Share

Bab 182

Penulis: Frands
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-07 20:38:50

Di tengah perjalanan Marina tiba-tiba tertawa kecil. Juned yang masih sibuk dengan pikirannya meliriknya sekilas melalui kaca spion.

“Kenapa?” tanya Juned tanpa mengurangi kecepatan motornya.

“Nggak menyangka aja,” jawab Marina sambil tetap memeluk pinggang Juned. “Apa kamu tahu? Ini pertama kalinya aku naik motor.”

Juned sedikit terkejut. “Serius? Kamu belum pernah naik motor sebelumnya?”

“Iya, aku selalu pakai mobil atau naik taksi kalau ke mana-mana. Rasanya beda banget, anginnya langsung kena wajah, jalanan terasa lebih dekat... Aku nggak tahu harus takut atau senang.”

Juned tersenyum tipis. “Kalau pertama kali naik motor dan langsung kabur dari desa kayak gini, sih, ya wajar kalau campur aduk rasanya.”

Marina tertawa kecil lagi. “Tapi anehnya, aku malah merasa senang. Kayak... kita lagi berpetualang.”

Juned tidak langsung membalas. Dalam hati, ia tahu ini bukan sekadar petualangan. Mereka sedang kabur dari bahaya, dan entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi mendenga
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tukang Pijat Super   Bab 183

    Marina mencoba menahan tawa, namun akhirnya dia justru semakin tertawa lepas.“Hahaha.. bukankah barusan aku bilang sama kamu, aku orangnya tak pilih-pilih makanan.” Kata Marina sambil mencubit hidungnya dengan lembut.“Syukurlah kalau kamu tak alergi dengan telur,” Wajah Juned memerah. “Soalnya aku suka dengan telur, jadi pikirku kamu juga suka.”Marina tersenyum melihat wajah Juned yang khawatir padanya.Saat mereka tengah mengobrol, pemilik warung datang mengantarkan pesanan mereka. Sepiring nasi hangat dengan telur balado berwarna merah menggoda terhidang di depan Marina, sementara Juned mendapatkan sepiring nasi dengan telur dadar dan lalapan.Begitu melihat makanan di hadapannya, Marina tersenyum lebar. “Wah, kelihatannya enak! Terima kasih ya, Bu.” ucapnya dengan nada penuh kegirangan.Juned mengangkat bahunya. “Aku pikir makanan sederhana seperti ini tak bisa membuatmu senang.”Marina terdiam sesaat, senyum di wajahnya perlahan melembut. “Kalau begitu, aku makan dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Tukang Pijat Super   Bab 184

    Saat Juned dan Marina baru saja hendak naik ke motor, suara pria itu kembali terdengar di belakang mereka.“WOI! Lo pikir bisa pergi gitu aja?!” teriaknya sambil berjalan menghampiri mereka dengan wajah merah padam.Marina memutar mata, merasa kesal dengan pria itu yang tidak tahu kapan harus berhenti. Sementara Juned hanya menoleh sekilas, masih dengan ekspresi tenangnya.“Apa lagi?” tanya Juned datar.Pria itu menunjuk celananya yang terkena noda makanan. “kamu udah bikin celanaku kotor! Aku mau ganti rugi! Ini celana mahal, ngerti?! Kamu harus bayar sesuai harga celana ini!”Marina hampir tertawa mendengar itu. “Celana mahal? Yang benar aja. Paling juga beli di pasar malam.”Pria itu mendelik marah. “Eh cewek, kalau nggak tahu barang bermerek, jangan sok tahu! Ini celana bisa lebih mahal dari motor bututmu itu!”Juned menarik napas panjang, lalu menatap pria itu dengan tenang. “Dengar, aku udah minta maaf tadi. Kamu yang menyenggol tanganku duluan. Dan sekarang kamu minta ganti rug

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Tukang Pijat Super   Bab 185

    Pria itu—si pengganggu dari warung makan tadi—juga langsung mengenali mereka. Begitu melihat Juned dan Marina berjalan kaki, dia menyeringai lebar.“Hahaha! Aku pikir tadi aku salah lihat, tapi ternyata benar! Motor bututmu itu rusak ya?” katanya dengan nada mengejek, menunjuk ke arah motor Juned yang masih terparkir di pinggir jalan.Juned tidak menanggapi, hanya menatap pria itu dengan wajah datar. Sementara Marina sudah mulai kesal, tapi berusaha menahan emosinya.“Kenapa? Tidak punya uang buat servis motor? Wah, kasihan sekali. Pantas kalian jalan kaki begini,” lanjut pria itu dengan nada menyebalkan.Marina menatapnya tajam. “Setidaknya kami tidak hidup mengandalkan koneksi orang dalam untuk bisa bekerja di suatu tempat.”Pria itu mendengus. “Oh, jadi kamu masih ingat omonganku tadi? Bagus! Sebentar lagi aku akan diterima di Bumi Marina. Kalau sudah diterima, mungkin aku bisa kasih kamu kerjaan jadi OB di sana!” Dia tertawa puas, seolah merasa dirinya sudah menang.Juned tetap di

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Tukang Pijat Super   Bab 1

    “Lastri, maukah kamu menjadi pacarku?” Tiba-tiba Juned berdiri menghadang perjalanan Sulastri dan kedua temannya. “Minggir kamu, dasar pria lemah,” ujar Sulastri dengan kasar kepada Juned. “Kamu itu tidak cocok ya bersanding dengan Lastri.” Celetuk salah satu teman Sulastri yang berdiri di sampingnya. Juned hanya tertunduk lesu sambil menggenggam seikat bunga mawar, mendengarkan cemoohan yang menyakiti hatinya. Juned sangat menyukai Sulastri yang merupakan anak Juragan Pasir di desa itu. Meski berkali kali cinta Juned ditolak. Sulastri membalas cinta Juned dengan cemoohan dan hinaan belaka. “Hei, Juned. Kamu itu harusnya berkaca dulu. Kamu itu siapa? Berani beraninya mendekati Sulastri.” Ujar teman Sulastri yang lain, sambil mendorong Juned. Juned terjengkang ke belakang, disambut tawa yang menggema ketiga gadis itu. “Hahaha, lihat dia teman-teman. Baru didorong begitu aja sudah jatuh.” Ucap Sulastri tertawa lepas. Kaos yang dipakai Juned kotor terkena tanah, dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Tukang Pijat Super   Bab 2

    Juned berdiri dalam keadaan yang berbeda, setelah berada di ambang antara hidup dan mati akibat memakan Jamur yang hanya tumbuh 1000 tahun sekali. Beberapa luka yang di derita sebelumnya menghilang seketika. “Wah, kok aneh. Lukaku sembuh tak berbekas.” Juned merasa takjub dengan apa yang terjadi pada tubuhnya. Sudah semalaman Juned tidur di dalam hutan, lukanya juga telah sembuh. Juned juga menyadari bahwa ada beberapa perubahan, seperti mentalnya yang kini kembali pulih. Juned bergegas kembali ke rumah, dia takut jika Tante Lilis khawatir karena semalaman dia tak pulang. Ketika dalam perjalanan pulang, Juned melewati sungai yang airnya masih bersih di kampungnya. Juned berniat membasuh mukanya di sana agar terlihat lebih segar. Karena airnya yang bersih, sungai itu sering digunakan warga kampung untuk beraktivitas, mulai dari mandi sampai mencuci baju. Saat berada di tepi sungai dan hendak menciduk air. Juned melepas kaos dan celana jeans milikinya menyisakan celana kolor pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Tukang Pijat Super   Bab 3

    Juned dan Vivi masih dalam posisi yang sama, kepala Vivi yang bersandar di pundak Juned, sedangkan Juned masih membelai lembut rambut Vivi. Pria itu semakin berani dengan merangkul kan tangannya ke pundak Vivi, merasakan kulitnya yang halus nan lembut. Vivi menumpahkan semua kesedihannya untuk beberapa saat kala itu. Hingga akhirnya dia tersadar dan tubuhnya menjauh dari pelukan Juned. “Maaf, jadi terbawa suasana.” Ujar Vivi dengan lirih, menunjukkan mukanya yang memerah menahan malu. Juned merasa canggung dengan yang baru saja terjadi, “iya enggak apa-apa.” Juned berusaha mengatur nafas dan birahinya yang sudah naik dengan membetulkan posisi duduknya. Sampai akhirnya desakkan yang ada di dalam celananya mulai mengendur. “Kenapa sih, Vi? Kamu masih terus bertahan dengan laki-laki seperti Anton.” Tanya Juned untuk mengalihkan perhatian. “Aku enggak bisa melakukan itu, Jun. Pernikahanku dengan Mas Anton dulu karena kondisi terpaksa.” Jawab Vivi dengan lirih, menundukkan waj

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Tukang Pijat Super   Bab 4

    Tanpa pikir panjang, Juned berlari menerobos lingkaran orang-orang yang mengelilingi Tante Lilis. Dia mendorong satu per satu dari mereka, sampai akhirnya berdiri di depan Anton. "Berhenti!" teriak Juned dengan nafas memburu. "Apa yang kalian lakukan?!" Anton tersenyum miring. “Oh, jadi akhirnya kau berani muncul juga, Juned,” katanya dingin. “Bagus. Ada beberapa hal yang harus kita bicarakan.” Sebelum Juned sempat bertanya, Anton mendekatinya dengan wajah penuh kebencian. "Apa yang kau lakukan dengan Vivi di sungai, hah?" suara Anton meninggi. Juned terdiam sejenak, pucat. Bagaimana Anton bisa tahu tentang pertemuannya dengan Vivi?. "Aku tidak melakukan apa-apa!" Juned menjawab dengan tegas. "Aku bertemu dengan Vivi secara kebetulan di sungai, saat aku sedang mencari tanaman herbal. Kami hanya mengobrol sebentar." Anton tidak mempercayainya. "Jangan bohong, Pria Letoy! Kau pasti membuntuti dia! Kau pasti berniat buruk terhadap istri orang!" Anton semakin mendekat, matan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Tukang Pijat Super   Bab 5

    Lilis yang sedari tadi meringkuk ketakutan dengan tubuh gemetar. Sambil menangis dia berkata lirih, “tolong.. berhenti..” Anton dan para Anak buahnya kembali bersiap menghantam Juned beramai-ramai. Namun sebuah teriakkan kencang memekik di telinga setiap orang. “Hentikaaan!! Anton kumohon jangan sakiti dia lagi. Aku akan melakukan apa yang kamu mau. Asal berhenti menyakiti Juned.” Lilis berteriak histeris sambil menangis. Juned terkejut mendengar perkataan itu. “Apa yang kamu bicarakan, Tante? Jangan bicara yang tidak-tidak.” Lilis yang sudah dipenuhi ketakutan justru memarahi Juned. “Diamlah Juned, Aku tak ingin melihatmu dihajar seperti itu.” Sementara Anton langsung mengangkat satu tangannya memberikan isyarat berhenti kepada anak buahnya. Anton mendekati Lilis yang meringkuk, “Kalau seperti ini kan tak perlu ada kekerasan, sayang.” Tangan Anton membelai wajah Lilis hingga ke leher jenjangnya. “Tante, Jangan mau menerima tawaran bajingan itu…” “Cukup Juned, cukup,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Super   Bab 185

    Pria itu—si pengganggu dari warung makan tadi—juga langsung mengenali mereka. Begitu melihat Juned dan Marina berjalan kaki, dia menyeringai lebar.“Hahaha! Aku pikir tadi aku salah lihat, tapi ternyata benar! Motor bututmu itu rusak ya?” katanya dengan nada mengejek, menunjuk ke arah motor Juned yang masih terparkir di pinggir jalan.Juned tidak menanggapi, hanya menatap pria itu dengan wajah datar. Sementara Marina sudah mulai kesal, tapi berusaha menahan emosinya.“Kenapa? Tidak punya uang buat servis motor? Wah, kasihan sekali. Pantas kalian jalan kaki begini,” lanjut pria itu dengan nada menyebalkan.Marina menatapnya tajam. “Setidaknya kami tidak hidup mengandalkan koneksi orang dalam untuk bisa bekerja di suatu tempat.”Pria itu mendengus. “Oh, jadi kamu masih ingat omonganku tadi? Bagus! Sebentar lagi aku akan diterima di Bumi Marina. Kalau sudah diterima, mungkin aku bisa kasih kamu kerjaan jadi OB di sana!” Dia tertawa puas, seolah merasa dirinya sudah menang.Juned tetap di

  • Tukang Pijat Super   Bab 184

    Saat Juned dan Marina baru saja hendak naik ke motor, suara pria itu kembali terdengar di belakang mereka.“WOI! Lo pikir bisa pergi gitu aja?!” teriaknya sambil berjalan menghampiri mereka dengan wajah merah padam.Marina memutar mata, merasa kesal dengan pria itu yang tidak tahu kapan harus berhenti. Sementara Juned hanya menoleh sekilas, masih dengan ekspresi tenangnya.“Apa lagi?” tanya Juned datar.Pria itu menunjuk celananya yang terkena noda makanan. “kamu udah bikin celanaku kotor! Aku mau ganti rugi! Ini celana mahal, ngerti?! Kamu harus bayar sesuai harga celana ini!”Marina hampir tertawa mendengar itu. “Celana mahal? Yang benar aja. Paling juga beli di pasar malam.”Pria itu mendelik marah. “Eh cewek, kalau nggak tahu barang bermerek, jangan sok tahu! Ini celana bisa lebih mahal dari motor bututmu itu!”Juned menarik napas panjang, lalu menatap pria itu dengan tenang. “Dengar, aku udah minta maaf tadi. Kamu yang menyenggol tanganku duluan. Dan sekarang kamu minta ganti rug

  • Tukang Pijat Super   Bab 183

    Marina mencoba menahan tawa, namun akhirnya dia justru semakin tertawa lepas.“Hahaha.. bukankah barusan aku bilang sama kamu, aku orangnya tak pilih-pilih makanan.” Kata Marina sambil mencubit hidungnya dengan lembut.“Syukurlah kalau kamu tak alergi dengan telur,” Wajah Juned memerah. “Soalnya aku suka dengan telur, jadi pikirku kamu juga suka.”Marina tersenyum melihat wajah Juned yang khawatir padanya.Saat mereka tengah mengobrol, pemilik warung datang mengantarkan pesanan mereka. Sepiring nasi hangat dengan telur balado berwarna merah menggoda terhidang di depan Marina, sementara Juned mendapatkan sepiring nasi dengan telur dadar dan lalapan.Begitu melihat makanan di hadapannya, Marina tersenyum lebar. “Wah, kelihatannya enak! Terima kasih ya, Bu.” ucapnya dengan nada penuh kegirangan.Juned mengangkat bahunya. “Aku pikir makanan sederhana seperti ini tak bisa membuatmu senang.”Marina terdiam sesaat, senyum di wajahnya perlahan melembut. “Kalau begitu, aku makan dengan

  • Tukang Pijat Super   Bab 182

    Di tengah perjalanan Marina tiba-tiba tertawa kecil. Juned yang masih sibuk dengan pikirannya meliriknya sekilas melalui kaca spion.“Kenapa?” tanya Juned tanpa mengurangi kecepatan motornya.“Nggak menyangka aja,” jawab Marina sambil tetap memeluk pinggang Juned. “Apa kamu tahu? Ini pertama kalinya aku naik motor.”Juned sedikit terkejut. “Serius? Kamu belum pernah naik motor sebelumnya?”“Iya, aku selalu pakai mobil atau naik taksi kalau ke mana-mana. Rasanya beda banget, anginnya langsung kena wajah, jalanan terasa lebih dekat... Aku nggak tahu harus takut atau senang.”Juned tersenyum tipis. “Kalau pertama kali naik motor dan langsung kabur dari desa kayak gini, sih, ya wajar kalau campur aduk rasanya.”Marina tertawa kecil lagi. “Tapi anehnya, aku malah merasa senang. Kayak... kita lagi berpetualang.”Juned tidak langsung membalas. Dalam hati, ia tahu ini bukan sekadar petualangan. Mereka sedang kabur dari bahaya, dan entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi mendenga

  • Tukang Pijat Super   Bab 181

    Juned dan Marina berjalan cepat menuju area pemakaman yang sudah sepi. Namun begitu mereka tiba di tempat di mana Marina terakhir kali memarkir mobilnya, mereka langsung tertegun.Marina merasakan jantungnya berdegup lebih kencang. “Juned… mobilku hilang.”Juned langsung merogoh ponselnya dan mencoba menghubungi Vivi. Nada sambung terdengar, tapi Vivi tidak mengangkatnya. Dia mencoba sekali lagi—tetap tidak ada jawaban.“Sial,” desis Juned, menekan layar ponselnya dengan frustrasi.Marina menatapnya dengan wajah penuh kecurigaan. “Juned, kau masih percaya dengan Vivi?”Juned terdiam. Di dalam kepalanya, ia mencoba mengingat kembali semua hal yang terjadi. Vivi memang selalu ada bersamanya, tapi perkataan Pak Samijo tadi masih terngiang jelas di telinganya.“Aku tidak tahu… Tapi ini aneh.” Juned akhirnya berkata. “Dia tidak mungkin meninggalkan kita begitu saja, kecuali…”Marina menyilangkan tangan di dadanya, ekspresinya semakin gelap. “Kecuali dia memang sudah merencanakan sesuatu s

  • Tukang Pijat Super   Bab 180

    Pak Samijo menghela napas panjang, matanya mulai berkaca-kaca. Ia menundukkan kepala sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan suara lirih, “Aku sendiri sudah lama tidak bertemu dengannya.”Juned dan Marina saling berpandangan, mulai memahami betapa dalam luka yang disimpan oleh pria tua itu.“Sejak lahir, Anton sudah menahannya dariku,” lanjut Pak Samijo dengan suara bergetar. “Bukan hanya karena aku dulu bekerja untuknya, tapi juga karena aku memiliki hutang besar yang tidak bisa kubayar. Sebagai gantinya, dia mengambil anakku dan menjauhkannya dariku.”Juned mengepalkan tangannya di atas meja. “Jadi kau melakukan semua perintah Anton hanya agar anakmu tetap hidup?”Pak Samijo mengangguk lemah. “Aku tidak punya pilihan, Juned. Aku orang kecil, tidak punya kekuatan. Tapi aku juga seorang ayah… Aku hanya ingin anakku selamat.”Suasana dalam ruangan itu menjadi lebih sunyi. Marina yang biasanya sinis pun terlihat sedikit melunak.Pak Samijo menatap mereka dengan mata yang mulai basah. “

  • Tukang Pijat Super   Bab 179

    Itu adalah Pak Samijo, ketua RT setempat, yang baru saja tiba setelah mendengar kegaduhan di balai desa.“Apa yang kalian lakukan ini?!” suaranya tegas, penuh wibawa. Dia menyapu pandangan ke arah kerumunan yang mulai mereda. Beberapa warga yang tadinya berteriak langsung tertunduk, menyadari bahwa mereka telah bertindak terlalu jauh.Anton menggerutu, tetapi tetap mencoba memprovokasi. “Pak RT, mereka ini penyebab kematian Lastri! Kita tidak bisa membiarkan mereka begitu saja!”Pak Samijo mendengus, lalu melangkah maju, berdiri di antara Juned dan warga. “Apakah ada yang bisa membuktikan tuduhan itu?” tanyanya tajam.Sugeng yang sedari tadi diam hanya menggertakkan gigi, sementara Anton kembali berusaha membakar emosi warga. “Bukti? Semua orang tahu Juned punya hubungan dengan Lastri! Gara-gara dia, Lastri jadi menderita!”Pak Samijo mendengus sinis. “Tahu dari mana kau kalau Juned yang membuatnya menderita? Lastri sudah pergi, kalian tidak bisa seenaknya menuduh tanpa bukti! Aku tid

  • Tukang Pijat Super   Bab 178

    Namun, sebelum mobil bisa melaju lebih jauh, terdengar suara teriakan dari belakang.Anton berdiri di tengah kerumunan, tangannya menunjuk ke arah mobil Marina dengan ekspresi penuh kemarahan. “Dia yang menyebabkan Lastri mati! Jangan biarkan dia kabur!”Saat mobil mulai bergerak meninggalkan area pemakaman, terlihat bayangan beberapa orang dengan motor berdiri di tengah jalan sambil melintangkan motor mereka.Beberapa warga yang masih terbawa emosi mulai bergumam satu sama lain, ragu, namun juga terpengaruh oleh provokasi Anton dan Sugeng. Perlahan, beberapa dari mereka bergerak maju, mengepung mobil Marina.“Bagaimana ini, Juned?” Keringat dingin mulai membasahi wajah Marina.Juned menoleh ke kiri dan kanan, mencari jalan keluar. Namun, semakin banyak warga mendekat, ekspresi mereka penuh kemarahan dan kekecewaan.Seorang pria tua dari kerumunan berteriak, “Kenapa kalian datang ke sini?! Kalau bukan karena kalian, Lastri pasti masih hidup!”Anton melangkah mendekat dengan seny

  • Tukang Pijat Super   Bab 177

    Marina dan Vivi mengangguk paham.Mereka duduk diam, menyaksikan rombongan yang berjalan di depan mereka. Suasana di dalam mobil terasa hening, hanya terdengar suara langkah kaki yang saling beradu di luar.“Kamu benar, Juned.” kata Marina dengan suara pelan, “kalau mereka melihat kita sekarang, bisa mempersulit semuanya.”Beberapa menit kemudian, rombongan pengiring jenazah semakin jauh, mereka masih berjalan dengan hati-hati menuju tujuan mereka. Setelah memastikan rombongan itu tak lagi berada di sekitar mereka, Marina akhirnya menyalakan mesin mobil.“Baik, kita pergi sekarang,” kata Juned dengan suara mantap.Marina melajukan mobilnya perlahan hingga akhirnya berhenti di pinggir jalan, tepat di depan pintu masuk pemakaman. Dari kejauhan, dia bisa melihat para pelayat berkumpul mengelilingi liang lahat. Suara lantunan doa terdengar lirih di tengah suasana duka. Hujan yang sempat turun semalam meninggalkan aroma tanah basah yang menusuk hidung.Marina dan Vivi duduk diam di k

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status