Share

Bab 285

Author: Frands
last update Huling Na-update: 2025-03-23 18:00:00

Hening sejenak, lalu Tania terkekeh kecil. “Jangan terlalu serius. Aku sudah tahu soal itu. Itu Cuma ulah anak-anak kecil yang iseng.”

Juned melirik wanita di depannya yang masih terlihat cemas. “Serius? Aku kira ini sesuatu yang besar.”

“Nggak, itu Cuma kejadian kecil. Beberapa warga juga dapat surat serupa. Anak-anak di kompleks suka main-main kayak gitu. Aku sudah dapat laporan dari Pak RT kemarin.”

Juned menghela napas dan mengusap tengkuknya. “Baiklah. Aku kasih tahu orangnya biar nggak terlalu panik.”

“Iya, bilang saja nggak perlu khawatir. Aku akan mampir ke rumahnya nanti sepulang kerja buat menjelaskan padanya.”

Setelah telepon ditutup, Juned menoleh ke arah wanita itu. “Bu, ini bukan ancaman serius. Tania bilang ini Cuma ulah anak-anak yang iseng.”

Wanita itu tampak terkejut. “Jadi… ini Cuma mainan mereka?”

Juned mengangguk. “Iya, nggak usah terlalu dipikirkan. Tania nanti mampir ke rumah untuk menjelaskan lebih lanjut.”

Wanita itu mengembuskan napas lega. “Ya ampun, saya sa
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Tukang Pijat Super   Bab 286

    Juned membuka laci kamar seperti yang Tania katakan. Di dalamnya ada beberapa lembar uang yang cukup untuk makan siang dan mungkin sedikit camilan. Setelah mengambil beberapa lembar, dia memasukkan kembali sisanya dan menutup laci.Dia menghela napas, lalu berjalan keluar rumah. Udara hampir siang terasa cukup terik, membuatnya menyipitkan mata sesaat sebelum melangkah lebih jauh.“Ke mana, ya?” pikirnya.Dia belum tahu sama sekali tempat di daerah itu.Sambil memasukkan uang ke dalam sakunya, Juned berjalan santai menyusuri perumahan, matanya mencari tempat yang sekiranya cocok untuk mengisi perut.Saat berjalan melewati rumah tetangga yang tadi datang ke rumahnya, Juned melirik sekilas. Rumah itu tampak sepi, pintunya tertutup rapat, dan tidak ada tanda-tanda aktivitas di dalam.“Mungkin dia keluar atau memang lagi nggak mau diganggu,” pikirnya sambil terus melangkah.Tapi entah kenapa, ada sedikit rasa penasaran yang mengganjal di benaknya. Wanita tadi tampak cukup gelisah saat m

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • Tukang Pijat Super   Bab 287

    Juned menelan ludah. “Wah, terima kasih, Mbak. Tapi saya kayaknya harus balik, takut ada yang nyariin.”Rizka tampak sedikit kecewa, meski hanya sesaat. “Oh, ya sudah, Mas. Kalau butuh sesuatu, bilang aja, ya?”Juned mengangguk. “Pasti, Mbak. Terima kasih buat traktirannya tadi.”Rizka tersenyum. “Sama-sama, Mas Juned. Hati-hati di jalan, ya.”Juned melangkah pergi dengan perasaan campur aduk. Ada perasaan lega karena berhasil menahan diri, tapi juga ada rasa penasaran yang masih mengganjal di hatinya.Sesampainya di rumah, Juned meletakkan bungkus makanan di meja sebelum duduk di sofa. Namun pikirannya masih terpaku pada Rizka—senyum manisnya, sorot matanya yang ramah, serta caranya berbicara yang lembut.Ia mengusap wajahnya, mencoba mengalihkan pikiran, tetapi bayangan Rizka terus muncul di kepalanya. “Gila, kenapa aku jadi kepikiran dia begini?” gumamnya pelan.Tubuhnya terasa panas, hasratnya mulai naik, efek jamur ajaib itu masih berpengaruh padanya. Ia menggigit bibirnya s

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • Tukang Pijat Super   Bab 288

    Bu Reni terdiam, tubuhnya menegang seketika. Matanya membelalak, tak menyangka Juned akan melakukan hal seperti ini.Detik demi detik berlalu, Bu Reni yang awalnya terkejut mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Ciuman Juned begitu dalam, penuh dorongan dan gairah yang tak ia mengerti. Ia seharusnya menolak, seharusnya mendorong tubuh pria itu menjauh, tapi tubuhnya terasa berat. Jantungnya berdebar kencang, dan tanpa ia sadari, kelopak matanya perlahan tertutup.Juned semakin memperdalam ciumannya, merasakan betapa Bu Reni sama sekali tak memberikan perlawanan. Bahkan, ia bisa merasakan napas perempuan itu semakin memburu.Beberapa saat kemudian, Juned akhirnya melepas ciumannya perlahan. Bu Reni masih terdiam, bibirnya sedikit bergetar, napasnya tersengal-sengal. Wajahnya merah, entah karena malu, terkejut, atau sesuatu yang lain.“Kenapa… kamu…” suara Bu Reni nyaris tak terdengar.Juned menelan ludah, sedikit menyesali perbuatannya. “Maaf, Bu Reni…” ucapnya pelan. “Aku… nggak bisa

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • Tukang Pijat Super   Bab 289

    Juned tersentak bangun, nafasnya sedikit tersengal. Ia masih duduk di sofa, ruangan masih sama, tetapi hatinya berdebar kencang. Ia menyeka keringat di dahinya, lalu menghela napas panjang.“Itu cuma mimpi...” gumamnya, tetapi bayangan pria yang hendak memukulnya dengan tatapan amarah masih jelas terukir di benaknya.Juned juga terkejut saat melihat Tania sudah berdiri di dekat sofa, masih mengenakan seragam polisinya. Rambutnya sedikit berantakan, mungkin karena perjalanan pulang yang cukup melelahkan.“Kamu tidur nyenyak sekali,” kata Tania dengan nada sedikit menggoda. “Sampai nggak sadar kalau aku udah pulang.”Juned mengusap wajahnya, mencoba menghilangkan sisa kantuk dan bayangan mimpi tadi. “Aku kecapekan,” jawabnya santai, lalu melirik jam dinding. “Udah sore, ya?”Tania mengangguk sambil melepas topinya dan meletakkannya di meja. “Aku langsung pulang setelah kerjaan selesai. Aku pikir kamu bakal bosan sendirian di rumah.”Juned tersenyum tipis, mengingat telepon Tania tadi

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • Tukang Pijat Super   Bab 290

    Juned sempat terdiam sejenak sebelum tertawa kecil. “Kok kayaknya kamu yakin banget aku meniduri seseorang?” tanyanya balik, mencoba mengalihkan pembicaraan.Tania mengangkat bahunya dengan ekspresi jahil. “Kan aku udah kasih izin. Jadi aku penasaran, kamu beneran pakai izin itu atau nggak.”Juned tersenyum tipis, lalu sedikit berbohong. “Nggak ada yang menarik buat aku. Jadi ya, aku nggak kepikiran buat melakukan hal itu.”Tania menatapnya dengan tatapan menyelidik, tetapi tidak berkata apa-apa. Ia melanjutkan memasak, sesekali mencicipi masakannya. “Terus, kalau aku nggak ada, gimana kamu menahan hasratmu?” tanyanya lagi, kali ini nada suaranya lebih serius.Juned mendekat sedikit. “Ya, aku cari kesibukan lain,” jawabnya santai. “Kayak tidur misalnya.”Tania tertawa pelan. “Ah, masa sih? Tidur doang?”Tanpa menjawab, Juned tiba-tiba melingkarkan lengannya di pinggang Tania, memeluknya dari belakang. Tania terkejut sesaat, tetapi tidak menolak. Ia tetap fokus pada masakannya, meski k

    Huling Na-update : 2025-03-24
  • Tukang Pijat Super   Bab 291

    Setelah beberapa saat makan dalam suasana penuh godaan, Tania tiba-tiba menghentikan suapannya dan menatap Juned dengan serius.“Juned…” panggilnya pelan.Juned yang sedang mengunyah mengangkat wajahnya, menatap Tania dengan sedikit bingung. “Hmm? Kenapa?” tanyanya sambil menelan makanannya.Tania menggigit bibirnya sejenak, lalu menghela napas ringan sebelum akhirnya berkata, “Boleh nggak… aku manggil kamu ‘sayang’?”Juned terdiam sejenak, terkejut dengan pertanyaan itu. Namun, melihat ekspresi Tania yang tampak serius dan sedikit gugup, senyum lembut terukir di wajahnya. Ia meletakkan sendoknya, lalu menatap Tania dalam-dalam.“Kenapa nanya gitu?” godanya pelan.Tania menunduk sedikit, memainkan ujung bajunya. “Ya… aku Cuma mau tahu aja. Kalau kamu nggak nyaman, aku nggak akan maksa,” jawabnya dengan suara lirih.Juned terkekeh kecil, lalu mengulurkan tangannya, mengusap lembut punggung tangan Tania di atas meja. “Tentu boleh,” katanya sambil mengangguk. “Aku malah suka kalau kamu m

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • Tukang Pijat Super   Bab 292

    Tania yang sedang duduk di hadapan Juned menoleh dengan ekspresi sedikit terkejut. “Oh, iya. Kamu juga menyadarinya ya? Memang di perumahan ini hampir nggak ada anak kecil.”Juned mengernyit. “Serius? Nggak mungkin, kan? Masa dari sekian banyak rumah di sini nggak ada yang punya anak?”Tania menghela napas pelan. “Ada sih, tapi sangat jarang. Rata-rata pasangan di sini sudah lama menikah, tapi belum punya anak. Bahkan Bu Reni, yang udah menikah lebih dari sepuluh tahun, juga belum dikaruniai anak.”Juned semakin bingung. “Aneh banget. Itu Cuma kebetulan atau ada alasan lain?”Tania mengangkat bahu. “Nggak tahu juga. Bisa jadi Cuma kebetulan, bisa juga karena faktor lain. Aku juga nggak pernah nanya lebih jauh.”Juned termenung sejenak, lalu berucap pelan, “Mungkin aku bisa bantu mereka...”Tania menatap Juned dengan penuh rasa ingin tahu. “Maksud kamu?”Juned tersenyum tipis, “Aku kan bisa pijat. Ada yang namanya pijat kesuburan. Siapa tahu bisa membantu ibu-ibu di sini yang kesulita

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • Tukang Pijat Super   Bab 293

    Pagi itu, sinar matahari sudah menembus tirai kamar saat Juned dan Tania terbangun. Tania yang biasanya bangun lebih awal justru baru membuka mata ketika jam hampir menunjukkan waktu berangkat kerja.“Astaga, udah jam segini!” seru Tania panik, langsung bangkit dari tempat tidur.Juned yang masih setengah sadar hanya bisa mengusap wajahnya, mencoba mengumpulkan kesadarannya. “Santai, masih sempat kalau buru-buru,” ujarnya dengan suara serak pagi hari.Tania segera berlari ke kamar mandi, mencuci muka dengan cepat, lalu mencari pakaian kerja tanpa banyak berpikir. Sementara itu, Juned hanya duduk di tepi tempat tidur, memperhatikan kesibukan Tania yang panik.“Kamu nggak sarapan dulu?” tanya Juned ketika melihat Tania mulai mengenakan sepatu.“Aku beli aja di jalan,” jawabnya terburu-buru.Juned menghela napas, lalu berjalan ke arah Tania yang sudah siap berangkat. “Hati-hati di jalan, ya,” katanya sambil mengecup kening Tania sebelum dia melangkah keluar rumah.Tania tersenyum meski t

    Huling Na-update : 2025-03-26

Pinakabagong kabanata

  • Tukang Pijat Super   Bab 320

    BAB 320Juned menyaksikan dengan nafas tertahan saat Rizka berdiri di hadapannya, jari-jarinya yang gemetar kini beralih ke resleting rok panjangnya. “Aku... aku tak terbiasa dilihat seperti itu oleh pria lain,” suara Rizka bergetar hampir berbisik karena suasana canggung. Dengan gerakan lambat, resleting itu merosot ke bawah, mengungkapkan kulit pucat di pinggulnya yang sempit. Rok panjang itu meluncur ke lantai dengan suara desiran halus, meninggalkan Rizka hanya dengan celana dalam renda warna krem yang sederhana namun menggoda. Juned tak bisa menahan diri untuk tidak mengagumi lekuk tubuh Rizka yang terungkap sepenuhnya – betisnya yang ramping namun berotot halus, pahanya yang padat namun lembut, dan pinggulnya yang bergerak dengan anggun setiap kali ia bernafas. “Apa ini... perlu,” Rizka menggerakkan tangan ke kancing kutangnya, wajahnya memerah tapi matanya tak melepaskan pandangan dari Juned. “Tidak perlu!” Juned buru-buru menyela, suaranya lebih keras dari yang ia ma

  • Tukang Pijat Super   Bab 319

    Rizka berdiri di ujung jalan, mengenakan jilbab krem yang menutupi rambutnya dengan rapi, dipadukan sweter tipis dan rok panjang yang sederhana namun elegan. Tangannya memegang erat tas kecil di depan tubuhnya, seperti sedang gugup. Juned menelan ludah. “Mbak Rizka? Ada... ada apa?” Perempuan itu melangkah mendekat, matanya menunduk. “Maaf mengganggu, Mas. Aku... aku perlu bicara.” Suaranya kecil, hampir seperti bisikan. Juned merasakan jantungnya berdegup kencang. “Sekarang? Mau bicara apa?”Rizka mengangguk, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke tanah. “Tentang... pijatan kemarin.”Udara di sekitar mereka tiba-tiba terasa lebih panas. Juned dengan cepat membuka pintu rumah. “Mari masuk. Kita tidak perlu berbicara di jalan.”Rizka melirik sekeliling, seolah memastikan tidak ada tetangga yang melihat, sebelum melangkah masuk dengan cepat.Juned menutup pintu rumah dengan perlahan, suara *klik* kunci yang mengunci dunia luar. Rizka berdiri di tengah ruang tamu, jari-jariny

  • Tukang Pijat Super   Bab 318

    “Aaaarrgggh...”Suara lenguhan panjang Bu Ningsih mengakhiri riuh pertemuan tubuh mereka—suara yang keluar dari kedalaman jiwa yang terluka, bukan sekadar kepuasan fisik. Dadanya naik turun tak beraturan, kulitnya yang berkeringat memantulkan cahaya lampu kamar yang redup.BrukJuned ambruk di sampingnya, nafasnya tersengal-sengal. Tubuhnya yang masih perkasa itu kini lemas, dipenuhi rasa bersalah yang tiba-tiba menyergap begitu nafsu itu reda. Matanya menatap langit-langit kamar hotel yang bernoda kuning, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Kita... kita seharusnya tidak melakukan ini, Bu.”Di sebelahnya, Bu Ningsih sudah tertidur dengan posisi yang tak lagi anggun—rambutnya yang biasanya rapi kini berantakan di atas bantal, bibirnya yang merah masih sedikit terbuka.Dengan gerakan pelan, Juned menyelimuti tubuh Bu Ningsih yang sudah tak berdaya itu. “Sekali lagi maafkan aku, Bu Ningsih.” Bisiknya pelan.Juned menutup mata, mencoba tidur hingga akhirnya tidur menyerga

  • Tukang Pijat Super   Bab 317

    Juned menopang tubuh Bu Ningsih yang limbung di pelataran klub, angin malam menerbangkan ujung gaun anggurnya.“Aku tak bisa pulang seperti ini,” ucap Bu Ningsih dengan bibir yang sudah tak jelas pengucapannya.“Di sebelah... ada hotel. Aku akan menginap saja.”Juned mengamati bangunan hotel sederhana yang berdiri tepat di samping klub. Lampu neon di depannya berkedip-kedip menampilkan tulisan “Hotel Mawar”. “Baik, Bu. Saya antar ke sana,” jawab Juned perlahan. Di lobi hotel yang sempit, resepsionis setengah baya mengangkat alis melihat mereka masuk. “Kamar untuk satu malam,” pinta Juned sambil menopang Bu Ningsih yang mulai mengantuk. Resepsionis itu mengeluarkan kunci kamar. “Nomor 204. Lantai dua. Lift di sebelah kanan.”Di dalam lift yang reyot, Bu Ningsih bersandar di dinding, matanya setengah terpejam. “Terima kasih... sudah menemaniku malam ini,” ucapnya dengan suara serak. Kamar hotel itu sederhana namun bersih. Juned menuntun Bu Ningsih yang limbung ke arah tempat t

  • Tukang Pijat Super   Bab 316

    Taksi berhenti di depan klub dengan lampu neon berwarna ungu yang berkedip-kedip. Suara musik yang menggelegar sudah terdengar dari luar. “Kita benar-benar akan masuk ke sini, Bu?” tanya Juned ragu, menatap kerumunan orang berpakaian modis di depan pintu. Bu Ningsih tersenyum girang seperti gadis muda. “Ayo, Juned! Aku ingin merasakan lagi bagaimana jadi orang bebas. Malam ini, lupakan semua masalah!”Dengan langkah mantap, Bu Ningsih menarik Juned yang masih ragu menuju pintu masuk. Penjaga pintu menyambut mereka dengan ramah sesuai prosedur yang diterapkan di tempat itu.“Selamat malam Tuan dan Nyonya, apakah anda sudah ada reservasi sebelumnya?” tanya penjaga. “Tidak, kami hanya ingin bersenang-senang sebentar,” jawab Bu Ningsih polos. Setelah membayar tiket masuk, mereka disambut gelombang musik yang mengguncang dada. Lampu laser berwarna-warni menyapu ruangan penulis orang menari. “Wah, sudah lama aku tidak ke tempat seperti ini!” teriak Bu Ningsih di telinga Juned agar

  • Tukang Pijat Super   Bab 315

    Bu Ningsih mengatupkan mata sejenak. “Tekanan dari mana-mana. Perusahaan tambang, warga yang terpecah... Aku khawatir dia tidak kuat.” Tangannya gemetar memegang lengan Juned. “Aku mengerti apa yang telah terjadi antara kamu dan suamiku.”Juned melempar pandangannya sesekali. Ingatannya kembali ke masa saat dia masih di kampung—Pak Kepala desa yang bersekongkol dengan Anton untuk menindas warga yang lemah.“Tapi Bu, saya sekarang sudah tak...”Bu Ningsih memandangnya tajam. “Kamu satu-satunya orang yang berani melawan Anton.” Juned menyeruput kopi hitam untuk menenangkan diri sebelum akhirnya kembali bicara. “Hal yang di alami oleh Pak Kepala desa sudah menjadi konsekuensinya sebagai seorang pemimpin. Apa ibu mengerti kalau aku kehilangan banyak hal karena menentang mereka?”Bu Ningsih mengangkat wajahnya. Ada garis-garis air mata yang mengering di pipinya. “Ya, aku mengerti.”Juned sedikit merasa iba kepada Bu Ningsih. Namun untuk saat ini strategi melawan Anton tak bisa diseba

  • Tukang Pijat Super   Bab 314

    Juned berhenti sejenak, tangannya masih menempel di pundak Rizka. “Kenapa bertanya seperti itu, Mbak?” Rizka menggeleng, wajahnya memerah. Desakan hasrat dan rasa penasaran yang mulai menggerogoti moralitasnya. Sudah terlalu lama suaminya tak menyentuhnya, terlalu lama ia merasa diabaikan. Dan sekarang, di rumah sunyi ini, dengan Juned yang begitu dekat, rasanya sulit untuk tetap kuat. “Tidak... aku hanya...” Rizka tak bisa menyelesaikan kalimatnya. Juned memandangnya, matanya membaca kegelisahan di wajah Rizka. Ia tahu apa yang terjadi, dan meski hatinya juga bergejolak, ia mencoba menahan diri. Tapi godaan itu terlalu besar. “Mbak Rizka...” ucapnya pelan, tangannya tanpa sadar bergerak ke pinggangnya. Rizka menahan napas. Detak jantungnya begitu kencang, seakan ingin keluar dari dadanya. Ia tahu ini salah, tapi tubuhnya seolah tak mau menurut. “Mas, aku...” Juned mendekat, wajahnya hanya berjarak sejengkal dari Rizka. Nafasnya hangat, membelai kulit Rizka yang sudah

  • Tukang Pijat Super   Bab 313

    Rizka langsung menunduk, tangannya bergetar. “Aku... aku masih belum tahu...”“Bagaimana kalau aku berikan sedikit terapi di tanganmu sekarang?” Juned langsung meraih tangan Rizka.Jantung dan aliran darah Rizka berdenyut lebih kencang saat tangan kasar Juned meraba telapak tangannya.Rizka mencoba menarik kembali tangannya. “Mas, jangan begini. Aku takut suamiku–”“Tidak akan, suami kamu pulang jam sembilan. Ini hanya pijatan tangan saja.” Juned tak melepaskan tangan Rizka yang halus.Rizka mengisap bibir bawahnya, merasakan sentuhan Juned yang terampil di bawah bahan kemejanya. “Pijatan... memang enak,” bisiknya, tanpa sadar membiarkan pergelangan tangannya lebih rileks. Juned menggeser posisi, memastikan tangannya tidak menyentuh bagian yang tidak pantas. “Teknik khusus untuk relaksasi. Coba fokus pada tarikan napas.”Jari-jarinya berpindah dengan presisi dari telapak tangan ke pergelangan, menekan titik-titik akupresur. Rizka menutup mata, tapi tiba-tiba membukanya lebar ke

  • Tukang Pijat Super   Bab 312

    “Tapi kita butuh backup. Aku tidak bisa mengawasi pertemuanmu besok sendirian.”Juned meraih tangan Tania dengan lembut, membuka kepalan jarinya satu per satu. “Percayalah padaku,” bisiknya, matanya memancarkan keteguhan. “Aku hanya akan bersikap normal seperti biasa. Tidak lebih.”Dia menarik napas dalam sebelum melanjutkan. “Yang lebih mengkhawatirkan aku justru keselamatanmu. Jika sampai ada yang tahu kau sedang menyelidiki mega proyek Anton Perkasa, Cakra Buana, dan Bumi Marina...”Tania menatap Juned, melihat bayangan ketakutan yang jarang terlihat di mata pasangannya itu. “Aku akan berhati-hati,” janjinya, memutar tangan sehingga kini dialami yang menggenggam Juned. “Tapi kau harus berjanji—”“Aku tahu,” Juned menyela dengan senyum kecil. “Tidak heroik. Tidak mengambil risiko. Jika ada yang mencurigakan, aku akan langsung pergi.”Tania mengangkat tangan sambil menutup mulut yang menguap lebar. “Maaf ya, sayang. Aku mau tidur duluan. Lelah sekali hari ini,” ujarnya sambil berj

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status