“Apa itu Om?”“Selama kamu bekerja disini, kita jangan pernah terlihat dekat atau kenal sekali pun. Anggap saja kita kenal, kamu mengerti kan maksud Om?”Xena mengangguk, karena ia tahu maksud dari Ardi adalah untuk melindungi dirinya dari pelaku pembantaian tersebut.Ardi sudah mengatakan ini sejak dulu, dan menurut Xena apa yang dilakukan Ardi itu memang benar, ia harus menyembunyikan identitas aslinya.“Bukan Om tidak mengakui kamu sebagai keponakan Om, tapi ini demi kepentingan kita semua, Xena. Kamu paham kan?”“Iya, Om. Xena mengerti.”Ardi tersenyum seraya mengangguk kecil. “Yasudah, kalau begitu kamu hati-hati ya.” ucapnya yang dianggukan oleh Xena..*****Di ruang kerjanya, Xavier masih memikirkan wajah cantik Xena. Ia duduk disofa seraya memainkan dagunya dengan jari-jemarinya.“Aurellia Xena. Tidak asing nama itu bagiku, seperti aku pernah mendengarnya. Tapi siapa?” gumamnya.Xavier membenarkan posisinya dan mengambil foto ukuran 3x4 milik Xena, lalu ia perhatikan lagi wajah
Di rumah mewah bernuasa Gold dipadu dengan warna hitam dan putih, seorang laki-laki tengah duduk santai di dekat balkon kamarnya, ia tengah menghebuskan kepulan asap yang baru saja ia hirup dari vape tersebut.“Aurellia Xena. Benar-benar nama yang tidak asing bagiku.” gumam Xavier.Ia bangkit dari posisinya dan segera berjalan menuju kasur lalu mengambil ponselnya yang berada disana.Ia mengetikkan sesuatu diponsel tersbeut dan mengirimnya pada Lucas, Assisten pribadinya.Ting.Tak sampai satu satu menit, Lucas telah membalas pesan darinya, dengan cepat ia pun langsung membuka pesan tersebut yang berbunyi.||Lucas(“Saya tadi sudah bertanya pada Sella, Pak. Dan Sella berkata kalau ponsel Xena tengah rusak maka dari itu ia tidak mencantumkan nomor ponselnya di lamaran kerja tersebut.”)Xavier menaruh ponselnya, lalu mendengus pelan. “Apa aku harus membelikannya?” gumamnya. Namun dengan cepat, ia menggeleng.“Tidak. Aku tidak mau memperlihatkan kalau aku mulai tertarik padanya. Aku haru
“Lucas ... Lucas!”Ruangan Lucas yang memang bersebelahan dengan Xavier tidak diberi pengedap suara dan sudah pasti teriakan Xavier pun terdengar jelas di telingannya, hingga ia pun dengan cepat bangkit dan seger keluar dari ruangannya untuk menemui sang bos.“Iya Pak. Maaf, ada yang bisa saya bantu?”“Kenapa ruangan saya bisa terbuka olebar seperti ini?” tanya Xavier dengan nada menahan emosi.Lucas pun langsung menoleh kearah ruangan sang bos yang memang sudah terbuka lebar. Dan tidak ada orang didalam.“Maaf, Pak. Saya tadi sudah menyuruh Xena untuk memberikan kuncinya pada saya kalau dia sudah selesi membereskan ruang kerja Bapak, mungkin dia lupa, Pak.”“Kamu cari Xena sekarang dan bawa ke ruangan saya,” titahnyaLucas pun langsung mengangguk. “Baik, Pak.” jawabnya dan langsung menuju lift ke lantai bawah untuk mencari Xena.'Xena, Kenapa ia bisa teledor seperti ini. Aku yakin, pasti dia kelupaan akan pesan ku tadi. Kasihan, pasti nanti dia akan dimarahi oleh Pak Xavier.' batinny
Pukul 12:00. Waktunya para karyawan di perusahaan tersebut memasuki jam makan siang.Para OB yang lain pergi menuju ke kantin untuk makan siang, sedangkan Xena yang belum memiliki teman, memilih untuk berdiam di perti itu dan lagi ia memang membawa bekal dari rumah yang sudah ia siapkan tadi.Gadis itu membuka kotak bekal yang ia letakkan di meja serta sebotol air mineral.Sebelum makan ia membaca do’a terlebih dahulu, setelahnya mengambil sesendok nasi serta lauk yang ia bawa di bekal itu dan siap akan menyantapnya. Namun secara tiba-tiba, seseorang membuka pintu ruangan itu, yang membuatnya pun mengurungkan niatnya untuk makan.Xena menaruh kembali sendok tersebut dan tertuju pada pintu tersebut.“Om Ardi,” gummanya begitu tahu yang masuk ke ruangan itu adalah sang paman.Ardi berjalan mengendap-endap menuju Xena dengan membawa sebungkus nasi kotak untuk keponakannya tersebut. Ia menarihnya di meja tersebut.“Ini makanan untuk kamu, Xena.” ucapnya dengan mempelankan volume suaranya.
Lift terbuka, mereka pun berjalan menuju ke ruangan Pak Xavier. Dan jelas saja itu dilihat oleh Veronika dan karyawan yang lain dan membuat mereka pun bertanya-tanya.Pandangan mereka, membuat Xena mengerti kalau mereka kini tengah membicarakan tentang dirinya. Tapi Xena mencoba tetap tenang, dan benriat dengan tujuan awal ia ke tempat ini hanya untuk bekerja tidak ada yang lain.Mau seberapa banyak orang menbicarakannya, ia tak peduli.Lucas mengetuk pintu ruangan Xavier.“Masuk.”Suara sahutan Xavier dari dalam membuat Lucas pun membuka pintu tersebut dan mempersilhkannya untuk masuk.“Terima kasih, Pak.” ucap Xena yang ditanggapin senyuman manis oleh Lucas.Xena pun masuk ke dalam ruangan itu dan berjalan menuju Xavier yang masih sibuk didepan meja kerjanya.Ia mengetik seseuatu pada laptop berlogo apel tersebut dengan beberapa kertas yang bererakan dilantai dan juga dimeja.“Maaf. Bapak manggil saya?”Xavier menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu menoleh kearah Xena. Seketika dah
Xena tertegun, ia membatin. ‘Aduh ... aku harus jawab apa kalau Pak Xavier benar-benar menyakan hal tersebut.’“Alamat rumah yang kamu cantumkan itu, apa benar alamat rumah kamu?”Dahi Xena berkerut. Ternyata Xavier tidak menanyakan tentang kejadian barusan saat ia memegang tangannya, tapi ia menanyakan pasal alamat rumah.Xena merasa lega, namun sekarang ia tambah bingung dan akan menjawab apa tentang alamat tersebut.“Xena?”“Eum, itu ... iya jadi saya tinggal di kos daerah tersebut, Pak.” jawabnya berbohong.Xavier mengangguk. “Okeh.” ucapnya melepaskan tangan Xena.“Kalau begitu saya permisi ya, Pak.”“Hei ... tunggu dulu. Tujuan saya tadi menyuruh Lucas untuk memamnggil kamu, karena ada tugas untuk kamu.”“Iya Pak. Apa yang bisa saya bantu?” tanya Xena.Xavier menunjuk lemari arsip miliknya dan juga meja kerja serta sofa miliknya dan juga nakas yang berada didekat lemari itu.“Kamu lihat kan, semuanya berantakan.” katanya.Xena memerhatikan semua yang ditunjuk oleh Xavier tadi.N
Tok ... Tok ...“Ara ....”Saat Arabelle sedang fokus dan serius membaca berita tersebut, secara tiba-tiba, sang Mamah mengetuk pintu kamarnya yang membuat Ara pun cepat-cepat menyimpan koran itu diselipan buku sekolah miliknya.“Iya Mah.”“Kamu sudah makan?” tanya Tania yang baru saja membuka pintu.“Ini Ara baru mau makan, Mah. Ara baru selesai ganti baju.”“Yasudah, kalau begitu kamu makan dulu ya, setelah itu ikut Mamah ke supermarket depan,”“Iya Mah. sebentar lagi Ara keluar kok, Mah.” jawabnya yang dianggukan oleh Tania.Arabelle bernapas lega. Ia mengambil potongan koran itu lagi dan segera menyembunyikannya di tempat yang aman, supaya tidak ada orang yang tahu.Ia pun segera berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya, namun ia masih penasaran akan kelanjutan dari berita tersebut, bahkan ada kata-kata yang membuatnya makin penassaran.“Orang terdekat?” gumamnya.Arabelle memggeleng, ia langsung melanjutkan langkahnya menuju ke ruang makan dan mengalihkan pikirannya tersebut.**
Xena, ambruk tepat dipundak Xavier. Ia tak sadarkan diri.Lelaki tampan itu pun langsung syok dan langsung memapah Xena menuju ke sofa lalu mendudukannnya.Ia menepuk-nepuk pelan pipi gadis itu, mencoba untuk membangunkannya.“Xena ... Xena. Bangun Xena, kamu tidak usah berpura-pura pingsan, untuk menghindari hukuman dari saya.”Sudah beberapa kali ia membangunkan gadis itu, namun Xena tetap menutup kedua matanya.Xavier mulai panik, ia pun mencoba memegang pergelangan tangannya, mengecek denyut nadinya, ia dapat merasakan denyutnya namun terasa sangat lemah. Lalu dengan cepat, Xavier pun mengecek napasnya di leher Xena dan ia maihs bisa merasakan deru napsnya.“Xena benar-benar pingsan.” gumamnya.Dengan cepat, Xavier membaringkan tubuh Xena di sofa itu dan ia segera berjalan menuju telpon, menghubungi Lucas untuk membawakan P3K ke ruangannya. Lalu Xavier kembali berjalan menuju Xena dan duduk tepat disampingnya.‘Apa tindakanku terlalu kasar padanya, hingga gadis ini pingsan?’ batin