"Lita mendapatkan pendonor darah berkat Nabila," beber ibunya Fernando."Bagaimana bisa?" tanya Lorenzo."Tadi saat Kakak tak kunjung datang, kami semua meminta tolong kepada siapa saja yang mempunyai golongan darah O plus, dan ternyata seorang pelayan di rumah menghubungi Nabila dan mengatakan bahwa mempunyai golongan darah yang sama," jawab Fernando."Aku sebagai suami dan calon anak untuk bayiku mengucapkan terimakasih banyak kepada Kakak dan Kak Meisya. Dan aku berharap kalian tak merasa tersinggung dengan hal ini," ucap Fernando.Meisya menggelengkan kepalanya. "Oh, tidak, tidak. Aku tidak merasa tersinggung sama sekali. Aku bersyukur karena istrimu mendapatkan pendonor darah lebih cepat," sahut Meisya.Diam-diam ibunya Lita saat ini hatinya sedang mengalami pergolakan batin. Ia kini merasakan penyesalan karena sempat merasa curiga berlebihan kepada Shanaz. Padahal malah kepala pelayannya itu yang berhasil menghadirkan pendonor darah pada saat tepat untuk anak dan calon cucunya.
Ingin protes akan tetapi ibunya Lita takut. Jika ia memaksakan kehendak bisa-bisa semuanya akan berantakan. Ibunya Lita bagai macan yang kehilangan taringnya saat ini."Baik, Nyonya," sahut Shanaz. Ia tersenyum samar karena senang akhirnya dapat kembali ke rumah yang ditinggali oleh Fernando. Sebab dia akan mengalami kesulitan untuk balas dendam jika tak berada di rumah itu."Sudah sana, kamu masuk duluan. Temui istrimu di dalam. Dia pasti sedang menunggumu sejak tadi," perintah ayah Fernando.Fernando mengangguk. Lebih baik dia masuk dan meninggalkan segala problematika mengenai urusan para ibu-ibu. Karena istri dan anaknya jauh lebih penting baginya. "Kalau begitu aku masuk dulu," pamitnya. Ia memutar kenop pintu lalu masuk."Maaf telah membuatmu berpindah-pindah terus menerus seperti ini ya," ucap ibunya Fernando."Tidak apa-apa Nyonya. Sudah menjadi tugas saya mematuhi perintah dari Nyonya Besar," sahut Shanaz.Lorenzo mengepalkan tangannya menahan emosi. Ingin protespun percuma.
"Aku ingin tinggal sementara waktu di rumah ibuku," jawab Lita.Fernando pusing tujuh keliling mendengar jawaban yang diberikan oleh Lita. Bukannya dia tak memperbolehkan bukannya tanpa sebab, melainkan karena istrinya tersebut akan melahirkan. Semua akan terasa sulit jika tiba-tiba Lita merasakan kontraksi."Sayang aku mohon jangan pergi sekarang, kamu sebentar lagi akan melahirkan," tolak Fernando dengan halus.Akan tetapi bukannya menurut, emosi Lita malah kian meluap. Itu karena aku punya alasan lain. Tak ada seorangpun yang dapat mencegahnya kini."Tidak! Aku tetap akan ke rumah Ibuku!" Lita bersikukuh. "Hari perkiraan lahir anak kita masih lama, dan sebelum melahirkan aku mau menginap di rumah Ibu," imbuhnya."Tapi kondisimu saat ini dan biasanya berbeda Lita. Banyak bergerak hanya akan membahayakan kesehatanmu. Tolong mengertilah," bujuk Fernando.Akan ada Lita tetap tidak mau mengalah. Ia tetap memaksa untuk pergi. "Tidak akan terjadi sesuatu yang buruk kepadaku dan bayi kita
"Kamu bilang akan ada proyek besar di perusahaan kan? Kalau kamu meninggalkan proyek itu bagaimana dengan nasib perusahaan nanti?" tanya Lita. Beberapa hari yang lalu Fernando bercerita mengenai proyek terbarunya di perusahaan dengan Lita. Beruntung ia mengingat hal itu, sehingga bisa dijadikan senjata olehnya. Lita padahal biasanya tak tahu menahu soal perusahaan. Dia saja bekerja di perusahaan Fernando hanya selama setahun, lalu setelah berhasil merayu dan mendapatkan Fernando ia langsung berhenti dari perusahaan. Untuk apa lelah bekerja jika ia bisa dengan mudah merebut bos dari pemilik perusahaan itu.Fernando menepuk jidatnya sendiri ketika mengingat hal itu. "Ah, benar juga. Aku baru ingat. Untung kamu mengingatkan aku," sahutnya.Lita mengangguk-angguk. "Itulah gunanya seorang istri sayang, mengingatkan jika kamu lengah," ucap Lita. Ia kemudian bergelayut manja di lengan Fernando.**Hari berikutnya Lita sampai di rumah orangtuanya. Fernando mengantarnya bersama 2 orang pelaya
Di rumah ibunya Lita melakukan segala upaya agar dapat segera melahirkan, mulai dari naik turun tangga, senam ibu hamil dan yang terakhir yang paling manjur adalah meminum jus nanas. Setelah menenggak segelas jus nanas hingga tandas, Lita meletakkan gelasnya di atas meja makan dengan kasar, hingga menimbulkan suara yang nyaring.Di depannya, ibunya sudah duduk dan menunggu reaksi dari minuman tersebut. Yang berdasarkan pengalaman pribadinya ketika menjelang persalinan. Ia menatap wajah Lita dengan intens. "Bagaimana?" tanyanya penasaran.Lita menggelengkan kepalanya. "Aku belum merasakan sesuatu Bu," jawab Lita."Tunggu saja sebentar lagi kamu akan mengalami kontraksi," ucap ibunya Lita dengan yakin.Dan keyakinan ibunya Lita memang tidak salah, tak lama Lita merasakan perutnya mulas, lalu merasakan kontraksi. Ia menangis sambil memegangi perutnya. "Ibu sakit," rintihnya.Ibunya Lita mengangguk. "Kamu sabar saja. Tunggu sampai ada tanda-tanda, misal flek atau pecah ketuban," sahutnya.
"Gawat. Telepon dari Fernando. Bagaimana ini?" tanya ibunya Lita dalam hati. "Bagaimana kalau dia menanyakan soal Lita. Apa yang harus aku katakan?" Ibunya Lita kemudian memberikan ponselnya kepada pelayan pribadi Lita. "Angkat teleponnya dan katakan saja aku sedang tidur dengan Lita," perintahnya dengan wajah tegang."Ba–baik, Nyonya," sahut pelayannya tergagap, dan menganggukkan kepalanya dengan cepat. Sejak kemarin datang ke rumah ibunya Lita, 2 pelayan yang ditugaskan menemani dan merawat Lita sudah ditekan dan diintimidasi agar menuruti segala tindak kebohongan Lita dan ibunya. Mereka terpaksa menurut agar tidak kehilangan pekerjaan mereka. Ibunya Lita juga mengancam akan membuat hidup kedua pelayan malang itu menderita jika berani buka mulut."Ingat. Jangan terdengar gugup saat menerima telepon dari Fernando!" suruh ibunya Lita dengan tatapan mata yang tajam dan dengan wajah mengintimidasi.Sontak pelayan di depannya mengangguk menurut. "Iya Nyonya," sahutnya. Kemudian dengan
Lita dan ibunya terkejut melihat kedatangan Shanaz. Keringat dingin mengucur deras dari dahi sampai membasahi punggung keduanya. Mereka sudah seperti pencuri yang tertangkap basah."A–apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Lita. Ia sampai tergugup."Tuan Fernando tadi sangat panik dan mencemaskan Anda, Nyonya. Ketika nomor ponsel Nyonya Lita sulit dihubungi. Jadi menyuruh saya untuk langsung datang ke sini," jawab Shanaz.Saat ini Fernando ada di luar negeri, jadi ia belum dapat pulang. Karena Lita sulit dihubungi jadi Fernando meminta tolong kepada Shanaz untuk mengecek langsung keadaan istrinya. Takut terjadi sesuatu, apalagi wanita itu sedang hamil anaknya.Seperti biasa, ibunya Lita masih saja tak menyukai kehadiran Shanaz yang ada dalam tubuh Nabila. Ia sudah bersiap mengatakan sesuatu, akan tetapi saat Lita melihatnya, buru-buru Lita mencegahnya dengan menepuk pundaknya. "Sudah Ibu diam dulu," suruh Lita. Ibunya Lita menjawabnya dengan anggukan."Tadi Fernando sudah menelepon ke
"Ponsel saya bergetar Mbak Nabila. Sepertinya ada telepon," jawab supir. Shanaz mengangguk mengerti. "Oh, jadi begitu Pak," ucap Shanaz.Supir pribadi Fernando memang selalu memode silent ponselnya, agar tak menganggu perjalanan tuannya. Kebiasaan itu terbawa bahkan ketika Fernando tak ada bersamanya. Ia kemudian menggeser tombol hijau pada layarnya."Iya Tuan Fernando. Ada yang Anda butuhkan?" tanya supir pribadi Fernando."Apa Nabila sedang ada bersamamu saat ini?" Fernando bertanya balik."Betul Tuan Fernando. Saya dan Mbak Nabila sedang ada dalam perjalanan pulang ke rumah Tuan," jawab supir pribadi Fernando.Shanaz menatap ke samping, ke arah supir pribadi Fernando. Lalu menyimak percakapan antara mereka berdua. Kemudian ia baru menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang dari dirinya, yaitu ponsel miliknya. Shanaz kemudian mencarinya di tas dan seluruh saku baju dan celananya. Akan tetapi tidak ada."Kenapa dia tak mengangkat telepon dariku?" tanya Fernando."Sebentar Tuan, akan s
"Apa kamu pikir aku adalah barang. Yang seenaknya sendiri bisa dipindah tangankan seperti ini?!" Nabila tersulut emosi mendengar pernyataan dari Fernando. Kini dia percaya dengan ucapan dari Lorenzo dan Shanaz yang mengatakan hal-hal buruk mengenai lelaki itu. Dia sekarang mengerti mengapa akhirnya Lorenzo dan Shanaz nekat menikah saat wanita itu terjebak di tubuhnya. Karena selain saling mencintai. Lorenzo pasti ingin menyelamatkan Shanaz. "Bukan seperti tapi–" Fernando mau berkilah. Namun Lita memukul lengannya dengan kencang sambil menangis. Dia tak menyangka kalau ternyata kelakuan suaminya masih tak berubah. Laki-laki yang hanya mengedepankan hawa nafsunya saja. "Keterlaluan! Kamu ceraikan saja aku kalau mau menikahi wanita lain," amuk Lita."Aku juga tidak mau menikah dengan suamimu. Jadi kamu tenang saja," sambar Nabila. Ia kemudian pergi meninggalkan tempat itu. "Permisi!" Lorenzo dan Shanaz sebenarnya kasihan. Mereka berniat mengejar Nabila. Namun terlebih dahulu berpamita
Berbagai pengobatan telah dilakukan oleh Shanaz demi bisa sembuh. Dan setelah 3 tahun usahanya membuahkan hasil. Kini dia sudah cukup sehat untuk kembali ke rumah keluarga besar Lorenzo. Keluarga Lorenzo tak pernah mengetahui cerita mengenai jiwa Shanaz yang selama ini terperangkap di dalam tubuh Nabila. Dan saat tiba-tiba Shanaz muncul di keluarga mereka, Lorenzo hanya berkata kebetulan menemukan Shanaz. "Bagaimana bisa tiba-tiba kamu bertemu dengan Shanaz? Dia kan sudah–" tanya Santi yang tak bisa melanjutkan kalimatnya. Entah mengapa perasaannya campur aduk. Ayahnya juga mempunyai pertanyaan yang sama. Namun memilih diam.Sementara Fernando dan Lita di dalam hatinya merasa cemas. Apalagi kalau bukan masalah uang asuransi jiwa yang dimiliki oleh Shanaz. Mereka takut Shanaz akan mempertanyakannya. Padahal tidak. Shanaz dan Lorenzo tak peduli mengenai masalah itu."Belum Ibu. Shanaz belum meninggal," jawab Lorenzo dengan sopan.Di sana juga ada Nabila. Dia duduk di samping Lorenzo.
Karena kesal Santi mengakhiri sambungan teleponnya secara sepihak. Nabila menjauhkan ponselnya dari telinganya. Lalu meminta penjelasan dari Lorenzo."Siapa itu Edward?" tanya Nabila dengan raut wajah yang serius."Edward adalah kami. Maksudku anakku dengan Shanaz," jawab Lorenzo.Nabila mematung. Kini tak tahu harus berbuat apa. Lorenzo memohon agar Nabila mau pulang dengannya. Ini semua dia lakukan demi anaknya."Anakku membutuhkanmu. Setidaknya pulanglah demi Edward," pinta Lorenzo."Okey. Aku mau mengurus Edward. Tapi di rumah ibuku," sahut Nabila. "Dan 1 lagi. Aku tak mau kamu ikut denganku," lanjutnya memberi syarat. Padahal Lorenzo belum menjawabnya.Lorenzo terdiam. Dia tak bisa menyalahkan Nabila dalam hal ini. Seorang gadis yang tak tahu apa-apa. Tiba-tiba bangun dengan status baru sebagai seorang istri dan anak. Dia berhak marah. Meskipun sebenarnya Lorenzo terlanjur nyaman karena terlalu lama bersama dengan Nabila. "Bagaimana?" tanya Nabila ingin memastikan.Lorenzo tak b
Lorenzo menghargai keputusan Shanaz. Hanya saja dia tak menyangka, bahwa istri yang dia nikahi. Istri yang sanggup membuatnya merasa nyaman setelah kepergian Shanaz adalah mantan adik iparnya sendiri. Yang tak lain adalah Shanaz. "Lalu bagaimana cara agar mereka bisa kembali ke tubuh mereka masing-masing?" tanya Lorenzo."Pejamkan mata. Lalu genggam erat tangannya dan katakan mari bertukar posisi lagi sebanyak 3 kali. Maka kalian akan bertukar posisi seperti semula," jawab orang misterius tadi.Shanaz yang awalnya menunduk lesu karena bimbang, menjadi menoleh ke arahnya. "Kamu mau aku kembali ke badanku?" Shanaz bertanya balik."Semua keputusan ada di tanganmu," jawab Lorenzo. Shanaz dan Lorenzo bersitatap. Lorenzo kemudian menoleh ke arah orang misterius tadi. "Apa konsekuensi jika Shanaz memilih kembali ke tubuhnya?" tanyanya."Seperti yang kamu lihat. Dia akan koma. Jika kamu mau kamu harus menunggu sampai dia sembuh," jawab orang misterius tadi. "Jika tidak kembali ke tubuh masi
Lita selalu berupaya mencelakai Shanaz dan juga bayinya. Misalnya menukar obat Shanaz. Namun tak berhasil karena salah seorang pelayan memberi tahu Shanaz. Saya itu Shanaz hanya memberi peringatan agar Lita tak lagi melakukan hal itu. Shanaz tak tega melaporkan kejadian ini karena kasihan kepada Felicia, sebab anak itu sakit-sakitan dan butuh penanganan medis khusus. Namun ternyata Lita tak juga jera. Dia menyabotase mobil Shanaz agar mengalami kecelakaan. Beruntung Fernando dapat mencegahnya. Dia mengorbankan diri dengan mengorbankan mobilnya menjadi penghalang mobil Shanaz yang akan kecelakaan. Shanaz lagi-lagi menemukan bukti bahwa Lita pelakunya. Dan berjanji akan memberi tahu soal ini pada keluarga besar Fernando. Lita mulai jera kali ini.Saat di rumah sakit. Ketika menjenguk Fernando yang sedang kecelakaan. Shanaz menabrak seseorang. Sosok itu tak asing bagi Shanaz. Dia orang yang sama dengan yang menabraknya usai dirinya kecelakaan lalu bertukar tubuh dengan Nabila."Kamu kan–
Setelah mendengar alasan Lita ingin menemui Fernando. Lorenzo yang ada di depan pintu gerbang menyuruh satpam untuk membukakan pintu. "Bukakan pintunya Pak.""Tapi Tuan Fernando melarang saya, Tuan Lorenzo," sahut satpam. "Dia tidak akan berani protes kalau aku yang menyuruhnya," ucap Lorenzo. "Baik Tuan Lorenzo. Kalau begitu akan saya bukakan pintunya," sahut satpam. Ia kemudian membukakan pintu gerbang untuk Lita.Lita tak henti menatap wajah kakak iparnya. Setelah pintu gerbang dibuka ia mengucapkan rasa terimakasihnya yang tulus. Dia begitu terharu akan kebaikan yang ditujukan oleh lelaki yang dulunya sangat ia benci."Terimakasih Kak Lorenzo. Karena telah memberikan izin Lita untuk masuk," ucap Lita dengan berlinang air mata."Aku melakukan ini bukan karenamu. Tapi karena anakmu. Dia bagian dari keluarga ini," sahut Lorenzo dengan nada dingin.Lita menghapus air matanya dengan mandiri. Tak apalah jika Lorenzo berpikiran seperti itu. Yang terpenting dia bisa masuk dan menemui Fe
Lorenzo masih mematung. Namun setelah dapat mengendalikan dirinya, tangannya yang tadi mengambang di udara mendekap erat Shanaz. Akan tetapi dia masih ragu. Apakah ini artinya Shanaz telah menerima cintanya?Lorenzo kemudian mengurai pelukannya. Ia menatap wajah Shanaz dengan intens. "Apa ini artinya kamu sudah dapat menerimaku?" tanya Lorenzo memastikan.Shanaz menangis sambil mengangguk. "Iya," jawabnya dengan singkat. Namun itu sudah cukup membuktikan semuanya. Lorenzo tersenyum. Ia kemudian kembali memeluk tubuh Shanaz dengan erat. Tangannya mengusap lembut rambutnya yang panjang."Terimakasih, karena kamu mau membuka pintu hatimu untukku," ucap Lorenzo."Seharusnya saya yang berterima kasih kepada Tuan. Karena masih mau menerimaku yang—"Lorenzo dengan cepat melepaskan kembali pelukannya. Ia kemudian menangkup kedua sisi pipi Shanaz. Lalu 1 jari telunjuknya ditempelkan pada bibir Shanaz. "Tolong jangan katakan kalimat yang melukai hatiku," sambarnya memotong pernyataan dari Shana
Shanaz terbaring lemah di atas ranjang kamar apartemen Lorenzo. Dengan leluasa Fernando membuka satu persatu pakaian Shanaz, hingga tak menyisakan sehelai benangpun menutupi tubuh wanita itu. Fernando melepas pakaiannya. Kemudian setelah menampilkan tubuh polosnya ia memagut bibir Shanaz dengan lembut. Tangannya mulai turun dan meremas puncak gundukan dada Shanaz. Karena tak dapat menahan gairahnya lagi, Fernando hendak menancapkan kepunyaannya di dalam organ inti milik Shanaz. Fernando mengalami kesulitan, saat tak dapat menembus benteng pertahanan Shanaz. Itu artinya wanita ini belum terjamah oleh laki-laki lain. Fernando semakin bernafsu. "Rupanya kamu benar-benar masih menjaga kesucianmu. Aku sangat beruntung," gumamnya.Shanaz yang mulai merasakan sakit di area sensitifnya, lalu membuka mata. Dia menangis karena shock. Sekuat tenaga ia mendorong tubuh Fernando. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan tubuh kekar Fernando."Tuan Fernando jangan lakukan ini kepada saya. Saya mo
Kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Meisya yang mendengar berita tentang Fernando datang ke rumah Fernando untuk mencari kebenaran. Dia shock saat melihat pakaian Shanaz yang compang camping."Ceritanya panjang. Kalau kamu ingin tahu ikut dengan kami," jawab Lorenzo. Tanpa berpamitan Lorenzo berjalan menuju ke mobilnya dan membuka pintu. Lorenzo memberi kode agar Shanaz duduk di belakang. Sementara ia duduk di kursi kemudi. Meisya sebenarnya masih shock. Namun karena ingin tahu apa yang terjadi dia ikut masuk ke dalam mobil. Ia duduk di samping Lorenzo.Mobil Lorenzo kemudian melaju meninggalkan rumah Fernando. Membelah jalanan yang sudah sepi menuju ke apartemennya. Di dalam mobil Lorenzo menjelaskan kronologi kejadian yang dialami oleh Shanaz. Meisya merasa iba."Kasihan sekali dia. Pasti dia menjadi sangat trauma," ucap Meisya dengan tulus."Itu sudah pasti. Maka dari itu aku mau mengamankannya sementara waktu di apartemenku," sahut Lorenzo.Meisya mengangguk. "Aku setuju."Mal