Share

Tragedi Mengenaskan

Brak!

Suara keras itu membangunkan gadis kecil dengan bolamata coklat yang tengah tertidur. Ia langsung menghidupkan lampu tidurnya dan melihat kearah jam dinding bermotif doraemon yang menunjukan pukul 01:00 dini hari.

“Suara apa ya itu?” gumamnya.

Perlahan, ia mulai menyikapnya selimut yang menutupi tubuhnya dan turun dari kasur. Gadis itu melangkahkan kakinya secara perlahan menuju pintu kamarnya.

Ceklek.

Ia membuka pintu tersebut secara perlahan. Tiba-tiba, ia melihat bayangan hitam berjalan menuju kearah ruang depan. Rasa penasaran pun muncul dalam benaknya. Ia mulai melangkahkan kakinya menuju ruang tersebut. 

“Tolong !!!”

Tiba-tiba, teriakan minta tolong membuat gadis kecil itu menghentikan langkahnya. Ia menoleh dan mendengar asal suara itu dari arah tangga.

Dengan cepat, ia pun berlari kecil menuju tangga. Sepontan ia mengerem langkahnya, melihat bahwa suara itu berasal dari sang Papah, yang tengah diseret oleh seseorang berpakaian serba hitam. Dengan tubuh yang berlumuran darah, Papahnya diseret kasar dari arah tangga menuju arah taman belakang.

Seketika tubuhnya kaku, matanya terbuka lebar serta seluruh tubuhnya merinding,  napasnya tak beranturan melihat kejadian tersebut. 

“Pa—“

“Ssttt ....”

Ucapannya terhenti ketika ada seseorang yang menutup mulutnya seraya memeluknya dari belakang, gadis itu langsung menoleh melihat seseorang tersebut yang tak lain adalah Mamahnya. Sontak, ia langsung berbalik dan memeluk sang Mamah.

“Mamah.” gumamnya lirih.

“Ssttt ... iya sayang. Ada Mamah disini, kamu jangan takut ya.” bisiknya lembut seraya mengusap lembut rambut sang anak.

“Mah ... Papah, Mah. Papah di—“

“Ssttt ... iya sayang, Mamah tahu. Diam ya sayang.” ucap Aira dengan suara lirih. 

Xena melonggarkan pelukannya, ia menatap sang Mamah dengan airmata yang mulai menetes dipipi Chubby-nya.

Tiba-tiba, ada seseorang dengan pakaian serba hitam lengkap dengan penutup kepala, berjalan mendekatinya seraya membawa sebuah balok besar. Sontak Xena pun terbelalak. Baru saja ia akan mengatakan sesuatu namun, seseorang itu langsung memukul punggung sang Mamah dan berhasil terjatuh.

Bugh!

 “Mamah!” Jeritnya.

Aira tergeletak dalam keadaan telungkup. Sedangkan Xena menatap seseorang tersebut dengan perasaan takut dan juga tegang. Perlahan, gadis itu memudurkan langkahnya, ia menghindari seseorang itu yang terus berjalan mendekatinya. 

“Jangan sakiti anak saya.”

Suara rintihan itu datang dari Aira yang ternyata masih sadar, ia menatap sang anak dan mencoba untuk bangkit dari posisinya.

“Mamah.” gumamnya.

Xena langsung mendekati sang Mamah, dan membantunya untuk bangkit. Namun, belum sempat ia meraih tangan sang Mamah, seseorang itu dengan ganas langsung menarik tangan Aira dan menarik kasar wanita itu ke-area belakang rumah. 

“Mamah ... Mamah!”

Teriakan Xena begitu memekik hingga airmata itu terjun bebas dipipinya. Gadis itu mengambil barang apapun yang berada disana dan melempari seseorang itu dengan barang tersebut. Aira mencoba untuk berontak, tapi kekuatan seseorang itu begitu kuat hingga ia tak dapat melawan, apalagi pusing dikepalanya akibat benturan tadi membuat pandangannya mulai terasa buram.

“Mamah ... Mah! Jangan sakiti Mamah saya!” Teriak Xena yang berlari mengikuti seseorang tersebut.

Aira dilempar kearah taman belakang rumahnya, tepat disebelah Aron yang sudah berlumuran darah. Xena menghentikan langkahnya, matanya terbelalak melihat kedua orangtuanya terluka didepan sana. Sekujur tubuhnya membeku, seperti es yang berada dikutub utara. Jangankan melangkahkan kaki, menelan ludahnya sendiri pun ia tak mampu. 

Ada beberapa orang dengan pakaian serba hitam tengah mengelilingi kedua orangtuanya, semuanya memakai penutup kepala yang sama hingga Xena tidak bisa mengenali mereka semua. 

Bugh!

Satu pukulan keras mendarat mulus diperut Aron dengan menggunakan sebuah besi yang panjang, hingga lelaki itu memuncratkan darah dari mulutnya. Aira yang masih tersadar, langsung memeluk sang suami yang berada disebelahnya. 

“Jangan sakiti suami saya!” teriaknya lirih.

Perkataan Aira tidak digubris oleh mereka. Malah salah satu dari mereka menarik kasar Aira dan memukulnya dengan besi panjang itu hingga memunculkan suara menggema disana. Lagi-lagi Xena melihat kejadian itu lagi, dan berhasil membuat tubuh mungilnya lemas hingga merosot kebawah dan terduduk dilantai.

Salah satu dari mereka ada yang memakai Jaz hitam namun tetap dengan penutup kepala, hingga Aira dan Aron tidak dapat mengenali seseorang tersebut. Lelaki itu bertekuk lutut dan mendekati mereka. 

“Apa mau kalian? Apa salah keluarga kami?!” tanya Aira dengan lirih dan juga meringis menahan rasa sakit ditubuhnya.

Seseorang yang memakai jaz tersebut membuka penutup kepalanya, ia memberikan senyuman smirk kepada Aira dan berhasil membuat wanita itu terbelalak melihat seseorang tersebut, ia menelan salivanya karena mengenali seseorang itu.

“Ka-kamu?”

Seseorang itu hanya tersenyum smirk dan kembali menutup kepalanya, lalu ia bangkit dari posisinya. “Habisi mereka sekarang!” perintahnya kepada mereka semua.

“Jangan!”

Teriakan Xena yang keras, membuat semuanya menatap gadis kecil itu. Begitupun juga lelaki yang memakai jaz tersebut. Xena mencoba untuk berdiri walaupun kakinya terasa lemas, gadis kecil itu berjalan menuju kedua orangtuanya disana.

“Pergi, Nak! Jangan kesini, pergi yang jauh sayang ....” teriak Aira pada anaknya.

Lelaki berpakaian jaz itu menoleh kearah Aira. “Itu anak anda?” tanyanya dengan nada datar namun terdapat arti yang membingungkan.

“Jangan sakiti anak saya.” lirihnya.

Lelaki itu tidak mendengarkan perkataan Aira, ia memberi kode kepada yang lain untuk segera menghabisi mereka.

Sedangkan lelaki itu berjalan menuju Xena, sontak gadis kecil itu yang awalnya akan mendekati kedua orangtuanya langsung menghentikan langkahnya, ia justru memundurkan kakinya secara perlahan menghindari seseorang itu.

“Siapa kamu?” tanyanya lirih dengan kaki yang terus berjalan mundur.

“Ssttt ... kamu tidak perlu takut gadis kecil.” ucapnya dengan lembut, tapi malah membuat Xena semakin takut.

Xena semakin memundurkan langkahnya, namun karena rasa takut yang sangat kuat membuatnya tak mampu untuk melangkahkan kaki dan akhirnya gadis kecil itu terduduk lemas. Ia terus memundurkan dirinya dengan menggeser posisi duduknya kebelakang. Tatapan mata seseorang tersebut, sungguh membuat Xena benar-benar merasa takut.

Bugh!

Brak!

BUGH!!!

Suara pukulan serta teriakan kedua orangtuanya membuat Xena langsung terdiam, pandangannya langsung tertuju pada kedua orangtunya disana. Matanya terbelalak teteasan airmata terus mengalir dipipi chubby-nya, gadis kecil itu menyaksikan sendiri kedua orangtuanya yang disiksa serta dipukuli berkali-kali oleh mereka.

Cairan merah nan kental mengalir deras dari tubuh kedua orangtuanya. Pukulan demi pukulan mereka tuju pada tubuh tersebut. Sobekan disudut bibir sang Mamah serta cairan merah yang menyelimuti tubuh sang Papah membuat tubuh gadis kecil itu lemah tak berdaya. 

Dor ...

Dor !

DOR!

Bahkan, disaat tubuh kedua orangtuanya sudah tak berdaya, mereka menembaknya beberapa kali hingga memunculkan suara yang menggemma. Air kolam yang awalnya jernih, kini berubah menajdi keruh berwarna merah akibat tercampur dengan darah kedua orangtuanya yang mengalir kedalam kolam tersebut.   

Byur ....

  Terlihat bahwa keduanya sudah tak bernapas, membuat mereka malah membuang mayat tersebut kedalam kolam, hingga air didalam kolam tersebut sudah bercampur aduk tak karuan. Bahkan, suara petir yang muncul secara tiba-tiba, membuat suasana yang mencekamkan di rumah itu semakin terasa mengerikan.

 Bugh!

Tiba-tiba, tubuh gadis kecil itu terjatuh. Matanya masih terbuka namun pikirannya tak tahu kemana. Gadis kecil berusia 10 tahun itu melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa kediua orangtuanya dibantai habis-habisan dengan segerombolan orang yang tidak dikenal.

Tubuhnya terbaring lemas menatap langit gelap malam itu dengan beberapa tetes air hujan yang mulai turun ke bumi.

Lelaki berjaz hitam itu langsung mengendong gadis kecil tersebut lalu membawanya masuk kedalam rumah.

Kejadian yang baru saja ia alami, membuat Xena masih terlihat linglung, ia sama sekali tak sadar bahwa dirinya sudah dibaringkan disofa ruang depan.

Tatapannya masih kosong, gafis itu terdiam tak mengeluarkan suara apapun.

Lelaki yang mempobongnya tadi menyelipkan helaian rambut yang menutupi wajah mungilnya kebelakang telinga. Ia tersenyum smirk dibalik topeng yang dikenakannya.

“Hei ... Gadis kecil. Siapa namamu?” tanyanya lembut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status