Lucas terkejut, akan tindakan Xavier. Sungguh, ini untuk pertama kalinya ia melihat atasannya marah seperti ini.
Tak tega, melihat Xavier yang prustasi begini, membuat Lucas pun cepat-cepat memapahnya untuk segera keluar dari club itu. Namun, lelaki berwajah oval itu malah mendorong Lucas hingga ia terduduk kembali di sofa itu.
'Akh! Pak Xavier benar-benar mabuk berat. Sampai-sampai aku ingin menolongnya malah di dorong olehnya.' batin Lucas.
Lucas merasa lelah, tapi ia tidak mungkin meninggalkan atasannya dalam keadaan mabuk berat seperti ini, hingga ia meredam emosinya dan mulai berbicara baik-baik pada Xavier.
Lucas mendekati Xavier lagi. “Pak. Bapak tidak boleh seperti ini terus, Pak. Bapak tidak boleh hanya karena wanita."
Xavier menatap Lucas seraya menyeringai. “Kamu bilang saya lemah karena wanita? Saya begini karena saya MERASA BODOH TELAH DIBOHONGI WANITA ULAR ITU! Mengerti kamu?!” bentaknya .
Lucas terdiam sejenak, seraya memerhatikan Xavier yang kembali meminum wine tersebut. Ia tak tahu lagi, bagaimana cara membujuk atasannya ini agar mau pulang, hingga Lucas pun kembali duduk dan tak melakukan apapun.
Xavier meletakan satu botol lagi dimeja itu yang telah habis ia minum. Lucas yang sudah tak peduli membiarkan Xavier mengambil satu botol lagi.
Tiba-tiba, seorang wanita dengan dandanan menor, berjalan menuju kearah mereka.
Bibir merah menyala serta eyeshadow yang terang membuat siapapun yang melihatnya pasti akan sakit mata, ditambah bedak yang sangat tebal membuat Lucas enggan melihat wanita tersebut.
Apalagi pakaiannya yang terbuka, hanya memakai tanktop yang memperlihatkan pusarnya serta rok mini yang apabila ia menungging pasti sudah terlihat dalamannya, membuat Lucas fokus akan ponselnya, ia sama sekali tidak melirik gadis itu.
'Perempuan itu benar-benar sudah tidak waras. Aku tahu ini di club', tapi setidaknya dia bisa memposisikan diri untuk memilah pakaian.' batinnya yang tetap terfokus pada ponselnya.
Perlahan, wanita yang juga sama-sama mabuk itu duduk dan mendekati Xavier. Ia tersenyum seraya menatap wajah tampan Xavier yang sudah tepar akibat banyak minum. Xavier menutup kedua matanya seraya bersender disofa tersebut.
“Hei tampan. Mau bermain bersamaku?” tanyanya dengan tatapan menggoda.
Perlahan, Xavier membuka kedua matanya, ia melirik wanita yang tengah duduk disampingnya itu, dan mulai menyeringai.
Lucas, yang mendengar ucapan wanita tersebut pun langsung menoleh kearah mereka, ia takut kalau dalam keadaan mabuk seperti ini sang boss akan melakukan sesuatu pada wanita itu.
'Bagaimana ini, apa aku harus mencegahnya atau aku biarkan saja?'
Xavier menatap wanita itu, lalu senyuman miring pun terseimpul dibibirnya. Perlahan, ia menyelipkan helaian rambut wanita itu dibelakang telinga dengan lembut hingga sang empunya pun menyandarkan kepalanya pada dada bidang Xavier.
Lucas, yang melihat itu pun langsung berdiri, ia mendekati atasannya seraya memerhatikan apa yang akan dilakukan oleh bosnya ini.
Xavier mengusap lembut rambut wanita itu, dan secara perlahan menyentuh kedua pundaknya menatapanya dalam, begitu pula sebaliknya wanita itu pun tersenyum manis dengan tatapan menggoda kepada Xavier.
‘Tidak, Pak Xavier tidak boleh melakukan sesuatu pada wanita ini. Itu akan mencoreng nama baiknya. Dan saya yakin, wanita ini pasti sengaja menjebak Pak Xavier.’ batin Lucas.
Xavier mulai memiringkan kepalanya, mengusap lembut bibir wanita itu hingga Lucas yang melihatnya akan mencegah, namun ia tidak mungkin karena pasti Xavier akan marah lagi padanya.
Xavier semakin mendekati wanita itu hingga Lucas mengalihkan pandnagannya dari mereka.
Bugh!
Suara itu terdengar jelas ditelinga Lucas, hingga ia pun segera menoleh kearah mereka. Syok. Ia melihat wanita itu didorong oleh Xavier, hingga terduduk dilantai.
“Hei. Kamu dengar ya baik-baik. Saya bukan laki-laki murahan, yang bisa digoda oleh PEREMPUAN MURAHAN SEPERTI ANDA! Kamu itu, sama seperti Jovita. Sama-sama Jalang!!!” bentak Xavier tepat didepan wajah perempuan itu.
Lucas yang melihat perlakuan Xavier itu tersenyum tipis. Ia lega, karena atasanya sama sekali tidak tergoda akan wanita itu, hingga ia berjalan mendekati Xavier dan berbicara baik-baik padanya.
“Mari Pak. Saya bantu, kita pulang.” tawarnya seraya memapah Xavier.
Lelaki itu hanya mengangguk dan mereka pun berjalan meninggalkan club itu dan juga wanita itu yang masih terduduk dilantai.
Mereka segera berjalan menuju parkiran, namun tiba-tiba. Xavier merasakan mual di perutnya, hingga ia melepaskan papahan Lucas dan berjalan kesudut tempat parkir itu.
“Huek ... Huek! Uhuk ... Uhuk! Huek.”
Xavier mengeluarkan semua isi perutnya, ia mual karena terlalu banyak minum alkohol di club tersebut. Lucas pun meminjit tengkuk lehernya.
Dirasa sudah mulai mereda, Xavier pun kembali dipapah oleh Lucas menuju ke mobil. Dan setelahnya mereka cepat-cepat pergi dari club tersebut.
*****
“Aw! Shhh ... Aduh sakit.” ringis Xena seraya memegangi kakinya yang tertimpah banyaknya berkas dari atas lemari.
Arabelle yang sedang berada di kamar, mendengar suara itu dari dalam kamar Xena. Takut terjadi sesuatu pada Xena membuatnya dengan cepat segera keluar dari kamaranya menemui sang sepupu.
Matanya langsung terbelalak melihat Xena yang terduduk dilantai dengan berkas-berkas yang berserakan mengelilingi dirinya. Arabelle pun menghampiri Xena dan duduk disebelahnya.
“Kak Xena kenapa?” tanyanya kahwatir.
Xena pun menoleh seraya meringis. “Eum, tidak papa. Tadi Kakak hanya ingin mengambil berkas-berkas itu yang berada diatas lemari."
Arabelle mendengus pelan. “Ya ampun, kalau Kak Xena tidak bisa mengambilnya bisa minta bantuan Ara, atau bantuan Papah. Kalau seperti ini kan, Kakak jadi tertimpa berkas-berkas ini."
Xena tersenyum tipis. “Tak apa Ara, ini Cuma kertas-kertas kok. Bukan batu."
“Iya tapi sama saja Kak. Kan badan Kakak jadi sakit semua karena hal ini.” sahutnya
Xena hanya tersenyum pada Arabelle.
“Yasudah, Ara bantu ya Kak.” ucapnya yang langsung dianggukan oleh Xena.
Gadis berambut sebahu itu pun segera membantu Xena untuk berdiri dan segera membawanya menuju kasur.
“Kakak diam disini dulu ya. Biar Ara yang membereskan berkas-berkas itu."
“Eh, Ara. Tidak usah, biar Kakak saja nanti yang membereskan,” tolaknya .
“Sudah, Kak. Nggak papa biar Ara saja, kaki Kakak kan masih sakit.” ujarnya seraya berjalan kembali menuju berkas-berkas itu yang masih berserakan dilantai.
Xena mengangguk dengan senyuman tipis diwajahnya. Lalu Arabelle pun mengambil kardus dan memasukan beberapa berkas itu kedalam kardus tersebut.
Saat dirinya sedang fokus memberekan berkas tersebut, tiba-tiba ada sebuah selembar koran yang membuatnya penasaran. Ara pun membacanya sekilas.
“Motif Pembantaian Di Rumah Keluaga Aron, Kemungkinan Disebabkan Adanya Dendam Dalam Persaingan Bisnis.”
Itu judul pertama yang ia baca, namun saat Ara ingin membacanya lebih lanjut.
"Ara?"
Xena lebih dulu memanggilnya, hingga membuat Ara pun cepat-cepat meremas koran itu dan segera mengantonginya.
Panggilan itu membuat gadis cantik berusia 16 tahun itu segera menyembunyikan koran tadi yang sudah ia kantongi di saku bajunya.
Arabelle langsung menoleh kearah Xena. "Iya, Kak."
Ara segera berdiri menghadap kearah Xena. “Kenapa Kak?”“Em ... Om Ardi, bekerja di PT. Good Property?”Ara mengangguk. “Iya Kak.""Em ... Sebagai apa kalau boleh Kakk tahu?"Ara terdiam sejenak, ia mencoba berfikir jabatan apa yang papahnya peroleh disana."Apa ya, Kak. Ara lupa, tapi kayanya papah bagian Desain gitu."Xena mengangguk kecil dengan senyuman tipis di wajahnya."Kenapa Kak? Ada yang ingin Kakak tanyakan?”‘Kalau aku bilang ingin melamar pekerjaan di perusahaan tersebut pada Ara. Pasti dia akan bilang kepada Om, dan sudah pasti aku tidak diijikan olehnya.’ batinnya.Tak mendapat sahutan dari Xena, membuat Ara pun memanggilkanya.“Kak Xena?”Xena pun tersadar dan menoleh kearah Arabelle.“Gimana Kak? Ada yang ingin Kakak tanyakan?”Xena tersenyum tipis seraya menggeleng. “Tidak. Kakak hanya ingin bertanya itu saja. Oiya, terima kasih ya, kamu sudah membantu Kakak membereskan berkas-berkas ini."“Iya Kak, sama-sama. Em Kak Xena, ingin mencari apa, sampai harus membongkar b
Arabelle mengusap lembut rambut Xena, ia menenangkan sepupunya itu.“Kakak jangan takut lagi ya, disini ada Ara dan juga Papah.”Masih dengan ketukatan, Xena memeluk erat Arabelle dengan eart. Matanya berkeliling menyusuri ruangan kamarnya, napasnya pun masih berderu tak beraturan mengingat kejadian mengenasnya itu.Sungguh, Xena benar-benar takut hingga membuatnya menenggelamkan wajahnya dalam pelukan Arabelle."Mereka ada dimana-mana, mereka orang jahat. Mereka yang telah membuat mamah dan papah pergi untuk selamanya," ucapnya lirih."Iya, Kak. Kak Xena tenang ya. Mereka semua udah ga ada disini. Kakak tenang ya. Disini ada Ara dan Papah," ucapnya seraya mengusap punggung Xena seng lembut.Perlahan, dengan sikap lembut Arabelle, membuat Xena merasa lebih tenang. Napasnya mulai beraturan serta pikiranya tak lagi terfokus pada kejadian tersebut.Arabelle pun melonggarkan pelukannya dan menatap sepupunya itu. Terlihat airmata yang masih tersisa dipipinya, membuat gadis berambut sebahu
James berjalan menuju ke kamar sang anak. Ia melihat kalau Xavier sudah terbaring di kasur masih dengan menggunakan baju kerjanya.Tapi, kemeja serta sepatunya sudah di buka, dan itu pasti para dua bodyguard tadi yang membawa anaknya ke kamar.James menghelah nafasnya. 'Walaupun Papah sangat menyayangi kamu. Tapi kamu akan tetap Papah hukum, Nak. Besok kamu akan mendapatkan hal yang setimpal atas perbuatan kamu hari ini.' batinnya.*****Pukul 06:00. Arabelle terbangun dari tidurnya, ia menoleh kearah samping dan tidak melihat sosok Xena disana.Dengan segera, gadis berambut sebahu itu pun bangkit dan langsung mencai keberadaan sepupunya.“Kak Xena ... Kak? Kak Xena ... Aduh, Kak Xena kemana?”Dengan perasaan mecemaskan Xena. Arabelle, menyusuri kamar itu. Ia takut kalau sepupunya itu akan melakukan sesuatu yang nekad. Karena, kalau trauma yang dialaminya kambuh, Xena bisa melakukan apapun, bahkan dulu saat dirinya menjenguk Xena di panti rehabilitasi.Arabelle melihat dengan mata kep
Xena menghela napasnya. ‘Semoga aku bisa mendapatkan pekerjaan disini.’ batinnya.Xena melangkahkan kakinya menuju ke bagian meja resepsionis dimeja itu. Ia menghela napasnya seraya membawa berkas yang sudah ia siapkan sedari rumah tadi.Tiba-tiba, entah dari arah mana seorang wanita dengan dandanan menor dan rok mini menabrak dirinya hingga memunculkan suara keras.Semuanya berantakan tidak karuan, dilantai tersebut. Sontak, Xena pun langsung bertekuk lutut seraya membebreskan berkasnya yang betebaran itu. Bukannya meminta maaf, tapi gadis itu hanya melihat kearah Xena sebentar lalu bergegas pergi begitu saja.Xena yang tengah membereskan berkas miliknya sempat melirik keabrayh wanita itu, namun ia tak sempat melihat wajahnya.Setelah selesai membereskan berkas miliknya, Xena pun segera berdiri, merapihkan pakaiannya dan kembali berjalan masuk ke ruangan tersebut.Tapi lagi-lagi dirinya ditabrak lagi oleh seorang laki-laki, kali ini untungnya ia tidak terjatuh seperti sebelumnya. Kar
"Ah, aku harus menemukan gadis itu. Apa yang dia lakukan di kantorku ya?” gumam Xavier.“Aku harus bertanya pada Sella.” monolognya.Xavier pun langsung bangkit dan segera berjalan menuju Sella, sang resepsionis.“Sella?”Wanita itu pun langsung berdiri dan berbicara ramah pada sang boss. “Iya Pak, Ada yang bisa saya bantu?”“Eum, tadi ada seorang wanita memakai kemeja purih serta rok hitam dan rambutnya panjang, matanya berwarna coklat masuk ke dalam kantor kita?”Sella terdiam sejenak, ia mencoba mengingat apa yang diucapkan oleh atasannya tersebut.“Em ... sepertinya, saya tahu Pak.”“Kamu tahu dia siapa? Dan ada keperluan apa dia kemari?”“Dia kesini hanya ingin melamar pekerjaan Pak, dan satu jam yang lalu saya sudah menaruh berkasnya di ruang HRD.”Xavier mengangguk. “Baik, kalau begitu terima kasih, Sella.”“Baik, Pak. Sama-sama.”Dengan cepat, Xavier pun langsung menuju ruang HRD dan membukan pintu ruangan tersebut tanpa mengetuknya, dan jelas membuat para karyawan yang ada di
Anton pun tiba di ruangannya, dan Xavier pun segera menyuruhnya untuk duduk di sofa, begitu pun juga dengan dirinya yang duduk didekat Anton dan bersiap akan membahas pasal gadis itu."Ada apa ya, Pak?""Saya ingin kamu segera mempercepat proses gadis ini," ucapnya seraya menyerahkan berkas Xena pada Anton.*****Pukul 15:00. seluruh teman-teman Tania segera pulang, yang bersamaan dengan Arabelle yang baru pulang sekolah.Gadis cantik itu memberikan senyuman manis pada mereka semua. Lalu segera berjalan menuju sang Mamah.“Mamah mengadakan arisan?” tanya Arbabrelle.Tania mengangguk. "Bukannya Papah sudah bilang kalau untuk saat ini, Mamah jangan ikut arisan dulu, Mah.”“Ara, kamu dengar baik-baik ya sayang. Ini investasi emas Nak. Jadi, kalau Mamah menang, kan bisa buat keluarga kita juga,”“Ya tapikan Mah ....”“Ara. Sudah, kamu masuk sana, salin terus makan ya.” ucap Tania yang memotong perkataan sag anak, lalu langsung pergi begitu saja.Arabelle hanya menggeleng, bingung dengan si
Tiba-tiba, tepukan seseorang dibahunya menyadarkannya yang membuatnya langsung menoleh.“Siapa yang telpon?” tanya Tania yang sempat mendengar sedikit pembicaraannya tadi ditelpon.“Dari kantor yang Xena lamar tadi Tante."“Terus gimana kabarnya? Sepertinya tadi saya mendengar kalau besok kamu sudah bisa interview."Xena mengangguk seraya tersenyum manis. “Iya Tante, besok pagi Xena sudah dipanggil untuk interview.”“Nah, itu berita bagus. Biasanya perlu waktu lama agar bisa di panggil untuk interview, tapi kamu baru saja tadi pagi menaruh berkasnya tapi besok sudah bisa untuk di interview.”Perkataan Tania Langsung di tanggapi senyuman oleh Xena.“Ingat. Kamu jawab sesuai dengan keahlian kamu, kalau perlu kamu lebih-lebihkan, agar kamu bisa diterima di perusahaan tersebut. Supaya saya dan suami saya tidak melulu membiyayai hidup kamu terus.” ketus Tania dan langsung pergi.Xena menagngguk dan mengatakan. “Iya Tante.”*****Bruak!Xavier menggebrak meja itu dengan keras, hingga membuat
Ardi pulang, ia segera menemui Xena di kamarnya dan akan menanyakan pasal lamaran kerja yang ia kirimkan ke perusahaan tersebut. Namun, baru brebebrapa langkah ia melangkah, sang istri, Tania telah memanggilnya terlebih dahulu, hingga ia pun menghentikan langkahnya dan menoleh kearah istrinya.“Kenapa Mah?”“Tadi Mamah ikut investasi emas lagi, Pah. Dan semoga kali ini, berhasil supaya nanti keuntungannya bisa untuk membantu perekonomian kelaurga kita nanti.“Ardi mengerjapkan kedua matanya, sungguh ia tak tahu dengan sifat istrinya ini mengapa ia tidak peka dengan kondisi yang tengah mereka alami sekarang.“Mah. Kan, Papah sudah berkali-kali bilang dengan Mamah, jangan ikut investasi lagi. Mengapa susah sekali sih, Mamah kalau diberitahu.” tegasnya.“Pah ... jangan marah-marah dulu dong, niat Mamah ini kan baik. Papah dengerin dulu penjelasan Mamah, Pah.”“Ah sudahlah, Papah pusing.” balasnya dan langsung berjalan menuju kamarnya.“Gimana sih Papah, padahalkan niat aku itu baik loh. I