Evelyn tak hentinya merasa bingung karena terus memikirkan rencana Sean yang baginya pasti akan mengagetkan. Namun, sampai saat itu masih belum terjadi apa pun juga."Ayah, Key mau naik itu!" ajak Kelvin sambil menunjuk bianglala."Antrian di jalur VIP saja sepanjang itu. Lebih baik menunggu di sini saja," terang Sean sambil mengelus rambut Kelvin.Kelvin memanyunkan bibir, merasa sedikit kecewa karena keinginannya tidak dikabulkan. Namun, melihat antrian yang panjang di tengah cuaca panas membuat bocah itu menjadi berpikir dua kali untuk menaiki wahana tersebut."Lalu, kemana kita akan pergi, Ayah??" Kelvin menjadi sedikit tidak bersemangat melihat taman bermain yang dipenuhi lautan manusia.Sean bingung harus pergi ke mana, terlebih cuaca terik membuatnya malas untuk berjalan kaki tanpa arah tujuan."Kita ke taman sebelah sana saja!" Evelyn menunjuk sebuah taman di sudut jalan tak jauh dari mereka berada yang terlihat asri dan tidak terlalu banyak orang. "Kita makan makanan dari res
"Kapan kamu menyiapkan ini?" Evelyn masih tak menyangka dengan apa yang telah Sean lakukan."Belum lama ini," jawab Sean dengan santainya.Evelyn hanya bisa menggelengkan kepala, berbanding dengan Kelvin yang terus diam menatap kejutan dari Sean."Apa Key suka?" Sean mengelus lembut rambut sang anak.Kelvin masih terus menatap ke arah balon-balon yang disusun membentuk kata 'Selamat Datang Kelvin'. Entah berapa banyak orang yang terlibat hanya untuk memegangi balon warna-warni tersebut agar bisa berbentuk sedemikian rupa. "Ayah, terima kasih. Key sayang Ayah," ucap Kelvin seraya memeluk Sean dengan begitu erat."Ayah juga sayang, Key," sahut Sean yang dari sorot matanya menunjukan ketulusan.Evelyn sangat bahagia melihat pemandangan tersebut. Ternyata memiliki keluarga yang utuh terasa begitu indah."Terima kasih untuk semua ini, Sean." Evelyn berkata sambil malu-malu.Sean membalasnya dengan senyuman. Ia juga mengusap lembut pipi Evelyn, membuat wajah perempuan itu menjadi semakin m
Sosok pria yang mengenakan setelan jas itu langsung menoleh ke arah Evelyn."Hey, kenapa kamu menjadi begitu menyebalkan, Evelyn?""Untuk apa kamu datang kemari? Aku tidak ingin berhubungan lagi denganmu!" hardik Evelyn sambil mengepalkan tangan."Tenanglah sedikit! Aku datang kemari bukan karena ingin bertemu denganmu! Tapi ada sesuatu yang ingin kusampaikan."Evelyn terus mengepalkan tangan, emosinya seakan membakar dada."Cepat pergi dari sini!" hardik Evelyn sambil menunjuk jalan."Sudah kubilang aku ingin menyampaikan sesuatu! Kenapa sekarang kamu begitu keras kepala? Atau, karena merasa memiliki seorang pelindung yang berkuasa?" Perempuan itu melirik Sean sambil tersenyum genit."Cepat pergi dari sini, Jennifer!" hardik Evelyn.Namun, bukannya pergi, Jennifer malah terus diam sambil menatap Sean, seakan ucapan Evelyn hanyalah angin lalu."Hey, memang kamu tidak ingin tahu keadaan ayahmu?" timpal Jennifer seraya mendelik Evelyn.Evelyn hanya diam saat mendengar tentang ayahnya. K
Evelyn menatap sekeliling, rasanya seperti bukan toko bunga tempat ia biasa bekerja. Karena keanehan tersebut, perempuan itu semakin berusaha mencari Merry yang sudah tidak ada di kamarnya."Ada apa dengan semua ini?" Evelyn tampak terus kebingungan.Setelah mencari ke dapur, kamar mandi, bahkan ke tempat-tempat yang jarang Merry lewati, akhirnya Evelyn memilih untuk pergi ke tempat Laura."Apa hari ini Nyonya Merry datang kemari?" tanya Evelyn dengan napas tak beraturan karena kelelahan setelah berlari."Tidak ada. Untuk apa Nyonya Merry kemari?" Laura tampak berpikir sejenak.Evelyn merasa jika Merry memang tidak ada di tempat itu. Kemudian berniat untuk mencari di tempat lain."Kalau begitu aku pamit dulu.""Hey, tunggu!" Laura berusaha menghentikan Evelyn yang hampir keluar."Ada apa Laura?" tanya Evelyn sambil menoleh ke belakang."Aku ingin mengucapkan terima kasih. Berkatmu Andi bisa memiliki pekerjaan yang begitu mustahil bisa ia dapatkan," terang Laura dengan mata berkaca-kac
"Apa kamu tidak merasa aneh dengan kedatangannya yang tiba-tiba?" Lukas menunjukan ekspresi serius.Evelyn merenungkan ucapan Lukas yang tak pernah terpikirkan olehnya. Ia menjadi semakin tertarik dengan perbincangan tersebut, terlebih kedatangan Jennifer telah membuatnya merasa tidak nyaman dan gelisah."Memang apa yang sebenarnya terjadi?" Evelyn tiba-tiba merasa sedikit cemas."Salah satu anak buah Pak Sean telah menyelidiki masalah Jennifer. Dia bilang kalau saudari tirimu itu kemungkinan ada sangkut pautnya dengan Stella." Jantung Evelyn semakin berdegup kencang, khawatir jika dua perempuan itu memiliki niat buruk padanya lagi."Apa bukti yang membuat orang itu yakin jika Jennifer dan Stella saling berhubungan?""Jennifer saat ini menempati kamar bekas Stella, sepertinya saudari tirimu tidak memiliki banyak uang untuk membayar sebuah suite room di hotel semewah itu. Dan juga, sangat aneh ketika dia tahu alamatmu dengan begitu mudahnya," terang Lukas dengan suara pelan.Di saat b
Evelyn mengerutkan alis sambil menatap Sean lekat. Ia tak mengerti dengan maksud pria di sampingnya itu."Ada apa dengan namaku?" tanya Evelyn yang masih kebingungan."Aku ingin mengenalkanmu sebagai anak perempuan dari keluarga Winston." Jantung Evelyn seakan berhenti berdetak. Ia sangat terkejut dengan apa yang baru saja Sean katakan, terlebih dirinya saja seakan sudah mengubur dalam-dalam identitas tersebut."Aku tidak mau," jawab Evelyn dengan tegasnya. "Kalau kamu tidak mau menikah dengan identitas rendahan ini. Maka cari saja perempuan lain.""Ini bukan tentang diriku! Tapi tentangmu! Pernikahan kita akan mengangkat nama keluargamu dari keterpurukan."Evelyn benar-benar sudah tak ingin terlibat dengan keluarganya lagi. Seandainya bisa memilih ia ingin pergi dari rumah itu sejak ibunya meninggal dulu."Tidak semudah yang kamu bayangkan! Mereka akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan semua yang mereka inginkan," terang Evelyn yang tanpa sadar air matanya sudah membasahi p
Dada Evelyn mendadak sesak saat berjalan menghampiri sosok perempuan yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri. Ia merasa terpukul atas apa yang tengah menimpanya saat itu, terlebih masalah tersebut datang secara bersamaan."Apa yang terjadi?" tanya Evelyn dengan mata berkaca-kaca."Seperti biasa, tergelincir di tangga," jawab perempuan paruh baya yang ternyata adalah Laura.Evelyn menghela napas panjang, merasa bersedih atas apa yang tengah menimpa Merry. Ia tidak tega melihat perempuan tua itu terbaring lemah di kasur."Apa aku bisa meminta tolong untuk menjaga Nyonya Merry sementara waktu? Kebetulan kaki Kelvin sedang terkilir," ucap Evelyn yang merasa sedikit bersalah."Tidak masalah kebetulan Joan baru saja di PHK. Aku juga sudah bosan terus berada di toko," jawab Laura sambil terkekeh."Terima kasih atas bantuannya, Nyonya Laura." Evelyn sedikit membungkukkan badan."Hey, sudahlah. Kalian sudah seperti keluargaku sendiri, sudah sewajarnya aku memberi sedikit bantuan."Evelyn h
Namun, bukannya menjawab Sean malah menatap Evelyn dengan begitu lekat."Sean!" Evelyn menaikan nada suaranya.Sean yang terlihat seperti sedang melamun itu pun tersentak."Evelyn, aku ingin kita menikah secepatnya!" ucap Sean yang napasnya berhembus di wajah Evelyn."Kenapa kamu tiba-tiba begini?" Jantung Evelyn berdebar kencang, wajah memerah karena jarak di antar keduanya begitu dekat."Aku sulit menahan keinginan ini," jawab Sean yang napasnya terasa semakin memburu.Evelyn mulai sadar, jika pikiran Sean sedang tidak baik-baik saja. Ia buru-buru mendorong pria itu agar hal tersebut tidak semakin berlanjut.Setelah Sean sedikit menjauh, Evelyn menarik lengan pria itu, menuntunnya kembali ke balkon. Setelahnya ia langsung menuju ke dapur untuk membuatkan pria itu segelas es lemon."Minumlah!" titah Evelyn seraya menyodorkan secangkir es lemon."Apa ini?" Sean menatap sambil mengerutkan alis."Minum saja. Aku tidak mungkin meracunimu," terang Evelyn.Tanpa banyak basa-basi lagi, Sean
Terima kasih buat semua reader yang sudah mengikuti cerita sampai sejauh ini. Othor bukan apa-apa tanpa kakak² reader.Oh, iya othor mau sedikit menceritakan beberapa kisah tokoh yang nggak muncul di akhir.Ada yang cariin Daren nggak ya? kakak tiri Evelyn yang sempet punya rasa itu akhirnya bisa melupakan istri dari sang atasannya itu, dia memilih untuk melamar kekasih sesama rekan kerja di perusahaan Sean.Lukas, si asisten gila kerja itu lebih milih untuk fokus ngurus perusahaan yang Sean titipin loh. Beberapa kali Sean berusaha ngejodohin sama perempuan malah berakhir di tolak, ya itu semua karena dia gila kerja.Jennifer, kakak tiri Evelyn yang udah insyaf ini milih menjauh dari kehidupan dulu. Dia pergi ke luar negri dan diam-diam menikah dengan warga lokal.Yang lebih mengejutkan, nggak berselang lama setelah Evelyn melahirkan, Nicki melamar Diana di depan orang ramai. Ya, cinta tumbuh karena biasa, kebersamaan bikin benih-benih cinta itu tumbu. Tapi, tenang aja, meski udah bern
Sean tampak kebingungan, tak tahu sang istri hendak mengajaknya ke mana. Sampai saat mereka berdiri di depan sebuah rumah barulah mengerti alasan Evelyn membawanya ke sana.“Kuharap ibu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah korupsi dan perdagangan manusia.” Evelyn tampak terus menghela napas berat, terlebih di setiap kali teringat ibunya.Sean tak mau berspekulasi lebih dan hanya berniat untuk menyaksikan apa yang akan terjadi nantinya.“Ibu ….” teriak Evelyn sambil berjalan cepat ke arah pintu.Namun, ketika masuk ke rumah, Evelyn sama sekali tak mendapati keberadaan sang ibu. Ia mencari ke kamar, dapur bahkan ke gudang, tetapi Rose sama sekali tak ada.“Sepertinya ibumu telah pergi, Evelyn.” Sean merangkul sang istri yang tampak sedang kecewa.“Aku tidak menyangka ibu jadi seperti ini.” Mata Evelyn berkaca-kaca.“Sudahlah, mau bagaimana kalau itu semua sudah menjadi pilihan ibu. Lebih baik kita pulang sekarang, Kelvin sudah menunggumu.”Evelyn mengangguk, rasanya ingin menangis t
Namun, pria yang menariknya itu malah seakan tak memperdulikan Evelyn dan terus menarik entah hendak membawanya ke mana.“Lepaskan! Atau aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal!” ancam Evelyn sambil terus berusaha melepas tangan pria itu.Mendadak pria itu menghentikan langkahnya, menatap Evelyn dengan tatapan datar.“Bu Evelyn, saya tidak bermaksud jahat. Maaf karena saya telah lancang membawa Anda dengan kasar, tapi kalau tidak begini saya khawatir Anda akan kabur dan melewatkan apa yang sedang Pak Sean lakukan,” jelas pria itu.“Pak Sean? Siapa kamu? Bukankah kamu warga asli desa ini?” Perasaan Evelyn menjadi tak karuan saat mendengar ucapan pria itu.“Saya anak buah Pak Sean yang bertugas untuk mengawasi Anda karena secara kebetulan juga merupakan warga desa,” terang anak buah Sean itu.Evelyn belum percaya sepenuhnya, tatapan penuh kecurigaan terus ia perlihatkan. Wajar jika perempuan itu tidak langsung percaya karena bagaimanapun dirinya sedang berada di posisi yang me
Noah terus memperhatikan sekeliling, mengawasi Joseph dan Viona, berharap jika kedua orang itu tidak sedang memperhatikannya. Dan benar saja, mereka sedang asyik dengan orang-orang yang sedang berusaha menjilat.“Aku harap ini akan berhasil,” gumam Noah yang segera beranjak, lalu menyelinap keluar dari pesta.Beruntung saat itu tidak ada yang memperhatikannya, sehingga Noah bisa leluasa berjalan ke sana kemari tanpa ada yang mengetahui.Namun, saat ia sampai di rumah, dari kejauhan terlihat ada beberapa orang yang menjaga area sekitar rumah Joseph tersebut, karenanya Noah berusaha untuk terlihat tenang dan menyembunyikan niat buruknya.“Tuan muda, kenapa Anda sudah kembali? Bukankah pesta masih sedang berlangsung?” tanya salah seorang pria yang sedang menjaga rumah Joseph tersebut.“Ayah menyuruhku untuk membawa perempuan itu ke pesta,” ucap Noah yang terlihat begitu gugup.Awalnya para penjaga sedikit tidak yakin dengan ucapan Noah tersebut. Namun, mereka berpikir kembali, untuk apa
Kelvin tidak mengerti dengan maksud ayahnya, tetapi ia tetap mengizinkan selama bisa membawa sang Ibu kembali.“Hati-hati di jalan, Ayah! Jangan lama-lama,” pinta Kelvin sambil melambai.Mata Kelvin berkaca-kaca. Namun, ia berusaha untuk tetap tegar karena itu semua demi kebaikan sang ibu. Beruntung ada Nicki dan Diana yang selalu menemani, setidaknya bocah itu tidak terlalu berlarut dalam kesedihan.“Paman Nick apakah ayah akan pergi lama?” tanya Kelvin yang wajahnya jelas terlihat sedang menahan tangis.“Paman tidak bisa memastikannya, tapi ayah pasti tidak mau berlama-lama jauh dari Key.”Kelvin tersenyum, berusaha untuk kuat. Bocah itu seakan didewasakan oleh keadaan, yang mana di usianya dia sudah mengalami banyak masalah.Di tengah kegelisahan Kelvin, Sean saat itu malah sedang merasa bahagia karena pada akhirnya semua bukti dan saksi sudah terkumpul, hanya tinggal menjalankan rencana yang sudah matang itu.Sean melaju, menuju salah satu gudang terbengkalai yang berada ujung kot
Evelyn begitu mengenali wanita yang kini berada di hadapannya. Bagaimana tidak? ingatan akan kenangan pahit masih terus terngiang, tidak mungkin terlupakan.“Siapa sangka ternyata kita bisa bertemu lagi,” ucap wanita itu.Evelyn benar-benar benci menatap wajah wanita yang terlihat menjijikan itu, melihatnya membuat teringat pada Sean.“Aku kan tidak menyangka akan bertemu dengan wanita menjijikan sepertimu,” ucap Evelyn dengan tatapan sinis.Ucapan Evelyn berhasil memancing emosi wanita itu. Senyum yang semula tampak penuh penghinaan berubah dengan rasa sakit hati yang jelas terlihat.“Jaga ucapanmu itu jika tidak mau ku buat hidupmu lebih menderita!”Melihat wanita itu kesal, Evelyn merasa sedikit puas, setidaknya perempuan itu merasa sakit hati walaupun hanya sedikit.Namun, rasa senang Evelyn hanya bersifat sementara karena saat itu ia malah ditarik secara paksa menuju ke tempat Joseph berada.“Hentikan! Aku tidak ingin pergi dengan manusia jahat seperti kalian!” timpal Evelyn samb
“Apa maksudnya dengan semua ini? Kami datang bersama-sama tapi kenapa malah melarangku untuk keluar dari Desa ini?” Evelyn menatap tajam kedua penjaga gerbang Desa tersebut.“Maaf, ini semua atas perintah Tuan Joseph. Kami tidak mungkin membantahnya,” jawab salah seorang penjaga.“Kenapa dia terus mengusik hidupku?” Evelyn berusaha mengatur nafas yang sesak akibat emosi yang sudah terlalu bergejolak di dada.Evelyn tidak tahu harus berbuat apa, sampai sekilas terbesit sebuah ide yang sepertinya cukup menarik untuk dilakukan. Ia mendekat perlahan ke arah Diana, lalu berbisik, “kalian pergilah duluan! Aku akan menyusul setelahnya.”Diana tidak setuju dengan ide Evelyn tersebut, tetapi berulang kali menolak pun percuma karena atasannya itu terus memaksa dan mengatakan semua akan baik-baik saja “Percayalah padaku!” ungkap Evelyn dengan senyum yang ia tunjukkan demi berusaha menutupi kegelisahannya.“Tapi, Kak …..” Diana masih ragu untuk meninggalkan Evelyn seorang diri.“Sudahlah, yang t
Di saat Sean rengah mengumpulkan banyak bukti untuk menghancurkan Joseph, di sisi lain Evelyn sedang dalam keadaan hancur, terlebih karena Kelvin terus menanyakan tentang keberadaan ayahnya.“Ibu, kapan ayah pulang? Katanya cuma sebentar!” Kelvin terus mengatakan hal tersebut berulang-ulang.“Ibu tidak tahu, mungkin akan lebih lama karena ini masalah pekerjaan,” ucap Evelyn yang matanya berkaca-kaca.“Ayah jahat! Tega sekali meninggalkan Key,” rengek Kelvin yang bertingkah seperti bocah tantrum.Evelyn tak tahu lagi harus mengatakan apa pada Kelvin. Sang anak seakan tak terima dengan kepergian ayahnya, ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana kedepannya, mengingat dirinya sendiri tidak tahu kapan bisa bertemu lagi dengan Sean setelah setelah kejadian sebelumnya.Beruntung Diana dan Nicki seringkali bertindak cepat. Mereka langsung mengajak Kelvin bermain, berusaha mengalihkan perhatian bocah itu.“Apa kamu tahu apa yang sedang terjadi dengan Pak Sean?” tanya Diana sambil berbisik, ta
Sean seketika bingung, merasa tidak kenal dengan perempuan itu.“Siapa kamu?” tanya Sean sambil mengerutkan alis.“Menyebalkan, ternyata kamu sudah melupakanku!” protes wanita itu.Meski berusaha mengingat, tetap saja Sean lupa jika pernah bertemu dengan wanita itu.“Cepat katakan saja siapa kamu!” seru Sean yang tidak suka bertele-tele.Perempuan itu malah tertawa dengan begitu kencangnya. Wajahnya menunjukkan jika ia memiliki maksud yang tidak baik.“Apa kamu ingat kopi tumpah dan penguntit?” Perempuan itu tersenyum licik.Hanya dengan beberapa kata Sean langsung teringat kejadian di mana seorang wanita pernah menumpahkan kopi pada pakaiannya dan mengaku jika dirinya sedang diikuti oleh seorang penguntit.“Apa maumu?” Sean menatap wanita itu dengan wajah datar.Perempuan itu malah tertawa lagi, lalu tatapannya seakan menatap Sean penuh kebencian.“Salahmu sudah mengabaikanku waktu itu, padahal awalnya aku tidak berniat menuruti permintaan Ayah untuk menjebakmu. Tapi sikapmu yang som