Share

Bab 25

Author: Frands
last update Last Updated: 2024-11-24 23:39:45

Juned duduk di kursi kayu depan rumah sambil menunggu kepulangan Rini.

Tak berselang lama Novi sudah kembali keluar dengan membawa segelas teh.

“Ini mas silahkan di minum.” Ujar Novi yang menunduk di depan Juned sambil meletakkan teh di atas meja.

Sekilas Juned dapat melihat belahan milik Novi saat ia menunduk. Mata Juned melotot tanpa berkedip saat melihat pemandangan indah itu.

Novi merasa Juned tengah memperhatikannya dan segera dia mengangkat tubuhnya dan bergegas duduk di kursi sebelah Juned.

“Silahkan mas, Juned.” Novi menyibakkan rambut yang menutupi wajahnya saat duduk. Dia mengalihkan pandangan ke halaman rumah untuk menutupi kecemasannya.

“Terima kasih, Novi.” Juned langsung menyerobot segelas teh itu dan menyeruputnya.

“Oh iya, mas. Kalau boleh tahu ada urusan apa ya cari ibu?” Tanya Novi untuk membuka obrolan.

Juned meletakkan kembali gelas teh itu ke atas meja sambil menyilangkan kakinya untuk menutupi barangnya yang mulai mengembang.

“Mas Juned mau...” Belum selesai June
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Tukang Pijat Super   Bab 26

    Juned sampai di rumah tepat saat azan maghrib berkumandang. Dia menengok ke arah klinik yang ternyata sudah diperbaiki oleh para pekerjanya.Salah satu pekerja yang sekaligus tetangga menghampiri Juned yang baru saja memarkirkan motor di depan rumah.“Jun, kaca yang pecah sudah aman. Apa perlu di cat sekalian biar tambah bagus?” Tanya pak Sodik.“Bentar ya pak, nanti aku tanyakan ke tante Lilis dulu, dia yang pegang uangnya.” Jawab Juned sambil melihat kliniknya dari jauh.“Ayo lah Jun, biar kita ada kerjaan lagi. Kalau Cuma sehari selesai begini, besok menganggur lagi hehe.” Kata Pak Sodik sambil tersenyum merayu Juned.“Aku sih mau saja pak, Cuma yang pegang uangnya kan tante Lilis.” Balas Juned ikut tersenyum sambil menepuk pelan bahu pak Sodik.Meski terlihat dari wajahnya yang penuh harap kepada Juned namun Pak Sodik tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala saja. “Baiklah kalau begitu Jun. Aku pamit pulang dulu.” Kata Pak Sodik sambil melenggang meninggalkan rumah Juned.Setela

    Last Updated : 2024-11-25
  • Tukang Pijat Super   Bab 27

    Pagi harinya, Juned berdiri di depan klinik kecilnya yang baru saja direnovasi. Bangunan yang sebelumnya hanya sebuah ruang sederhana kini tampak lebih layak. Beberapa peralatan medis sederhana, tempat tidur pijat, dan rak obat-obatan sudah tersusun rapi di dalam.Lilis datang membawa segelas teh manis untuk Juned yang tampak sibuk menata tanaman di depan klinik. “Gimana, Juned? Puas sama hasil renovasinya?” tanya Lilis sambil menyerahkan teh itu.Juned mengangguk, tersenyum puas. “Alhamdulillah, Tante. Pekerjaan Pak Sodik dan teman-temannya begitu rapi.”Juned sepertinya sudah melupakan tentang penemuan celana dalam semalam.Lilis tersenyum, menepuk bahu Juned. “Kamu benar. Pak Sodik sangat cekatan dalam hal pembangunan di desa kita.”Tak berselang lama Novi datang ke klinik Juned untuk mulai bekerja.“Pagi mas Juned, tante Lilis. Apakah aku datang terlambat?” Sapa Novi sambil tersenyum ramah.Lilis dan Juned kompak menggelengkan kepala dengan sedikit cepat.“Kliniknya buka jam 8 Nov

    Last Updated : 2024-11-27
  • Tukang Pijat Super   Bab 28

    Hari itu berlalu begitu cepat bagi Juned suasana klinik yang cukup rame membuat Juned tenggelam dalam kesibukannya.Juned tidak bisa tenang sejak pagi tadi. Saat siang hari Klinik terasa lengang, tapi pikiran Juned penuh dengan kegelisahan. “Tante, apa kamu yakin menerima pertukaran ini. Aku mohon, pikirkan ini lagi,” kata Juned menatap Lilis dengan mata memohon, berharap dia berubah pikiran.Lilis hanya tersenyum tipis. “Juned, ini keputusan yang sudah aku ambil. Kamu enggak perlu khawatir. Aku tahu apa yang aku lakukan.”“Tapi ini enggak masuk akal! Kamu enggak bisa menyerahkan dirimu ke orang seperti Anton!” Juned membalas nada meninggi.Lilis berhenti sejenak, menatap Juned dengan pandangan lembut namun tegas. "Juned, aku sudah memutuskan. Jangan tanya lagi, ya."Juned berdiri, mencoba mendekat ke arah Lilis. "Dia enggak pernah punya niat baik. Dia hanya mau memanfaatkanmu, Tante."Lilis menunduk, matanya tak mampu menatap Juned. "Kamu enggak tahu semua yang terjadi, Juned. Kamu

    Last Updated : 2024-11-28
  • Tukang Pijat Super   Bab 29

    Suasana di klinik Juned siang itu dipenuhi ketegangan. Anton membuka beberapa dokumen yang berbentuk map cokelat. Dia mengeluarkan selembar kertas putih, lengkap dengan bolpoin yang siap digunakan.“Ini adalah Surat perjanjian sebagai bentuk formalitas pertukaran yang kita sepakati” kata Anton.Lilis memandang Juned dengan tatapan tegas, sementara Anton tampak menyeringai puas. Vivi, di sisi lain, terlihat gelisah, seperti ingin berbicara tetapi memilih diam.“Juned,” ucap Lilis akhirnya, memecah kesunyian. “Kamu tahu ini Cuma sementara. Seminggu aja. Jadi, enggak usah khawatir, ya?”Juned menatap surat itu dengan ragu. “Aku mengerti, Tante. Tapi... kenapa harus ada surat segala? Aku mau melihat isinya terlebih dahulu.”Anton tertawa kecil, nadanya sinis. “Juned, kita ini orang dewasa. Aku tidak mau kalau ada orang yang tiba-tiba berubah pikiran. Surat ini buat memastikan semua berjalan lancar.”Juned menggigit bibirnya. Ia memang bukan orang yang terbiasa dengan dokumen resmi seperti

    Last Updated : 2024-11-29
  • Tukang Pijat Super   Bab 30

    Langit malam kampung dihiasi taburan bintang yang cerah, seolah menjadi saksi antusiasme warga yang memadati balai desa. Para ibu membawa anak-anak mereka, sementara para bapak duduk berkelompok sambil mengobrol hangat. Di sudut balai, meja panjang disiapkan dengan berbagai makanan ringan yang dibawa warga secara sukarela.“Jun, kamu sudah siap untuk tampil kan.” Kata Pak RT sambil menepuk pundak Juned.Juned berusaha tersenyum lebar untuk menutupi kegugupannya, “Aku usahakan pak siap hehe.”“Setelah ini giliranmu, kamu enggak boleh bikin malu saya sebagai RT kamu.” Kata Pak RT.“Baiklah sekarang kita sambut kebanggaan desa yang kini sukses dengan kliniknya. JUUUUNEEEED...” Terdengar suara sambutan dari pembawa acara. Sambutan itu membuat Juned tersenyum kecil, walau ia sedikit gugup.Ketika Juned naik ke panggung, sorak-sorai warga langsung terdengar. Ia mengenakan kemeja sederhana berwarna biru dan celana hitam, tampil rapi namun tetap bersahaja. “Assalamualaikum, Bapak-bapak, Ibu

    Last Updated : 2024-11-30
  • Tukang Pijat Super   Bab 31

    Malam itu, suasana desa sudah mulai sepi. Langkah kaki Juned terdengar pelan di jalan setapak menuju rumahnya. Sisa kehangatan acara di balai desa masih terasa di hatinya, tetapi ada sesuatu yang mengganjal. Pikirannya kembali melayang ke Lilis dan Anton yang tak terlihat sepanjang acara.“Kenapa mereka enggak datang, ya?” gumam Juned dalam hati. “Padahal biasanya, Anton itu enggak pernah absen kalau ada keramaian. Apalagi, Tante Lilis juga selalu suka ikut kumpul.”Ketika Juned tiba di depan rumahnya, ia mendapati sesuatu yang aneh. Pintu rumah yang biasanya dibiarkan sedikit terbuka kini tertutup rapat dan terkunci dari dalam. Ia berhenti di depan pintu, mengernyitkan alis.“Ini aneh. Biasanya Tante Lilis enggak pernah mengunci pintu kalau tahu aku pulang malam,” pikir Juned sambil melirik sekeliling. Kampung sudah benar-benar sepi.Juned tidak langsung mengetuk pintu. Ada sesuatu yang mendorongnya untuk mencari tahu lebih dulu. Ia berjalan perlahan ke samping rumah, menuju salah sa

    Last Updated : 2024-12-01
  • Tukang Pijat Super   Bab 32

    Lilis kembali ke kamar, sementara Juned duduk di sofa ruang tamu. Walaupun tubuhnya lelah setelah seharian mengurus acara desa, pikirannya justru terus berputar-putar tanpa henti.Ia teringat saat melihat Anton keluar dari rumah, dengan pintu yang sebelumnya terkunci rapat. Ingatan itu terus menghantui. “Kenapa Tante Lilis enggak bilang apa-apa soal kedatangan Anton sebelumnya? Kenapa rumah dikunci? Apa yang mereka bicarakan? Apa ada sesuatu yang enggak aku tahu?”Juned menggeleng, mencoba mengusir pikiran-pikiran buruk yang mulai muncul. Namun, semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat bayangan itu menghantuinya. Ia membayangkan Lilis dan Anton berbicara dengan nada pelan, mungkin saling menyentuh, mungkin lebih dari itu.“Apa mungkin Tante Lilis punya hubungan lain sama Anton?” pikirnya sambil menggigit bibir bawahnya. Ia mengenal Lilis sebagai wanita yang selalu menjunjung tinggi moral, tapi kehadiran Anton malam itu membuat Juned dilanda rasa curiga yang tak terbendung.Ia mengh

    Last Updated : 2024-12-02
  • Tukang Pijat Super   Bab 33

    Ketika pagi menjelang, ia terbangun dengan kepala sedikit berat. Sisa-sisa mimpi buruk semalam seolah masih mengambang di pikirannya. Ia Berdiri dari sofa sambil meregangkan tubuh, mendapati rumah terasa lebih sunyi dari biasanya.“Tante Lilis mana, ya?” gumamnya sambil melangkah menuju dapur. Namun, dapur kosong. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Lilis. Ia mengetuk pintu kamar Lilis, tetapi tidak ada jawaban. Saat membuka pintu, kamar itu terlihat rapi tanpa siapa pun di dalamnya.Kegelisahan mulai merayap. Ia masih berdiri di tengah ruang tamu, mencoba mengingat sesuatu. Lalu, seperti petir menyambar, ia teringat. “Hari ini hari pertukaran!” serunya dalam hati.Sebelum ia sempat memproses lebih jauh, suara langkah kaki dari luar terdengar. Pintu depan terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Vivi yang mengenakan daster tipis warna biru muda. Ia membawa keranjang belanjaan dari pasar, wajahnya sedikit berkeringat, tetapi tetap tampak segar.“Pagi, Juned,” sapa Vivi dengan senyum kecil

    Last Updated : 2024-12-03

Latest chapter

  • Tukang Pijat Super   Bab 73

    Setelah insiden dengan Sugeng, Juned dan Vivi melanjutkan perjalanan menuju kota. Vivi, yang tadinya penuh dengan celoteh ceria, kali ini diam, tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Sementara Juned, meski fokus mengendarai motor, sesekali melirik Vivi melalui spion, mencoba membaca ekspresinya.Ketika mereka mendekati kota, jalanan mulai ramai dengan kendaraan dan aktivitas warga. Vivi akhirnya membuka suara, memecah keheningan.“Tadi itu harusnya kita enggak perlu menanggapi Sugeng terlalu serius, ya. Dia itu selalu iri sama hidup orang lain,” kata Vivi dengan nada ringan, meskipun ada sedikit kekesalan yang masih tersisa.Juned mengangguk pelan. “Aku tahu, Vivi. Tadi kamu sendiri kan yang terprovokasi padahal sudah tahu kalau Sugeng itu senang memperkeruh suasana. Kamu jangan sampai ikut terseret.”“Terseret gimana? Aku enggak peduli sama dia atau omongan orang lain,” jawab Vivi tegas. “Yang penting hidup ini kita yang jalani, enggak usah dipikirin juga si Sugeng. Fokus aja sama h

  • Tukang Pijat Super   Bab 72

    Juned yang baru saja akan melangkah langsung menatap Lastri dengan ekspresi canggung. "Eh, Lastri. Maaf, kita mau ke kota sebentar, Vivi mau beli baju.”Lastri langsung memasang wajah kecewa. "Jadi kalian mau pergi tanpa aku? Kok nggak bilang-bilang?"“Motornya enggak bisa bonceng bertiga, Las." Kata Juned dengan wajah bingung.Vivi yang berdiri di samping Juned justru menahan tawa melihat ekspresi Lastri. "Las, kamu mau ikut? Tapi lihat dulu deh, kamu baru bangun tidur, rambut masih kayak singa. Kalau mau ikut, pakai baju terlebih dahulu. Gunung kamu menyembul tuh," ledek Vivi sambil tertawa kecil.Lastri langsung menutupi bagian tubuhnya yang terbuka dengan selimut, sadar kalau penampilannya memang jauh dari kata rapi. Tapi bukannya membalas Vivi, ia malah menatap Juned penuh harap. "Juned, aku juga mau ikut."Juned menghela napas panjang sambil mencoba menjelaskan. "Las, motor aku cuma kuat bonceng dua orang. Kalau bertiga, takutnya malah ditilang sama polisi. Tapi tenang, nanti ma

  • Tukang Pijat Super   Bab 71

    Namun ketika pagi harinya semua tampak normal saja, Vivi adalah orang pertama yang terbangun ketika matahari mulai mengintip dari balik jendela, menciptakan bayangan lembut di dinding ruang tengah. Vivi duduk perlahan, membenahi rambutnya yang sedikit berantakan, lalu melirik Juned yang tidur di sebelahnya. Vivi perlahan bangkit dan mengenakan pakaiannya tak lupa dia menutupi tubuh Lastri dan Juned dengan selimut, berusaha tidak membuat suara yang bisa membangunkan yang lain. “Kamu sudah bangun, Vi?” tanya Juned, suaranya serak khas pagi.Ternyata yang dilakukan Vivi justru membuat Juned terbangun.Vivi menoleh dan tersenyum kecil. “Iya, Jun. Sudah pagi. Kamu gimana? Apakah tidurmu nyenyak?”“Ya, lumayan,” jawab Juned sambil duduk dan merenggangkan badannya. Ia melirik Lastri yang masih tertidur pulas. “Lastri masih nyenyak banget, ya.”Vivi tersenyum geli. “Iya, kayaknya dia mimpi indah bersamamu.”Juned mengangguk kecil, lalu mengingat pembicaraan mereka semalam. “Oh ya, apakah ki

  • Tukang Pijat Super   Bab 70

    Setelah beberapa saat bergulat dengan perasaannya sendiri, Vivi akhirnya mengambil keputusan. Dengan hati-hati, ia berpindah posisi, mendekat ke arah Juned yang sudah tertidur. Tanpa berpikir panjang, Vivi menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Juned.Barang milik Juned yang masih terlihat besar setelah dipakai membuat tubuh Vivi semakin bergejolak. Tanpa menunggu persetujuan dari Juned, Vivi membuka baju dan langsung memainkan barang milik pria itu dengan tangan beserta mulutnya yang mungil.Saat itu Juned yang sudah lelap tidak merasakan apa-apa. Tapi, seiring dengan semakin intens permainan Vivi di sekitar barangnya, ia mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Ia membuka matanya perlahan, sedikit bingung. “Lastri, kamu lagi ngapain sih? Sudah cepat tidur aja,” gumam Juned setengah sadar mengira itu adalah Lastri.Namun, ketika ia menoleh ke bawah, matanya membelalak kaget. “Vivi?! Apa yang kamu lakukan?”Vivi tidak menjawab pertanyaan Juned malah semakin menjadi jadi.“Vivi, aku moh

  • Tukang Pijat Super   Bab 69

    Di ruang tengah kini terasa sunyi hanya terdengar suara jangkrik yang bernyanyi dari luar rumah. Juned terlelap di tengah kedua wanita itu, sama dengan Vivi sudah terlelap dalam tidurnya, napasnya teratur dan tenang. Sementara itu, Lastri melirik ke arah Juned yang tidur di sebelah kanannya. Wajah Juned terlihat lelah, dengan napas berat yang terdengar teratur. Lastri menggigit bibir, ragu-ragu, tapi akhirnya memberanikan diri untuk memanggil Juned. “Juned… Jun…” panggilnya dengan suara pelan nyaris seperti bisikan, sambil menyenggol lengan Juned perlahan.Namun, Juned tetap tidak bergerak. Ia tertidur terlalu lelap untuk mendengar panggilan pelan Lastri. Merasa panggilannya tidak cukup, Lastri mencoba lagi, kali ini lebih keras.“Juned! Bangun, dong.”Tetap tidak ada reaksi. Lastri mulai kesal. Dengan hati-hati, ia mengulurkan tangan dan mengarahkan tangannya ke barang milik Juned dengan perlahan. Tangannya bergerilya di area itu tapi Juned tidak menunjukkan tanda-tanda bangun.“J

  • Tukang Pijat Super   Bab 68

    “Aaaaah!!!” Vivi dan Lastri langsung menjerit bersamaan. Mereka berdua melompat dari tempat duduk dan memeluk tubuh Juned dari kedua sisi dengan tiba-tiba.“Jun! Itu tadi suara apa?!” tanya Lastri dengan suara gemetar.Juned, yang sebenarnya juga terkejut, mencoba tenang. “Ssst, kalian tenang dulu. Mungkin itu hanya suara kucing atau apa.”“Kucing dari mana, Jun?! Kamu enggak pelihara kucing!” Vivi masih memeluk erat lengan Juned, wajahnya penuh ketakutan.Kedua gundukan Vivi begitu terasa menyenggol lengan Juned.Juned menghela napas panjang dan mencoba melepaskan diri dari pelukan mereka. “Ya sudah kalau begitu, biar aku cek dulu. Kalian tunggu di sini.”“Jun, jangan pergi sendiri! Nanti kalau ada apa-apa gimana?” Vivi memegang tangan Juned erat, menahan agar Juned tidak beranjak dari duduknya.Lastri mengangguk, suaranya masih gemetar. “Iya, Jun, kita lihat bareng-bareng aja. Kami enggak berani kalau di sini berdua.”Juned menatap mereka berdua, yang kini terlihat seperti anak keci

  • Tukang Pijat Super   Bab 67

    Setelah makan malam selesai, Juned, Lastri, dan Vivi duduk santai di ruang tengah. Lastri menata sisa makanan yang belum dibereskan, sementara Vivi menyalakan kipas angin agar udara lebih sejuk. Juned bersandar di sofa dengan wajah puas, merasa kenyang setelah diperlakukan seperti raja oleh kedua wanita itu.“Eh, Juned,” Lastri tiba-tiba memecah kesunyian, “Masih ingat enggak waktu kecil dulu, kita sering main di sungai dekat sawah? Kamu selalu yang paling takut kalau diajak lompat dari batu besar ke air.” Lastri tertawa pelan, menutup mulutnya dengan tangan.June langsung menimpali dengan senyum yang agak malu. “Habisnya, kalian tuh nekat banget! Batu itu kan licin. Kalau terpeleset gimana? Aku enggak mau jatuh dan jadi bahan ketawaan kalian.”Vivi terkekeh mendengar celotehan mereka. “Iya, aku ingat banget. Juned selalu berdiri di tepi sungai, mukanya tegang banget, sementara aku sama Lastri sudah lompat duluan. Tapi anehnya, kamu selalu mau ikut kalau diajak. Padahal sudah tahu bak

  • Tukang Pijat Super   Bab 66

    Lilis bangkit dari sofa sambil merapikan bajunya. Ia menatap Juned dan Vivi dengan senyuman tipis. “Aku pamit dulu ya. Hari ini Anton suda pulang, jadi aku harus buru-buru balik,” katanya sambil mengambil tasnya.Juned tampak ragu sejenak, ingin mengatakan sesuatu. “Tante Lilis, tunggu. Ada yang mau aku bicarakan denganmu...” ucap Juned dengan nada mendesak.Namun Lilis mengangkat tangan, menghentikan Juned sebelum ia sempat melanjutkan. “Juned, lain kali aja ya. Aku benar-benar harus pulang sekarang,” katanya dengan cepat sebelum bergegas menuju pintu.Juned hanya bisa menatap punggung Lilis yang semakin menjauh. Ia menghela napas panjang, rasa khawatir jelas terpancar di wajahnya. Sementara itu Lastri menuju ke dapur sambil membawa beberapa kantong belanjaan. Vivi, yang memperhatikan ekspresi Juned, akhirnya membuka suara. “Juned, tadi mau bicara apa dengan mbak Lilis?”Juned menatap Vivi sejenak, lalu memutuskan untuk menceritakan apa yang terjadi. “Aku tadi sempat bertemu Anton d

  • Tukang Pijat Super   Bab 65

    Sesampainya di rumah, suasana terasa begitu sunyi. Vivi dan Lastri masih belum terlihat. Juned masuk ke dalam rumah sambil menyalakan lampu ruang tamu, mencoba mengusir kegelisahannya.Namun, meski sudah berada di tempat yang seharusnya nyaman, pikiran Juned tetap tak tenang. Ia duduk di sofa, menatap kosong ke arah dinding. Kata-kata pria tua itu terus terngiang di kepalanya, seolah mengingatkan Juned akan sesuatu yang lebih besar dari dirinya.“Kalau memang dia bukan manusia… apa dia tadi mencoba menolongku?” gumam Juned pelan. Ia merasa merinding lagi, namun kali ini bukan karena takut, melainkan karena sebuah rasa aneh yang sulit dijelaskan.Juned berpindah tempat duduk ke kursi depan rumah, mencoba menenangkan pikirannya setelah semua kejadian hari itu, dikejutkan oleh suara sebuah taksi yang berhenti tepat di depan rumahnya. Ia mengangkat wajah, melihat pintu taksi terbuka, dan keluar Lilis serta Vivi bersama seorang wanita bercadar.Juned mengerutkan alis, bingung. Ia bangkit d

DMCA.com Protection Status