Shanaz menolaknya dengan alasan Lita akan marah jika mengetahui hal ini."Maaf Tuan. Bukan saya tidak mau menyuapi Tuan Fernando makan. Saya hanya takut jika Nyonya lita tahu bisa marah," tolak Shanaz dengan nada halus."Kalau begitu jangan sampai tahu," sahut Fernando. "Kamu kunci pintunya sana," suruh Fernando.Raut wajah Fernando mendukung. Ia terlihat serius, membuat Shanaz berpura-pura menurut karena takut. "Ba–baik, Tuan," sahutnya. Shanaz bergerak ke arah pintu lalu menguncinya.Fernando memutar musik dengan a
Fernando memasang wajah mengejek. "Apapun itu. Kamu sebutkan saja," jawabnya.Shanaz tak segera menjawabnya. Lalu Fernando mengibaskan tangannya. "Ah sudahlah. Kamu kerjakan saja dulu. Nanti kamu boleh minta apa saja," ucapnya."Apa saja?" tanya Shanaz memastikan. Matanya bersitatap dengan Fernando. Mengintimidasi agar Fernando menurut kepadanya.Fernando berdecap. "Astaga, tentu saja. Memangnya kapan aku pernah berbohong padamu?" Ia pikir permintaan Shanaz pastilah tak akan sulit.Shanaz tertawa kecil. "Baiklah Bos. Saya akan bereskan dengan cepat," sahutnya."Lakukan cepat. Aku mau makan," perintah Fernando. Ia meraih piring. Kemudian menyendok makanan ke mulutnya.Beberapa menit berlalu. Yang membuat Fernando terkejut adalah Shanaz mampu mengerjakan pekerjaannya dengan cepat. Dia sudah seperti orang yang profesional, bukan amatiran."Wah. Kamu ternyata cepat sekali ya, mengerjakannya. Hebat," puji Fernando.Shanaz menundukkan kepalanya dengan anggun dan pelan, lalu tersenyum. "Teri
"Nanti Shanaz akan jelaskan kalau ayah sudah pulang saja ya Bu. Biar tidak 2 kali menjelaskan," jawab Shanaz. Ibunya hanya menjawab dengan anggukan.Shanaz merasa tak enak hati. Dia kemudian meraih telapak tangannya dan menggenggam jemari tangan ibunya dengan erat. "Ibu tidak keberatan kan?" tanya Shanaz ragu.Farida tersenyum. Membuat keraguan Shanaz seketika menghilang. "Tidak apa-apa. Kamu benar. Kita tunggu ayah ya." Keduanya lalu bersitatap dan tersenyum bersama."Kamu mau minum apa?" tanya Farida."Astaga. Kenapa Ibu memperlakukan Shanaz seperti tamu seperti ini?" Shanaz terkekeh. "Shanaz bisa membuat minuman untuk diri Shanaz sendiri," lanjutnya."Kalau begitu ayo kita ke dapur dan membuat minuman untuk kita berdua," ajak Farida.Shanaz mengangguk pertanda setuju. "Ayo Bu," sahutnya. "Kita sekalian buat cemilan juga," lanjutnya."Hmm. Ibu juga rindu cemilan buatanmu," ucap Farida. Ia kemudian mereka berdua bangkit dari tempat duduknya dan masuk ke dapur.Dengan terampil Shanaz
"Apa kamu pikir aku adalah barang. Yang seenaknya sendiri bisa dipindah tangankan seperti ini?!" Nabila tersulut emosi mendengar pernyataan dari Fernando. Kini dia percaya dengan ucapan dari Lorenzo dan Shanaz yang mengatakan hal-hal buruk mengenai lelaki itu. Dia sekarang mengerti mengapa akhirnya Lorenzo dan Shanaz nekat menikah saat wanita itu terjebak di tubuhnya. Karena selain saling mencintai. Lorenzo pasti ingin menyelamatkan Shanaz. "Bukan seperti tapi–" Fernando mau berkilah. Namun Lita memukul lengannya dengan kencang sambil menangis. Dia tak menyangka kalau ternyata kelakuan suaminya masih tak berubah. Laki-laki yang hanya mengedepankan hawa nafsunya saja. "Keterlaluan! Kamu ceraikan saja aku kalau mau menikahi wanita lain," amuk Lita."Aku juga tidak mau menikah dengan suamimu. Jadi kamu tenang saja," sambar Nabila. Ia kemudian pergi meninggalkan tempat itu. "Permisi!" Lorenzo dan Shanaz sebenarnya kasihan. Mereka berniat mengejar Nabila. Namun terlebih dahulu berpamita
Berbagai pengobatan telah dilakukan oleh Shanaz demi bisa sembuh. Dan setelah 3 tahun usahanya membuahkan hasil. Kini dia sudah cukup sehat untuk kembali ke rumah keluarga besar Lorenzo. Keluarga Lorenzo tak pernah mengetahui cerita mengenai jiwa Shanaz yang selama ini terperangkap di dalam tubuh Nabila. Dan saat tiba-tiba Shanaz muncul di keluarga mereka, Lorenzo hanya berkata kebetulan menemukan Shanaz. "Bagaimana bisa tiba-tiba kamu bertemu dengan Shanaz? Dia kan sudah–" tanya Santi yang tak bisa melanjutkan kalimatnya. Entah mengapa perasaannya campur aduk. Ayahnya juga mempunyai pertanyaan yang sama. Namun memilih diam.Sementara Fernando dan Lita di dalam hatinya merasa cemas. Apalagi kalau bukan masalah uang asuransi jiwa yang dimiliki oleh Shanaz. Mereka takut Shanaz akan mempertanyakannya. Padahal tidak. Shanaz dan Lorenzo tak peduli mengenai masalah itu."Belum Ibu. Shanaz belum meninggal," jawab Lorenzo dengan sopan.Di sana juga ada Nabila. Dia duduk di samping Lorenzo.
Karena kesal Santi mengakhiri sambungan teleponnya secara sepihak. Nabila menjauhkan ponselnya dari telinganya. Lalu meminta penjelasan dari Lorenzo."Siapa itu Edward?" tanya Nabila dengan raut wajah yang serius."Edward adalah kami. Maksudku anakku dengan Shanaz," jawab Lorenzo.Nabila mematung. Kini tak tahu harus berbuat apa. Lorenzo memohon agar Nabila mau pulang dengannya. Ini semua dia lakukan demi anaknya."Anakku membutuhkanmu. Setidaknya pulanglah demi Edward," pinta Lorenzo."Okey. Aku mau mengurus Edward. Tapi di rumah ibuku," sahut Nabila. "Dan 1 lagi. Aku tak mau kamu ikut denganku," lanjutnya memberi syarat. Padahal Lorenzo belum menjawabnya.Lorenzo terdiam. Dia tak bisa menyalahkan Nabila dalam hal ini. Seorang gadis yang tak tahu apa-apa. Tiba-tiba bangun dengan status baru sebagai seorang istri dan anak. Dia berhak marah. Meskipun sebenarnya Lorenzo terlanjur nyaman karena terlalu lama bersama dengan Nabila. "Bagaimana?" tanya Nabila ingin memastikan.Lorenzo tak b
Lorenzo menghargai keputusan Shanaz. Hanya saja dia tak menyangka, bahwa istri yang dia nikahi. Istri yang sanggup membuatnya merasa nyaman setelah kepergian Shanaz adalah mantan adik iparnya sendiri. Yang tak lain adalah Shanaz. "Lalu bagaimana cara agar mereka bisa kembali ke tubuh mereka masing-masing?" tanya Lorenzo."Pejamkan mata. Lalu genggam erat tangannya dan katakan mari bertukar posisi lagi sebanyak 3 kali. Maka kalian akan bertukar posisi seperti semula," jawab orang misterius tadi.Shanaz yang awalnya menunduk lesu karena bimbang, menjadi menoleh ke arahnya. "Kamu mau aku kembali ke badanku?" Shanaz bertanya balik."Semua keputusan ada di tanganmu," jawab Lorenzo. Shanaz dan Lorenzo bersitatap. Lorenzo kemudian menoleh ke arah orang misterius tadi. "Apa konsekuensi jika Shanaz memilih kembali ke tubuhnya?" tanyanya."Seperti yang kamu lihat. Dia akan koma. Jika kamu mau kamu harus menunggu sampai dia sembuh," jawab orang misterius tadi. "Jika tidak kembali ke tubuh masi
Lita selalu berupaya mencelakai Shanaz dan juga bayinya. Misalnya menukar obat Shanaz. Namun tak berhasil karena salah seorang pelayan memberi tahu Shanaz. Saya itu Shanaz hanya memberi peringatan agar Lita tak lagi melakukan hal itu. Shanaz tak tega melaporkan kejadian ini karena kasihan kepada Felicia, sebab anak itu sakit-sakitan dan butuh penanganan medis khusus. Namun ternyata Lita tak juga jera. Dia menyabotase mobil Shanaz agar mengalami kecelakaan. Beruntung Fernando dapat mencegahnya. Dia mengorbankan diri dengan mengorbankan mobilnya menjadi penghalang mobil Shanaz yang akan kecelakaan. Shanaz lagi-lagi menemukan bukti bahwa Lita pelakunya. Dan berjanji akan memberi tahu soal ini pada keluarga besar Fernando. Lita mulai jera kali ini.Saat di rumah sakit. Ketika menjenguk Fernando yang sedang kecelakaan. Shanaz menabrak seseorang. Sosok itu tak asing bagi Shanaz. Dia orang yang sama dengan yang menabraknya usai dirinya kecelakaan lalu bertukar tubuh dengan Nabila."Kamu kan–
Setelah mendengar alasan Lita ingin menemui Fernando. Lorenzo yang ada di depan pintu gerbang menyuruh satpam untuk membukakan pintu. "Bukakan pintunya Pak.""Tapi Tuan Fernando melarang saya, Tuan Lorenzo," sahut satpam. "Dia tidak akan berani protes kalau aku yang menyuruhnya," ucap Lorenzo. "Baik Tuan Lorenzo. Kalau begitu akan saya bukakan pintunya," sahut satpam. Ia kemudian membukakan pintu gerbang untuk Lita.Lita tak henti menatap wajah kakak iparnya. Setelah pintu gerbang dibuka ia mengucapkan rasa terimakasihnya yang tulus. Dia begitu terharu akan kebaikan yang ditujukan oleh lelaki yang dulunya sangat ia benci."Terimakasih Kak Lorenzo. Karena telah memberikan izin Lita untuk masuk," ucap Lita dengan berlinang air mata."Aku melakukan ini bukan karenamu. Tapi karena anakmu. Dia bagian dari keluarga ini," sahut Lorenzo dengan nada dingin.Lita menghapus air matanya dengan mandiri. Tak apalah jika Lorenzo berpikiran seperti itu. Yang terpenting dia bisa masuk dan menemui Fe
Lorenzo masih mematung. Namun setelah dapat mengendalikan dirinya, tangannya yang tadi mengambang di udara mendekap erat Shanaz. Akan tetapi dia masih ragu. Apakah ini artinya Shanaz telah menerima cintanya?Lorenzo kemudian mengurai pelukannya. Ia menatap wajah Shanaz dengan intens. "Apa ini artinya kamu sudah dapat menerimaku?" tanya Lorenzo memastikan.Shanaz menangis sambil mengangguk. "Iya," jawabnya dengan singkat. Namun itu sudah cukup membuktikan semuanya. Lorenzo tersenyum. Ia kemudian kembali memeluk tubuh Shanaz dengan erat. Tangannya mengusap lembut rambutnya yang panjang."Terimakasih, karena kamu mau membuka pintu hatimu untukku," ucap Lorenzo."Seharusnya saya yang berterima kasih kepada Tuan. Karena masih mau menerimaku yang—"Lorenzo dengan cepat melepaskan kembali pelukannya. Ia kemudian menangkup kedua sisi pipi Shanaz. Lalu 1 jari telunjuknya ditempelkan pada bibir Shanaz. "Tolong jangan katakan kalimat yang melukai hatiku," sambarnya memotong pernyataan dari Shana
Shanaz terbaring lemah di atas ranjang kamar apartemen Lorenzo. Dengan leluasa Fernando membuka satu persatu pakaian Shanaz, hingga tak menyisakan sehelai benangpun menutupi tubuh wanita itu. Fernando melepas pakaiannya. Kemudian setelah menampilkan tubuh polosnya ia memagut bibir Shanaz dengan lembut. Tangannya mulai turun dan meremas puncak gundukan dada Shanaz. Karena tak dapat menahan gairahnya lagi, Fernando hendak menancapkan kepunyaannya di dalam organ inti milik Shanaz. Fernando mengalami kesulitan, saat tak dapat menembus benteng pertahanan Shanaz. Itu artinya wanita ini belum terjamah oleh laki-laki lain. Fernando semakin bernafsu. "Rupanya kamu benar-benar masih menjaga kesucianmu. Aku sangat beruntung," gumamnya.Shanaz yang mulai merasakan sakit di area sensitifnya, lalu membuka mata. Dia menangis karena shock. Sekuat tenaga ia mendorong tubuh Fernando. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan tubuh kekar Fernando."Tuan Fernando jangan lakukan ini kepada saya. Saya mo
Kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Meisya yang mendengar berita tentang Fernando datang ke rumah Fernando untuk mencari kebenaran. Dia shock saat melihat pakaian Shanaz yang compang camping."Ceritanya panjang. Kalau kamu ingin tahu ikut dengan kami," jawab Lorenzo. Tanpa berpamitan Lorenzo berjalan menuju ke mobilnya dan membuka pintu. Lorenzo memberi kode agar Shanaz duduk di belakang. Sementara ia duduk di kursi kemudi. Meisya sebenarnya masih shock. Namun karena ingin tahu apa yang terjadi dia ikut masuk ke dalam mobil. Ia duduk di samping Lorenzo.Mobil Lorenzo kemudian melaju meninggalkan rumah Fernando. Membelah jalanan yang sudah sepi menuju ke apartemennya. Di dalam mobil Lorenzo menjelaskan kronologi kejadian yang dialami oleh Shanaz. Meisya merasa iba."Kasihan sekali dia. Pasti dia menjadi sangat trauma," ucap Meisya dengan tulus."Itu sudah pasti. Maka dari itu aku mau mengamankannya sementara waktu di apartemenku," sahut Lorenzo.Meisya mengangguk. "Aku setuju."Mal