Tak lama kemudian, mereka telah selesai sarapan. Arabelle pergi sekolah diantar oleh Ardi yang juga berangkat bekerja diperusahaan baru, ia tidak lagi memegang perusahannya. Karena sudah bangkrut, dan ia juga tidak bisa mengelolah perusahan keluarga Xena karena dirinya bukan anggota asli dari keluarga tersebut.
Maka dari itu, Ardi memutuskan untuk melamar pekerjaan di perusahaan lain yang sesuai dengan bidang yang dimilikinya yaitu perusahan yang bekerja dibidang properti, milik keluarga James, sahabat dari kakaknya__Aron, yang sekarang dikepalai oleh anak kandung James, yaitu Xavier Son James.
Ardi bisa dikatakan karyawan baru diperusahaan tersebut, ia baru bekerja sekitar 6 bulan semenjak perusahannya bangkrut akibat dirinya yang selalu sibuk merawat sang keponakan, Xena di panti rehabilitasi. Namun, apapun itu, Ardi tetap ikhlas merawat Xena, karena ia menginat kebaikan keluarga Aron padanya dulu.
Xena membereskan piring kotor yang berada diruang makan, lalu membawanya kedapur untuk dicuci. Tiba-tiba, Tania datang dan berdiri tepat dibelakangnya seraya melipat kedua tangannya.
“Nah, seperti itu. Kalau numpang di rumah orang memang harus rajin.”
Xena menoleh dan mengangguk kecil kearah sang tante dengan senyuman tipis. Walupun sebenarnya oia masih merasa sakit hati akan perkataan Tania tadi.
“Habis ini, kamu sapu dan pel seluruh rumah ini ya.” titahnya.
“Iya Tante.”
Hanya itu yang bisa ia katakan, karena tak ada pilihan lain untuk tidak menuruti perkataan sang Tante. Setelah itu, Tania pun langsung mengangguk dan bergegas pergi dari tempat itu, membiarkan Xena membereskan pekerjaan rumah itu sendirian.
Mencuci piring, menyapu, mengepel serta membersihkan seluruh debu dirumah itu ia kerjakan sendiri, sedangkan Tania hanya duduk dan asik menonton televisi seraya memakan cemilan. Bukan dirinya jahat terhadap Xena, namun Tania ingin kehadiran Xena dirumah ini tidak membuat keadaan ekonomi keluarganya yang masih terpuruk menambah beban bagi mereka semua.
Xena yang baru saja selesai membersihkan seluruh rumah ini, hendak berjalan menuju kamar mandi akan membersihkan dirinya. Namun, belum sempat Xena menuju toilet, Tania memanggilanya.
“Xena,.”
“Iya Tante.”
“Kemari.” ucapnya yang langsung dituruti oleh gadis itu, ia berjalan dan berdiri didekat Tania.
“Saya baru baca, ada lowongan pekerjaan di perusahan PT. Good Property. Dari pada kamu di rumah ini menyusahkan keluarga saya, lebih baik kamu bisa bekerja disana dan menambah penghasilan untuk rumah ini. Lumayankan, uangnya juga bisa buat kamu beli sesuatu yang kamu mau.”
Xena tertegun. “Kerja Tante?”
“Iya. Om kamu juga bekerja diperusahaan tersebut, kalian bisa berangkat bersama kalau kamu bekerja disana.” ujarnya dengan nada santai.
‘Apa perusahaan tersebut bisa menerima karyawan yang memiliki trauma seperti aku.’ batinnya.
“Kenapa kamu bengong. Kamu tidak mau ya? Kamu ingin numpang disini terus dan menikmati semuanya secara gratis, iya?!”
Xena tertunduk dengan gelengan kepala. Sungguh, tak ada niat sedikitpun dihatinya untuk membuat keluarga mereka susah, hanya saja Xena masih takut jika harus bertemu dengan orang banyak di luaran sana.
“Kalau begitu cari kerja!”
Bentakan Tania, berhasil membuat Xena terkejut bukan main, jantungna dag dig dug akan bentakan itu dan membuat dirinya masih tertunduk, tak berani menatap Tania.
“Kamu dengarkan, apa yang saya ucapkan barusan, Xena?”
Gadis cantik itu mengangguk namun masih dengan wajah yang tertunduk. “I-iya Tante, Xena akan mencoba daftar pekerjaan disana.” jawabnya gugup.
Tania mengangguk. “Bagus, bagus kalau kamu mendengarkan perkataan saya. Sudah sana, kamu mandi. Bau kamu itu.”
Xena mengangguk dan langsung melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Gadis itu menatap dirinya dicermin toilet seraya mempertimbangkan apa yang dikatakan oleh Tania tadi pasal pekerjaan tersebut.
“Aku tidak mungkin membuat susah keluarga Om Ardi terus. Aku harus bisa membantu keluarga ini. Tapi ... aku tidak yakin kalau aku bisa bekerja.” monolognya.
Xena menghela napasnya sejenak, lalu ia membelakangi cermin itu dengan kedua tangannya.
“Hak waris keluarga Aron tidak bisa diturunkan kepada Xena untuk sekarang ini. Mengingat kondisinya yang masih belum stabil akan trauma yang dialaminya sangat sulit untuk dia bisa memegang perusaahan ini.”
Seperdetik ia mengingat kata-kata itu membuatnya membuang napasnya dengan gusar, Xena kembali menatap dirinya dicermin itu.
“Iya. Aku harus bisa sembuh, aku harus bantu keluarga Om Ardi. Kebangkrutan perusaahaanya juga karena beliau selama ini merawatku. Aku harus coba apa kata Tante Tania, aku harus mendaftar diperusahaan tersebut.” gumamnya dengan tekad yang kuat.
****"
Pukul 23:00 seorang laki-laki tampan dengan hidung mancung tengah mabuk berat di sebuah club malam. Ia menghabiskan banyak minuman disana, prustasi akibat mantan kekasih yang mengkhianatinya membuat lelaki tersebut kehilangan akal sehatnya, sampai ia tak sadar apa yang dilakukannya ini bisa membuat reputasi karirnya bisa tercoreng.
Lelaki berpakaian rapih dengan memakai jas berwarna biru tua senada dengan celana yang dikenankannya, duduk disamping pria yang tengah mabuk itu. Ia sangat kasihan pada lelaki itu yang tak lain adalah bosnya sendiri.
Jas yang sudah tak dipakai lagi, serta kemeja yang sudah terbuka kancingnya membuat bosnya kini lebih mirip disebut dengan berandalaan. Apalagi rambutnya yang acak-acakan membuat sifat wibawanya menurun.
Lelaki itu memncoba menengguk minuman itu lagi, namun dengan cepat asistennya, Lucas. Segera merebut botol itu dan menyingkirkannya dari bosnya tersebut.
“Pak, sudah Pak cukup. Bapak tidak boleh meminum ini lagi Pak. Lihat, sudah berapa banyak botol yang Bapak minum.” tegas Lucas kearah Xavier.
Xavier terkekeh kecil disudut bibirnya, ia melihat Lucas dengan pandangan yang buram dengan beberapa kali bersendawa akibat banyak meminum alkohol tersebut.
“Hei, Lucas. Anda itu hanya asisten saya, anda tidak berhak melarang saya.” ucapnya yang lemah dengan nada orang mabuk.
Xavier mengambil alkohol itu lagi, namun dengan cepat Lucas merebutnya kembali dan menyingkirnya jauh-jauh. “Pak. Sudah Pak cukup.” tegas Lucas.
Xavier yang tengah mabuk, membuatnya kehilangan akal sehat hingga ia berdiri dan menarik kerah baju Lucas, matanya merah menatap tajam sang asisten tersebut.
“Anda dengar baik-baik ya. Saya ini sedang dibohongi oleh seorang wanita setengah ular. Dia itu memiliki tutur kata yang manis ... tapi ternyata mampu membuat hati saya ter-iris .... Kamu paham itukan?!”
Xavier berkata ngawur, ia mendorong tubuh Lucas hingga sang empunya terjatuh disofa itu. Lucas tau, apa yang dikatakan Xavier itu adalah bentuk kekesalananya terhadap Jovita__mantan kekasihnya. Karena wanita itu pergi bersama pria lain dan hampir menguras harta milik Xavier. Jelas, itu membuatnya marah dan sangat membenci wanita ular tersebut.
Xavier menjatuhkan dirinya disofa. Ia terkekeh mengingat betapa bodoh dirinya ini, mempercayai wanita cantik yang memiliki sifat seperti ular, pandai bersilat lidah. Dua tahun ia menjalin kasih dengan wanita tersebut, namun hanya pengkhianatan yang ia dapatkan.
Perlahan, kekehan diwajahnya berubah menjadi amarah yang mendalam. Matanya memelotot rahangnya mengeras, serta kedua tangannya pun mengepal sampai terlihat urat-urat tangannya yang menegang.
“ARGH!!!”
Xavier menghantam dinding didekatnya dengan emosi dan kemarahan yang menyelimuti dirinya, hingga meninggalkan rona kebiruan ditangannya dan membuat punggung tangannya pun terlihat bengkak.
‘Aku akan mencarimu Jovita. Aku akan menghabisimu seperti aku menghabisi keluarga Aron.’ batinnya dengan penuh rasa dendam.
Lucas terkejut, akan tindakan Xavier. Sungguh, ini untuk pertama kalinya ia melihat atasannya marah seperti ini.Tak tega, melihat Xavier yang prustasi begini, membuat Lucas pun cepat-cepat memapahnya untuk segera keluar dari club itu. Namun, lelaki berwajah oval itu malah mendorong Lucas hingga ia terduduk kembali di sofa itu.'Akh! Pak Xavier benar-benar mabuk berat. Sampai-sampai aku ingin menolongnya malah di dorong olehnya.' batin Lucas.Lucas merasa lelah, tapi ia tidak mungkin meninggalkan atasannya dalam keadaan mabuk berat seperti ini, hingga ia meredam emosinya dan mulai berbicara baik-baik pada Xavier.Lucas mendekati Xavier lagi. “Pak. Bapak tidak boleh seperti ini terus, Pak. Bapak tidak boleh hanya karena wanita."Xavier menatap Lucas seraya menyeringai. “Kamu bilang saya lemah karena wanita? Saya begini karena saya MERASA BODOH TELAH DIBOHONGI WANITA ULAR ITU! Mengerti kamu?!” bentaknya .Lucas terdiam sejenak, seraya memerhatikan Xavier yang kembali meminum wine terseb
Ara segera berdiri menghadap kearah Xena. “Kenapa Kak?”“Em ... Om Ardi, bekerja di PT. Good Property?”Ara mengangguk. “Iya Kak.""Em ... Sebagai apa kalau boleh Kakk tahu?"Ara terdiam sejenak, ia mencoba berfikir jabatan apa yang papahnya peroleh disana."Apa ya, Kak. Ara lupa, tapi kayanya papah bagian Desain gitu."Xena mengangguk kecil dengan senyuman tipis di wajahnya."Kenapa Kak? Ada yang ingin Kakak tanyakan?”‘Kalau aku bilang ingin melamar pekerjaan di perusahaan tersebut pada Ara. Pasti dia akan bilang kepada Om, dan sudah pasti aku tidak diijikan olehnya.’ batinnya.Tak mendapat sahutan dari Xena, membuat Ara pun memanggilkanya.“Kak Xena?”Xena pun tersadar dan menoleh kearah Arabelle.“Gimana Kak? Ada yang ingin Kakak tanyakan?”Xena tersenyum tipis seraya menggeleng. “Tidak. Kakak hanya ingin bertanya itu saja. Oiya, terima kasih ya, kamu sudah membantu Kakak membereskan berkas-berkas ini."“Iya Kak, sama-sama. Em Kak Xena, ingin mencari apa, sampai harus membongkar b
Arabelle mengusap lembut rambut Xena, ia menenangkan sepupunya itu.“Kakak jangan takut lagi ya, disini ada Ara dan juga Papah.”Masih dengan ketukatan, Xena memeluk erat Arabelle dengan eart. Matanya berkeliling menyusuri ruangan kamarnya, napasnya pun masih berderu tak beraturan mengingat kejadian mengenasnya itu.Sungguh, Xena benar-benar takut hingga membuatnya menenggelamkan wajahnya dalam pelukan Arabelle."Mereka ada dimana-mana, mereka orang jahat. Mereka yang telah membuat mamah dan papah pergi untuk selamanya," ucapnya lirih."Iya, Kak. Kak Xena tenang ya. Mereka semua udah ga ada disini. Kakak tenang ya. Disini ada Ara dan Papah," ucapnya seraya mengusap punggung Xena seng lembut.Perlahan, dengan sikap lembut Arabelle, membuat Xena merasa lebih tenang. Napasnya mulai beraturan serta pikiranya tak lagi terfokus pada kejadian tersebut.Arabelle pun melonggarkan pelukannya dan menatap sepupunya itu. Terlihat airmata yang masih tersisa dipipinya, membuat gadis berambut sebahu
James berjalan menuju ke kamar sang anak. Ia melihat kalau Xavier sudah terbaring di kasur masih dengan menggunakan baju kerjanya.Tapi, kemeja serta sepatunya sudah di buka, dan itu pasti para dua bodyguard tadi yang membawa anaknya ke kamar.James menghelah nafasnya. 'Walaupun Papah sangat menyayangi kamu. Tapi kamu akan tetap Papah hukum, Nak. Besok kamu akan mendapatkan hal yang setimpal atas perbuatan kamu hari ini.' batinnya.*****Pukul 06:00. Arabelle terbangun dari tidurnya, ia menoleh kearah samping dan tidak melihat sosok Xena disana.Dengan segera, gadis berambut sebahu itu pun bangkit dan langsung mencai keberadaan sepupunya.“Kak Xena ... Kak? Kak Xena ... Aduh, Kak Xena kemana?”Dengan perasaan mecemaskan Xena. Arabelle, menyusuri kamar itu. Ia takut kalau sepupunya itu akan melakukan sesuatu yang nekad. Karena, kalau trauma yang dialaminya kambuh, Xena bisa melakukan apapun, bahkan dulu saat dirinya menjenguk Xena di panti rehabilitasi.Arabelle melihat dengan mata kep
Xena menghela napasnya. ‘Semoga aku bisa mendapatkan pekerjaan disini.’ batinnya.Xena melangkahkan kakinya menuju ke bagian meja resepsionis dimeja itu. Ia menghela napasnya seraya membawa berkas yang sudah ia siapkan sedari rumah tadi.Tiba-tiba, entah dari arah mana seorang wanita dengan dandanan menor dan rok mini menabrak dirinya hingga memunculkan suara keras.Semuanya berantakan tidak karuan, dilantai tersebut. Sontak, Xena pun langsung bertekuk lutut seraya membebreskan berkasnya yang betebaran itu. Bukannya meminta maaf, tapi gadis itu hanya melihat kearah Xena sebentar lalu bergegas pergi begitu saja.Xena yang tengah membereskan berkas miliknya sempat melirik keabrayh wanita itu, namun ia tak sempat melihat wajahnya.Setelah selesai membereskan berkas miliknya, Xena pun segera berdiri, merapihkan pakaiannya dan kembali berjalan masuk ke ruangan tersebut.Tapi lagi-lagi dirinya ditabrak lagi oleh seorang laki-laki, kali ini untungnya ia tidak terjatuh seperti sebelumnya. Kar
"Ah, aku harus menemukan gadis itu. Apa yang dia lakukan di kantorku ya?” gumam Xavier.“Aku harus bertanya pada Sella.” monolognya.Xavier pun langsung bangkit dan segera berjalan menuju Sella, sang resepsionis.“Sella?”Wanita itu pun langsung berdiri dan berbicara ramah pada sang boss. “Iya Pak, Ada yang bisa saya bantu?”“Eum, tadi ada seorang wanita memakai kemeja purih serta rok hitam dan rambutnya panjang, matanya berwarna coklat masuk ke dalam kantor kita?”Sella terdiam sejenak, ia mencoba mengingat apa yang diucapkan oleh atasannya tersebut.“Em ... sepertinya, saya tahu Pak.”“Kamu tahu dia siapa? Dan ada keperluan apa dia kemari?”“Dia kesini hanya ingin melamar pekerjaan Pak, dan satu jam yang lalu saya sudah menaruh berkasnya di ruang HRD.”Xavier mengangguk. “Baik, kalau begitu terima kasih, Sella.”“Baik, Pak. Sama-sama.”Dengan cepat, Xavier pun langsung menuju ruang HRD dan membukan pintu ruangan tersebut tanpa mengetuknya, dan jelas membuat para karyawan yang ada di
Anton pun tiba di ruangannya, dan Xavier pun segera menyuruhnya untuk duduk di sofa, begitu pun juga dengan dirinya yang duduk didekat Anton dan bersiap akan membahas pasal gadis itu."Ada apa ya, Pak?""Saya ingin kamu segera mempercepat proses gadis ini," ucapnya seraya menyerahkan berkas Xena pada Anton.*****Pukul 15:00. seluruh teman-teman Tania segera pulang, yang bersamaan dengan Arabelle yang baru pulang sekolah.Gadis cantik itu memberikan senyuman manis pada mereka semua. Lalu segera berjalan menuju sang Mamah.“Mamah mengadakan arisan?” tanya Arbabrelle.Tania mengangguk. "Bukannya Papah sudah bilang kalau untuk saat ini, Mamah jangan ikut arisan dulu, Mah.”“Ara, kamu dengar baik-baik ya sayang. Ini investasi emas Nak. Jadi, kalau Mamah menang, kan bisa buat keluarga kita juga,”“Ya tapikan Mah ....”“Ara. Sudah, kamu masuk sana, salin terus makan ya.” ucap Tania yang memotong perkataan sag anak, lalu langsung pergi begitu saja.Arabelle hanya menggeleng, bingung dengan si
Tiba-tiba, tepukan seseorang dibahunya menyadarkannya yang membuatnya langsung menoleh.“Siapa yang telpon?” tanya Tania yang sempat mendengar sedikit pembicaraannya tadi ditelpon.“Dari kantor yang Xena lamar tadi Tante."“Terus gimana kabarnya? Sepertinya tadi saya mendengar kalau besok kamu sudah bisa interview."Xena mengangguk seraya tersenyum manis. “Iya Tante, besok pagi Xena sudah dipanggil untuk interview.”“Nah, itu berita bagus. Biasanya perlu waktu lama agar bisa di panggil untuk interview, tapi kamu baru saja tadi pagi menaruh berkasnya tapi besok sudah bisa untuk di interview.”Perkataan Tania Langsung di tanggapi senyuman oleh Xena.“Ingat. Kamu jawab sesuai dengan keahlian kamu, kalau perlu kamu lebih-lebihkan, agar kamu bisa diterima di perusahaan tersebut. Supaya saya dan suami saya tidak melulu membiyayai hidup kamu terus.” ketus Tania dan langsung pergi.Xena menagngguk dan mengatakan. “Iya Tante.”*****Bruak!Xavier menggebrak meja itu dengan keras, hingga membuat