Share

Bab 290

Author: Frands
last update Huling Na-update: 2025-03-24 20:51:29

Juned sempat terdiam sejenak sebelum tertawa kecil. “Kok kayaknya kamu yakin banget aku meniduri seseorang?” tanyanya balik, mencoba mengalihkan pembicaraan.

Tania mengangkat bahunya dengan ekspresi jahil. “Kan aku udah kasih izin. Jadi aku penasaran, kamu beneran pakai izin itu atau nggak.”

Juned tersenyum tipis, lalu sedikit berbohong. “Nggak ada yang menarik buat aku. Jadi ya, aku nggak kepikiran buat melakukan hal itu.”

Tania menatapnya dengan tatapan menyelidik, tetapi tidak berkata apa-apa. Ia melanjutkan memasak, sesekali mencicipi masakannya. “Terus, kalau aku nggak ada, gimana kamu menahan hasratmu?” tanyanya lagi, kali ini nada suaranya lebih serius.

Juned mendekat sedikit. “Ya, aku cari kesibukan lain,” jawabnya santai. “Kayak tidur misalnya.”

Tania tertawa pelan. “Ah, masa sih? Tidur doang?”

Tanpa menjawab, Juned tiba-tiba melingkarkan lengannya di pinggang Tania, memeluknya dari belakang. Tania terkejut sesaat, tetapi tidak menolak. Ia tetap fokus pada masakannya, meski k
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Tukang Pijat Super   Bab 291

    Setelah beberapa saat makan dalam suasana penuh godaan, Tania tiba-tiba menghentikan suapannya dan menatap Juned dengan serius.“Juned…” panggilnya pelan.Juned yang sedang mengunyah mengangkat wajahnya, menatap Tania dengan sedikit bingung. “Hmm? Kenapa?” tanyanya sambil menelan makanannya.Tania menggigit bibirnya sejenak, lalu menghela napas ringan sebelum akhirnya berkata, “Boleh nggak… aku manggil kamu ‘sayang’?”Juned terdiam sejenak, terkejut dengan pertanyaan itu. Namun, melihat ekspresi Tania yang tampak serius dan sedikit gugup, senyum lembut terukir di wajahnya. Ia meletakkan sendoknya, lalu menatap Tania dalam-dalam.“Kenapa nanya gitu?” godanya pelan.Tania menunduk sedikit, memainkan ujung bajunya. “Ya… aku Cuma mau tahu aja. Kalau kamu nggak nyaman, aku nggak akan maksa,” jawabnya dengan suara lirih.Juned terkekeh kecil, lalu mengulurkan tangannya, mengusap lembut punggung tangan Tania di atas meja. “Tentu boleh,” katanya sambil mengangguk. “Aku malah suka kalau kamu m

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • Tukang Pijat Super   Bab 292

    Tania yang sedang duduk di hadapan Juned menoleh dengan ekspresi sedikit terkejut. “Oh, iya. Kamu juga menyadarinya ya? Memang di perumahan ini hampir nggak ada anak kecil.”Juned mengernyit. “Serius? Nggak mungkin, kan? Masa dari sekian banyak rumah di sini nggak ada yang punya anak?”Tania menghela napas pelan. “Ada sih, tapi sangat jarang. Rata-rata pasangan di sini sudah lama menikah, tapi belum punya anak. Bahkan Bu Reni, yang udah menikah lebih dari sepuluh tahun, juga belum dikaruniai anak.”Juned semakin bingung. “Aneh banget. Itu Cuma kebetulan atau ada alasan lain?”Tania mengangkat bahu. “Nggak tahu juga. Bisa jadi Cuma kebetulan, bisa juga karena faktor lain. Aku juga nggak pernah nanya lebih jauh.”Juned termenung sejenak, lalu berucap pelan, “Mungkin aku bisa bantu mereka...”Tania menatap Juned dengan penuh rasa ingin tahu. “Maksud kamu?”Juned tersenyum tipis, “Aku kan bisa pijat. Ada yang namanya pijat kesuburan. Siapa tahu bisa membantu ibu-ibu di sini yang kesulita

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • Tukang Pijat Super   Bab 293

    Pagi itu, sinar matahari sudah menembus tirai kamar saat Juned dan Tania terbangun. Tania yang biasanya bangun lebih awal justru baru membuka mata ketika jam hampir menunjukkan waktu berangkat kerja.“Astaga, udah jam segini!” seru Tania panik, langsung bangkit dari tempat tidur.Juned yang masih setengah sadar hanya bisa mengusap wajahnya, mencoba mengumpulkan kesadarannya. “Santai, masih sempat kalau buru-buru,” ujarnya dengan suara serak pagi hari.Tania segera berlari ke kamar mandi, mencuci muka dengan cepat, lalu mencari pakaian kerja tanpa banyak berpikir. Sementara itu, Juned hanya duduk di tepi tempat tidur, memperhatikan kesibukan Tania yang panik.“Kamu nggak sarapan dulu?” tanya Juned ketika melihat Tania mulai mengenakan sepatu.“Aku beli aja di jalan,” jawabnya terburu-buru.Juned menghela napas, lalu berjalan ke arah Tania yang sudah siap berangkat. “Hati-hati di jalan, ya,” katanya sambil mengecup kening Tania sebelum dia melangkah keluar rumah.Tania tersenyum meski t

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • Tukang Pijat Super   Bab 294

    Saat sudah di dalam rumah, Juned duduk di seberang Bu Reni yang terlihat sedikit lebih santai.“Sebelum mulai pijat, saya mau tanya sesuatu, Bu,” ujar Juned, mencoba membuka percakapan dengan nada tenang.Bu Reni mengangguk, tersenyum ramah. “Silakan, Mas Juned. Ada apa?”Juned menghela napas sejenak sebelum bertanya, “Saya penasaran, Bu. Waktu ngobrol sama Tania kemarin, dia bilang di perumahan ini jarang sekali ada anak kecil. Termasuk Bu Reni sendiri, katanya belum punya anak, ya?”Mendengar itu, ekspresi Bu Reni sedikit berubah. Senyum di wajahnya tetap ada, tapi matanya terlihat sedikit redup. “Iya, Mas Juned. Saya dan suami sudah menikah lebih dari sepuluh tahun, tapi belum dikaruniai anak,” ujarnya pelan.Juned mengangguk pelan, lalu bertanya dengan hati-hati, “Kalau boleh tahu, Bu, pernah periksa ke dokter?”Bu Reni tersenyum tipis, tapi ada sedikit kegelisahan dalam ekspresinya. “Belum, Mas. Kami berdua... jujur saja, takut kalau periksa. Takut kalau ternyata salah satu dari

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • Tukang Pijat Super   Bab 295

    Bu Reni menatap langit-langit klinik yang sudah kusam, tubuhnya lemas di atas meja pijat. Minyak pijat membakar kulitnya di tempat-tempat yang seharusnya tidak terbakar. “Di sini titik pentingnya, Bu,” bisik Juned, nafasnya membelai telinga Bu Reni. Tangannya—Oh Tuhan, tangannya—sudah merayap jauh melewati batas. Bu Reni seharusnya menghentikan ini. Tapi alih-alih menolak, kakinya malah terbuka lebih lebar. Suara gemerisik di luar jendela membuatnya menegang. “Ada... ada orang ya, Jun?” suaranya gemetar. Juned hanya tertawa pendek, tak menghentikan gerakannya. “Cuma daun, Bu. Santai saja.” Tapi Bu Reni bisa merasakannya—ada yang mengamati. Mungkin Rizka, tetangga depan yang sebelumnya datang ke tempat Juned.Ah—! Tekanan jari Juned tiba-tiba berubah, kembali menyentuh tempat yang bukan seharusnya. Bukan untuk kesuburan. Bukan untuk pengobatan. “Juned... ini...” protesnya lemah, tapi tubuhnya malah melengkung mendekat. Kimono tipis itu kini terbuka sepenuhnya. Dinginn

    Huling Na-update : 2025-03-26
  • Tukang Pijat Super   Bab 296

    Matahari sudah tinggi ketika Juned mengunci pintu rumahnya. Bau minyak pijat masih menempel di tangannya, bekas pijatan tadi dengan Bu Reni. Perutnya keroncongan, mengingatkannya bahwa dia dan Tania belum sempat sarapan karena bangun kesiangan. Udara siang yang panas menyengat kulitnya saat ia berjalan menuju warung makan dekat pos ronda. **Warung Makan “Sari Rasa”** “Bungkus nasi ayam satu, Bu,” pinta Juned pada ibu setengah baya di balik meja kasir. Ibu pemilik warung mengernyit. “Bumbu pedas atau biasa?” “Pedas saja.” Saat menunggu pesanannya, Juned mengamati sekeliling. Warung ini asing baginya, meskipun kemarin dia baru saja kemari. Ibu pemilik warung mengangkat alis. “Mas baru di sini ya? Kok saya belum pernah lihat.” Juned mengusap keringat di pelipis. “Saya suami Tania.” Mata ibu pemilik warung langsung berbinar. “Mbak Tania yang polisi itu ya?” Juned mengangguk sambil tersenyum kecut. “Astaga! Kenapa tidak bilang dari tadi!” Ibu itu segera menambahkan po

    Huling Na-update : 2025-03-27
  • Tukang Pijat Super   Bab 297

    Tania baru saja melepas kemeja seragam polisinya, memperlihatkan tank top hitam yang menempel ketat di tubuhnya, ketika— Ding-dong! Bel rumah berbunyi nyaring. Juned langsung tegang, batangnya yang masih keras berkedut. “Siapa itu?” Tania mengerutkan kening, berjalan ke jendela sambil merapikan pakaiannya. “Rizka,” bisiknya, matanya menyipit. Juned buru-buru menarik celananya. “Aku tidak mengundangnya.” Tania tersenyum licik. “Tidak apa-apa, Sayang.” Tangannya meraih dasi polisi yang tadi terlepas. “Mungkin ini kesempatan bagus.” Rizka berdiri di depan pintu rumah Juned dengan membawa nampan berisi kue lapis yang masih hangat.Suara langkah kaki tergesa terdengar dari dalam. Pintu terbuka, memperlihatkan Tania yang masih mengenakan seragam polisi lengkap, rambutnya sedikit acak-acakan. “Mbak Tania!” Rizka tersenyum lebar. “Aku baru saja membuat kue lapis, kebetulan banyak jadi kubawa untuk kalian.” Tania menerima nampan dengan kedua tangan. “Wah, terima kasih banya

    Huling Na-update : 2025-03-27
  • Tukang Pijat Super   Bab 298

    “Sebenarnya...” Rizka memainkan ujung gamis longgarnya. “Aku sering bertanya-tanya, apakah pernikahan kami akan bertahan seperti ini.” Juned mengangkat alis. “Kenapa kamu berkata begitu?” “Kadang aku merasa seperti perempuan lajang,” ujar Rizka tiba-tiba, matanya menatap jauh ke jalanan. Juned mengerutkan kening. “Karena suamimu sering tidak di rumah?” Rizka menghela napas panjang. “Kerja shift 12 jam, pulang jam 9 malam sudah lemas. Langsung tidur, besok pagi berangkat lagi.” Tangannya memutar-mutar gelas kosong. “Aku... aku bahkan lupa kapan terakhir kali kami makan bersama.” Juned menatapnya dengan pandangan penuh pertimbangan sebelum akhirnya bertanya, “Maaf kalau ini terlalu pribadi... tapi bagaimana dengan kehidupan intim kalian?” Rizka tersedak, wajahnya langsung memerah seperti bunga kana. “M-Mas Jun!” “Maaf, aku hanya khawatir,” Juned cepat menjelaskan sambil mengangkat tangan. “Hubungan fisik itu penting dalam pernikahan.” Rizka memainkan ujung kebayanya,

    Huling Na-update : 2025-03-29

Pinakabagong kabanata

  • Tukang Pijat Super   Bab 318

    “Aaaarrgggh...”Suara lenguhan panjang Bu Ningsih mengakhiri riuh pertemuan tubuh mereka—suara yang keluar dari kedalaman jiwa yang terluka, bukan sekadar kepuasan fisik. Dadanya naik turun tak beraturan, kulitnya yang berkeringat memantulkan cahaya lampu kamar yang redup.BrukJuned ambruk di sampingnya, nafasnya tersengal-sengal. Tubuhnya yang masih perkasa itu kini lemas, dipenuhi rasa bersalah yang tiba-tiba menyergap begitu nafsu itu reda. Matanya menatap langit-langit kamar hotel yang bernoda kuning, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Kita... kita seharusnya tidak melakukan ini, Bu.”Di sebelahnya, Bu Ningsih sudah tertidur dengan posisi yang tak lagi anggun—rambutnya yang biasanya rapi kini berantakan di atas bantal, bibirnya yang merah masih sedikit terbuka.Dengan gerakan pelan, Juned menyelimuti tubuh Bu Ningsih yang sudah tak berdaya itu. “Sekali lagi maafkan aku, Bu Ningsih.” Bisiknya pelan.Juned menutup mata, mencoba tidur hingga akhirnya tidur menyerga

  • Tukang Pijat Super   Bab 317

    Juned menopang tubuh Bu Ningsih yang limbung di pelataran klub, angin malam menerbangkan ujung gaun anggurnya.“Aku tak bisa pulang seperti ini,” ucap Bu Ningsih dengan bibir yang sudah tak jelas pengucapannya.“Di sebelah... ada hotel. Aku akan menginap saja.”Juned mengamati bangunan hotel sederhana yang berdiri tepat di samping klub. Lampu neon di depannya berkedip-kedip menampilkan tulisan “Hotel Mawar”. “Baik, Bu. Saya antar ke sana,” jawab Juned perlahan. Di lobi hotel yang sempit, resepsionis setengah baya mengangkat alis melihat mereka masuk. “Kamar untuk satu malam,” pinta Juned sambil menopang Bu Ningsih yang mulai mengantuk. Resepsionis itu mengeluarkan kunci kamar. “Nomor 204. Lantai dua. Lift di sebelah kanan.”Di dalam lift yang reyot, Bu Ningsih bersandar di dinding, matanya setengah terpejam. “Terima kasih... sudah menemaniku malam ini,” ucapnya dengan suara serak. Kamar hotel itu sederhana namun bersih. Juned menuntun Bu Ningsih yang limbung ke arah tempat t

  • Tukang Pijat Super   Bab 316

    Taksi berhenti di depan klub dengan lampu neon berwarna ungu yang berkedip-kedip. Suara musik yang menggelegar sudah terdengar dari luar. “Kita benar-benar akan masuk ke sini, Bu?” tanya Juned ragu, menatap kerumunan orang berpakaian modis di depan pintu. Bu Ningsih tersenyum girang seperti gadis muda. “Ayo, Juned! Aku ingin merasakan lagi bagaimana jadi orang bebas. Malam ini, lupakan semua masalah!”Dengan langkah mantap, Bu Ningsih menarik Juned yang masih ragu menuju pintu masuk. Penjaga pintu menyambut mereka dengan ramah sesuai prosedur yang diterapkan di tempat itu.“Selamat malam Tuan dan Nyonya, apakah anda sudah ada reservasi sebelumnya?” tanya penjaga. “Tidak, kami hanya ingin bersenang-senang sebentar,” jawab Bu Ningsih polos. Setelah membayar tiket masuk, mereka disambut gelombang musik yang mengguncang dada. Lampu laser berwarna-warni menyapu ruangan penulis orang menari. “Wah, sudah lama aku tidak ke tempat seperti ini!” teriak Bu Ningsih di telinga Juned agar

  • Tukang Pijat Super   Bab 315

    Bu Ningsih mengatupkan mata sejenak. “Tekanan dari mana-mana. Perusahaan tambang, warga yang terpecah... Aku khawatir dia tidak kuat.” Tangannya gemetar memegang lengan Juned. “Aku mengerti apa yang telah terjadi antara kamu dan suamiku.”Juned melempar pandangannya sesekali. Ingatannya kembali ke masa saat dia masih di kampung—Pak Kepala desa yang bersekongkol dengan Anton untuk menindas warga yang lemah.“Tapi Bu, saya sekarang sudah tak...”Bu Ningsih memandangnya tajam. “Kamu satu-satunya orang yang berani melawan Anton.” Juned menyeruput kopi hitam untuk menenangkan diri sebelum akhirnya kembali bicara. “Hal yang di alami oleh Pak Kepala desa sudah menjadi konsekuensinya sebagai seorang pemimpin. Apa ibu mengerti kalau aku kehilangan banyak hal karena menentang mereka?”Bu Ningsih mengangkat wajahnya. Ada garis-garis air mata yang mengering di pipinya. “Ya, aku mengerti.”Juned sedikit merasa iba kepada Bu Ningsih. Namun untuk saat ini strategi melawan Anton tak bisa diseba

  • Tukang Pijat Super   Bab 314

    Juned berhenti sejenak, tangannya masih menempel di pundak Rizka. “Kenapa bertanya seperti itu, Mbak?” Rizka menggeleng, wajahnya memerah. Desakan hasrat dan rasa penasaran yang mulai menggerogoti moralitasnya. Sudah terlalu lama suaminya tak menyentuhnya, terlalu lama ia merasa diabaikan. Dan sekarang, di rumah sunyi ini, dengan Juned yang begitu dekat, rasanya sulit untuk tetap kuat. “Tidak... aku hanya...” Rizka tak bisa menyelesaikan kalimatnya. Juned memandangnya, matanya membaca kegelisahan di wajah Rizka. Ia tahu apa yang terjadi, dan meski hatinya juga bergejolak, ia mencoba menahan diri. Tapi godaan itu terlalu besar. “Mbak Rizka...” ucapnya pelan, tangannya tanpa sadar bergerak ke pinggangnya. Rizka menahan napas. Detak jantungnya begitu kencang, seakan ingin keluar dari dadanya. Ia tahu ini salah, tapi tubuhnya seolah tak mau menurut. “Mas, aku...” Juned mendekat, wajahnya hanya berjarak sejengkal dari Rizka. Nafasnya hangat, membelai kulit Rizka yang sudah

  • Tukang Pijat Super   Bab 313

    Rizka langsung menunduk, tangannya bergetar. “Aku... aku masih belum tahu...”“Bagaimana kalau aku berikan sedikit terapi di tanganmu sekarang?” Juned langsung meraih tangan Rizka.Jantung dan aliran darah Rizka berdenyut lebih kencang saat tangan kasar Juned meraba telapak tangannya.Rizka mencoba menarik kembali tangannya. “Mas, jangan begini. Aku takut suamiku–”“Tidak akan, suami kamu pulang jam sembilan. Ini hanya pijatan tangan saja.” Juned tak melepaskan tangan Rizka yang halus.Rizka mengisap bibir bawahnya, merasakan sentuhan Juned yang terampil di bawah bahan kemejanya. “Pijatan... memang enak,” bisiknya, tanpa sadar membiarkan pergelangan tangannya lebih rileks. Juned menggeser posisi, memastikan tangannya tidak menyentuh bagian yang tidak pantas. “Teknik khusus untuk relaksasi. Coba fokus pada tarikan napas.”Jari-jarinya berpindah dengan presisi dari telapak tangan ke pergelangan, menekan titik-titik akupresur. Rizka menutup mata, tapi tiba-tiba membukanya lebar ke

  • Tukang Pijat Super   Bab 312

    “Tapi kita butuh backup. Aku tidak bisa mengawasi pertemuanmu besok sendirian.”Juned meraih tangan Tania dengan lembut, membuka kepalan jarinya satu per satu. “Percayalah padaku,” bisiknya, matanya memancarkan keteguhan. “Aku hanya akan bersikap normal seperti biasa. Tidak lebih.”Dia menarik napas dalam sebelum melanjutkan. “Yang lebih mengkhawatirkan aku justru keselamatanmu. Jika sampai ada yang tahu kau sedang menyelidiki mega proyek Anton Perkasa, Cakra Buana, dan Bumi Marina...”Tania menatap Juned, melihat bayangan ketakutan yang jarang terlihat di mata pasangannya itu. “Aku akan berhati-hati,” janjinya, memutar tangan sehingga kini dialami yang menggenggam Juned. “Tapi kau harus berjanji—”“Aku tahu,” Juned menyela dengan senyum kecil. “Tidak heroik. Tidak mengambil risiko. Jika ada yang mencurigakan, aku akan langsung pergi.”Tania mengangkat tangan sambil menutup mulut yang menguap lebar. “Maaf ya, sayang. Aku mau tidur duluan. Lelah sekali hari ini,” ujarnya sambil berj

  • Tukang Pijat Super   Bab 311

    Tania tiba-tiba berdiri. “Kita harus segera kembali. Aku perlu memeriksa ulang semua dokumen tentang kasus yang melibatkan Anton Perkasa maupun Cakra Buana.”Juned mengangguk otomatis, tapi matanya kosong.Matahari tepat di atas kepala ketika mereka bersiap berpamitan dari warung tenda itu. Jam menunjukkan pukul 2 siang.“Tania... anakku,” Pak Samijo memegang bahu Tania erat-erat, matanya berkaca-kaca. “Kau tumbuh menjadi wanita hebat. Ibumu pasti bangga.”Tania tersenyum lembut, kali ini tanpa beban. “Terima kasih, Pak... Ayah.” Kata “ayah” diucapkannya dengan suara kecil, tapi penuh makna. Samijo kemudian memandang Juned, matanya berbinar. “Dan kau, Juned... ternyata lelaki yang jauh lebih baik dari yang pantas kudapatkan untuk menantuku.” Tangannya yang kasar menepuk bahu Juned dengan hangat. “Dulu aku salah menilaimu."Juned tersenyum, rasa dendamnya telah menguap digantikan kehangatan yang tak terduga. “Sudah lama berlalu, Pak." “Kalian berdua... sangat cocok," ujar Samij

  • Tukang Pijat Super   Bab 310

    Juned menatap bingung antara Tania dan Pak Samijo. "Tania, apa—" "Dia adalah ayah kandungku," bisik Tania tiba-tiba, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Pak Samijo terdorong bangkit dari kursinya, wajahnya pucat pasi. "Tidak mungkin... Mirna bilang bayinya—" "Bayinya meninggal?" Tania menyelesaikan kalimatnya dengan lembut. "Ibu berbohong karena Anda mengusirnya saat hamil."Juned ternganga, tangannya tanpa sadar meraih lengan Tania. "Tapi... selama ini kau tidak pernah—"Yang mengejutkan Juned, Tania justru tersenyum kecil - senyum yang penuh pengertian, bukan kemarahan. "Aku menemukan surat-surat ibu seminggu lalu," lanjut Tania dengan suara jernih. "Dia menulis bagaimana Anda sebenarnya menyesal, tapi tidak tahu cara menemukannya lagi setelah dia pindah ke kota." Pak Samijo jatuh berlutut, air matanya mengalir deras. "Aku... aku tidak pantas—" Tania tiba-tiba meraih tangan Pak Samijo yang keriput. "Tidak," bisiknya. "Kita semua punya kesalahan. Tapi darah tetap dara

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status