Share

Bab 80

Author: Frands
last update Huling Na-update: 2024-12-22 14:28:13

Saat motor melaju menjauh dari rumah, Juned menoleh sedikit ke arah Lastri yang duduk di belakangnya. “Jadi, kita mau ke mana ini? Kamu yang milih tempat,” tanyanya sambil tetap fokus pada jalan.

Lastri tersenyum di balik cadarnya, suaranya terdengar santai. “Ke alun-alun aja, Juned. Aku pengen makan jagung bakar. Sudah lama enggak merasakan suasana alun-alun malam-malam.”

Juned tertawa kecil mendengar permintaannya. “Hah, Cuma jagung bakar? Kamu ini, aku pikir hidupmu bakal penuh kemewahan karena anak juragan pasir.”

“Eh, jangan salah,” jawab Lastri, sedikit mencubit pundak Juned pelan. “Buat aku, jagung bakar di alun-alun itu punya kenangan sendiri. Sudah lama aku enggak jalan-jalan kayak gini. Jadi, anggap aja ini nostalgia.”

“Oke, kalau itu maumu. Tapi jangan salahkan aku kalau nanti alun-alun rame banget. Besok tanggal merah, biasanya penuh sama pasangan pacaran,” ujar Juned dengan nada menggoda.

Lastri tertawa kecil, suaranya terdengar ceria. “Biar saja. Enggak masalah rame. Yan
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Tukang Pijat Super   Bab 81

    Juned menghela napas, menatap Lastri dengan pandangan serius. “Las, hidup itu enggak perlu terlalu dibebani sama pikiran orang lain. Yang penting kita tahu apa yang kita mau, dan kita jalani itu dengan cara kita. Enggak ada yang salah dengan jadi diri sendiri.”Lastri menoleh, menatap Juned dengan tatapan lembut. “Makasih, Juned. Kamu selalu tahu cara bikin aku merasa lebih baik.”Juned menggaruk kepalanya yang basah, sedikit salah tingkah. “Ah, sudah lah. Jangan kebanyakan drama. Fokus aja nunggu hujan reda.”Keduanya kembali terdiam, menikmati suara hujan yang jatuh ke tanah, Lastri tiba-tiba teringat sesuatu. Dengan nada setengah menggerutu, dia berkata, “Tadi kamu bilang bawa jas hujan, kan, Juned? Coba cek di jok motor.”Juned langsung mengernyit, lalu teringat ucapan itu. “Oh iya, iya! Aku tadi bawa, kok. Tunggu sebentar, aku cek dulu,” katanya sambil bangkit dan membuka jok motor.Namun, begitu jok terbuka, Juned hanya menemukan kain lap tua, sebuah obeng kecil, dan... tak ada

    Huling Na-update : 2024-12-23
  • Tukang Pijat Super   Bab 82

    Setelah membayar biaya sewa, mereka diantar ke sebuah kamar sederhana. Di dalamnya hanya ada satu kasur kecil, meja kecil, dan kamar mandi. Lastri langsung melepas cadarnya, memperlihatkan wajahnya yang agak pucat.“Aku mandi dulu, ya,” kata Lastri sambil melangkah kamar mandi.Juned hanya mengangguk. Dia duduk di tepi kasur, mencoba mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil yang diberikan penjaga tadi. Sesekali dia melirik ke luar jendela, berharap hujan segera mereda.Setelah beberapa menit, Lastri keluar dari kamar mandi dengan handuk yang dililitkan ke tubuh. Rambutnya yang basah terurai membuat wajahnya terlihat lebih lembut. Juned langsung berdiri menatap tubuh Lastri yang putih bersih menggoda.“Giliran aku, ya,” ujarnya cepat, mencoba mengalihkan pandangannya. Dia masuk ke kamar mandi tanpa menunggu jawaban Lastri.Di dalam kamar, Lastri duduk di tepi kasur sambil merapikan rambutnya yang basah. Meski suasana sedikit canggung, dia merasa beruntung bisa menghangatkan badan set

    Huling Na-update : 2024-12-23
  • Tukang Pijat Super   Bab 83

    Suara mereka berdua terbias oleh suara hujan dan gemuruh petir. Entah berapa lama mereka bergumul di malam yang sangat dingin itu.“Juned, aku capek. Tapi aku sangat senang sekali.” Terlihat wajah Lastri begitu kelelahan.Juned hanya tersenyum tipis memandang wajah Lastri yang ada di bawahnya.“Aku sudah 5 kali... tapi, kamu masih belum sama sekali. Rasanya tulangku akan patah kalau menghadapimu.” Kata Lastri lagi dengan nafas yang tersengal-sengal.Juned terus melanjutkan aktivitasnya meskipun Lastri sudah kelelahan. Hingga beberapa lama kemudian mereka berdua mencapai puncak kenikmatan bersama-sama.Juned tergeletak di samping tubuh Lastri yang sudah terkulai lemas.“Aku sayang kamu Lastri.” Juned mengecup kening Lastri, lalu menarik selimut ke atas menutupi mereka berdua. Lastri hanya tersenyum dan memeluk tubuh Juned hingga tertidur.Mereka berdua tidur hingga sinar matahari masuk melalui celah gorden kamar kecil penginapan, menyinari wajah Juned yang masih terbaring. Dia perlahan

    Huling Na-update : 2024-12-23
  • Tukang Pijat Super   Bab 84

    Lastri hanya tertawa kecil mendengar ancaman Vivi, sementara Juned masuk ke dapur untuk mengambil segelas air.Lastri, Juned, dan Vivi duduk bersama di ruang tengah . Lastri tampak sedikit ceria saat itu karena puas dengan semalam. Vivi, yang duduk di sofa dengan tangan terlipat, menatap mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Juned, di sisi lain, berusaha bersikap santai meskipun jelas ada rasa waspada dalam gerak-geriknya.“Jadi…” Vivi membuka pembicaraan dengan nada menyelidik. “Kalian benar-benar menginap semalam? Apa benar kalian menyewa dua kamar saja.”“Iya, Vi. Setelah pulang dari alun-alun tiba-tiba hujan parah banget. Mana enggak ada tempat berteduh yang proper di tengah jalan,” jawab Juned cepat, berusaha mengalihkan perhatian Vivi. “Jadi, kita enggak punya pilihan selain mencari penginapan.”Namun, Lastri tampak tidak bisa menahan diri. Dengan senyum menggoda, dia menyenggol lengan Juned. “Tapi yang paling seru itu waktu di penginapan, Vi. Kamu tahu, semalam itu—”“Lastri!” p

    Huling Na-update : 2024-12-23
  • Tukang Pijat Super   Bab 85

    Lilis, terlihat seperti baru saja melewati hal yang buruk. Matanya sembab, pipinya bengkak, dan ada bekas luka di sudut bibirnya. Dia berjalan tertatih-tatih, lalu duduk di kursi dengan napas terengah-engah."Ada apa, Tante? Siapa yang melakukan ini?" tanya Juned dengan nada cemas, matanya menatap lebam-lebam di wajah tantenya.Lilis tidak langsung menjawab. Dia hanya menunduk, air matanya mulai mengalir. Vivi mengambil segelas air dan menyerahkannya kepada Lilis. "Minum dulu, Mbak," katanya lembut.Setelah beberapa tegukan, Lilis mulai berbicara dengan suara bergetar. "Ini... ini semua ulah Anton, semalam."Vivi terkejut, matanya membelalak. "Anton? Kenapa dia... kenapa dia melakukan ini?"Lilis menggigit bibirnya, menahan tangis. "Dia marah.... Aku dengar dia sedang berencana sesuatu terhadap klinik Juned. Dia telah mempermainkanku, saat malam ketika kamu melihatnya keluar dari sini ternyata dia merayuku hanya untuk mendapatkan dokumen klinikmu dan memanipulasinya. Saat dia tahu aku

    Huling Na-update : 2024-12-23
  • Tukang Pijat Super   Bab 86

    Juned memutuskan mengarahkan motornya ke pasar. Sepanjang jalan Pria itu masih mengikuti Juned dengan hati-hati, memastikan dirinya tak terdeteksi oleh Juned.Tak lama kemudian Juned tiba di sebuah warung makan sederhana, lalu masuk ke dalamnya.“Bu, saya pesan nasi campur satu ya, lauk ayam goreng krispi.” Kata Juned.“Mas Juned, lama enggak pernah kelihatan ke sini. Mungkin karena kliniknya rame, ya?” sapa si penjual dengan ramah.“Ah, baru beberapa hari saja Bu. Aku pengen banget ke sini tapi belum sempat aja ,” jawab Juned sambil tersenyum.“Ini Cuma beli satusaja, Mas. Mbak Lilis enggak dibelikan sekalian . Biasanya kan belinya selalu dua,” ujar si penjual dengan nada bersahabat.“Ini buat jenguk teman yang sakit, mungkin dengan makan masakan ibu, dia jadi lebih baik,” jawab Juned sambil tersenyum menggoda si Penjual.“Bagus itu, Mas. Jenguk orang sakit kan ibadah juga. Ini saya tambahkan kerupuk, biar lebih enak,” ujar si penjual sambil memberikan makanan itu kepada Juned.“Teri

    Huling Na-update : 2024-12-23
  • Tukang Pijat Super   Bab 87

    Di rumah Novi, Juned membantu Novi kembali ke dalam rumah setelah mereka cukup lama berbincang di teras. Juned melihat wajah Novi mulai pucat lagi.“Sudah kubilang kamu harus di dalam aja, Novi. Sudah, sekarang kamu istirahat, ya? Jangan mengeyel lagi,” ujar Juned sambil membimbing Novi duduk di sofa.Novi tersenyum tipis. “Makasih, mas Juned. Kamu baik banget sama aku.”Juned hanya mengangguk kecil. “Sudah tugas aku sebagai bos kamu. Buruan istirahat, ya. Kalau nanti butuh apa-apa, kabarin aja.”Setelah memastikan Novi dalam keadaan tenang, Juned pun berpamitan.“Mbak Rini!” panggil Juned dengan santai.Rini keluar dari ruang belakang dengan memakai daster yang agak basah membuat lekuk tubuhnya tercetak jelas.“Iya mas, maaf aku habis jemur pakaian.” Kata Rini sambil tangannya mencoba membetulkan dasternya yang tipis.Juned terperangah melihat pemandangan tersebut. Namun dirinya mencoba tenang untuk beberapa saat.“Sa... saya mau pamit pulang mbak.” Suara Juned sedikit bergetar, mata

    Huling Na-update : 2024-12-23
  • Tukang Pijat Super   Bab 88

    Juned yang baru sampai di rumah, meletakkan kunci motornya dan langsung duduk di samping Vivi. “Kamu dari mana aja, Jun?” tanya Vivi penasaran. “Jenguk Novi. Sekalian ke tempat Anton.” jawab Juned singkat. “Kenapa kamu ke tempat Anton segala? Sudahlah, Jun. Mending jangan cari gara-gara dulu sama dia,” kata Vivi dengan wajah cemas. Lastri ikut menatap Juned tajam. “Hati-hati lho, Juned. Lebih baik kamu jangan mendekati Novi dulu agar dia tidak terlibat dalam masalah yang kita hadapi. Kalau Anton sampai tahu, bisa panjang urusannya.” Juned hanya menghela napas. “Sebenarnya aku juga berpikir begitu, tapi Aku gak peduli meski Si Anton bisa mengatur-ngatur hidupnya Vivi dan Lilis. Tapi jangan pernah mimpi dia bisa ngatur hidupku.” Vivi merasa khawatir dengan keadaan yang semakin rumit ini, “Jun, apa yang telah kamu lakukan saat di rumah Anton?” tanya Vivi dengan wajah yang kebingungan.“Niatnya tadi aku mau menghajar Anton

    Huling Na-update : 2024-12-24

Pinakabagong kabanata

  • Tukang Pijat Super   Bab 320

    BAB 320Juned menyaksikan dengan nafas tertahan saat Rizka berdiri di hadapannya, jari-jarinya yang gemetar kini beralih ke resleting rok panjangnya. “Aku... aku tak terbiasa dilihat seperti itu oleh pria lain,” suara Rizka bergetar hampir berbisik karena suasana canggung. Dengan gerakan lambat, resleting itu merosot ke bawah, mengungkapkan kulit pucat di pinggulnya yang sempit. Rok panjang itu meluncur ke lantai dengan suara desiran halus, meninggalkan Rizka hanya dengan celana dalam renda warna krem yang sederhana namun menggoda. Juned tak bisa menahan diri untuk tidak mengagumi lekuk tubuh Rizka yang terungkap sepenuhnya – betisnya yang ramping namun berotot halus, pahanya yang padat namun lembut, dan pinggulnya yang bergerak dengan anggun setiap kali ia bernafas. “Apa ini... perlu,” Rizka menggerakkan tangan ke kancing kutangnya, wajahnya memerah tapi matanya tak melepaskan pandangan dari Juned. “Tidak perlu!” Juned buru-buru menyela, suaranya lebih keras dari yang ia ma

  • Tukang Pijat Super   Bab 319

    Rizka berdiri di ujung jalan, mengenakan jilbab krem yang menutupi rambutnya dengan rapi, dipadukan sweter tipis dan rok panjang yang sederhana namun elegan. Tangannya memegang erat tas kecil di depan tubuhnya, seperti sedang gugup. Juned menelan ludah. “Mbak Rizka? Ada... ada apa?” Perempuan itu melangkah mendekat, matanya menunduk. “Maaf mengganggu, Mas. Aku... aku perlu bicara.” Suaranya kecil, hampir seperti bisikan. Juned merasakan jantungnya berdegup kencang. “Sekarang? Mau bicara apa?”Rizka mengangguk, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke tanah. “Tentang... pijatan kemarin.”Udara di sekitar mereka tiba-tiba terasa lebih panas. Juned dengan cepat membuka pintu rumah. “Mari masuk. Kita tidak perlu berbicara di jalan.”Rizka melirik sekeliling, seolah memastikan tidak ada tetangga yang melihat, sebelum melangkah masuk dengan cepat.Juned menutup pintu rumah dengan perlahan, suara *klik* kunci yang mengunci dunia luar. Rizka berdiri di tengah ruang tamu, jari-jariny

  • Tukang Pijat Super   Bab 318

    “Aaaarrgggh...”Suara lenguhan panjang Bu Ningsih mengakhiri riuh pertemuan tubuh mereka—suara yang keluar dari kedalaman jiwa yang terluka, bukan sekadar kepuasan fisik. Dadanya naik turun tak beraturan, kulitnya yang berkeringat memantulkan cahaya lampu kamar yang redup.BrukJuned ambruk di sampingnya, nafasnya tersengal-sengal. Tubuhnya yang masih perkasa itu kini lemas, dipenuhi rasa bersalah yang tiba-tiba menyergap begitu nafsu itu reda. Matanya menatap langit-langit kamar hotel yang bernoda kuning, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Kita... kita seharusnya tidak melakukan ini, Bu.”Di sebelahnya, Bu Ningsih sudah tertidur dengan posisi yang tak lagi anggun—rambutnya yang biasanya rapi kini berantakan di atas bantal, bibirnya yang merah masih sedikit terbuka.Dengan gerakan pelan, Juned menyelimuti tubuh Bu Ningsih yang sudah tak berdaya itu. “Sekali lagi maafkan aku, Bu Ningsih.” Bisiknya pelan.Juned menutup mata, mencoba tidur hingga akhirnya tidur menyerga

  • Tukang Pijat Super   Bab 317

    Juned menopang tubuh Bu Ningsih yang limbung di pelataran klub, angin malam menerbangkan ujung gaun anggurnya.“Aku tak bisa pulang seperti ini,” ucap Bu Ningsih dengan bibir yang sudah tak jelas pengucapannya.“Di sebelah... ada hotel. Aku akan menginap saja.”Juned mengamati bangunan hotel sederhana yang berdiri tepat di samping klub. Lampu neon di depannya berkedip-kedip menampilkan tulisan “Hotel Mawar”. “Baik, Bu. Saya antar ke sana,” jawab Juned perlahan. Di lobi hotel yang sempit, resepsionis setengah baya mengangkat alis melihat mereka masuk. “Kamar untuk satu malam,” pinta Juned sambil menopang Bu Ningsih yang mulai mengantuk. Resepsionis itu mengeluarkan kunci kamar. “Nomor 204. Lantai dua. Lift di sebelah kanan.”Di dalam lift yang reyot, Bu Ningsih bersandar di dinding, matanya setengah terpejam. “Terima kasih... sudah menemaniku malam ini,” ucapnya dengan suara serak. Kamar hotel itu sederhana namun bersih. Juned menuntun Bu Ningsih yang limbung ke arah tempat t

  • Tukang Pijat Super   Bab 316

    Taksi berhenti di depan klub dengan lampu neon berwarna ungu yang berkedip-kedip. Suara musik yang menggelegar sudah terdengar dari luar. “Kita benar-benar akan masuk ke sini, Bu?” tanya Juned ragu, menatap kerumunan orang berpakaian modis di depan pintu. Bu Ningsih tersenyum girang seperti gadis muda. “Ayo, Juned! Aku ingin merasakan lagi bagaimana jadi orang bebas. Malam ini, lupakan semua masalah!”Dengan langkah mantap, Bu Ningsih menarik Juned yang masih ragu menuju pintu masuk. Penjaga pintu menyambut mereka dengan ramah sesuai prosedur yang diterapkan di tempat itu.“Selamat malam Tuan dan Nyonya, apakah anda sudah ada reservasi sebelumnya?” tanya penjaga. “Tidak, kami hanya ingin bersenang-senang sebentar,” jawab Bu Ningsih polos. Setelah membayar tiket masuk, mereka disambut gelombang musik yang mengguncang dada. Lampu laser berwarna-warni menyapu ruangan penulis orang menari. “Wah, sudah lama aku tidak ke tempat seperti ini!” teriak Bu Ningsih di telinga Juned agar

  • Tukang Pijat Super   Bab 315

    Bu Ningsih mengatupkan mata sejenak. “Tekanan dari mana-mana. Perusahaan tambang, warga yang terpecah... Aku khawatir dia tidak kuat.” Tangannya gemetar memegang lengan Juned. “Aku mengerti apa yang telah terjadi antara kamu dan suamiku.”Juned melempar pandangannya sesekali. Ingatannya kembali ke masa saat dia masih di kampung—Pak Kepala desa yang bersekongkol dengan Anton untuk menindas warga yang lemah.“Tapi Bu, saya sekarang sudah tak...”Bu Ningsih memandangnya tajam. “Kamu satu-satunya orang yang berani melawan Anton.” Juned menyeruput kopi hitam untuk menenangkan diri sebelum akhirnya kembali bicara. “Hal yang di alami oleh Pak Kepala desa sudah menjadi konsekuensinya sebagai seorang pemimpin. Apa ibu mengerti kalau aku kehilangan banyak hal karena menentang mereka?”Bu Ningsih mengangkat wajahnya. Ada garis-garis air mata yang mengering di pipinya. “Ya, aku mengerti.”Juned sedikit merasa iba kepada Bu Ningsih. Namun untuk saat ini strategi melawan Anton tak bisa diseba

  • Tukang Pijat Super   Bab 314

    Juned berhenti sejenak, tangannya masih menempel di pundak Rizka. “Kenapa bertanya seperti itu, Mbak?” Rizka menggeleng, wajahnya memerah. Desakan hasrat dan rasa penasaran yang mulai menggerogoti moralitasnya. Sudah terlalu lama suaminya tak menyentuhnya, terlalu lama ia merasa diabaikan. Dan sekarang, di rumah sunyi ini, dengan Juned yang begitu dekat, rasanya sulit untuk tetap kuat. “Tidak... aku hanya...” Rizka tak bisa menyelesaikan kalimatnya. Juned memandangnya, matanya membaca kegelisahan di wajah Rizka. Ia tahu apa yang terjadi, dan meski hatinya juga bergejolak, ia mencoba menahan diri. Tapi godaan itu terlalu besar. “Mbak Rizka...” ucapnya pelan, tangannya tanpa sadar bergerak ke pinggangnya. Rizka menahan napas. Detak jantungnya begitu kencang, seakan ingin keluar dari dadanya. Ia tahu ini salah, tapi tubuhnya seolah tak mau menurut. “Mas, aku...” Juned mendekat, wajahnya hanya berjarak sejengkal dari Rizka. Nafasnya hangat, membelai kulit Rizka yang sudah

  • Tukang Pijat Super   Bab 313

    Rizka langsung menunduk, tangannya bergetar. “Aku... aku masih belum tahu...”“Bagaimana kalau aku berikan sedikit terapi di tanganmu sekarang?” Juned langsung meraih tangan Rizka.Jantung dan aliran darah Rizka berdenyut lebih kencang saat tangan kasar Juned meraba telapak tangannya.Rizka mencoba menarik kembali tangannya. “Mas, jangan begini. Aku takut suamiku–”“Tidak akan, suami kamu pulang jam sembilan. Ini hanya pijatan tangan saja.” Juned tak melepaskan tangan Rizka yang halus.Rizka mengisap bibir bawahnya, merasakan sentuhan Juned yang terampil di bawah bahan kemejanya. “Pijatan... memang enak,” bisiknya, tanpa sadar membiarkan pergelangan tangannya lebih rileks. Juned menggeser posisi, memastikan tangannya tidak menyentuh bagian yang tidak pantas. “Teknik khusus untuk relaksasi. Coba fokus pada tarikan napas.”Jari-jarinya berpindah dengan presisi dari telapak tangan ke pergelangan, menekan titik-titik akupresur. Rizka menutup mata, tapi tiba-tiba membukanya lebar ke

  • Tukang Pijat Super   Bab 312

    “Tapi kita butuh backup. Aku tidak bisa mengawasi pertemuanmu besok sendirian.”Juned meraih tangan Tania dengan lembut, membuka kepalan jarinya satu per satu. “Percayalah padaku,” bisiknya, matanya memancarkan keteguhan. “Aku hanya akan bersikap normal seperti biasa. Tidak lebih.”Dia menarik napas dalam sebelum melanjutkan. “Yang lebih mengkhawatirkan aku justru keselamatanmu. Jika sampai ada yang tahu kau sedang menyelidiki mega proyek Anton Perkasa, Cakra Buana, dan Bumi Marina...”Tania menatap Juned, melihat bayangan ketakutan yang jarang terlihat di mata pasangannya itu. “Aku akan berhati-hati,” janjinya, memutar tangan sehingga kini dialami yang menggenggam Juned. “Tapi kau harus berjanji—”“Aku tahu,” Juned menyela dengan senyum kecil. “Tidak heroik. Tidak mengambil risiko. Jika ada yang mencurigakan, aku akan langsung pergi.”Tania mengangkat tangan sambil menutup mulut yang menguap lebar. “Maaf ya, sayang. Aku mau tidur duluan. Lelah sekali hari ini,” ujarnya sambil berj

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status