Sean memelototi perempuan di hadapannya dengan sorot mata yang menunjukan betapa tidak sukanya dia."A-aku… "Sean berusaha beranjak, tetapi pusing di kepala seakan membuatnya tak bisa berbuat banyak."Sean, Jangan memaksakan diri begitu!"Sean terus memegangi kepalanya. Benturan akibat kecelakaan masih menyisakan rasa pusing yang begitu menyakitkan."Di mana, Evelyn?""Evelyn? Dia tidak pernah ada di sini. Aku membawamu kemari saat melihat kamu tergeletak di jalan."Sean berusaha menjernihkan pikirannya sejenak. Apa mungkin Evelyn Setega itu meninggalkannya sendirian terkapar di jalan? padahal dia menjadi seperti itu karena berusaha menolong Kelvin dan ibunya."Bagaimana kamu tahu aku ada di jalan itu? Sejak kapan aku pingsan?" Sean belum begitu yakin dengan pernyataan perempuan di hadapannya itu."Itu …. Aku hanya kebetulan lewat. Kamu pingsan belum lama," terang Stella, dengan sedikit gugup.Sean memandangi jam dinding di ruangan, saat itu sudah pukul 22.15, waktu yang cukup lama s
Namun, keduanya seakan tak menghiraukan ucapan Evelyn. mereka tetap memasuki toko bunga dan menghampiri Merry yang tengah duduk di belakang meja kasir."Apa kamu mau menjual toko ini padaku?"Merry mengerutkan alis, merasa heran dengan sikap perempuan tidak tahu malu yang berada di hadapannya."Apa hidupmu hanya kamu lakukan untuk membuat masalah? Aku tidak akan menjual toko ini sampai kapan pun! Lebih baik kalian pergi, cucuku tidak menyukai kalian," terang Merry seraya mendelik ke arah Sean."Hey, jangan terlalu sombong. Aku bisa membeli seluruh area pertokoan di sepanjang jalan ini."Di tengah perdebatan Stella dan Merry, Sean merasa sesak di dada saat melihat Kelvin yang terus menangisinya. Padahal ia tidak bermaksud membuat bocah tersebut bersedih, kedatangannya kemari hanya untuk sedikit memberi teguran pada Evelyn yang menurutnya sudah sangat keterlaluan."Ibu, Ayah jahat! Ayah malah bersama perempuan lain," teriak Kelvin di tengah tangisnya.Merasa kesal mendengar ucapan Kelvi
Evelyn menoleh ke sana kemari mencari sumber suara, sampai seseorang secara tiba-tiba menghampirinya."Apa yang kamu lakukan di sini Evelyn? Lalu, siapa dia?"Evelyn sempat terdiam beberapa detik. Ia awalnya merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut, sampai terpikirkan sebuah ide yang menurutnya akan menjadi hal menarik."Aku sedang menemani Key bermain. Dia sangat ingin pergi ke mall," jawab Evelyn."Tumben sekali, padahal kamu paling sulit di ajak pergi."Saat Evelyn tengah asyik berbincang, Sean yang mulai tak senang dengan pemandangan di depannya pun langsung berdeham dengan keras."Ah, maaf. Aku lupa memperkenalkan diri, namaku Jimmy." Pria tersebut mengulurkan tangan, mengajak Sean berjabat tangan."Sean," jawab Sean singkat lalu dengan cepat menarik lengannya."Halo Key, apa kamu merindukan Paman Jim?" Jimmy berjongkok dekat Kelvin, yang di saat bersamaan bocah tersebut sedang dituntun oleh Sean."Tentu saja Key sangat rindu Paman Jim. Kapan Paman datang ke toko lagi?" tanya
Kelvin langsung menutup mulutnya yang sedang menganga. Ia tak menyangka akan melihat sang ayah mencium ibunya."Yeay, Ayah mencium kening Ibu. Seperti Ibu yang sering mencium Key," teriak Kelvin.Evelyn dan Sean yang semula terdiam mendadak salah tingkah saat tersadar dari lamunan. Bahkan wajah mereka memerah saking merasa malu."Tolong jangan salah paham," bisik Evelyn yang tak berani menatap Sean."Aku tahu."Kelvin yang semula hanya melihat dari kejauhan langsung menghampiri Sean dan Evelyn, lalu memeluk keduanya dengan begitu erat."Ayah, Ibu … terima kasih untuk hari ini," ucap Kelvin yang berpikir jika hari ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidupnya."Sama-sama, Key. Seterusnya Ayah akan berusaha membahagiakan Key." Sean mengusap lembut rambut anaknya itu."Terima kasih, Ayah. Key sayang Ayah."Hati Evelyn seketika terenyuh. Andai mereka adalah keluarga yang seutuhnya, mungkin kebahagiaan akan selalu menyertai Kelvin.Setelah selesai bermain, Sean pun langsung mengajak
Evelyn buru-buru keluar kamar dan mencari keberadaan Merry untuk menanyakan tentang Kelvin."Nyonya Merry, tolong buka pintunya sebentar!" Evelyn mengetuk-ngetuk pintu kamar Merry dengan sangat pelan.Hujan semalam ternyata membuat Merry juga tidur dengan sangat lelap. Bahkan perempuan tua itu sama sekali tidak tahu dengan keributan antara Evelyn dan Sean.Dengan langkah gontai, Merry membuka pintu kamar meski masih sedikit pusing karena mendadak bangun."Ada apa, Evelyn?" tanya Merry sambil menggosok matanya yang masih belum melihat dengan jelas.Evelyn ragu jika Merry tahu keberadaan Kelvin, melihat dari gayanya saja seperti baru bangun tidur."Kelvin tidak ada di kamar.""Sudah tanya Andi?""Bukan itu masalahnya. Kelvin tidak akan keluar kamar tanpa membangunkanku dulu," terang Evelyn.Merry tampak berpikir sejenak, berusaha mencari kemungkinan ke mana Kelvin pergi."Sudah tanya ayahnya?""Belum, tapi … ""Sudahlah, kamu tanya dulu saja. Kelvin terlihat begitu bahagia saat bertemu
Stella langsung menoleh ke sumber suara dengan tatapan kesal."Dia berusaha menggangguku! Kenapa kamu malah melindunginya?" Stella mendelik kesal."Aku hanya ingin bertanya saja. Tidak lebih!" Evelyn berusaha membantah agar ia tak diusir dari tempat itu."Tapi, caramu sudah membuatku tak nyaman! Aku benci seseorang yang tidak sopan padaku!""Lukas, kumohon! Aku hanya ingin tahu di mana Sean sekarang," terang Evelyn.Lukas mengerutkan kening, merasa heran karena Evelyn malah menanyakan keberadaan Sean."Bukannya kamu yang membawa Pak Sean ke rumah sakit?" Lukas mengerutkan alis."Aku? Rumah sakit?" Evelyn malah lebih bingung di banding Lukas."Iya, aku pikir kamu yang mengirimkan pesan singkat dari ponsel Pak Sean.""Tidak, aku malah tidak tahu apa yang terjadi padanya. Lalu, apa kamu tahu di mana Kelvin?" Dada Evelyn berdebar kencang, sedikit takut jika jawaban Lukas tidak seperti yang ia inginkan.Sedangkan Lukas lagi-lagi mengerutkan alis saking bingungnya dengan situasi tersebut. I
"Apa maksudmu, Sean?" tanya Evelyn seraya mengernyitkan dahi.Namun Sean seakan tak menghiraukan ucapan Evelyn. Ia melanjutkan makan, dengan meminta Stella menyuapinya lagi."Pak, Evelyn sedang mencari Kelvin. Apa Bapak tahu sesuatu tentang anak itu?" Lukas berusaha membantu Evelyn saat melihat sikap Sean yang tak seperti biasanya."Aku tidak tahu!" Sean bahkan tak menoleh sedikitpun ke arah Evelyn.Evelyn mengepalkan tangan, kesal dengan ucapan yang terlontar dari mulut Sean. Bagaimana mungkin seorang ayah yang kemarin terlihat begitu peduli, sekarang seakan tak mau tahu saat anaknya menghilang."Evelyn, kenapa kamu malah menanyakan anakmu pada Sean? Sebagai seorang ibu, seharusnya kamu tahu semua tentang bocah itu." Stella menatap Evelyn sambil tersenyum jahat."Aku tidak bicara denganmu!" hardik Evelyn yang semakin kesal pada Stella."Kurang ajar! Berani sekali kamu membentakku!" Stella beranjak dari duduknya, lalu menyiram Evelyn dengan segelas teh panas."Ah," Evelyn merintih kes
Mendengar hal tersebut, Evelyn langsung bergegas menuju mini market. Ia benar-benar menaruh harapan besar pada Andi."Kuharap Kelvin ada di sana," gumam Evelyn sambil mengenakan helm, bersiap menuju mini market yang jaraknya tak terlalu jauh.Evelyn melajukan motor dengan kencang di tengah kondisi jalanan sepi, saking tidak sabarnya ingin segera bertemu dengan Kelvin. Hanya sekitar lima menit, ia sampai di depan minimarket tempat Andi kini berada.Dengan jantung berdebar kencang, Evelyn buru-buru melepas helmnya dan langsung masuk ke dalam minimarket."Di mana Andi?" Evelyn mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko."Di ruang karyawan. Biasanya aku tidak mengizinkan siapa pun masuk, tapi karena ini darurat, kamu bisa langsung masuk ke dalam," terang kasir minimarket tersebut."Terima kasih." Evelyn tersenyum tipis.Evelyn bergegas menuju ruang karyawan yang barusan kasir itu tunjukan. Sampai saat ia melihat Andi yang ternyata sedang duduk seorang diri."Di mana Kelvin?" Lagi-lagi Ev