Di rumah ibunya Lita melakukan segala upaya agar dapat segera melahirkan, mulai dari naik turun tangga, senam ibu hamil dan yang terakhir yang paling manjur adalah meminum jus nanas. Setelah menenggak segelas jus nanas hingga tandas, Lita meletakkan gelasnya di atas meja makan dengan kasar, hingga menimbulkan suara yang nyaring.Di depannya, ibunya sudah duduk dan menunggu reaksi dari minuman tersebut. Yang berdasarkan pengalaman pribadinya ketika menjelang persalinan. Ia menatap wajah Lita dengan intens. "Bagaimana?" tanyanya penasaran.Lita menggelengkan kepalanya. "Aku belum merasakan sesuatu Bu," jawab Lita."Tunggu saja sebentar lagi kamu akan mengalami kontraksi," ucap ibunya Lita dengan yakin.Dan keyakinan ibunya Lita memang tidak salah, tak lama Lita merasakan perutnya mulas, lalu merasakan kontraksi. Ia menangis sambil memegangi perutnya. "Ibu sakit," rintihnya.Ibunya Lita mengangguk. "Kamu sabar saja. Tunggu sampai ada tanda-tanda, misal flek atau pecah ketuban," sahutnya.
"Gawat. Telepon dari Fernando. Bagaimana ini?" tanya ibunya Lita dalam hati. "Bagaimana kalau dia menanyakan soal Lita. Apa yang harus aku katakan?" Ibunya Lita kemudian memberikan ponselnya kepada pelayan pribadi Lita. "Angkat teleponnya dan katakan saja aku sedang tidur dengan Lita," perintahnya dengan wajah tegang."Ba–baik, Nyonya," sahut pelayannya tergagap, dan menganggukkan kepalanya dengan cepat. Sejak kemarin datang ke rumah ibunya Lita, 2 pelayan yang ditugaskan menemani dan merawat Lita sudah ditekan dan diintimidasi agar menuruti segala tindak kebohongan Lita dan ibunya. Mereka terpaksa menurut agar tidak kehilangan pekerjaan mereka. Ibunya Lita juga mengancam akan membuat hidup kedua pelayan malang itu menderita jika berani buka mulut."Ingat. Jangan terdengar gugup saat menerima telepon dari Fernando!" suruh ibunya Lita dengan tatapan mata yang tajam dan dengan wajah mengintimidasi.Sontak pelayan di depannya mengangguk menurut. "Iya Nyonya," sahutnya. Kemudian dengan
Lita dan ibunya terkejut melihat kedatangan Shanaz. Keringat dingin mengucur deras dari dahi sampai membasahi punggung keduanya. Mereka sudah seperti pencuri yang tertangkap basah."A–apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Lita. Ia sampai tergugup."Tuan Fernando tadi sangat panik dan mencemaskan Anda, Nyonya. Ketika nomor ponsel Nyonya Lita sulit dihubungi. Jadi menyuruh saya untuk langsung datang ke sini," jawab Shanaz.Saat ini Fernando ada di luar negeri, jadi ia belum dapat pulang. Karena Lita sulit dihubungi jadi Fernando meminta tolong kepada Shanaz untuk mengecek langsung keadaan istrinya. Takut terjadi sesuatu, apalagi wanita itu sedang hamil anaknya.Seperti biasa, ibunya Lita masih saja tak menyukai kehadiran Shanaz yang ada dalam tubuh Nabila. Ia sudah bersiap mengatakan sesuatu, akan tetapi saat Lita melihatnya, buru-buru Lita mencegahnya dengan menepuk pundaknya. "Sudah Ibu diam dulu," suruh Lita. Ibunya Lita menjawabnya dengan anggukan."Tadi Fernando sudah menelepon ke
"Ponsel saya bergetar Mbak Nabila. Sepertinya ada telepon," jawab supir. Shanaz mengangguk mengerti. "Oh, jadi begitu Pak," ucap Shanaz.Supir pribadi Fernando memang selalu memode silent ponselnya, agar tak menganggu perjalanan tuannya. Kebiasaan itu terbawa bahkan ketika Fernando tak ada bersamanya. Ia kemudian menggeser tombol hijau pada layarnya."Iya Tuan Fernando. Ada yang Anda butuhkan?" tanya supir pribadi Fernando."Apa Nabila sedang ada bersamamu saat ini?" Fernando bertanya balik."Betul Tuan Fernando. Saya dan Mbak Nabila sedang ada dalam perjalanan pulang ke rumah Tuan," jawab supir pribadi Fernando.Shanaz menatap ke samping, ke arah supir pribadi Fernando. Lalu menyimak percakapan antara mereka berdua. Kemudian ia baru menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang dari dirinya, yaitu ponsel miliknya. Shanaz kemudian mencarinya di tas dan seluruh saku baju dan celananya. Akan tetapi tidak ada."Kenapa dia tak mengangkat telepon dariku?" tanya Fernando."Sebentar Tuan, akan s
Ibunya Lita tak hanya melarang, akan tetapi juga menatap tajam ke arah Shanaz. Ia setengah berlari menghampiri cucunya kemudian menggeser tubuh Shanaz ke samping dengan kasar. "Kamu mau apa dengan anak Lita?" tanyanya dengan gusar."Maaf, Nyonya. Saya tak punya maksud lain terhadap bayi Nyonya selain ingin mengganti popoknya," jawab Shanaz dengan raut wajah ketakutan. Ia hanya dapat menundukkan kepalanya, jantungnya berdegup dengan kencang hingga tak berani menatap wajah ibunya Lita."Tidak usah. Ini semua bukan tugasmu, melainkan tugas Dinar!" larang ibunya Lita. "Di mana Dinar saat ini?!" tanyanya."Mbak Dinar tadi izin ke toilet Nyonya. Katanya perutnya sakit. Maaf jika tindakan saya ini lancang," jawab Shanaz dengan membungkukkan badannya sedikit.Tadinya niat Shanaz baik. Dia hanya ingin membantu meringankan tugas Dinar. Rekan sesama pelayan yang sedang ada di toilet. Akan tetapi dia tak menyangka bahwa hal ini malah menjadi persoalan besar. Dia sendiri sebenarnya tak tahu penyeb
Fernando sedang bersantai dengan berbaring di atas ranjangnya yang empuk. Sambil ditemani siaran sepakbola kesukaannya di televisi. Lalu ponselnya berdering. "Siapa sih? Menganggu saja," sungut Fernando. Akan tetapi mata Fernando langsung membelakak saat melihat nama yang tertera di layar. Ia langsung bangkit dari tempat tidurnya lalu duduk di pinggir ranjang. Fernando menggeser tombol hijau pada layarnya."Iya sayang. Ada apa?" tanya Fernando. Memaksa matanya yang masih berat untuk terbuka lebar."Datanglah ke rumah ibuku sekarang," jawab Lita memaksa."Memangnya ada apa aku disuruh ke sana sekarang?" tanya Fernando penasaran."Sudahlah jangan banyak bertanya. Pokoknya ini penting," jawab Lita. Kerena kesal ia mengakhiri sambungan teleponnya dengan Fernando secara sepihak.Fernando menjauhkan ponselnya dari telinganya. Meninggalkan rasa khawatir pada benak Fernando. Tak mau sesuatu yang buruk terjadi pada istri dan calon bayinya, Fernando kemudian bangkit dari duduknya. Lalu ia men
Sudah lama berada di rumah Lita, akan tetapi Fernando tak kunjung memberi kabar gembira kelahiran anaknya kepada ibu dan ayahnya. Tanpa sepengetahuan dari anak dan menantunya ibunya Lita memutus untuk menghubungi besannya. Ia mencari kontak dengan nama ibunya Fernando, lalu menekan tombol panggil."Halo, Bu Santi. Ada berita bahagia yang ingin saya sampaikan kepada Ibu," ucap Mira saat sambungan teleponnya sudah terhubung dengan Santi."Berita bahagia? Berita bahagia apa ya Bu?" tanya Santi penasaran."Saya mau menyampaikan kalau Lita telah melahirkan Bu," jawab Mira dengan nada sangat bersemangat."Melahirkan? Kapan Bu?" Santi bertanya dengan menahan sesak di dadanya. Apa maksudnya semua ini. Tiba-tiba Lita sudah melahirkan. Tak seharusnya seperti ini. Santi sangat kecewa."Sudah tadi pagi, Bu. Dan berjalan dengan lancar, sehat semuanya," jawab Mira. Dia belum sadar ada seseorang yang kecewa dengan kabar yang ia berikan di ujung telepon.Mira bicara panjang lebar. Akan tetapi Santi
"Aku melakukan ini hanya demi Ibu dan Ayahku. Bukan karena telah memaafkan kamu," jelas Fernando.Senyum di bibir Lita langsung luntur. Dadanya bagaikan dihantam oleh batu yang besar. Orang lain tak akan dapat melihat luka di hati Lita yang menganga. Tubuh Lita langsung berubah menjadi ringan. Ia langsung jatuh pingsan. Fernando menahan tubuhnya. Suasana berubah menjadi cemas. Semua orang ikut khawatir dengan kesehatan Lita. "Ada apa?" tanya salah seorang tamu dengan nada cemas.Banyak suara tamu membahas Lita, akan tetapi Fernando tak memedulikannya. Menggotong tubuh Lita menuju ke mobil Fernando.Shanaz bergegas mengikuti langkah Fernando. "Apa yang terjadi Tuan?" tanyanya."Aku tak bisa menjelaskannya sekarang. Lita harus segera mendapatkan pertolongan dari medis," jawab Fernando.Shanaz mengangguk. Salah satu kakinya sudah masuk ke dalam mobil. Namun suara ibunya Lita dengan tegas melarangnya."Tunggu! Kamu tidak boleh ikut!" Ibunya Lita melarang dengan gigi yang terdengar gemer