"Ponsel saya bergetar Mbak Nabila. Sepertinya ada telepon," jawab supir. Shanaz mengangguk mengerti. "Oh, jadi begitu Pak," ucap Shanaz.Supir pribadi Fernando memang selalu memode silent ponselnya, agar tak menganggu perjalanan tuannya. Kebiasaan itu terbawa bahkan ketika Fernando tak ada bersamanya. Ia kemudian menggeser tombol hijau pada layarnya."Iya Tuan Fernando. Ada yang Anda butuhkan?" tanya supir pribadi Fernando."Apa Nabila sedang ada bersamamu saat ini?" Fernando bertanya balik."Betul Tuan Fernando. Saya dan Mbak Nabila sedang ada dalam perjalanan pulang ke rumah Tuan," jawab supir pribadi Fernando.Shanaz menatap ke samping, ke arah supir pribadi Fernando. Lalu menyimak percakapan antara mereka berdua. Kemudian ia baru menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang dari dirinya, yaitu ponsel miliknya. Shanaz kemudian mencarinya di tas dan seluruh saku baju dan celananya. Akan tetapi tidak ada."Kenapa dia tak mengangkat telepon dariku?" tanya Fernando."Sebentar Tuan, akan s
Ibunya Lita tak hanya melarang, akan tetapi juga menatap tajam ke arah Shanaz. Ia setengah berlari menghampiri cucunya kemudian menggeser tubuh Shanaz ke samping dengan kasar. "Kamu mau apa dengan anak Lita?" tanyanya dengan gusar."Maaf, Nyonya. Saya tak punya maksud lain terhadap bayi Nyonya selain ingin mengganti popoknya," jawab Shanaz dengan raut wajah ketakutan. Ia hanya dapat menundukkan kepalanya, jantungnya berdegup dengan kencang hingga tak berani menatap wajah ibunya Lita."Tidak usah. Ini semua bukan tugasmu, melainkan tugas Dinar!" larang ibunya Lita. "Di mana Dinar saat ini?!" tanyanya."Mbak Dinar tadi izin ke toilet Nyonya. Katanya perutnya sakit. Maaf jika tindakan saya ini lancang," jawab Shanaz dengan membungkukkan badannya sedikit.Tadinya niat Shanaz baik. Dia hanya ingin membantu meringankan tugas Dinar. Rekan sesama pelayan yang sedang ada di toilet. Akan tetapi dia tak menyangka bahwa hal ini malah menjadi persoalan besar. Dia sendiri sebenarnya tak tahu penyeb
Fernando sedang bersantai dengan berbaring di atas ranjangnya yang empuk. Sambil ditemani siaran sepakbola kesukaannya di televisi. Lalu ponselnya berdering. "Siapa sih? Menganggu saja," sungut Fernando. Akan tetapi mata Fernando langsung membelakak saat melihat nama yang tertera di layar. Ia langsung bangkit dari tempat tidurnya lalu duduk di pinggir ranjang. Fernando menggeser tombol hijau pada layarnya."Iya sayang. Ada apa?" tanya Fernando. Memaksa matanya yang masih berat untuk terbuka lebar."Datanglah ke rumah ibuku sekarang," jawab Lita memaksa."Memangnya ada apa aku disuruh ke sana sekarang?" tanya Fernando penasaran."Sudahlah jangan banyak bertanya. Pokoknya ini penting," jawab Lita. Kerena kesal ia mengakhiri sambungan teleponnya dengan Fernando secara sepihak.Fernando menjauhkan ponselnya dari telinganya. Meninggalkan rasa khawatir pada benak Fernando. Tak mau sesuatu yang buruk terjadi pada istri dan calon bayinya, Fernando kemudian bangkit dari duduknya. Lalu ia men
Sudah lama berada di rumah Lita, akan tetapi Fernando tak kunjung memberi kabar gembira kelahiran anaknya kepada ibu dan ayahnya. Tanpa sepengetahuan dari anak dan menantunya ibunya Lita memutus untuk menghubungi besannya. Ia mencari kontak dengan nama ibunya Fernando, lalu menekan tombol panggil."Halo, Bu Santi. Ada berita bahagia yang ingin saya sampaikan kepada Ibu," ucap Mira saat sambungan teleponnya sudah terhubung dengan Santi."Berita bahagia? Berita bahagia apa ya Bu?" tanya Santi penasaran."Saya mau menyampaikan kalau Lita telah melahirkan Bu," jawab Mira dengan nada sangat bersemangat."Melahirkan? Kapan Bu?" Santi bertanya dengan menahan sesak di dadanya. Apa maksudnya semua ini. Tiba-tiba Lita sudah melahirkan. Tak seharusnya seperti ini. Santi sangat kecewa."Sudah tadi pagi, Bu. Dan berjalan dengan lancar, sehat semuanya," jawab Mira. Dia belum sadar ada seseorang yang kecewa dengan kabar yang ia berikan di ujung telepon.Mira bicara panjang lebar. Akan tetapi Santi
"Aku melakukan ini hanya demi Ibu dan Ayahku. Bukan karena telah memaafkan kamu," jelas Fernando.Senyum di bibir Lita langsung luntur. Dadanya bagaikan dihantam oleh batu yang besar. Orang lain tak akan dapat melihat luka di hati Lita yang menganga. Tubuh Lita langsung berubah menjadi ringan. Ia langsung jatuh pingsan. Fernando menahan tubuhnya. Suasana berubah menjadi cemas. Semua orang ikut khawatir dengan kesehatan Lita. "Ada apa?" tanya salah seorang tamu dengan nada cemas.Banyak suara tamu membahas Lita, akan tetapi Fernando tak memedulikannya. Menggotong tubuh Lita menuju ke mobil Fernando.Shanaz bergegas mengikuti langkah Fernando. "Apa yang terjadi Tuan?" tanyanya."Aku tak bisa menjelaskannya sekarang. Lita harus segera mendapatkan pertolongan dari medis," jawab Fernando.Shanaz mengangguk. Salah satu kakinya sudah masuk ke dalam mobil. Namun suara ibunya Lita dengan tegas melarangnya."Tunggu! Kamu tidak boleh ikut!" Ibunya Lita melarang dengan gigi yang terdengar gemer
"Ke mana bayiku?" tanya Fernando kepada orang-orang yang masih berada di luar ruang pemeriksaan. Di sana ada ibunya, ayah dan ibunya Lita. Fernando tak menyadari bahwa ada 1 orang yang hilang. Dia adalah Shanaz."Anakmu tadi menangis, dan tak ada seorangpun yang bisa menenangkan dia kecuali Nabila," jawab Santi. Dia sengaja melihat ke arah Mira. Menegaskan bahwa Nabila punya jasa yang bisa diperhitungkan.Fernando menghela napas lega dan mengelus dadanya sendiri. "Syukurlah kalau begitu. Tadi aku panik saat mendengar tangisan," ucapnya."Dia dalam keadaan yang baik. Jangan khawatir," sahut ayahnya. Sementara Mira tak bisa berkutik. Dia tadi sudah berusaha untuk menenangkan bayinya. Hanya saja tak berhasil, masih tetap menangis. Dan setelah dalam dekapan Shanaz anak itu diam. Bahkan dapat tertidur dengan pulas.Kini yang menjadi pertanyaan Fernando, di mana bayinya saat ini? Ia sudah mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tak ada Shanaz atau bayinya di sana. Boleh kan dia menengok mak
"Maaf Nyonya Mira. Saya ingin menyampaikan bahwa Nyonya Lita mencari Anda," ucap pelayan itu."Aku akan ke sana sekarang," sahut ibunya Lita.Ibunya Lita menghentikan langkahnya, saat menyadari tak ada pergerakan dari Fernando. Lalu membalikkan badannya. "Kenapa kamu masih di sini?" tanyanya."Lalu harusnya aku bagaimana?" pikir Fernando tak mengerti. Tetapi hanya di dalam hatinya."Masih diam saja. Ayo ikut masuk dengan ibu," ajak ibunya Lita dengan mengeraskan rahangnya. Dari tadi wajah mereka saling kaku, tak ada kedamaian antara satu dan lainnya.Tak ingin dituduh macam-macam akhirnya Fernando memilih untuk ikut dengan mertuanya. Ia khawatir ibunya Lita akan bercerita yang tidak-tidak mengenai dirinya dan Shanaz. Jadi ia mencari aman saja."Baiklah. Mari kita kembali ke ruang pemeriksaan," sahut Fernando. Mereka berdua lalu berjalan menuju ke ruang pemeriksaan, Shanaz menyusul, untuk mengetahui info terbaru mengenai kondisi kesehatan Lita. Lagipula bayi Fernando tidur dengan pulas
"Siapapun wanita pilihanmu. Ayah mendukung. Yang paling terpenting ikutilah kata hatimu," ucap Damar menasehati anak sulungnya.Lorenzo mengangguk, lalu tersenyum. "Iya Ayah. Aku akan selalu mengingat nasihat dari Ayah," sahutnya. "Terimakasih," ucap Lorenzo setelah itu.Ayahnya hanya mengangguk, lalu tersenyum. Sama seperti yang ibunya lakukan dia menepuk pundak Lorenzo sebelum pergi. Fernando berjalan mengiringi langkah ayahnya. Sementara Lorenzo masih terpaku di sana. Seharusnya dia senang karena mendapatkan dukungan dari seluruh keluarganya. Akan tetapi malah pikirannya lari kepada Shanaz, yang dia kira adalah Nabila. Dulu awal-awal dekat dengan Shanaz, Lorenzo mengira cintanya akan dibalas oleh Shanaz. Akan tetapi yang membuat Lorenzo tak mengerti Shanaz malah menjauhinya. Lorenzo tak paham apa salahnya.Lorenzo menggelengkan kepalanya dengan cepat, saat menyadari kebodohannya karena terlalu memikirkan tentang Shanaz. Ia belum mempunyai hubungan apapun dengan Meisya selain hubun