Share

Bab 73

Penulis: Frands
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-19 18:49:57

Setelah insiden dengan Sugeng, Juned dan Vivi melanjutkan perjalanan menuju kota. Vivi, yang tadinya penuh dengan celoteh ceria, kali ini diam, tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Sementara Juned, meski fokus mengendarai motor, sesekali melirik Vivi melalui spion, mencoba membaca ekspresinya.

Ketika mereka mendekati kota, jalanan mulai ramai dengan kendaraan dan aktivitas warga. Vivi akhirnya membuka suara, memecah keheningan.

“Tadi itu harusnya kita enggak perlu menanggapi Sugeng terlalu serius, ya. Dia itu selalu iri sama hidup orang lain,” kata Vivi dengan nada ringan, meskipun ada sedikit kekesalan yang masih tersisa.

Juned mengangguk pelan. “Aku tahu, Vivi. Tadi kamu sendiri kan yang terprovokasi padahal sudah tahu kalau Sugeng itu senang memperkeruh suasana. Kamu jangan sampai ikut terseret.”

“Terseret gimana? Aku enggak peduli sama dia atau omongan orang lain,” jawab Vivi tegas. “Yang penting hidup ini kita yang jalani, enggak usah dipikirin juga si Sugeng. Fokus aja sama h
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tukang Pijat Super   Bab 74

    Juned hanya menghela napas panjang, berharap situasi canggung ini cepat berakhir. Begitu mereka keluar dari toko, ia langsung berseru, “Vivi, seriusan, ini terakhir kalinya aku nemenin kamu ke toko kayak gini!”Vivi hanya tertawa kecil. “Ah, Juned, kamu tuh lucu banget kalau malu-malu gitu. Oke, sebagai gantinya, nanti aku traktir makan. Gimana?”“Traktir makanan biasa doang enggak cukup. Harus traktir makanan enak,” balas Juned, masih dengan wajah yang kesal bercampur malu.Setelah keluar dari toko pakaian dalam, Vivi dan Juned berjalan menyusuri koridor mall yang dipenuhi oleh berbagai toko dan restoran. Vivi tampak antusias, sementara Juned lebih banyak melihat ke sekeliling dengan kagum bercampur bingung.“Juned,” panggil Vivi sambil meliriknya. “Kamu pernah ke kafe enggak?”Juned mengerutkan dahi. “Kafe? Maksudnya tempat nongkrong gitu?”“Iya, tempat nongkrong sambil minum kopi.” Ucap Vivi sambil menganggukkan kepala. “Enggak pernah. Ke warung kopi aja jarang apalagi kafe, mendi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Tukang Pijat Super   Bab 75

    Pertanyaan itu langsung membuat Juned tersedak. Ia buru-buru mengambil minumannya dan meminumnya dengan tergesa-gesa, sementara Vivi tertawa terbahak-bahak melihat reaksinya.“Vivi!” protes Juned setelah berhasil menelan makanannya. “Pertanyaan apaan itu? Gila kamu, ya!”Vivi masih tertawa sampai air matanya hampir keluar. “Kenapa sih? Aku cuma tanya. Kan semalam aku lihat kamu main sama Lastri juga. Aku penasaran aja mana yang lebih enak.”Juned menunduk, wajahnya memerah. “Kamu ini, Vivi... jangan ngomong sembarangan! Kenapa bahas seperti itu di tempat ramai?”“Ya terus, jawab dong. Aku serius, nih,” desak Vivi sambil tersenyum jahil.Juned menggeleng keras. “Enggak ada yang lebih enak! Kalau menurutku semuanya enak kok. Kamu jangan terlalu kepo begitu dong.”Vivi tertawa lagi. “Jawaban aman banget, Juned. Tapi enggak apa-apa, aku tahu kok sebenarnya jawabannya.”Juned memandang Vivi dengan bingung. “Jawaban apa?”Vivi menunjuk dirinya sendiri sambil tersenyum lebar. “Ya jelas punya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Tukang Pijat Super   Bab 76

    Vivi mematuhi perintah Juned, meskipun rasa cemasnya semakin besar. Dari kejauhan, kedua penjambret itu tampak berbicara singkat sebelum salah satu dari mereka menunjuk ke arah rumah Juned. Setelah beberapa saat, mereka memutar motor dan pergi meninggalkan desa.Juned menghela napas, lega karena tidak terjadi konfrontasi di depan rumahnya. Tapi, firasat buruk tetap menghinggapinya. “Apa yang akan mereka inginkan sebenarnya?,” gumamnya pelan.Vivi keluar dari dalam rumah, wajahnya masih tegang. “Apakah mereka sudah pergi, Jun? Aku takut kalau mereka bakal balik lagi?”Juned mengangguk, meskipun ia tahu itu tak sepenuhnya benar. “Mereka pergi, tapi sepertinya ini belum selesai. Aku yakin mereka pasti sedang merencanakan sesuatu.”Vivi terdiam sejenak, lalu berkata, “Kalau mereka balik dengan lebih banyak orang, gimana, Juned?”Juned menatap Vivi, mencoba menenangkan meskipun pikirannya masih berkecamuk. “Kita lihat nanti, Vivi. Kalau sampai mereka balik, aku sudah pasti siap untuk mengh

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Tukang Pijat Super   Bab 77

    Suasana semakin tegang mengundang beberapa tetangga untuk datang ke sana termasuk Pak Samijo, ketua RT dan Kepala Desa bernama Pak Slamet."Ada apa ini? Kenapa klinik milik Juned disegel?" tanya Pak Samijo."Enggak tahu, Pak. Mereka tiba-tiba datang dan menyegel klinik saya tanpa alasan yang jelas. Padahal saya punya izin lengkap buat klinik ini. Mereka bilang juga sudah dapat izin dari kepala desa." Mata Juned masih menunjukkan kebingungan.Pak Slamet mendengus, lalu menatap Juned dengan dingin. "Juned, aku harus memberi tahu kamu bahwa penyegelan ini berdasarkan laporan resmi. Ada dugaan bahwa klinikmu tidak memenuhi syarat izin operasional dan tanahnya bermasalah.”Juned terkejut mendengar ucapan itu. "Pak Slamet, siapa yang melapor? Klinik ini sudah beroperasi lebih dari 25 tahun oleh kakek saya dan saya punya dokumen lengkap. Kenapa baru sekarang ada masalah?"Pak Slamet mengangkat alis. "Juned, kamu harus tahu, ini bukan soal siapa yang melapor. Ini soal aturan. Kalau memang izi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Tukang Pijat Super   Bab 78

    “Juned, sebenarnya apa yang sedang terjadi sih? Kok tadi di depan klinik sangat ramai? tanya Lastri dengan nada cemas.Sebelum Juned menjawab, Vivi langsung menyelanya, “Tadi ada beberapa orang yang mau menyegel klinik Juned, Las.”“kenapa disegel? Apa orang-orang itu sengaja mau menghancurkan Juned?”Juned menghela napas panjang sambil duduk di kursi. “Aku juga enggak tahu pasti, Las. Tapi yang jelas, mereka mencari alasan untuk menjatuhkan aku. Padahal aku tidak mengenal mereka. Mereka bilang sudah mendapatkan izin dari kepala desa dan dinas terkait.”Lastri bicara dengan nada sinis. “Jadi Pak Slamet ada di sana? Aku yakin dia ada di balik semua ini. Dia itu orangnya licik, Juned. Apalagi dia memakai berbagai macam cara agar bisa memperkuat posisinya.”Juned menatap Lastri dengan ragu. “Tapi kenapa dia harus melakukan ini? Aku enggak pernah punya masalah langsung sama dia.”Lastri mendengus kecil. “Memang kamu enggak, tapi kamu enggak lupa kan sedang bermasalah dengan Sugeng anaknya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Tukang Pijat Super   Bab 79

    Lastri tersenyum semakin lebar, lalu dengan cepat menepuk bahu Juned. “Gampang, kamu tinggal senangin aku aja! Kalau aku senang, kamu juga pasti lebih lega. Yuk, jalan-jalan. Sekali aja. Hitung-hitung cari angin biar otakmu enggak terlalu berat.”Juned mendengus sambil tersenyum tipis. “Las, ini bukan soal angin atau senang-senang. Ini soal masalah serius. Aku harus mikirin gimana cara menghadapi Jaya dan kelompoknya.”“Tapi justru karena itu,” balas Lastri cepat, “kamu butuh waktu buat nenangin diri. Kalau terus-terusan kepikiran, otakmu bisa meledak. Ayo, Juned. Anggap aja ini cara buat mengisi ulang energimu.”Juned menggeleng pelan, meskipun senyuman kecil terselip di wajahnya. “Kamu emang paling jago kalau soal merayu, ya.”Lastri tertawa pelan sambil menyenggol lengan Juned. “Secara tidak langsung aku belajar karenamu.”Melihat Lastri begitu antusias, Juned tak bisa menahan senyumnya. Meski awalnya ia ragu untuk mengajaknya jalan-jalan, namun melihat kegembiraan Lastri membuat h

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Tukang Pijat Super   Bab 80

    Saat motor melaju menjauh dari rumah, Juned menoleh sedikit ke arah Lastri yang duduk di belakangnya. “Jadi, kita mau ke mana ini? Kamu yang milih tempat,” tanyanya sambil tetap fokus pada jalan.Lastri tersenyum di balik cadarnya, suaranya terdengar santai. “Ke alun-alun aja, Juned. Aku pengen makan jagung bakar. Sudah lama enggak merasakan suasana alun-alun malam-malam.”Juned tertawa kecil mendengar permintaannya. “Hah, Cuma jagung bakar? Kamu ini, aku pikir hidupmu bakal penuh kemewahan karena anak juragan pasir.”“Eh, jangan salah,” jawab Lastri, sedikit mencubit pundak Juned pelan. “Buat aku, jagung bakar di alun-alun itu punya kenangan sendiri. Sudah lama aku enggak jalan-jalan kayak gini. Jadi, anggap aja ini nostalgia.”“Oke, kalau itu maumu. Tapi jangan salahkan aku kalau nanti alun-alun rame banget. Besok tanggal merah, biasanya penuh sama pasangan pacaran,” ujar Juned dengan nada menggoda.Lastri tertawa kecil, suaranya terdengar ceria. “Biar saja. Enggak masalah rame. Yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Tukang Pijat Super   Bab 81

    Juned menghela napas, menatap Lastri dengan pandangan serius. “Las, hidup itu enggak perlu terlalu dibebani sama pikiran orang lain. Yang penting kita tahu apa yang kita mau, dan kita jalani itu dengan cara kita. Enggak ada yang salah dengan jadi diri sendiri.”Lastri menoleh, menatap Juned dengan tatapan lembut. “Makasih, Juned. Kamu selalu tahu cara bikin aku merasa lebih baik.”Juned menggaruk kepalanya yang basah, sedikit salah tingkah. “Ah, sudah lah. Jangan kebanyakan drama. Fokus aja nunggu hujan reda.”Keduanya kembali terdiam, menikmati suara hujan yang jatuh ke tanah, Lastri tiba-tiba teringat sesuatu. Dengan nada setengah menggerutu, dia berkata, “Tadi kamu bilang bawa jas hujan, kan, Juned? Coba cek di jok motor.”Juned langsung mengernyit, lalu teringat ucapan itu. “Oh iya, iya! Aku tadi bawa, kok. Tunggu sebentar, aku cek dulu,” katanya sambil bangkit dan membuka jok motor.Namun, begitu jok terbuka, Juned hanya menemukan kain lap tua, sebuah obeng kecil, dan... tak ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Super   Bab 100

    Vivi mengangguk mantap. “Aku janji.”Juned menghela napas sekali lagi sebelum akhirnya menyerah. “Baiklah. Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang.”Tanpa banyak bicara lagi, Juned dan Vivi keluar dari rumah, meninggalkan Lilis dan Bu Mirah yang masih tampak khawatir. Dalam perjalanan menuju rumah Anton, Juned terus mengawasi sekitar, pikirannya penuh dengan kemungkinan buruk yang mungkin mereka hadapi.Sementara itu, Vivi berjalan di sampingnya dengan langkah penuh tekad, siap membantu menemukan petunjuk untuk menyelamatkan Lastri. Tak butuh waktu lama, sampailah mereka di sekitar rumah Anton. Juned dan Vivi berdiri di balik pohon besar yang cukup jauh dari rumah Anton. “Banyak sekali anak buahnya,” bisik Vivi pelan, matanya menatap satu per satu pria yang tampak bersenjata dan berjaga dengan penuh kewaspadaan.Juned mengangguk, wajahnya serius. “Kita nggak bisa masuk lewat depan. Mereka pasti langsung menangkap kita.”Mata mereka fokus mengamati gerak-gerik para penjaga yang be

  • Tukang Pijat Super   Bab 99

    Tak lama, aroma harum sayur daun kelor memenuhi rumah. Lilis membawa sepanci kecil sayur daun kelor ke meja makan. “Ayo, kita makan dulu,” ujarnya dengan nada ringan.Juned berjalan perlahan ke meja makan, duduk di kursi sambil memandangi sayur itu. Dia tampak ragu, mengingat apa yang terjadi sebelumnya saat menyentuh daun kelor. Vivi, yang duduk di sebelahnya, mencoba memberi semangat.“Juned, ini cuma sayur biasa. Mungkin tadi kamu Cuma kebetulan aja tergores. Lagipula, siapa tahu daun kelor malah bagus buat tubuh kamu,” ujar Vivi sambil tersenyum.Juned menghela napas. “Iya, mungkin kamu benar. Aku harus berpikir positif.”Dengan sedikit ragu, Juned mengambil sendok dan mulai menyendok sayur ke piringnya. Lilis, yang duduk di depannya, tersenyum puas melihat hasil masakannya.“Tuh, coba dulu, Juned. Ini resep spesialku,” kata Lilis sambil menatapnya penuh harap.Juned mengambil sesendok sayur daun kelor dan membawanya ke mulut. Namun, tepat saat dia hendak memasukkan makanan itu,

  • Tukang Pijat Super   Bab 98

    Anton tersenyum tipis, senyum yang penuh dengan makna licik. “Sabar, Sugeng. Kita enggak perlu gegabah. Kita harus cari kelemahan terbesar dari kekuatan Juned, tapi sebelum itu kita gunakan kelemahan terkecilnya dulu.”Sugeng mengangguk pelan, meskipun matanya masih menunjukkan keraguan. “Tapi kenapa sih mesti Lastri? Kita kan punya cara lain buat menjatuhkan Juned.”Anton mendesah pelan, seolah menjelaskan sesuatu yang sangat sederhana. “Karena Lastri itu salah satu kelemahannya yang terkecil. Kalau kita bisa mengganggu dia lewat Lastri, Juned bakal kehilangan fokus. Dia sibuk mengurus cewek itu, sementara kita bisa bebas melakukan apa aja. Ini cuma soal waktu sebelum kita mengetahui cara untuk melemahkan kekuatannya.”Sugeng melirik ke arah Juned sekali lagi, yang masih tak bergerak dari tempatnya. “Tapi, gimana kalau dia tahu kita yang di balik semua ini?”Anton mendekatkan wajahnya ke arah Sugeng, nada suaranya semakin rendah tapi penuh ancaman. “Kalau sampai dia tahu, itu artinya

  • Tukang Pijat Super   Bab 97

    Pak Darmo menghela napas berat, tetapi ia tidak berkata apa-apa. Ia hanya berdiri di sana, menatap Lastri dengan tatapan yang sulit diartikan.Lastri, yang sejak tadi berdiri diam di belakang Juned, akhirnya memberanikan diri melangkah maju. Dengan suara pelan tetapi tegas, ia berkata, “Pak, aku nggak pernah bermaksud melawan Bapak. Aku Cuma ingin hidupku berjalan sesuai dengan yang aku inginkan. Kalau Bapak kasih aku kesempatan, aku janji akan buktikan kalau aku bisa membuat keputusan yang benar.”Pak Darmo memandang Lastri untuk waktu yang terasa sangat lama. Wajahnya menunjukkan konflik batin yang mendalam, seolah ada perang yang terjadi di dalam dirinya. Tetapi pada akhirnya, ia hanya menghela napas panjang dan melangkah masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan apa-apa.Bu Mirah menatap Juned dan Lastri dengan ekspresi penuh rasa syukur sebelum mengikuti suaminya ke dalam. Kini hanya tinggal Juned dan Lastri yang berdiri di halaman rumah.“Kamu enggak apa-apa?” tanya Juned, suaranya

  • Tukang Pijat Super   Bab 96

    Pak Darmo mendadak terdiam ketika Juned menahan tangannya, tapi itu hanya sesaat sebelum wajahnya berubah memerah, matanya menatap Juned dengan kemarahan yang membara. Ia menarik tangannya dengan kasar dan melangkah mendekati Juned, suaranya menggema di halaman rumah yang sunyi.“Juned, apa hakmu ikut campur dalam urusan keluarga kami?!” suara Pak Darmo terdengar penuh tekanan.Juned tetap berdiri tegak, tidak mundur sedikit pun. “Saya memang enggak punya hak, Pak. Tapi apa yang Bapak lakukan tadi enggak bisa saya biarkan. Lastri hanya ingin menyampaikan pendapatnya, dan dia berhak untuk itu.”“Dia anak aku!” Pak Darmo membentak keras. “Kamu enggak tahu bagaimana sulitnya membesarkan dia! Kalau aku mau mendidiknya dengan keras, itu hak aku sebagai orang tuanya. Kamu enggak ada urusan di sini!”“Orang tua memang punya hak mendidik anaknya, Pak. Tapi itu bukan berarti Bapak bisa menyakitinya, baik secara fisik maupun batin!” balas Juned dengan suara yang mulai meninggi. “Lastri bukan ba

  • Tukang Pijat Super   Bab 95

    Juned terus mengikuti Lastri secara diam-diam, hingga Lastri sampai di depan rumahnya. Gadis itu melangkah perlahan memasuki halaman rumah. Lampu depan rumah Lastri sudah menyala, dan dari jendela ia melihat bayangan seseorang yang sedang berjalan di ruang tamu.Belum sempat ia mencapai pintu, suara berat dan lantang memanggilnya.“Lastri! Ke mana saja kamu selama ini?”Lastri mendongak dan mendapati ayahnya, Pak Darmo, berdiri di ambang pintu. Wajahnya penuh dengan kemarahan. Di belakangnya, ibunya, Bu Mirah, berdiri dengan ekspresi khawatir.Lastri menarik napas dalam-dalam, mencoba menguatkan dirinya. Ia tahu apa yang akan terjadi, tetapi ia sudah mempersiapkan hati untuk menghadapi ayahnya.“Aku gak ke mana-mana, aku gak pergi jauh, Pak,” jawab Lastri, suaranya tenang meskipun ada sedikit getaran. “Aku hanya butuh waktu untuk berpikir.”“Berpikir? Kamu pikir rumah ini tempat kamu keluar masuk sesuka hati?” bentak

  • Tukang Pijat Super   Bab 94

    Kabar hilangnya Novi dengan cepat menyebar ke seluruh desa. Pagi itu, suasana desa menjadi riuh. Warga saling berdatangan ke rumah Rini untuk memberikan dukungan dan membantu mencari gadis yang dikenal ramah tersebut. Namun, ada satu hal yang membuat banyak orang heran: Juned dan ayahnya, Pak Slamet, kepala desa, tampak tidak ikut berpartisipasi.Di tengah hiruk-pikuk warga yang saling berdiskusi dan menyusun rencana pencarian, Rini tampak duduk di beranda rumahnya, wajahnya sembab karena tangis semalaman. Beberapa ibu-ibu mencoba menenangkannya, sementara kelompok pemuda desa mulai menyisir sekitar desa untuk mencari jejak Novi.“Kenapa Juned enggak kelihatan, ya?” tanya salah satu pemuda bernama Bagas.“Iya, padahal biasanya dia selalu cepat bertindak kalau ada masalah kayak gini,” sahut yang lain.Di sisi lain, Juned yang akhirnya memutuskan untuk ikut mencari, bergerak sendiri tanpa bergabung dengan warga. Ia menyisir area di sekitar bukit k

  • Tukang Pijat Super   Bab 93

    Juned segera menghampiri Vivi dan meraih kertas yang disodorkannya. Ia membaca tulisan di kertas itu dengan cepat. “Kalau kamu ingin pacarmu selamat, kamu harus pergi dari desa ini, Juned.” Dahinya berkerut, mencoba memahami maksud ancaman itu.“Pacar?” Juned mengulang kata itu, bingung. Ia mengalihkan pandangannya ke Vivi lalu berganti ke Lastri “Aku kan enggak punya pacar? Maksudnya siapa yang dimaksud dengan pacarku?”Vivi menggeleng sambil menatap Juned dengan cemas. “Aku juga enggak tahu, Juned. Aku tadi terbangun karena suara kaca rumah pecah. Pas aku lihat ke depan, ada batu dan kertas ini. Aku langsung lari ke sini buat kasih tahu kamu.”Lastri yang duduk di dekat mereka ikut membaca tulisan di kertas itu. “Ini pasti perbuatan Anton atau anak buahnya,” gumamnya dengan nada marah. “Sepertinya mereka mulai bermain kotor lagi.”Sebelum Juned sempat merespons, pintu klinik terbuka dengan keras. Seorang wanita paruh baya masuk dengan wa

  • Tukang Pijat Super   Bab 92

    “Lastri?” Juned pandangan Juned beralih arah ke ambang pintu di mana sosok Lastri berdiri dengan wajah terkejut namun mencoba tetap tenang.Sementara itu, Lilis langsung bergegas memakai pakaiannya kembali, menatap Lastri dengan sorot mata cemas, takut Lastri salah paham.Lastri hanya menghela napas panjang sebelum berjalan perlahan ke arah mereka. “Tak perlu cemas, Tante. Aku sudah mendengar semua ceritamu,” katanya dengan suara pelan namun tegas. “Aku mengikuti kalian dari rumah karena aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.”Juned dan Lilis saling bertukar pandang, tidak menyangka Lastri ternyata sudah tahu lebih banyak daripada yang mereka duga.“Aku dengar kalian bicara di ruang tengah tadi,” lanjut Lastri, kali ini dengan suara yang sedikit bergetar. “Awalnya aku terkejut, tapi... setelah kupikirkan, aku bisa mengerti perasaanmu sebagai seorang perempuan. Tante Lilis, baik kamu ataupun Vivi telah merasakan ketidak adilan selama ini. Se

DMCA.com Protection Status