Share

Bab 19

Penulis: Frands
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-17 13:20:35

“Apa yang kau lakukan, pria miskin?!!” Angga langsung mendorong tubuh Juned hingga terjengkang.

Tubuh Angga menerjang ke atas tubuh Juned dan menindihnya.

Angga mengepalkan tangan dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

Dari arah pintu masuk seorang perempuan berlari sekencang-kencangnya untuk menghentikan Angga.

“Berhenti, ada apa ini?!” Teriaknya sambil menjauhkan tubuh Angga dari atas tubuh Juned.

“Siapa lagi ini yang mengganggu? Pasti keluarga si miskin ini.” Angga meludah ke samping.

Juned yang melihat perempuan itu sedikit terkejut, matanya melotot dan mulutnya menganga.

“Marina..?” Gumam Juned lirih.

“Sebenarnya ada apa ini kok ribut sekali?.” Ujar Marina sambil membantu Juned berdiri.

“Begini mbak, mas sama mbak ini mau membeli hp di sini.” Kata Anis sambil menunjuk ke arah Juned dan Lilis. “Awalnya saya yang melayani mereka sesuai prosedur, namun teman saya ini mengganggu dan menghina mereka.” Lanjut Anis sambil menunjuk Dewi.

“Kamu itu siapa? Jangan sok jadi pahlawan di sini.” Sahu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tukang Pijat Super   Bab 20

    Dengan suara lantang Marina memecat mereka berdua. Angga dan Dewi langsung bersimpuh di kaki Marina.“Jangan pecat kami Bu, kami mohon.” Ucap Dewi sambil memeluk erat kaki Marina.Angga yang berlutut di belakang dewi merapatkan kedua telapak tangannya, “saya minta maaf Bu, tolong jangan pecat saya!, saya masih punya cicilan mobil.”“Kesalahan kalian sudah sangat fatal, kalian sudah sangat keterlaluan merendahkan orang lain.” Ucap Marina sambil melangkah mundur, mencoba melepaskan kakinya dari pelukan Dewi.Sementara Angga kembali berdiri kemudian mengangkat tubuh Dewi dengan kasar.“Ini semua gara-gara kamu, wanita sialan. Kalau saja aku tak mendengar ucapanmu aku tidak akan berada dalam situasi ini.” Angga menampar Dewi dengan keras lalu melangkah pergi meninggalkan toko.Dewi menangis sesenggukan sambil memegang pipinya. Hal itu membuat Juned merasa sedikit iba kepadanya.Semua orang yang ada di sana hanya terdiam melihat Dewi yang tengah meratapi kesalahannya.“Juned, Maafkan aku.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Tukang Pijat Super   Bab 21

    Setelah keluar dari toko hp, Juned melangkah memasuki dealer motor dengan mata berbinar-binar. Kebetulan dealer tersebut bersebelahan dengan konter hp.“Wah, bagus-bagus banget motornya Tante.” Juned menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Hingga pada satu momen mata Juned langsung tertuju pada satu titik.Dengan antusias, Juned melangkah lebih dekat ke motor matic warna hitam mengilap yang ia incar. Tangannya bergerak menyentuh bagian setangnya dengan hati-hati, seperti sedang menyentuh benda berharga. Di sebelahnya, tante Diah memperhatikan setiap gerak-gerik Juned sambil tersenyum tipis.“Jadi, ini yang kamu mau, Juned?” tanya Lilis sambil menatap motor tersebut.Juned mengangguk mantap. “Iya, Tante. Ini motor yang sama persis seperti yang aku lihat di jalan tadi.”Lilis mengangguk, lalu memutar tubuhnya ke arah sales yang berdiri di dekat mereka. Gerakannya penuh percaya diri, menandakan bahwa dia siap untuk berbicara tentang hal-hal detail yang Juned sendiri mungkin belum paha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Tukang Pijat Super   Bab 22

    Setelah beberapa lama, Juned dan Lilis sampai di desa dengan motor baru, suasana di sana langsung heboh.“Wah, itu Juned, ya? Kok tiba-tiba punya motor baru?” bisik Pak Hasan dengan nada tak percaya kepada warga di sebelahnya. Beberapa warga yang sedang berkumpul di warung depan desa mendengar suara mesin motor yang berkilau, dan segera memperhatikan Juned yang melintas dengan penuh percaya diri. "Iya, padahal selama ini kita tahu dia hidupnya susah. Enggak mungkin tukang pijat bisa beli motor secepat itu," jawab Bu Siti, matanya tak lepas dari motor Juned yang berkilau di bawah sinar matahari.Juned, yang menyadari bahwa banyak mata yang menatapnya, mencoba tetap tenang sambil memarkir motornya di halaman rumah. Lilis turun dengan anggun, membalas sapaan beberapa tetangga yang menyapanya, namun tak bisa mengabaikan tatapan mereka yang tampak penuh rasa heran dan bisik-bisik yang mulai terdengar di mana-mana.“Juned, ini seriusan motormu sendiri? Gimana ceritanya kamu bisa beli moto

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Tukang Pijat Super   Bab 23

    Di tengah keributan yang semakin memanas, tiba-tiba terdengar derap langkah yang tegas dan berat menghampiri kerumunan. Ternyata itu adalah Anton, membuat semua orang langsung terdiam, dan keributan mendadak mereda. Satu per satu warga mulai mundur dan perlahan membubarkan diri, takut kena masalah jika berada terlalu lama di dekat Anton."Jadi kau punya motor baru sekarang, baru punya motor saja sudah belagu mengundang banyak orang." ejek Anton dengan suara serak sambil menyeringai. Ia mengitari Juned dengan pandangan meremehkan, seolah-olah sedang menilai seseorang yang sama sekali tidak layak berada di sana.Juned menghela napas, mencoba menahan diri. "Kalau cuma mau ikut-ikutan Sugeng dan Sulastri buat merendahkanku, lebih baik kamu pulang saja."Anton tertawa keras, mengejek. "Pulang? Wah, Juned, Berani-beraninya kamu mengusirku, ya? Kamu ini apa, cuma tukang pijat, kok sok-sokan sekarang. Jangan mimpi jadi orang kaya di sini!"Sugeng dan Sulastri yang masih berdiri di dekat Anto

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Tukang Pijat Super   Bab 24

    Sore menjelang, Juned melaju dengan motornya di jalanan desa yang lengang. Penampilannya sekarang jauh lebih percaya diri: jaket kulit hitam, celana jeans, dan kacamata hitam yang semakin menambah kesan berani. Juned hendak pergi ke rumah Rini tetangga baru Juned yang tinggal di ujung desa. Sebelum sampai di rumah Rini, Juned berteduh di sebuah pohon sambil merapikan rambutnya yang berantakan. Tanpa sengaja dia kembali bertemu dengan Sulastri yang kebetulan lewat. Juned mengangkat sedikit kacamata hitamnya sambil tersenyum. “Lihat siapa yang kutemui di sini. Lastri si kembang desa bermulut kasar.” Sapa Juned dengan nada santai.Sulastri mendengus kecil, berusaha mempertahankan sikap dinginnya. “Hah, tumben kamu keliling desa sore-sore, Juned. Biasanya sih Cuma mondar-mandir di rumah, bukan?” balasnya, sambil menyilangkan tangan di dada, meski matanya jelas memperhatikan setiap detail perubahan Juned.Juned terkekeh, menyadari bahwa Sulastri tengah berusaha menutupi ketertarikannya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Tukang Pijat Super   Bab 25

    Juned duduk di kursi kayu depan rumah sambil menunggu kepulangan Rini.Tak berselang lama Novi sudah kembali keluar dengan membawa segelas teh.“Ini mas silahkan di minum.” Ujar Novi yang menunduk di depan Juned sambil meletakkan teh di atas meja.Sekilas Juned dapat melihat belahan milik Novi saat ia menunduk. Mata Juned melotot tanpa berkedip saat melihat pemandangan indah itu.Novi merasa Juned tengah memperhatikannya dan segera dia mengangkat tubuhnya dan bergegas duduk di kursi sebelah Juned.“Silahkan mas, Juned.” Novi menyibakkan rambut yang menutupi wajahnya saat duduk. Dia mengalihkan pandangan ke halaman rumah untuk menutupi kecemasannya.“Terima kasih, Novi.” Juned langsung menyerobot segelas teh itu dan menyeruputnya.“Oh iya, mas. Kalau boleh tahu ada urusan apa ya cari ibu?” Tanya Novi untuk membuka obrolan.Juned meletakkan kembali gelas teh itu ke atas meja sambil menyilangkan kakinya untuk menutupi barangnya yang mulai mengembang.“Mas Juned mau...” Belum selesai June

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Tukang Pijat Super   Bab 26

    Juned sampai di rumah tepat saat azan maghrib berkumandang. Dia menengok ke arah klinik yang ternyata sudah diperbaiki oleh para pekerjanya.Salah satu pekerja yang sekaligus tetangga menghampiri Juned yang baru saja memarkirkan motor di depan rumah.“Jun, kaca yang pecah sudah aman. Apa perlu di cat sekalian biar tambah bagus?” Tanya pak Sodik.“Bentar ya pak, nanti aku tanyakan ke tante Lilis dulu, dia yang pegang uangnya.” Jawab Juned sambil melihat kliniknya dari jauh.“Ayo lah Jun, biar kita ada kerjaan lagi. Kalau Cuma sehari selesai begini, besok menganggur lagi hehe.” Kata Pak Sodik sambil tersenyum merayu Juned.“Aku sih mau saja pak, Cuma yang pegang uangnya kan tante Lilis.” Balas Juned ikut tersenyum sambil menepuk pelan bahu pak Sodik.Meski terlihat dari wajahnya yang penuh harap kepada Juned namun Pak Sodik tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala saja. “Baiklah kalau begitu Jun. Aku pamit pulang dulu.” Kata Pak Sodik sambil melenggang meninggalkan rumah Juned.Setela

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Tukang Pijat Super   Bab 27

    Pagi harinya, Juned berdiri di depan klinik kecilnya yang baru saja direnovasi. Bangunan yang sebelumnya hanya sebuah ruang sederhana kini tampak lebih layak. Beberapa peralatan medis sederhana, tempat tidur pijat, dan rak obat-obatan sudah tersusun rapi di dalam.Lilis datang membawa segelas teh manis untuk Juned yang tampak sibuk menata tanaman di depan klinik. “Gimana, Juned? Puas sama hasil renovasinya?” tanya Lilis sambil menyerahkan teh itu.Juned mengangguk, tersenyum puas. “Alhamdulillah, Tante. Pekerjaan Pak Sodik dan teman-temannya begitu rapi.”Juned sepertinya sudah melupakan tentang penemuan celana dalam semalam.Lilis tersenyum, menepuk bahu Juned. “Kamu benar. Pak Sodik sangat cekatan dalam hal pembangunan di desa kita.”Tak berselang lama Novi datang ke klinik Juned untuk mulai bekerja.“Pagi mas Juned, tante Lilis. Apakah aku datang terlambat?” Sapa Novi sambil tersenyum ramah.Lilis dan Juned kompak menggelengkan kepala dengan sedikit cepat.“Kliniknya buka jam 8 Nov

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Super   Bab 73

    Setelah insiden dengan Sugeng, Juned dan Vivi melanjutkan perjalanan menuju kota. Vivi, yang tadinya penuh dengan celoteh ceria, kali ini diam, tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Sementara Juned, meski fokus mengendarai motor, sesekali melirik Vivi melalui spion, mencoba membaca ekspresinya.Ketika mereka mendekati kota, jalanan mulai ramai dengan kendaraan dan aktivitas warga. Vivi akhirnya membuka suara, memecah keheningan.“Tadi itu harusnya kita enggak perlu menanggapi Sugeng terlalu serius, ya. Dia itu selalu iri sama hidup orang lain,” kata Vivi dengan nada ringan, meskipun ada sedikit kekesalan yang masih tersisa.Juned mengangguk pelan. “Aku tahu, Vivi. Tadi kamu sendiri kan yang terprovokasi padahal sudah tahu kalau Sugeng itu senang memperkeruh suasana. Kamu jangan sampai ikut terseret.”“Terseret gimana? Aku enggak peduli sama dia atau omongan orang lain,” jawab Vivi tegas. “Yang penting hidup ini kita yang jalani, enggak usah dipikirin juga si Sugeng. Fokus aja sama h

  • Tukang Pijat Super   Bab 72

    Juned yang baru saja akan melangkah langsung menatap Lastri dengan ekspresi canggung. "Eh, Lastri. Maaf, kita mau ke kota sebentar, Vivi mau beli baju.”Lastri langsung memasang wajah kecewa. "Jadi kalian mau pergi tanpa aku? Kok nggak bilang-bilang?"“Motornya enggak bisa bonceng bertiga, Las." Kata Juned dengan wajah bingung.Vivi yang berdiri di samping Juned justru menahan tawa melihat ekspresi Lastri. "Las, kamu mau ikut? Tapi lihat dulu deh, kamu baru bangun tidur, rambut masih kayak singa. Kalau mau ikut, pakai baju terlebih dahulu. Gunung kamu menyembul tuh," ledek Vivi sambil tertawa kecil.Lastri langsung menutupi bagian tubuhnya yang terbuka dengan selimut, sadar kalau penampilannya memang jauh dari kata rapi. Tapi bukannya membalas Vivi, ia malah menatap Juned penuh harap. "Juned, aku juga mau ikut."Juned menghela napas panjang sambil mencoba menjelaskan. "Las, motor aku cuma kuat bonceng dua orang. Kalau bertiga, takutnya malah ditilang sama polisi. Tapi tenang, nanti ma

  • Tukang Pijat Super   Bab 71

    Namun ketika pagi harinya semua tampak normal saja, Vivi adalah orang pertama yang terbangun ketika matahari mulai mengintip dari balik jendela, menciptakan bayangan lembut di dinding ruang tengah. Vivi duduk perlahan, membenahi rambutnya yang sedikit berantakan, lalu melirik Juned yang tidur di sebelahnya. Vivi perlahan bangkit dan mengenakan pakaiannya tak lupa dia menutupi tubuh Lastri dan Juned dengan selimut, berusaha tidak membuat suara yang bisa membangunkan yang lain. “Kamu sudah bangun, Vi?” tanya Juned, suaranya serak khas pagi.Ternyata yang dilakukan Vivi justru membuat Juned terbangun.Vivi menoleh dan tersenyum kecil. “Iya, Jun. Sudah pagi. Kamu gimana? Apakah tidurmu nyenyak?”“Ya, lumayan,” jawab Juned sambil duduk dan merenggangkan badannya. Ia melirik Lastri yang masih tertidur pulas. “Lastri masih nyenyak banget, ya.”Vivi tersenyum geli. “Iya, kayaknya dia mimpi indah bersamamu.”Juned mengangguk kecil, lalu mengingat pembicaraan mereka semalam. “Oh ya, apakah ki

  • Tukang Pijat Super   Bab 70

    Setelah beberapa saat bergulat dengan perasaannya sendiri, Vivi akhirnya mengambil keputusan. Dengan hati-hati, ia berpindah posisi, mendekat ke arah Juned yang sudah tertidur. Tanpa berpikir panjang, Vivi menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Juned.Barang milik Juned yang masih terlihat besar setelah dipakai membuat tubuh Vivi semakin bergejolak. Tanpa menunggu persetujuan dari Juned, Vivi membuka baju dan langsung memainkan barang milik pria itu dengan tangan beserta mulutnya yang mungil.Saat itu Juned yang sudah lelap tidak merasakan apa-apa. Tapi, seiring dengan semakin intens permainan Vivi di sekitar barangnya, ia mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Ia membuka matanya perlahan, sedikit bingung. “Lastri, kamu lagi ngapain sih? Sudah cepat tidur aja,” gumam Juned setengah sadar mengira itu adalah Lastri.Namun, ketika ia menoleh ke bawah, matanya membelalak kaget. “Vivi?! Apa yang kamu lakukan?”Vivi tidak menjawab pertanyaan Juned malah semakin menjadi jadi.“Vivi, aku moh

  • Tukang Pijat Super   Bab 69

    Di ruang tengah kini terasa sunyi hanya terdengar suara jangkrik yang bernyanyi dari luar rumah. Juned terlelap di tengah kedua wanita itu, sama dengan Vivi sudah terlelap dalam tidurnya, napasnya teratur dan tenang. Sementara itu, Lastri melirik ke arah Juned yang tidur di sebelah kanannya. Wajah Juned terlihat lelah, dengan napas berat yang terdengar teratur. Lastri menggigit bibir, ragu-ragu, tapi akhirnya memberanikan diri untuk memanggil Juned. “Juned… Jun…” panggilnya dengan suara pelan nyaris seperti bisikan, sambil menyenggol lengan Juned perlahan.Namun, Juned tetap tidak bergerak. Ia tertidur terlalu lelap untuk mendengar panggilan pelan Lastri. Merasa panggilannya tidak cukup, Lastri mencoba lagi, kali ini lebih keras.“Juned! Bangun, dong.”Tetap tidak ada reaksi. Lastri mulai kesal. Dengan hati-hati, ia mengulurkan tangan dan mengarahkan tangannya ke barang milik Juned dengan perlahan. Tangannya bergerilya di area itu tapi Juned tidak menunjukkan tanda-tanda bangun.“J

  • Tukang Pijat Super   Bab 68

    “Aaaaah!!!” Vivi dan Lastri langsung menjerit bersamaan. Mereka berdua melompat dari tempat duduk dan memeluk tubuh Juned dari kedua sisi dengan tiba-tiba.“Jun! Itu tadi suara apa?!” tanya Lastri dengan suara gemetar.Juned, yang sebenarnya juga terkejut, mencoba tenang. “Ssst, kalian tenang dulu. Mungkin itu hanya suara kucing atau apa.”“Kucing dari mana, Jun?! Kamu enggak pelihara kucing!” Vivi masih memeluk erat lengan Juned, wajahnya penuh ketakutan.Kedua gundukan Vivi begitu terasa menyenggol lengan Juned.Juned menghela napas panjang dan mencoba melepaskan diri dari pelukan mereka. “Ya sudah kalau begitu, biar aku cek dulu. Kalian tunggu di sini.”“Jun, jangan pergi sendiri! Nanti kalau ada apa-apa gimana?” Vivi memegang tangan Juned erat, menahan agar Juned tidak beranjak dari duduknya.Lastri mengangguk, suaranya masih gemetar. “Iya, Jun, kita lihat bareng-bareng aja. Kami enggak berani kalau di sini berdua.”Juned menatap mereka berdua, yang kini terlihat seperti anak keci

  • Tukang Pijat Super   Bab 67

    Setelah makan malam selesai, Juned, Lastri, dan Vivi duduk santai di ruang tengah. Lastri menata sisa makanan yang belum dibereskan, sementara Vivi menyalakan kipas angin agar udara lebih sejuk. Juned bersandar di sofa dengan wajah puas, merasa kenyang setelah diperlakukan seperti raja oleh kedua wanita itu.“Eh, Juned,” Lastri tiba-tiba memecah kesunyian, “Masih ingat enggak waktu kecil dulu, kita sering main di sungai dekat sawah? Kamu selalu yang paling takut kalau diajak lompat dari batu besar ke air.” Lastri tertawa pelan, menutup mulutnya dengan tangan.June langsung menimpali dengan senyum yang agak malu. “Habisnya, kalian tuh nekat banget! Batu itu kan licin. Kalau terpeleset gimana? Aku enggak mau jatuh dan jadi bahan ketawaan kalian.”Vivi terkekeh mendengar celotehan mereka. “Iya, aku ingat banget. Juned selalu berdiri di tepi sungai, mukanya tegang banget, sementara aku sama Lastri sudah lompat duluan. Tapi anehnya, kamu selalu mau ikut kalau diajak. Padahal sudah tahu bak

  • Tukang Pijat Super   Bab 66

    Lilis bangkit dari sofa sambil merapikan bajunya. Ia menatap Juned dan Vivi dengan senyuman tipis. “Aku pamit dulu ya. Hari ini Anton suda pulang, jadi aku harus buru-buru balik,” katanya sambil mengambil tasnya.Juned tampak ragu sejenak, ingin mengatakan sesuatu. “Tante Lilis, tunggu. Ada yang mau aku bicarakan denganmu...” ucap Juned dengan nada mendesak.Namun Lilis mengangkat tangan, menghentikan Juned sebelum ia sempat melanjutkan. “Juned, lain kali aja ya. Aku benar-benar harus pulang sekarang,” katanya dengan cepat sebelum bergegas menuju pintu.Juned hanya bisa menatap punggung Lilis yang semakin menjauh. Ia menghela napas panjang, rasa khawatir jelas terpancar di wajahnya. Sementara itu Lastri menuju ke dapur sambil membawa beberapa kantong belanjaan. Vivi, yang memperhatikan ekspresi Juned, akhirnya membuka suara. “Juned, tadi mau bicara apa dengan mbak Lilis?”Juned menatap Vivi sejenak, lalu memutuskan untuk menceritakan apa yang terjadi. “Aku tadi sempat bertemu Anton d

  • Tukang Pijat Super   Bab 65

    Sesampainya di rumah, suasana terasa begitu sunyi. Vivi dan Lastri masih belum terlihat. Juned masuk ke dalam rumah sambil menyalakan lampu ruang tamu, mencoba mengusir kegelisahannya.Namun, meski sudah berada di tempat yang seharusnya nyaman, pikiran Juned tetap tak tenang. Ia duduk di sofa, menatap kosong ke arah dinding. Kata-kata pria tua itu terus terngiang di kepalanya, seolah mengingatkan Juned akan sesuatu yang lebih besar dari dirinya.“Kalau memang dia bukan manusia… apa dia tadi mencoba menolongku?” gumam Juned pelan. Ia merasa merinding lagi, namun kali ini bukan karena takut, melainkan karena sebuah rasa aneh yang sulit dijelaskan.Juned berpindah tempat duduk ke kursi depan rumah, mencoba menenangkan pikirannya setelah semua kejadian hari itu, dikejutkan oleh suara sebuah taksi yang berhenti tepat di depan rumahnya. Ia mengangkat wajah, melihat pintu taksi terbuka, dan keluar Lilis serta Vivi bersama seorang wanita bercadar.Juned mengerutkan alis, bingung. Ia bangkit d

DMCA.com Protection Status