Share

Bab 74

Author: Frands
last update Huling Na-update: 2024-12-20 22:30:39

Juned hanya menghela napas panjang, berharap situasi canggung ini cepat berakhir. Begitu mereka keluar dari toko, ia langsung berseru, “Vivi, seriusan, ini terakhir kalinya aku nemenin kamu ke toko kayak gini!”

Vivi hanya tertawa kecil. “Ah, Juned, kamu tuh lucu banget kalau malu-malu gitu. Oke, sebagai gantinya, nanti aku traktir makan. Gimana?”

“Traktir makanan biasa doang enggak cukup. Harus traktir makanan enak,” balas Juned, masih dengan wajah yang kesal bercampur malu.

Setelah keluar dari toko pakaian dalam, Vivi dan Juned berjalan menyusuri koridor mall yang dipenuhi oleh berbagai toko dan restoran. Vivi tampak antusias, sementara Juned lebih banyak melihat ke sekeliling dengan kagum bercampur bingung.

“Juned,” panggil Vivi sambil meliriknya. “Kamu pernah ke kafe enggak?”

Juned mengerutkan dahi. “Kafe? Maksudnya tempat nongkrong gitu?”

“Iya, tempat nongkrong sambil minum kopi.” Ucap Vivi sambil menganggukkan kepala.

“Enggak pernah. Ke warung kopi aja jarang apalagi kafe, mendi
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Tukang Pijat Super   Bab 75

    Pertanyaan itu langsung membuat Juned tersedak. Ia buru-buru mengambil minumannya dan meminumnya dengan tergesa-gesa, sementara Vivi tertawa terbahak-bahak melihat reaksinya.“Vivi!” protes Juned setelah berhasil menelan makanannya. “Pertanyaan apaan itu? Gila kamu, ya!”Vivi masih tertawa sampai air matanya hampir keluar. “Kenapa sih? Aku cuma tanya. Kan semalam aku lihat kamu main sama Lastri juga. Aku penasaran aja mana yang lebih enak.”Juned menunduk, wajahnya memerah. “Kamu ini, Vivi... jangan ngomong sembarangan! Kenapa bahas seperti itu di tempat ramai?”“Ya terus, jawab dong. Aku serius, nih,” desak Vivi sambil tersenyum jahil.Juned menggeleng keras. “Enggak ada yang lebih enak! Kalau menurutku semuanya enak kok. Kamu jangan terlalu kepo begitu dong.”Vivi tertawa lagi. “Jawaban aman banget, Juned. Tapi enggak apa-apa, aku tahu kok sebenarnya jawabannya.”Juned memandang Vivi dengan bingung. “Jawaban apa?”Vivi menunjuk dirinya sendiri sambil tersenyum lebar. “Ya jelas punya

    Huling Na-update : 2024-12-21
  • Tukang Pijat Super   Bab 76

    Vivi mematuhi perintah Juned, meskipun rasa cemasnya semakin besar. Dari kejauhan, kedua penjambret itu tampak berbicara singkat sebelum salah satu dari mereka menunjuk ke arah rumah Juned. Setelah beberapa saat, mereka memutar motor dan pergi meninggalkan desa.Juned menghela napas, lega karena tidak terjadi konfrontasi di depan rumahnya. Tapi, firasat buruk tetap menghinggapinya. “Apa yang akan mereka inginkan sebenarnya?,” gumamnya pelan.Vivi keluar dari dalam rumah, wajahnya masih tegang. “Apakah mereka sudah pergi, Jun? Aku takut kalau mereka bakal balik lagi?”Juned mengangguk, meskipun ia tahu itu tak sepenuhnya benar. “Mereka pergi, tapi sepertinya ini belum selesai. Aku yakin mereka pasti sedang merencanakan sesuatu.”Vivi terdiam sejenak, lalu berkata, “Kalau mereka balik dengan lebih banyak orang, gimana, Juned?”Juned menatap Vivi, mencoba menenangkan meskipun pikirannya masih berkecamuk. “Kita lihat nanti, Vivi. Kalau sampai mereka balik, aku sudah pasti siap untuk mengh

    Huling Na-update : 2024-12-21
  • Tukang Pijat Super   Bab 77

    Suasana semakin tegang mengundang beberapa tetangga untuk datang ke sana termasuk Pak Samijo, ketua RT dan Kepala Desa bernama Pak Slamet."Ada apa ini? Kenapa klinik milik Juned disegel?" tanya Pak Samijo."Enggak tahu, Pak. Mereka tiba-tiba datang dan menyegel klinik saya tanpa alasan yang jelas. Padahal saya punya izin lengkap buat klinik ini. Mereka bilang juga sudah dapat izin dari kepala desa." Mata Juned masih menunjukkan kebingungan.Pak Slamet mendengus, lalu menatap Juned dengan dingin. "Juned, aku harus memberi tahu kamu bahwa penyegelan ini berdasarkan laporan resmi. Ada dugaan bahwa klinikmu tidak memenuhi syarat izin operasional dan tanahnya bermasalah.”Juned terkejut mendengar ucapan itu. "Pak Slamet, siapa yang melapor? Klinik ini sudah beroperasi lebih dari 25 tahun oleh kakek saya dan saya punya dokumen lengkap. Kenapa baru sekarang ada masalah?"Pak Slamet mengangkat alis. "Juned, kamu harus tahu, ini bukan soal siapa yang melapor. Ini soal aturan. Kalau memang izi

    Huling Na-update : 2024-12-22
  • Tukang Pijat Super   Bab 78

    “Juned, sebenarnya apa yang sedang terjadi sih? Kok tadi di depan klinik sangat ramai? tanya Lastri dengan nada cemas.Sebelum Juned menjawab, Vivi langsung menyelanya, “Tadi ada beberapa orang yang mau menyegel klinik Juned, Las.”“kenapa disegel? Apa orang-orang itu sengaja mau menghancurkan Juned?”Juned menghela napas panjang sambil duduk di kursi. “Aku juga enggak tahu pasti, Las. Tapi yang jelas, mereka mencari alasan untuk menjatuhkan aku. Padahal aku tidak mengenal mereka. Mereka bilang sudah mendapatkan izin dari kepala desa dan dinas terkait.”Lastri bicara dengan nada sinis. “Jadi Pak Slamet ada di sana? Aku yakin dia ada di balik semua ini. Dia itu orangnya licik, Juned. Apalagi dia memakai berbagai macam cara agar bisa memperkuat posisinya.”Juned menatap Lastri dengan ragu. “Tapi kenapa dia harus melakukan ini? Aku enggak pernah punya masalah langsung sama dia.”Lastri mendengus kecil. “Memang kamu enggak, tapi kamu enggak lupa kan sedang bermasalah dengan Sugeng anaknya

    Huling Na-update : 2024-12-22
  • Tukang Pijat Super   Bab 79

    Lastri tersenyum semakin lebar, lalu dengan cepat menepuk bahu Juned. “Gampang, kamu tinggal senangin aku aja! Kalau aku senang, kamu juga pasti lebih lega. Yuk, jalan-jalan. Sekali aja. Hitung-hitung cari angin biar otakmu enggak terlalu berat.”Juned mendengus sambil tersenyum tipis. “Las, ini bukan soal angin atau senang-senang. Ini soal masalah serius. Aku harus mikirin gimana cara menghadapi Jaya dan kelompoknya.”“Tapi justru karena itu,” balas Lastri cepat, “kamu butuh waktu buat nenangin diri. Kalau terus-terusan kepikiran, otakmu bisa meledak. Ayo, Juned. Anggap aja ini cara buat mengisi ulang energimu.”Juned menggeleng pelan, meskipun senyuman kecil terselip di wajahnya. “Kamu emang paling jago kalau soal merayu, ya.”Lastri tertawa pelan sambil menyenggol lengan Juned. “Secara tidak langsung aku belajar karenamu.”Melihat Lastri begitu antusias, Juned tak bisa menahan senyumnya. Meski awalnya ia ragu untuk mengajaknya jalan-jalan, namun melihat kegembiraan Lastri membuat h

    Huling Na-update : 2024-12-22
  • Tukang Pijat Super   Bab 80

    Saat motor melaju menjauh dari rumah, Juned menoleh sedikit ke arah Lastri yang duduk di belakangnya. “Jadi, kita mau ke mana ini? Kamu yang milih tempat,” tanyanya sambil tetap fokus pada jalan.Lastri tersenyum di balik cadarnya, suaranya terdengar santai. “Ke alun-alun aja, Juned. Aku pengen makan jagung bakar. Sudah lama enggak merasakan suasana alun-alun malam-malam.”Juned tertawa kecil mendengar permintaannya. “Hah, Cuma jagung bakar? Kamu ini, aku pikir hidupmu bakal penuh kemewahan karena anak juragan pasir.”“Eh, jangan salah,” jawab Lastri, sedikit mencubit pundak Juned pelan. “Buat aku, jagung bakar di alun-alun itu punya kenangan sendiri. Sudah lama aku enggak jalan-jalan kayak gini. Jadi, anggap aja ini nostalgia.”“Oke, kalau itu maumu. Tapi jangan salahkan aku kalau nanti alun-alun rame banget. Besok tanggal merah, biasanya penuh sama pasangan pacaran,” ujar Juned dengan nada menggoda.Lastri tertawa kecil, suaranya terdengar ceria. “Biar saja. Enggak masalah rame. Yan

    Huling Na-update : 2024-12-22
  • Tukang Pijat Super   Bab 81

    Juned menghela napas, menatap Lastri dengan pandangan serius. “Las, hidup itu enggak perlu terlalu dibebani sama pikiran orang lain. Yang penting kita tahu apa yang kita mau, dan kita jalani itu dengan cara kita. Enggak ada yang salah dengan jadi diri sendiri.”Lastri menoleh, menatap Juned dengan tatapan lembut. “Makasih, Juned. Kamu selalu tahu cara bikin aku merasa lebih baik.”Juned menggaruk kepalanya yang basah, sedikit salah tingkah. “Ah, sudah lah. Jangan kebanyakan drama. Fokus aja nunggu hujan reda.”Keduanya kembali terdiam, menikmati suara hujan yang jatuh ke tanah, Lastri tiba-tiba teringat sesuatu. Dengan nada setengah menggerutu, dia berkata, “Tadi kamu bilang bawa jas hujan, kan, Juned? Coba cek di jok motor.”Juned langsung mengernyit, lalu teringat ucapan itu. “Oh iya, iya! Aku tadi bawa, kok. Tunggu sebentar, aku cek dulu,” katanya sambil bangkit dan membuka jok motor.Namun, begitu jok terbuka, Juned hanya menemukan kain lap tua, sebuah obeng kecil, dan... tak ada

    Huling Na-update : 2024-12-23
  • Tukang Pijat Super   Bab 82

    Setelah membayar biaya sewa, mereka diantar ke sebuah kamar sederhana. Di dalamnya hanya ada satu kasur kecil, meja kecil, dan kamar mandi. Lastri langsung melepas cadarnya, memperlihatkan wajahnya yang agak pucat.“Aku mandi dulu, ya,” kata Lastri sambil melangkah kamar mandi.Juned hanya mengangguk. Dia duduk di tepi kasur, mencoba mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil yang diberikan penjaga tadi. Sesekali dia melirik ke luar jendela, berharap hujan segera mereda.Setelah beberapa menit, Lastri keluar dari kamar mandi dengan handuk yang dililitkan ke tubuh. Rambutnya yang basah terurai membuat wajahnya terlihat lebih lembut. Juned langsung berdiri menatap tubuh Lastri yang putih bersih menggoda.“Giliran aku, ya,” ujarnya cepat, mencoba mengalihkan pandangannya. Dia masuk ke kamar mandi tanpa menunggu jawaban Lastri.Di dalam kamar, Lastri duduk di tepi kasur sambil merapikan rambutnya yang basah. Meski suasana sedikit canggung, dia merasa beruntung bisa menghangatkan badan set

    Huling Na-update : 2024-12-23

Pinakabagong kabanata

  • Tukang Pijat Super   Bab 320

    BAB 320Juned menyaksikan dengan nafas tertahan saat Rizka berdiri di hadapannya, jari-jarinya yang gemetar kini beralih ke resleting rok panjangnya. “Aku... aku tak terbiasa dilihat seperti itu oleh pria lain,” suara Rizka bergetar hampir berbisik karena suasana canggung. Dengan gerakan lambat, resleting itu merosot ke bawah, mengungkapkan kulit pucat di pinggulnya yang sempit. Rok panjang itu meluncur ke lantai dengan suara desiran halus, meninggalkan Rizka hanya dengan celana dalam renda warna krem yang sederhana namun menggoda. Juned tak bisa menahan diri untuk tidak mengagumi lekuk tubuh Rizka yang terungkap sepenuhnya – betisnya yang ramping namun berotot halus, pahanya yang padat namun lembut, dan pinggulnya yang bergerak dengan anggun setiap kali ia bernafas. “Apa ini... perlu,” Rizka menggerakkan tangan ke kancing kutangnya, wajahnya memerah tapi matanya tak melepaskan pandangan dari Juned. “Tidak perlu!” Juned buru-buru menyela, suaranya lebih keras dari yang ia ma

  • Tukang Pijat Super   Bab 319

    Rizka berdiri di ujung jalan, mengenakan jilbab krem yang menutupi rambutnya dengan rapi, dipadukan sweter tipis dan rok panjang yang sederhana namun elegan. Tangannya memegang erat tas kecil di depan tubuhnya, seperti sedang gugup. Juned menelan ludah. “Mbak Rizka? Ada... ada apa?” Perempuan itu melangkah mendekat, matanya menunduk. “Maaf mengganggu, Mas. Aku... aku perlu bicara.” Suaranya kecil, hampir seperti bisikan. Juned merasakan jantungnya berdegup kencang. “Sekarang? Mau bicara apa?”Rizka mengangguk, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke tanah. “Tentang... pijatan kemarin.”Udara di sekitar mereka tiba-tiba terasa lebih panas. Juned dengan cepat membuka pintu rumah. “Mari masuk. Kita tidak perlu berbicara di jalan.”Rizka melirik sekeliling, seolah memastikan tidak ada tetangga yang melihat, sebelum melangkah masuk dengan cepat.Juned menutup pintu rumah dengan perlahan, suara *klik* kunci yang mengunci dunia luar. Rizka berdiri di tengah ruang tamu, jari-jariny

  • Tukang Pijat Super   Bab 318

    “Aaaarrgggh...”Suara lenguhan panjang Bu Ningsih mengakhiri riuh pertemuan tubuh mereka—suara yang keluar dari kedalaman jiwa yang terluka, bukan sekadar kepuasan fisik. Dadanya naik turun tak beraturan, kulitnya yang berkeringat memantulkan cahaya lampu kamar yang redup.BrukJuned ambruk di sampingnya, nafasnya tersengal-sengal. Tubuhnya yang masih perkasa itu kini lemas, dipenuhi rasa bersalah yang tiba-tiba menyergap begitu nafsu itu reda. Matanya menatap langit-langit kamar hotel yang bernoda kuning, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Kita... kita seharusnya tidak melakukan ini, Bu.”Di sebelahnya, Bu Ningsih sudah tertidur dengan posisi yang tak lagi anggun—rambutnya yang biasanya rapi kini berantakan di atas bantal, bibirnya yang merah masih sedikit terbuka.Dengan gerakan pelan, Juned menyelimuti tubuh Bu Ningsih yang sudah tak berdaya itu. “Sekali lagi maafkan aku, Bu Ningsih.” Bisiknya pelan.Juned menutup mata, mencoba tidur hingga akhirnya tidur menyerga

  • Tukang Pijat Super   Bab 317

    Juned menopang tubuh Bu Ningsih yang limbung di pelataran klub, angin malam menerbangkan ujung gaun anggurnya.“Aku tak bisa pulang seperti ini,” ucap Bu Ningsih dengan bibir yang sudah tak jelas pengucapannya.“Di sebelah... ada hotel. Aku akan menginap saja.”Juned mengamati bangunan hotel sederhana yang berdiri tepat di samping klub. Lampu neon di depannya berkedip-kedip menampilkan tulisan “Hotel Mawar”. “Baik, Bu. Saya antar ke sana,” jawab Juned perlahan. Di lobi hotel yang sempit, resepsionis setengah baya mengangkat alis melihat mereka masuk. “Kamar untuk satu malam,” pinta Juned sambil menopang Bu Ningsih yang mulai mengantuk. Resepsionis itu mengeluarkan kunci kamar. “Nomor 204. Lantai dua. Lift di sebelah kanan.”Di dalam lift yang reyot, Bu Ningsih bersandar di dinding, matanya setengah terpejam. “Terima kasih... sudah menemaniku malam ini,” ucapnya dengan suara serak. Kamar hotel itu sederhana namun bersih. Juned menuntun Bu Ningsih yang limbung ke arah tempat t

  • Tukang Pijat Super   Bab 316

    Taksi berhenti di depan klub dengan lampu neon berwarna ungu yang berkedip-kedip. Suara musik yang menggelegar sudah terdengar dari luar. “Kita benar-benar akan masuk ke sini, Bu?” tanya Juned ragu, menatap kerumunan orang berpakaian modis di depan pintu. Bu Ningsih tersenyum girang seperti gadis muda. “Ayo, Juned! Aku ingin merasakan lagi bagaimana jadi orang bebas. Malam ini, lupakan semua masalah!”Dengan langkah mantap, Bu Ningsih menarik Juned yang masih ragu menuju pintu masuk. Penjaga pintu menyambut mereka dengan ramah sesuai prosedur yang diterapkan di tempat itu.“Selamat malam Tuan dan Nyonya, apakah anda sudah ada reservasi sebelumnya?” tanya penjaga. “Tidak, kami hanya ingin bersenang-senang sebentar,” jawab Bu Ningsih polos. Setelah membayar tiket masuk, mereka disambut gelombang musik yang mengguncang dada. Lampu laser berwarna-warni menyapu ruangan penulis orang menari. “Wah, sudah lama aku tidak ke tempat seperti ini!” teriak Bu Ningsih di telinga Juned agar

  • Tukang Pijat Super   Bab 315

    Bu Ningsih mengatupkan mata sejenak. “Tekanan dari mana-mana. Perusahaan tambang, warga yang terpecah... Aku khawatir dia tidak kuat.” Tangannya gemetar memegang lengan Juned. “Aku mengerti apa yang telah terjadi antara kamu dan suamiku.”Juned melempar pandangannya sesekali. Ingatannya kembali ke masa saat dia masih di kampung—Pak Kepala desa yang bersekongkol dengan Anton untuk menindas warga yang lemah.“Tapi Bu, saya sekarang sudah tak...”Bu Ningsih memandangnya tajam. “Kamu satu-satunya orang yang berani melawan Anton.” Juned menyeruput kopi hitam untuk menenangkan diri sebelum akhirnya kembali bicara. “Hal yang di alami oleh Pak Kepala desa sudah menjadi konsekuensinya sebagai seorang pemimpin. Apa ibu mengerti kalau aku kehilangan banyak hal karena menentang mereka?”Bu Ningsih mengangkat wajahnya. Ada garis-garis air mata yang mengering di pipinya. “Ya, aku mengerti.”Juned sedikit merasa iba kepada Bu Ningsih. Namun untuk saat ini strategi melawan Anton tak bisa diseba

  • Tukang Pijat Super   Bab 314

    Juned berhenti sejenak, tangannya masih menempel di pundak Rizka. “Kenapa bertanya seperti itu, Mbak?” Rizka menggeleng, wajahnya memerah. Desakan hasrat dan rasa penasaran yang mulai menggerogoti moralitasnya. Sudah terlalu lama suaminya tak menyentuhnya, terlalu lama ia merasa diabaikan. Dan sekarang, di rumah sunyi ini, dengan Juned yang begitu dekat, rasanya sulit untuk tetap kuat. “Tidak... aku hanya...” Rizka tak bisa menyelesaikan kalimatnya. Juned memandangnya, matanya membaca kegelisahan di wajah Rizka. Ia tahu apa yang terjadi, dan meski hatinya juga bergejolak, ia mencoba menahan diri. Tapi godaan itu terlalu besar. “Mbak Rizka...” ucapnya pelan, tangannya tanpa sadar bergerak ke pinggangnya. Rizka menahan napas. Detak jantungnya begitu kencang, seakan ingin keluar dari dadanya. Ia tahu ini salah, tapi tubuhnya seolah tak mau menurut. “Mas, aku...” Juned mendekat, wajahnya hanya berjarak sejengkal dari Rizka. Nafasnya hangat, membelai kulit Rizka yang sudah

  • Tukang Pijat Super   Bab 313

    Rizka langsung menunduk, tangannya bergetar. “Aku... aku masih belum tahu...”“Bagaimana kalau aku berikan sedikit terapi di tanganmu sekarang?” Juned langsung meraih tangan Rizka.Jantung dan aliran darah Rizka berdenyut lebih kencang saat tangan kasar Juned meraba telapak tangannya.Rizka mencoba menarik kembali tangannya. “Mas, jangan begini. Aku takut suamiku–”“Tidak akan, suami kamu pulang jam sembilan. Ini hanya pijatan tangan saja.” Juned tak melepaskan tangan Rizka yang halus.Rizka mengisap bibir bawahnya, merasakan sentuhan Juned yang terampil di bawah bahan kemejanya. “Pijatan... memang enak,” bisiknya, tanpa sadar membiarkan pergelangan tangannya lebih rileks. Juned menggeser posisi, memastikan tangannya tidak menyentuh bagian yang tidak pantas. “Teknik khusus untuk relaksasi. Coba fokus pada tarikan napas.”Jari-jarinya berpindah dengan presisi dari telapak tangan ke pergelangan, menekan titik-titik akupresur. Rizka menutup mata, tapi tiba-tiba membukanya lebar ke

  • Tukang Pijat Super   Bab 312

    “Tapi kita butuh backup. Aku tidak bisa mengawasi pertemuanmu besok sendirian.”Juned meraih tangan Tania dengan lembut, membuka kepalan jarinya satu per satu. “Percayalah padaku,” bisiknya, matanya memancarkan keteguhan. “Aku hanya akan bersikap normal seperti biasa. Tidak lebih.”Dia menarik napas dalam sebelum melanjutkan. “Yang lebih mengkhawatirkan aku justru keselamatanmu. Jika sampai ada yang tahu kau sedang menyelidiki mega proyek Anton Perkasa, Cakra Buana, dan Bumi Marina...”Tania menatap Juned, melihat bayangan ketakutan yang jarang terlihat di mata pasangannya itu. “Aku akan berhati-hati,” janjinya, memutar tangan sehingga kini dialami yang menggenggam Juned. “Tapi kau harus berjanji—”“Aku tahu,” Juned menyela dengan senyum kecil. “Tidak heroik. Tidak mengambil risiko. Jika ada yang mencurigakan, aku akan langsung pergi.”Tania mengangkat tangan sambil menutup mulut yang menguap lebar. “Maaf ya, sayang. Aku mau tidur duluan. Lelah sekali hari ini,” ujarnya sambil berj

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status