Home / Romansa / Tujuh Ratu untuk Sang Raja / Pertunangan Henry Baldwin

Share

Pertunangan Henry Baldwin

Author: Choco Lady
last update Last Updated: 2022-06-07 19:13:26

Henry Baldwin akhirnya terpaksa berdiri di aula yang megah dan mewah ini, mengenakan tuxedo yang dirancang oleh desainer terkenal menatap para undangan dengan mata kosong. Lelaki itu entah mengapa menuruti permintaan sang kakak, yang juga rajanya, untuk bertunangan dengan Catherine of Monaco. Putri dari kerajaan Monaco itu telah datang sebulan yang lalu, menjalani bimbingan dan pengajaran tradisi pertunangan sesuai dengan adat Arthanavia, demi bisa menyesuaikan dirinya pada saat hari H pertunangannya.

Hingar bingar pesta kali ini sama sekali tak membuat Henry tergerak. Biasanya dia adalah raja pesta, mabuk-mabukan hingga berdansa dengan penuh gairah, tetapi kali ini ia merasa kebebasannya telah dikebiri. Henry Baldwin hanya akan setia pada satu perempuan, seumur hidupnya, padahal ia belum puas untuk bersenang-senang. Baginya menikah adalah penjara seumur hidup. Lihatlah kakaknya yang menikah dengan putri dari keluarga bangsawan Arthanavia itu. Henry takkan bisa seperti sang kakak, yang bisa menyayangi dan menghormati satu orang perempuan, bahkan Reginald tidak memiliki selir satu pun. Reginald memang seorang kristen yang taat. Tak heran ia dipilih menjadi raja.

Henry mendengkus, sementara di sebelahnya, Catherine duduk tegak dengan ekspresi kaku yang sama sekali tak berubah selama satu jam terakhir. Astaga, perempuan macam apa yang dipilihkan oleh kakaknya itu? Gaun berwarna hijau zamrud itu memang bagus sekali di tubuh sang putri, tetapi tetap tak bisa membuat Henry bergairah. Lelaki itu benar-benar gusar. Jelas ia tidak yakin akan bisa tidur dengan satu perempuan yang seperti ini seumur hidupnya. Henry rasa, ia akan meminta izin memiliki selir. Bah, bahkan sebelum menikah saja, Henry sudah ingin melibatkan perempuan lain dalam kehidupan pernikahannya.

Upacara pertunangan mereka menjadi bahan pembicaraan setelah Reginald mengumumkannya sebulan yang lalu, karena itu antusiasme pengunjung kota Gaia semakin meningkat. Bahkan turis luar negeri berdatangan untuk menonton acara itu. Meski pun jumlahnya tidak sebesar saat pernikahan Reginald dua tahun yang lalu. Kala itu, permintaan visa sampai melebihi batas, karena banyak orang yang ingin melihat pernikahan bangsawan, apalagi raja.

Henry melirik ke arah Catherine yang tampaknya benar-benar bersungguh-sungguh menatap ke arah penyanyi opera yang sedang menghibur di atas panggung itu menarik. Tangan Henry segara menutup mulutnya karena kuap yang tak tertahankan. Lelaki itu nyaris mengantuk. Entah mengapa dari dulu ia tidak cocok dengan hiburan ala bangsawan yang aneh-aneh. Ia lebih suka musik zaman sekarang, electronic dance music yang sangat cocok menemaninya bergoyang di lantai dansa.

Reginald di kursinya memberikan teguran yang disampaikan melalui tatapannya kepada Henry. Sang adik hanya memutar bola mata. Sudah bagus, ia tidak kabur di hari pertunangannya yang menyebalkan ini. Sekarang, benak Henry sudah dipenuhi pertanyaan, mengapa dia harus menerima pertunangan dengan Catherine of Monaco. Sepertinya pilihan ini adalah pilihan yang sangat salah bagi hidupnya. Hubungan Monaco dan Arthanavia akan sangat erat dengan adanya pernikahan ini, tapi jelas merugikan bagi Henry.

Tak tahan lagi, Henry berdeham dan berpamitan kepada tunangannya. "Saya harus ke kamar mandi sebentar."

Catherine menoleh kemudian memberikan anggukan kecil yang sopan. Astaga, perempuan ini kaku seperti batang kayu. Bahkan perempuan itu sama sekali tak bergerak dari tempat duduknya saat melakukan itu. Henry segera bangkit dan memutar tumit, melangkah tergesa menuju toilet.

Namun, ia mendadak berbalik dan keluar dari gedung itu melalui pintu rahasia, yang ia ketahui secara tak sengaja ketika ingin mencari tempat persembunyian. Gedung istana ini sungguh besar dan berlapis-lapis, dengan banyak ruangan dan pintu rahasia. Demi pertunangan Henry yang disiarkan live di beberapa stasiun televisi Arthanavia, pintu depan istana dibuka dengan keamanan penuh, karena para rakyat dipersilakan untuk menonton tayangan selama acara berlangsung melalui layar yang ditaruh di beberapa tempat strategis di salah satu aula yang khusus untuk menampung para warga negara yang diundang secara eksklusif. Di teras dan halaman istana, penuh orang yang penasaran dengan hingar bingar pesta pertunangan kerajaan yang sangat langka ini.

Henry duduk di salah satu anak tangga halaman belakang istana, yang sepi, karena memang hanya sedikit orang yang mengetahui tempat ini. Tempat tersebut kecil, tetapi tersembunyi dari para kerumunan orang yang tak henti-hentinya datang untuk melihat acara pertunangan. Henry mendengkus geli melihat orang-orang itu. Mengapa mereka harus bersusah payah menonton acara orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan mereka?

Kemudian terdengar langkah yang tergesa, mendekati tempat Henry. Lelaki itu terkesiap, karena merasa takut persembunyian ketahuan.

Henry bangkit berdiri tetapi malah menabrak sesuatu--mungkin seseorang bertubuh mungil yang terasa pas dalam dekapannya.

"Aduh, maaf." Suara lembut nan halus menerpa indera pendengaran Henry. Karena lokasi mereka minim cahaya, lelaki itu sampai harus memicingkan mata untuk bisa mengenali wajah perempuan yang menabraknya itu.

"Bagaimana Anda bisa sampai kemari?" tanya Henry penasaran. Namun ia lega, bahwa yang berada bersamanya sekarang bukan pengawal kerajaan atau si Arthemis, mayor yang rese itu.

"Sepertinya aku tersesat. Aku kemari bersama adikku, tapi tadi sapu tanganku terjatuh dan aku mengambilnya. Lalu aku melihat dan dia sudah tidak ada. Bisakah Anda menunjukkan jalan keluarnya? Tempat ini besar."

Meski pun minim penerangan, tapi Henry bisa melihat ekspresi kebingungan dari perempuan yang tampak lugu dan polos itu. "Ini ruangan yang tak sembarangan orang bisa masuk."

Perempuan itu terbelalak, "Ya ampun. Apa ini ruangan militer? Tapi aku bisa melihat langit terbuka dari sini. Maaf, semoga aku tidak akan mendapatkan hukuman karena salah masuk ruangan."

Henry tergelak. "Tidak, tidak ada yang akan menghukummu. Boleh aku tahu siapa namamu?"

Perempuan itu menjawab ragu-ragu. "Aku ..."

"Sepertinya kamu takut padaku." Henry tersenyum jahil. Ia bersyukur telah melepas tuxedonya yang dipenuhi emblem kerajaan, karena sekarang ia hanya mengenakan kemeja biru yang tidak menunjukkan identitasnya.

"Maaf. Tapi aku tidak boleh mudah percaya dengan orang asing."

"Baiklah. Aku mengerti. Kamu bisa keluar dari pintu tempat kamu masuk tadi, lalu belok kiri dan menyusuri lorong itu terus. Di ujung lorong adalah aula tempat pertunangan digelar. Kamu bisa bertanya pada pengawal untuk menunjukkanmu arah ke aula Peach, yang digunakan untuk undangan khusus."

"Oh, terima kasih." Gadis berambut pirang itu menunduk memegang ujung gaunnya.

Henry tersenyum kemudian kembali duduk di tangga, menatap langit berbintang.

"Kalau ... boleh, apakah Anda keberatan jika aku duduk di sini? Aku suka menatap langit berbintang." Gadis itu menatap Henry malu-malu. "Dan itu, bintang terbesar di atas langit, namanya adalah Vega."

"Selama kamu tidak menggangguku, aku tidak akan keberatan. Silakan saja. Aku sedang dalam melarikan diri dari sesuatu."

Gadis pirang itu tertegun, "Oh, apakah Anda seorang penjahat?"

Pertanyaan polos itu membuat Henry tertawa. "Bukan. Aku bukan penjahat. Hanya saja, aku ... tidak suka berada dalam kerumunan ini. Kamu tahu, tempat yang ramai orang."

"Oh. Anda mengingatkanku pada ... adikku. Adik perempuanku. Dia juga suka melarikan diri, kalau berhadapan dengan kerumunan orang banyak, apalagi yang suka berbicara omong kosong. Tapi adikku itu, dia sangat pemberani dan suka berinisiatif. Ia pandai berbicara di hadapan publik."

Henry manggut-manggut. "Oh. Namun, mengapa kamu hanya bercerita tentang adikmu, kamu juga boleh bercerita tentang dirimu. Sini, duduklah. Akan kubersihkan sehingga gaunmu tidak kotor." Tangan lelaki itu membersihkan lantai di sebelahnya, yang kemudian diduduki oleh gadis berambut pirang tersebut.

"Aku ... " Gadis itu tersenyum. "Tak banyak yang bisa kuceritakan tentang diriku. Aku hanya gadis biasa saja. Dan saat ini, aku kemari karena adikku ingin mengajakku untuk menghabiskan waktu bersama, sebelum aku menikah."

"Oh, selamat." Henry mengulurkan tangan. Gadis itu menyambutnya dengan ragu. Namun, tangan gadis itu sangat halus hingga membuat jantung Henry berdesir.

"Terima kasih." Gadis itu menatap Henry dan terkejut melihat mata lelaki itu. Sinar bulan yang menerangi mereka benar-benar membuat mata Henry berkilauan dengan indah. "Anda memiliki mata yang sangat bagus."

Henry mengulum senyum. "Terima kasih. Kamu orang yang ke sejuta kalinya mengatakan itu."

Related chapters

  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   First Kisses

    "Sudah banyak orang yang mengatakan bahwa mataku indah." Henry tersenyum simpul. Perlahan ia mengarahkan matanya, memindai setiap jengkal wajah gadis berambut pirang di hadapannya. "Namun, matamu jauh lebih indah." Gadis itu menggigit bibir dengan gugup, sebelum ia memalingkan muka. Ia tak mengerti mengapa jantungnya berdebar begitu keras di bawah tatapan lelaki asing itu. Lidahnya mendadak kelu, sebelum akhirnya ia memalingkan wajah.“Siapa namamu?” tanya Henry dengan nada lembut. Ia mundur selangkah demi mengurangi ketidaknyamanan gadis di hadapannya.“Aku ... Mary.” Gadis itu tak berani menyebutkan nama keluarganya, karena takut akan mendapatkan masalah di kemudian hari.“Mary, namamu sungguh indah seperti wajahmu. Namun, kamu pasti sudah sering mendengar pujian seperti itu.”Pipi Mary bersemu merah, sehingga menyebabkan gadis itu menundukkan kepala. “Sebenarnya, ini pertama kalinya aku mendengar pujian seperti itu.”Ada gejolak yang mendadak menggelora dalam hati Henry, ketika m

    Last Updated : 2022-07-01
  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Merebut Mary

    "Dari mana saja kamu?" Raja Reginald memandang murka ke arah adiknya yang tampak termangu. Langkah kaki Henry terkesan lunglai tak bertenaga, kontras dengan kemarahan sang kakak. "Maaf. Aku akan masuk." Reginald mengerutkan glabela, merasa aneh dengan respons sang adik yang tidak membantahnya seperti biasa. "Kamu ..." "Aku hanya butuh udara segar, Yang Mulia. Sekarang aku akan masuk." Pipi Henry berdenyut nyeri, tetapi ia lebih merasakan sakit yang menusuk di dalam hatinya. Henry merasa lega karena acara pertunangannya hampir berakhir. Catherine masih duduk dengan kaku di kursinya, seolah ia memang dipahat di sana, dengan wajah minim ekspresi. "Maaf jika kamu menunggu lama, Putri Catherine," salam Henry kepada tunangannya yang menanggapinya dengan anggukan samar. Lelaki itu mengembuskan napas, kemudian duduk. Ia mengikuti sisa prosesi pertunangan mereka dengan wajah sama seperti tunangannya. Mungkinkah ini yang sedang dialami oleh Catherine? Menyembunyikan rasa sakit hatinya dan

    Last Updated : 2022-07-03
  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Rahasia Anne

    "Dia menolak lamaranmu. Dan dia bersikeras akan menikah sore ini. Jadi sebaiknya kamu mundur, Henry." Reginald menatap sang adik yang tidak tidur semalaman karena menanti kabar baik dari Andrew. Raja itu juga bingung, mengapa Andrew yang sedari tadi menentang keinginan Henry, langsung tampak gembira ketika Henry menyebutkan nama putrinya. Mary bahkan menikah hari ini! Sungguh, sepertinya kerajaan Arthanavia sudah kehilangan orang waras. Reginald menerima undangannya, ia sendiri juga akan menyempatkan hadir. Calon suami Mary adalah Mayor Arthur Thompson. Bukan dari kalangan biasa-biasa saja. Berani betul, Andrew melepaskan komitmen itu hanya karena Henry menginginkan putrinya? "Tidak. Aku akan ke sana dan melamarnya sendiri!" "Henry!" Reginald berusaha mencegah agar adiknya tidak bertindak bodoh. "Hentikan kegilaanmu itu dan sadarlah!" Namun, Henry segera melepaskan tangan sang kakak dan segera berlari menuju garasi kerajaan. Ia sudah dikuasai egonya, yang tidak mau kalah karena ad

    Last Updated : 2022-07-04
  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Terbongkarnya Rahasia

    "Anne, Anne! Mengapa kamu di dalam kamar? Keluarlah!" Andrew berkata dengan riang gembira, tak menyangka nasib baiknya sudah tepat berada di depan mata. "Iya, Ayah?" Gadis itu menatap pintu kamarnya yang tertutup dengan panik. "Anne, mengapa kamu tidak bilang bahwa kamu yang bertemu pangeran dan bukannya, Mary? Pangeran sepertinya bingung antara kalian berdua. Dia ingin bertemu denganmu. Ayo cepat keluar!" Pangeran? Anne tertegun. Mengapa tiba-tiba pangeran ingin bertemu dengannya? Anne yakin bahwa ia tadi tidak melihat iring-iringan mobil kerajaan yang datang. Lagipula, kapan ia bertemu pangeran? Anne membuka pintu kamarnya dengan menyimpan rasa penasaran itu di dalam hati. Matanya segera menyambut sang ayah yang langsung memegang tangannya dengan wajah berseri. "Anne, oh, Anne. Ayah tak menduga kamu akhirnya bisa menembus keluarga kerajaan! Mari kita turun ke bawah. Pangeran Henry tak sabar ingin bertemu denganmu!" Gelak tawa Andrew tak mampu menghapus kegundahan di hati Anne.

    Last Updated : 2022-07-05
  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Pemberkatan Mary Jane Thomas

    Henry pulang ke kota Gaia dengan kecewa. Padahal ia sudah selangkah lebih dekat dengan Anne. Namun, paling tidak, ia sudah tahu identitas gadis itu. Henry bertekad akan menemuinya setelah huru-hara pembatalan pertunangannya berakhir. Ia harus menyampaikan berita gembira ini kepada Reginald. Setidaknya ia tidak perlu bertikai dengan suami orang. Anne masih lajang, statusnya masih keluarga pejabat parlemen. Tentu akan jauh lebih mudah meyakinkan parlemen untuk menerima Anne sebagai istrinya. Sementara itu di kediaman Thomas, Anne duduk diam di tepi ranjangnya. Ayahnya benar-benar murka karena ia telah melakukan kebodohan yang luar biasa. "Katakan pada Ayah, apa yang kamu lakukan di sana? Kamu hanya menyusup saja, kan? Hanya datang dan bertemu dengan pangeran kan?" desak Andrew. Anne menggeleng lemah. Ayahnya mungkin bukan orang kolot yang menutup mata dengan kegiatan seksual sang putri, tapi bercinta di ruang janitor, sementara suara mereka sempat membuat para pengawal kebingungan

    Last Updated : 2022-07-05
  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Tekad Henry

    Kata Gaia yang meluncur dari bibir Anne membuat Mary membeku. Kenangan dirinya yang berciuman di bawah sinar bintang kembali terlintas. "Hei, Mary. Kenapa wajahmu tampak tegang begitu?" "Aku butuh bicara denganmu sebentar." Suara Mary lebih menyerupai bisikan, yang membuat Anne mengerutkan glabela. "Baiklah." Anne menarik sang kakak untuk menjauh dari kerumunan tamu yang sedang berdansa, lalu berseru, "Maaf, Pengantin Wanita butuh pipis!" Sesampainya di toilet, Anne membuka semua pintu bilik yang ada untuk memastikan tak ada orang di sana. Barulah setelah itu ia berpaling kepada Mary yang bersandar pada wastafel. "Aku telah melakukan kesalahan besar, Anne!" "Tapi apa? Kamu sudah mengucapkan sumpah pernikahan, kamu juga bilang kamu bahagia menikahi Arthur. Apa yang salah?" Mary menggeleng dan menggigit bibirnya. "Kemarin ... saat kita berada di istana untuk pertunangan Pangeran ..." "Benar. Kamu menghilang saat kita hendak menuju tempatnya dan setelah aku menemukanmu, kamu mala

    Last Updated : 2022-07-26
  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Kegaduhan di Balairaja

    Suara desahan tertahan terdengar dari balik dinding. Seseorang berpakaian seperti prajurit dengan emblem bintang di bahunya mengernyit, karena ia seharusnya tidak mendengar suara seperti itu di ruangan ini."My Lord!" Suara tersebut terdengar lagi disertai erangan yang panjang. Jelas sekali itu suara perempuan. Meski pun suara tersebut tidak terlalu keras, tetapi prajurit tersebut mendengarnya dengan jelas.Si prajurit yang menahan teriakan histerisnya, segera memberi kode kepada rekannya yang juga sedang berjaga, untuk menghampirinya."Ada apa?" tanya temannya dengan suara berbisik. Pesta sedang berlangsung, para menteri telah saling menyapa dan berbicara dengan tangan-tangan memegang gelas anggur. Tawa membahana menjadi dominan di ruangan itu, tapi tak ada yang bisa menandingi suara desahan yang kini mulai semakin gencar didengarkan oleh prajurit tersebut. Ia kemari untuk menjaga ruangan itu dari hal-hal yang tak diinginkan menyangkut keselamatan, karena orang nomor satu di negara Ar

    Last Updated : 2022-06-07
  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   The Playboy of Arthanavia

    “Kamu itu seorang pangeran, Henry! Bisa-bisanya kamu mempermalukan nama keluarga kita hanya demi nafsumu! Memangnya kamu tidak mau mempergunakan otakmu?” Reginald menanggalkan semua formalitas dan ketenangannya ketika ia hanya berdua dengan adiknya di ruangan pribadi.“Astaga, Yang Mulia.” Henry menghela napas. “Tidak banyak orang yang tahu, lagipula toh, itu tidak menambah apa-apa ketimbang popularitas kita yang akan semakin naik, ya kan?”“Henry Leonard Baldwin! Jaga bicaramu! Kita sudah bekerja keras dari generasi ke generasi mempertahankan reputasi kita, lalu kamu malah seenaknya sendiri? Kamu berada di nomor satu pewaris tahta. Kelakuanmu ini hanya akan mengecewakan rakyat kita!” Reginald berkacak pinggang, menunjuk adik laki-lakinya yang badung itu, karena tak tahan dengan emosinya yang meluap.“Yang Mulia, mereka toh tak peduli bagaimana perilaku kita selama kita tidak mengemplang pajak dan tampil baik di media.” Henry mengusap rambutnya yang ditata dengan indah setiap pagi ole

    Last Updated : 2022-06-07

Latest chapter

  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Tekad Henry

    Kata Gaia yang meluncur dari bibir Anne membuat Mary membeku. Kenangan dirinya yang berciuman di bawah sinar bintang kembali terlintas. "Hei, Mary. Kenapa wajahmu tampak tegang begitu?" "Aku butuh bicara denganmu sebentar." Suara Mary lebih menyerupai bisikan, yang membuat Anne mengerutkan glabela. "Baiklah." Anne menarik sang kakak untuk menjauh dari kerumunan tamu yang sedang berdansa, lalu berseru, "Maaf, Pengantin Wanita butuh pipis!" Sesampainya di toilet, Anne membuka semua pintu bilik yang ada untuk memastikan tak ada orang di sana. Barulah setelah itu ia berpaling kepada Mary yang bersandar pada wastafel. "Aku telah melakukan kesalahan besar, Anne!" "Tapi apa? Kamu sudah mengucapkan sumpah pernikahan, kamu juga bilang kamu bahagia menikahi Arthur. Apa yang salah?" Mary menggeleng dan menggigit bibirnya. "Kemarin ... saat kita berada di istana untuk pertunangan Pangeran ..." "Benar. Kamu menghilang saat kita hendak menuju tempatnya dan setelah aku menemukanmu, kamu mala

  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Pemberkatan Mary Jane Thomas

    Henry pulang ke kota Gaia dengan kecewa. Padahal ia sudah selangkah lebih dekat dengan Anne. Namun, paling tidak, ia sudah tahu identitas gadis itu. Henry bertekad akan menemuinya setelah huru-hara pembatalan pertunangannya berakhir. Ia harus menyampaikan berita gembira ini kepada Reginald. Setidaknya ia tidak perlu bertikai dengan suami orang. Anne masih lajang, statusnya masih keluarga pejabat parlemen. Tentu akan jauh lebih mudah meyakinkan parlemen untuk menerima Anne sebagai istrinya. Sementara itu di kediaman Thomas, Anne duduk diam di tepi ranjangnya. Ayahnya benar-benar murka karena ia telah melakukan kebodohan yang luar biasa. "Katakan pada Ayah, apa yang kamu lakukan di sana? Kamu hanya menyusup saja, kan? Hanya datang dan bertemu dengan pangeran kan?" desak Andrew. Anne menggeleng lemah. Ayahnya mungkin bukan orang kolot yang menutup mata dengan kegiatan seksual sang putri, tapi bercinta di ruang janitor, sementara suara mereka sempat membuat para pengawal kebingungan

  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Terbongkarnya Rahasia

    "Anne, Anne! Mengapa kamu di dalam kamar? Keluarlah!" Andrew berkata dengan riang gembira, tak menyangka nasib baiknya sudah tepat berada di depan mata. "Iya, Ayah?" Gadis itu menatap pintu kamarnya yang tertutup dengan panik. "Anne, mengapa kamu tidak bilang bahwa kamu yang bertemu pangeran dan bukannya, Mary? Pangeran sepertinya bingung antara kalian berdua. Dia ingin bertemu denganmu. Ayo cepat keluar!" Pangeran? Anne tertegun. Mengapa tiba-tiba pangeran ingin bertemu dengannya? Anne yakin bahwa ia tadi tidak melihat iring-iringan mobil kerajaan yang datang. Lagipula, kapan ia bertemu pangeran? Anne membuka pintu kamarnya dengan menyimpan rasa penasaran itu di dalam hati. Matanya segera menyambut sang ayah yang langsung memegang tangannya dengan wajah berseri. "Anne, oh, Anne. Ayah tak menduga kamu akhirnya bisa menembus keluarga kerajaan! Mari kita turun ke bawah. Pangeran Henry tak sabar ingin bertemu denganmu!" Gelak tawa Andrew tak mampu menghapus kegundahan di hati Anne.

  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Rahasia Anne

    "Dia menolak lamaranmu. Dan dia bersikeras akan menikah sore ini. Jadi sebaiknya kamu mundur, Henry." Reginald menatap sang adik yang tidak tidur semalaman karena menanti kabar baik dari Andrew. Raja itu juga bingung, mengapa Andrew yang sedari tadi menentang keinginan Henry, langsung tampak gembira ketika Henry menyebutkan nama putrinya. Mary bahkan menikah hari ini! Sungguh, sepertinya kerajaan Arthanavia sudah kehilangan orang waras. Reginald menerima undangannya, ia sendiri juga akan menyempatkan hadir. Calon suami Mary adalah Mayor Arthur Thompson. Bukan dari kalangan biasa-biasa saja. Berani betul, Andrew melepaskan komitmen itu hanya karena Henry menginginkan putrinya? "Tidak. Aku akan ke sana dan melamarnya sendiri!" "Henry!" Reginald berusaha mencegah agar adiknya tidak bertindak bodoh. "Hentikan kegilaanmu itu dan sadarlah!" Namun, Henry segera melepaskan tangan sang kakak dan segera berlari menuju garasi kerajaan. Ia sudah dikuasai egonya, yang tidak mau kalah karena ad

  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Merebut Mary

    "Dari mana saja kamu?" Raja Reginald memandang murka ke arah adiknya yang tampak termangu. Langkah kaki Henry terkesan lunglai tak bertenaga, kontras dengan kemarahan sang kakak. "Maaf. Aku akan masuk." Reginald mengerutkan glabela, merasa aneh dengan respons sang adik yang tidak membantahnya seperti biasa. "Kamu ..." "Aku hanya butuh udara segar, Yang Mulia. Sekarang aku akan masuk." Pipi Henry berdenyut nyeri, tetapi ia lebih merasakan sakit yang menusuk di dalam hatinya. Henry merasa lega karena acara pertunangannya hampir berakhir. Catherine masih duduk dengan kaku di kursinya, seolah ia memang dipahat di sana, dengan wajah minim ekspresi. "Maaf jika kamu menunggu lama, Putri Catherine," salam Henry kepada tunangannya yang menanggapinya dengan anggukan samar. Lelaki itu mengembuskan napas, kemudian duduk. Ia mengikuti sisa prosesi pertunangan mereka dengan wajah sama seperti tunangannya. Mungkinkah ini yang sedang dialami oleh Catherine? Menyembunyikan rasa sakit hatinya dan

  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   First Kisses

    "Sudah banyak orang yang mengatakan bahwa mataku indah." Henry tersenyum simpul. Perlahan ia mengarahkan matanya, memindai setiap jengkal wajah gadis berambut pirang di hadapannya. "Namun, matamu jauh lebih indah." Gadis itu menggigit bibir dengan gugup, sebelum ia memalingkan muka. Ia tak mengerti mengapa jantungnya berdebar begitu keras di bawah tatapan lelaki asing itu. Lidahnya mendadak kelu, sebelum akhirnya ia memalingkan wajah.“Siapa namamu?” tanya Henry dengan nada lembut. Ia mundur selangkah demi mengurangi ketidaknyamanan gadis di hadapannya.“Aku ... Mary.” Gadis itu tak berani menyebutkan nama keluarganya, karena takut akan mendapatkan masalah di kemudian hari.“Mary, namamu sungguh indah seperti wajahmu. Namun, kamu pasti sudah sering mendengar pujian seperti itu.”Pipi Mary bersemu merah, sehingga menyebabkan gadis itu menundukkan kepala. “Sebenarnya, ini pertama kalinya aku mendengar pujian seperti itu.”Ada gejolak yang mendadak menggelora dalam hati Henry, ketika m

  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Pertunangan Henry Baldwin

    Henry Baldwin akhirnya terpaksa berdiri di aula yang megah dan mewah ini, mengenakan tuxedo yang dirancang oleh desainer terkenal menatap para undangan dengan mata kosong. Lelaki itu entah mengapa menuruti permintaan sang kakak, yang juga rajanya, untuk bertunangan dengan Catherine of Monaco. Putri dari kerajaan Monaco itu telah datang sebulan yang lalu, menjalani bimbingan dan pengajaran tradisi pertunangan sesuai dengan adat Arthanavia, demi bisa menyesuaikan dirinya pada saat hari H pertunangannya.Hingar bingar pesta kali ini sama sekali tak membuat Henry tergerak. Biasanya dia adalah raja pesta, mabuk-mabukan hingga berdansa dengan penuh gairah, tetapi kali ini ia merasa kebebasannya telah dikebiri. Henry Baldwin hanya akan setia pada satu perempuan, seumur hidupnya, padahal ia belum puas untuk bersenang-senang. Baginya menikah adalah penjara seumur hidup. Lihatlah kakaknya yang menikah dengan putri dari keluarga bangsawan Arthanavia itu. Henry takkan bisa seperti sang kakak, yan

  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   Sweet Girl and Bitches in Bed

    "Apa-apaan kamu ini, Anne?" Mary mendelik ketika menatap bungkusan yang barusan diberikan oleh adiknya itu.Anne tersenyum menggoda. "Ayolah, kamu akan menikah akhir pekan ini. Itu hadiah pernikahanmu, enjoy!"Mary, putri sulung keluarga Thomas memiliki rambut berwarna pirang keeemasan yang indah, menaruh bungkusan itu ke atas ranjangnya. Kertas pembungkusnya saja sudah meneriakkan nama perusahaan yang memproduksi pakaian dalam yang terkenal di dunia, Victoria's Secret. Gadis itu merasa risih bahkan sebelum membukanya."Tidak, aku takkan membukanya." Mary bergidik, menatap wajah cantik adiknya yang berambut hitam legam, kontras dengan kulitnya yang pucat. Selama ini, setiap orang yang melihat putri-putri keluarga Thomas selalu mengatakan bahwa Anne adalah kecantikan yang sempurna. Sementara Mary adalah simbol gadis sederhana dengan wajah yang biasa-biasa saja. Meski pun rambutnya yang pirang keemasan itu selalu membuat siapa pun menoleh dan menatapnya."Ssst, aku susah payah mendapatk

  • Tujuh Ratu untuk Sang Raja   The Playboy of Arthanavia

    “Kamu itu seorang pangeran, Henry! Bisa-bisanya kamu mempermalukan nama keluarga kita hanya demi nafsumu! Memangnya kamu tidak mau mempergunakan otakmu?” Reginald menanggalkan semua formalitas dan ketenangannya ketika ia hanya berdua dengan adiknya di ruangan pribadi.“Astaga, Yang Mulia.” Henry menghela napas. “Tidak banyak orang yang tahu, lagipula toh, itu tidak menambah apa-apa ketimbang popularitas kita yang akan semakin naik, ya kan?”“Henry Leonard Baldwin! Jaga bicaramu! Kita sudah bekerja keras dari generasi ke generasi mempertahankan reputasi kita, lalu kamu malah seenaknya sendiri? Kamu berada di nomor satu pewaris tahta. Kelakuanmu ini hanya akan mengecewakan rakyat kita!” Reginald berkacak pinggang, menunjuk adik laki-lakinya yang badung itu, karena tak tahan dengan emosinya yang meluap.“Yang Mulia, mereka toh tak peduli bagaimana perilaku kita selama kita tidak mengemplang pajak dan tampil baik di media.” Henry mengusap rambutnya yang ditata dengan indah setiap pagi ole

DMCA.com Protection Status