Share

Masa sekarang

“Hei ... Gadis kecil. Siapa namamu?” tanyanya lembut.

Perlahan, pandanganya tertuju pada seseorang tersebut, masih dengan tubuh lemas tak berdaya, ia menjawab pertanyaanya. “Xena.” jawabnya lembut.

“Tenang gadis kecil. Kedua orangtua kamu, sudah saya antar ke surga.” bisiknya pada Xena dengan belaian lembut dipipi Chubby-nya.

Lelaki itu mengusap lembut kepalanya lalu mencium sekilas keningnya dan pergi. Ia bejalan menjauh dari gadis kecil itu, namun ditengah perjalanan ia menghentikan langkahnya sejenak, lalu menoleh menatap gadis itu yang masih terdiam membisu ditempatnya.

‘Kamu gadis kecil yang cantik. Tunggu ketika kamu sudah dewasa nanti, aku akan kembali membawamu kesurga bersama dengan kedua orangtuamu disana.’ batinnya.

Lelaki itu kembali melanjutkan langkahnya dan berjalan menjauhinya, berkumpul bersama segerombolan yang lain dan segera pergi dari rumah itu.

Sedangkan Xena, masih berada disana terdiam sendirian dengan tatapan kosong dan tubuh yang masih lemah. Perlahan, sakit dikepalanya mulai terasa dikepalanya, rasa mual pun muncul dalam perutnya. 

“Huek!”

Gadis kecil itu memuntahkan cairan kental dari perutnya, lalu menutup kedua matanya dan tak sadarkan diri.

Pagi hari, suara kicauan burung serta sinar mentari yang muncul membuat secara perlahan, gadis dengan bolamata coklat itu terbangun dari pingsannya. Ia membuka kedua matanya dan melihat seisi ruangan rumahnya yang berantakan. 

‘Semalam aku mimpi buruk.’ batinnya.

Gadis itu bangkit, dan kakinya turun dari atas sofa itu. Tiba-tiba, ia merasa seperti menginjak sesuatu, matanya pun langsung tertuju pada kakinya. Matanya terbelalak ketika melihat yang ia injak adalah cairan merah yang sudah setengah kering. Dengan cepat, gadis itu mengalihkan kakinya dan langsung berdiri. 

Seketika, pikirannya teringat akan kejadian semalam, yang ia maksud itu adalah sebuah mimpi. Xena berlari menuju ketaman belakang rumahnya yang berdekatan dengan kolam renang. 

Matanya langsung terbelalak ketika melihat kedua orangtuanya sudah mengapung di kolam tersebut. Kepalanya terus menggeleng, ia masih tak percaya kalau kejadian mengenaskan malam itu bukanlah sebuah mimpi.

Dengan napas yang berderu naik turun gadis itu menjerit histeris. 

“AAAaaaa!!!!”

Tok ... Tok ... Tok ...

“Xena ... Xena Bangun! Hei! Xena bangun ....”

Gadis cantik bermata coklat itu langsung membuka kedua matanya, dengan napas yang berderu naik turun serta keringat yang mengucur diseluruh tubuhnya, ia langsung terbangun dan duduk diatas kasurnya.

Gadis itu mulai mengatur napasnya, dan untuk kesekian kalinya dirinya bermimpi itu lagi, mimpi yang sama saat kejadian mengenaskan itu terjadi. Xena mengusap seluruh wajahnya yang dipenuhi oleh tetesan airmata.

“Xena!”

Suara panggilan dari luar kamarnya, membuatnya menoleh kearah pintu tersebut. Ia sudah mengetahui kalau suara tersebut adalah dari tante Tania.

“Iya Tante.” jawabnya.

“Bangun Xena sudah siang.” teriaknya lagi dari luar kamar.

Gadis itu menarik napasnya dalam-dalam, lalu ia hembuskan secara perlahan, dan segera bangkit dari kasur berjalan menuju pintu kamarnya.

Ceklek.

Tania sudah berdiri didepan pintu kamar tersebut dengan raut wajah marah seraya memerhatikan keponakannya tersebut. Melihat ekspresi sang tante, Xena pun langsung tertunduk.

“Ini sudah jam berapa?! Kenapa kamu baru bangun, hah?”

“Ma-maaf Tante, Xena tadi habis mim—“

“Mimpi terus, mimpi terus! Itu saja alasan kamu. Tante pusing tau nggak, dengar kamu berbicara seperti ini terus. Jangan sementang-mentang kamu ini memiliki trauma, kamu jadi punya alasan untuk tidak melakukan apapun di rumah ini!”

Xena masih tertunduk. “Ma-maaf Tante.”

Suara amarah sang Mamah membuat Arabelle yang bersebelahan dengan kamar Xena pun langsung keluar dari kamarnya. Gadis yang sudah siap dengan seragam sekolahnya itu langsung menghampiri sang mamah dan juga sepupunya. 

“Ada apa sih, Mah? Pagi-pagi udah marahin Kak Xena.” 

“Mamah pusing dengerin ucapan dia yang selalu bilang kejadian pasal orangtuanya, seperti tidak ada pembahasan lain.”

“Mah ... Kak Xena kan punya trauma jadi Mamah harus ngertiian dia dong.”

Tania yang masih merasa kesal jelas memberi jawaban ketus pada anaknya. "Kamu itu sama saja seperti Papah kamu, selalu membela dia!” Tania langsung pergi dari situ.

Arabelle langsung mendekati Xena dan mengelus pundaknya. “Maafin Mamah ya Kak, perkataan Mamah jangan diambil hati.”

Xena menoleh kearah Arabelle dengan anggukan kecil dan senyuman tipis diwajah cantiknya. “Iya, Kakak nggak papa kok.”

“Yaudah kalau gitu kita ke ruang makan yuk Kak.” ajaknya yang langsung dianggukan oleh Xena.

 Mereka pun berjalan ke ruang makan dan sudah ada Tania dan juga Ardi yang tengah sarapan disana. Xena dan Arabelle duduk bersebelahan, belum juga Xena mengambil sesuatu di meja makan tersebut, namun Tania sudah meliriknya dengan tatapan sinis.

“Heh, enak sekali kamu. Bangun tidur langsung makan tanpa melakukan apapun.”

Ardi yang berada disebelahanya pun langsung menoleh kearah sang istri. “Mah ... kamu ini bicara apa sih? Tidak baik berbicara seperti itu pada Xena.” ucapnya dengan mempelankan volume suaranya.

“Pah, dia itu Cuma buat susah aja ada di rumah kita.” sahut Tania.

“Mamah kok ngomongnya seperti itu sih, Mah.” sela Arabelle yang mulai tak suka akan sikap Mamahnya terhadap Xena yang selalu seperti itu.

“Loh ... memang kenyataannya seperti itu. Dia itu sudah membuat Papah kamu bangkrut dari perusahaannya, gara-gara ngurusin dia yang selalu saja kambuh pasal trauma karena kejadian orangtuanya, sampai-sampai hak waris kedua orangtuanya tidak bisa diwariskan ke dia karena mentalnya yang terganggu. Dan lagi, dia harus hidup bersama kita disaat kondisi ekonomi kita yang seperti ini.”

“Cukup Mah! Jangan berbicara seperti itu didepan Xena, dia ini baru seminggu yang lalu keluar dari rehabilitasi, kondisinya belum cukup pulih.” sahut Ardi.

“Pah, Mamah bicara fakta! Supaya dia tahu kehadirannya itu membuat kita semua jadi susah!”

Ardi yang sudah tak tahan lagi mendengar ocehan sang istri pun akhirnya marah, ia berdiri dan menggebrak meja makan itu dan berhasil membuat semuanya terkejut. Ia berdiri tepat didepan sang istri.

“Cukup Mah! Cukup. Jangan pernah Mamah berbicara seperti itu lagi. Kasian xena.”

“Papah selalu membela dia.” 

Tania langsung pergi dari ruangan itu, ia merasa sangat kesal karena anak dan suaminya selalu membela kehadiaran Xena dirumah ini.

Xena yang masih belum pulih akan traumanya, mendengar kegaduhan tadi membuat dirinya merasakan ketakutan, apalagi melihat Ardi menggebrak meja itu, membuatnya mengingat akan suara saat kejadian mengenaskan kedua orangtuanya.

Arabelle yang berada disebelah Xena selalu menggenggam erat tangannya, ia sangat tahu kondisi sepupunya yang masih ada rasa trauma.

Ardi mengusap seluruh wajahnya, ia menghela napasnya beberapa kali mencoba untuk menenangkan diri atas amarah yang menyelimuti dirinya ini. Perlahan, ia menatap Xena, lalu duduk disebelahnya.

“Maaf ya Xena. Kamu harus mendengar perdebatan dirumah ini.”

Gadis cantik itu hanya mengangguk, dan masih dengan perasaan takut akan kejadian tadi. Detak jantungnya pun berdetak hebat mendengar pertengkaran tersebut yang membicarakan tentang dirinya yang dianggap hanya parasit bagi Tania.

Arabelle melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya, dan waktu telah menunjukkan pukul 06:50.

“Pah, sepertinya Ara harus berangkat sekarang.”

“Yasudah, kalau begitu kita sarapan dulu ya. Kamu juga ya Xena, sarapan.”

Xena mengangguk tanpa mengatakan sepatah katapun. Kemudian, Arabelle pun mengambilkan Xena sepiring nasi goreng lengkap dengan telor ceplok dan tak lupa ia pun mengambilkan segelas airputih untuk sepupunya itu. 

“Kak Xena makan ya.” ucapnya yang dianggukan oleh Xena.

Mereka pun sarapan bersama tanpa Tania yang masih kesal akan kehadiran Xena dirumah ini. Perlahan, Xena mulai memasukkan sesendok nasi kedalam mulutnya, dengan perasaan yang masih takut akan kejadian tadi, membuatnya mengunyah sarapan itu dengan pelan-pelan. 

‘Xena, ayo ... kamu harus kuat. Aku pasti bisa keluar dari rasa takutku selama ini. Aku tidak boleh seperti ini terus. Aku tidak boleh membuat Om dan Tante merasa terbebani akan kehadiranku dirumah ini, aku tidak boleh membuat susah mereka.’ batinnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status