Anton pun tiba di ruangannya, dan Xavier pun segera menyuruhnya untuk duduk di sofa, begitu pun juga dengan dirinya yang duduk didekat Anton dan bersiap akan membahas pasal gadis itu."Ada apa ya, Pak?""Saya ingin kamu segera mempercepat proses gadis ini," ucapnya seraya menyerahkan berkas Xena pada Anton.*****Pukul 15:00. seluruh teman-teman Tania segera pulang, yang bersamaan dengan Arabelle yang baru pulang sekolah.Gadis cantik itu memberikan senyuman manis pada mereka semua. Lalu segera berjalan menuju sang Mamah.“Mamah mengadakan arisan?” tanya Arbabrelle.Tania mengangguk. "Bukannya Papah sudah bilang kalau untuk saat ini, Mamah jangan ikut arisan dulu, Mah.”“Ara, kamu dengar baik-baik ya sayang. Ini investasi emas Nak. Jadi, kalau Mamah menang, kan bisa buat keluarga kita juga,”“Ya tapikan Mah ....”“Ara. Sudah, kamu masuk sana, salin terus makan ya.” ucap Tania yang memotong perkataan sag anak, lalu langsung pergi begitu saja.Arabelle hanya menggeleng, bingung dengan si
Tiba-tiba, tepukan seseorang dibahunya menyadarkannya yang membuatnya langsung menoleh.“Siapa yang telpon?” tanya Tania yang sempat mendengar sedikit pembicaraannya tadi ditelpon.“Dari kantor yang Xena lamar tadi Tante."“Terus gimana kabarnya? Sepertinya tadi saya mendengar kalau besok kamu sudah bisa interview."Xena mengangguk seraya tersenyum manis. “Iya Tante, besok pagi Xena sudah dipanggil untuk interview.”“Nah, itu berita bagus. Biasanya perlu waktu lama agar bisa di panggil untuk interview, tapi kamu baru saja tadi pagi menaruh berkasnya tapi besok sudah bisa untuk di interview.”Perkataan Tania Langsung di tanggapi senyuman oleh Xena.“Ingat. Kamu jawab sesuai dengan keahlian kamu, kalau perlu kamu lebih-lebihkan, agar kamu bisa diterima di perusahaan tersebut. Supaya saya dan suami saya tidak melulu membiyayai hidup kamu terus.” ketus Tania dan langsung pergi.Xena menagngguk dan mengatakan. “Iya Tante.”*****Bruak!Xavier menggebrak meja itu dengan keras, hingga membuat
Ardi pulang, ia segera menemui Xena di kamarnya dan akan menanyakan pasal lamaran kerja yang ia kirimkan ke perusahaan tersebut. Namun, baru brebebrapa langkah ia melangkah, sang istri, Tania telah memanggilnya terlebih dahulu, hingga ia pun menghentikan langkahnya dan menoleh kearah istrinya.“Kenapa Mah?”“Tadi Mamah ikut investasi emas lagi, Pah. Dan semoga kali ini, berhasil supaya nanti keuntungannya bisa untuk membantu perekonomian kelaurga kita nanti.“Ardi mengerjapkan kedua matanya, sungguh ia tak tahu dengan sifat istrinya ini mengapa ia tidak peka dengan kondisi yang tengah mereka alami sekarang.“Mah. Kan, Papah sudah berkali-kali bilang dengan Mamah, jangan ikut investasi lagi. Mengapa susah sekali sih, Mamah kalau diberitahu.” tegasnya.“Pah ... jangan marah-marah dulu dong, niat Mamah ini kan baik. Papah dengerin dulu penjelasan Mamah, Pah.”“Ah sudahlah, Papah pusing.” balasnya dan langsung berjalan menuju kamarnya.“Gimana sih Papah, padahalkan niat aku itu baik loh. I
“Dia jahat.”Hanya dua kata itu yang Xena ucapakan, dengan mata yang lurus kedepan namun tak melihat kearah Arabelle.Gadis beralis coklat itu tertegun, perlahan bolamatanya menyusyurbi ruangan itu, mencari sosok yang disebut ‘jahat’ oleh Xena.“Siapa Kak? Siapa yang jahat?”Xena terdiam, ia tak mengakatakan apapun namun sorot matanya masih lurus kedepan seakan-akan ia melihat seseorang yang akan berbuat jahat kepadanya.Arabelle melihat kearah pandangan mata Xena, dan ia tak melihat apapun disana, ia hanya melihat jendela kamarnya yang tertutup dengan tirai berwarna merah muda polos.Ara kembali melihat kearah Xena. “Nggak ada siapa-siapa Kak disana.” ucapnya.“Dia jahat ... Dia jahat, Ara.” lirih Xena dan perlahan matanya melihat kearah Arabelle.Gadis manis itu mencoba melangkahkan kakinya secara perlahan menuju kearah jendela kamarnya, tangannya pun mulai membuka tirai tersebut.Ia perhatikan dari luar jendela kamarnya, dan tak ada siapa-siapa disana. Arabelle menghela napasnya lal
“Nggak, saya tidak mau! Saya bukan penguntit!”Terdengar suara teriakan dari ujung koridor tersebut, membuat Xavier pun segera kesana.Matanya langsung melebar, melihat Xena yang digeret paksa oleh security dan ada sekretarisnya juga disana.“Hey. Stop!”Teriakan Xavier pun membuat mereka semua menoleh kearahnya secara bersamaan.Lelaki tampan dengan tinggi lebih 180 cm itu berjalan mendekati mereka dan berdiri tepat didekatnya.“Siapa yang menyuruhmu untuk mengusir gadis ini?” tanya Xavier pada security itu.“Bu Veronika, Pak.” jawabnya.Atensinya pun langsung tertuju pada sang sekretaris yang berdiri tak jauh darinya.“Dia penguntit, Pak. Sedari tak dia mengikuti Bapak sampai ke ruangan ini,” sahut Veronika yang masih kekeh kalau Xena ini seorang penguntitPerkataan Veronika jelas membuat Xena langsung menggeleng.“Lepaskan gadis ini.” titahnya pada security itu.Dengan cepat Xena pun dilepaskan oleh security itu dan membuatnya sedikit berjalan mendekati Xavier, masih dengan detak ja
Xavier mengangguk dan segera melepaskan jabat tangan tersebut. ‘Senyuman kamu juga manis, Xena. Ah ... kamu benar-benar membuatku benar-benar jatuh cinta bahkan saat pertama kali melihatmu.’ batinnya.Tok ... Tok ...Suara ketukan pintu membuat lamunan Xavier yang sedari tadi memerhatikan Xena pun mengalihkannya. Ia langsung menoleh kearah pintu ruangannya.“Masuk.” ucapnya.Seorang laki-laki pun masuk ke dalam ruangan itu seraya membawa berkas miliknya yang tak lain adalah Lucas. Lucas terkejut, karena terjayata wanita itu masih bersama bosnya di ruangan ini."Ada apa, Lucas?"Pertanyaan itu membuyarkan pandangnya, maka ia pun segera berjalan menuju Xavier.“Saya bawa seluruh berkas hasil meeting dua hari yang lalu, Pak.”“Oke, kamu taruh diatas meja saya, nanti akan saya cek," jawabnya.Lucas mengangguk, lalu menaruh berkas itu diatas meja kerja Xavier. Lalu ia segera bergegas menuju pintu keluar.“Lucas,” panggilan Xavier pun menghentikan langkahnya dan menoleh.“Iya Pak. Ada yang
'Kacau. Ada apa dengan pikiranku ini. Hampir saja aku tadi menciumnya. Oke, harus tahan dulu untuk melakukan itu padanya.’ batinnya.Veronika masuk dan membawa berkas kearah Xavier. Ia berdiri tepat didepan meja kerja tersebut.“Maaf, Pak. Saya bawa beberapa berkas yang harus Bapak tanda tangani.” ucapnya.“Oke, mana saja yang harus saya tanda tangani?” tanyanya seraya mengambil bolpoint disaku jasnya.Veronika pun membuka beberapa lembar tersebut dan memberitahu kepada Xavier.Disaat Xavier tengah menandatangani berkas-berkas itu, Xena masih mengatur napasnya namun ia mulai melirik kearah Xavier beberapa kali dan membatin dalam relungnya atas apa yang akan Xavier lakukan padanya tadi.‘Belum bekerja disini saja, aku hampir dilecehkan. Bagaimana kalau sudah bekerja disini nanti? Apa yang harus aku lakukan, apakah aku tetap akan menerima bekerja disini?’Xavier telah selesai menandatangani beberapa berkas tersebut. “Ada lagi yang harus saya tanda tangani?”“Tidak, Pak. Hanya itu saja, k
“Apa itu Om?”“Selama kamu bekerja disini, kita jangan pernah terlihat dekat atau kenal sekali pun. Anggap saja kita kenal, kamu mengerti kan maksud Om?”Xena mengangguk, karena ia tahu maksud dari Ardi adalah untuk melindungi dirinya dari pelaku pembantaian tersebut.Ardi sudah mengatakan ini sejak dulu, dan menurut Xena apa yang dilakukan Ardi itu memang benar, ia harus menyembunyikan identitas aslinya.“Bukan Om tidak mengakui kamu sebagai keponakan Om, tapi ini demi kepentingan kita semua, Xena. Kamu paham kan?”“Iya, Om. Xena mengerti.”Ardi tersenyum seraya mengangguk kecil. “Yasudah, kalau begitu kamu hati-hati ya.” ucapnya yang dianggukan oleh Xena..*****Di ruang kerjanya, Xavier masih memikirkan wajah cantik Xena. Ia duduk disofa seraya memainkan dagunya dengan jari-jemarinya.“Aurellia Xena. Tidak asing nama itu bagiku, seperti aku pernah mendengarnya. Tapi siapa?” gumamnya.Xavier membenarkan posisinya dan mengambil foto ukuran 3x4 milik Xena, lalu ia perhatikan lagi wajah