Kelvin langsung menutup mulutnya yang sedang menganga. Ia tak menyangka akan melihat sang ayah mencium ibunya."Yeay, Ayah mencium kening Ibu. Seperti Ibu yang sering mencium Key," teriak Kelvin.Evelyn dan Sean yang semula terdiam mendadak salah tingkah saat tersadar dari lamunan. Bahkan wajah mereka memerah saking merasa malu."Tolong jangan salah paham," bisik Evelyn yang tak berani menatap Sean."Aku tahu."Kelvin yang semula hanya melihat dari kejauhan langsung menghampiri Sean dan Evelyn, lalu memeluk keduanya dengan begitu erat."Ayah, Ibu … terima kasih untuk hari ini," ucap Kelvin yang berpikir jika hari ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidupnya."Sama-sama, Key. Seterusnya Ayah akan berusaha membahagiakan Key." Sean mengusap lembut rambut anaknya itu."Terima kasih, Ayah. Key sayang Ayah."Hati Evelyn seketika terenyuh. Andai mereka adalah keluarga yang seutuhnya, mungkin kebahagiaan akan selalu menyertai Kelvin.Setelah selesai bermain, Sean pun langsung mengajak
Evelyn buru-buru keluar kamar dan mencari keberadaan Merry untuk menanyakan tentang Kelvin."Nyonya Merry, tolong buka pintunya sebentar!" Evelyn mengetuk-ngetuk pintu kamar Merry dengan sangat pelan.Hujan semalam ternyata membuat Merry juga tidur dengan sangat lelap. Bahkan perempuan tua itu sama sekali tidak tahu dengan keributan antara Evelyn dan Sean.Dengan langkah gontai, Merry membuka pintu kamar meski masih sedikit pusing karena mendadak bangun."Ada apa, Evelyn?" tanya Merry sambil menggosok matanya yang masih belum melihat dengan jelas.Evelyn ragu jika Merry tahu keberadaan Kelvin, melihat dari gayanya saja seperti baru bangun tidur."Kelvin tidak ada di kamar.""Sudah tanya Andi?""Bukan itu masalahnya. Kelvin tidak akan keluar kamar tanpa membangunkanku dulu," terang Evelyn.Merry tampak berpikir sejenak, berusaha mencari kemungkinan ke mana Kelvin pergi."Sudah tanya ayahnya?""Belum, tapi … ""Sudahlah, kamu tanya dulu saja. Kelvin terlihat begitu bahagia saat bertemu
Stella langsung menoleh ke sumber suara dengan tatapan kesal."Dia berusaha menggangguku! Kenapa kamu malah melindunginya?" Stella mendelik kesal."Aku hanya ingin bertanya saja. Tidak lebih!" Evelyn berusaha membantah agar ia tak diusir dari tempat itu."Tapi, caramu sudah membuatku tak nyaman! Aku benci seseorang yang tidak sopan padaku!""Lukas, kumohon! Aku hanya ingin tahu di mana Sean sekarang," terang Evelyn.Lukas mengerutkan kening, merasa heran karena Evelyn malah menanyakan keberadaan Sean."Bukannya kamu yang membawa Pak Sean ke rumah sakit?" Lukas mengerutkan alis."Aku? Rumah sakit?" Evelyn malah lebih bingung di banding Lukas."Iya, aku pikir kamu yang mengirimkan pesan singkat dari ponsel Pak Sean.""Tidak, aku malah tidak tahu apa yang terjadi padanya. Lalu, apa kamu tahu di mana Kelvin?" Dada Evelyn berdebar kencang, sedikit takut jika jawaban Lukas tidak seperti yang ia inginkan.Sedangkan Lukas lagi-lagi mengerutkan alis saking bingungnya dengan situasi tersebut. I
"Apa maksudmu, Sean?" tanya Evelyn seraya mengernyitkan dahi.Namun Sean seakan tak menghiraukan ucapan Evelyn. Ia melanjutkan makan, dengan meminta Stella menyuapinya lagi."Pak, Evelyn sedang mencari Kelvin. Apa Bapak tahu sesuatu tentang anak itu?" Lukas berusaha membantu Evelyn saat melihat sikap Sean yang tak seperti biasanya."Aku tidak tahu!" Sean bahkan tak menoleh sedikitpun ke arah Evelyn.Evelyn mengepalkan tangan, kesal dengan ucapan yang terlontar dari mulut Sean. Bagaimana mungkin seorang ayah yang kemarin terlihat begitu peduli, sekarang seakan tak mau tahu saat anaknya menghilang."Evelyn, kenapa kamu malah menanyakan anakmu pada Sean? Sebagai seorang ibu, seharusnya kamu tahu semua tentang bocah itu." Stella menatap Evelyn sambil tersenyum jahat."Aku tidak bicara denganmu!" hardik Evelyn yang semakin kesal pada Stella."Kurang ajar! Berani sekali kamu membentakku!" Stella beranjak dari duduknya, lalu menyiram Evelyn dengan segelas teh panas."Ah," Evelyn merintih kes
Mendengar hal tersebut, Evelyn langsung bergegas menuju mini market. Ia benar-benar menaruh harapan besar pada Andi."Kuharap Kelvin ada di sana," gumam Evelyn sambil mengenakan helm, bersiap menuju mini market yang jaraknya tak terlalu jauh.Evelyn melajukan motor dengan kencang di tengah kondisi jalanan sepi, saking tidak sabarnya ingin segera bertemu dengan Kelvin. Hanya sekitar lima menit, ia sampai di depan minimarket tempat Andi kini berada.Dengan jantung berdebar kencang, Evelyn buru-buru melepas helmnya dan langsung masuk ke dalam minimarket."Di mana Andi?" Evelyn mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko."Di ruang karyawan. Biasanya aku tidak mengizinkan siapa pun masuk, tapi karena ini darurat, kamu bisa langsung masuk ke dalam," terang kasir minimarket tersebut."Terima kasih." Evelyn tersenyum tipis.Evelyn bergegas menuju ruang karyawan yang barusan kasir itu tunjukan. Sampai saat ia melihat Andi yang ternyata sedang duduk seorang diri."Di mana Kelvin?" Lagi-lagi Ev
Lukas merasa heran melihat tingkah kedua orang di sampingnya itu, tetapi ia memilih untuk tidak ikut campur sampai akhirnya secara tiba-tiba Evelyn dan Andi secara berbarengan menatapnya."Apa kamu tahu masalah ini?" Evelyn menatap lekat."Masalah apa?" Lukas lagi-lagi mengernyitkan dahi, bingung dengan maksud Evelyn.Mendengar jawaban Lukas, Evelyn dan Andi malah saling pandang lagi. Mereka malah terlihat kebingungan."Kalau begitu, ayo ikut kami," ajak Evelyn seraya menarik lengan Lukas.Lukas hanya pasrah karena tidak tahu apa-apa. Ia memilih untuk mengikuti ajakan Evelyn karena khawatir jika masalah tersebut ada kaitan dengan dirinya.Lukas dan Evelyn langsung menaiki mobil, sedangkan Andi mengikuti dari belakang dengan mengendarai motor. Sampai tak berselang lama, mereka pun sampai di depan toko bunga Merry.Dari kejauhan terlihat warga tengah berkerumun menyaksikan seorang pria bertubuh gempal yang sedang berbicara di atas sebuah panggung kecil."Evelyn, apa yang sebenarnya terj
"Kenapa? Apa yang terjadi?" Evelyn tampak kebingungan.Namun bukannya menjawab tiga orang warga tersebut malah terus menatap Evelyn dengan sinis, mereka tampak begitu kesal pada perempuan itu.Evelyn merasa tidak nyaman dengan respon orang-orang itu. Ia tak merasa melakukan kesalahan apa pun yang membuat orang lain sampai harus membencinya.Saat itu, Evelyn sampai di tengah beberapa warga yang sedang berkerumun menunggunya, sekilas terdengar jika mereka tengah berdebat dengan Merry."Sudah kubilang, Evelyn tak ada hubungannya dengan ini semua!" teriak Merry."Aku dengar kabar kalau Evelyn sudah membuat seorang pria sakit hati dan berbuat sampai sejauh ini," timpal seorang pria paruh baya."Kamu itu seorang pria, tapi begitu percaya rumor," balas Merry lagi."Karena aku melihat sendiri Evelyn pergi dengan seorang pria yang mengendarai mobil mewah. Seseorang mengatakan padaku jika laki-laki itulah Presdirnya!"Sesaat kemudian, pria yang terus mengoceh itu langsung menatap Evelyn berusah
Namun, orang tersebut tak menghiraukan Evelyn yang terus berontak. Ia malah menariknya masuk ke dalam sebuah mobil van putih yang ternyata sudah parkir di depan toko sejak tiga puluh menit yang lalu.Merry yang sudah renta dan memiliki riwayat sakit pinggang tak kunjung sembuh, hanya bisa berteriak dari dalam toko sambil berusaha berjalan dalam keadaan panik."Hey, hentikan! Jangan sakiti Evelyn!" teriak Merry yang tak terdengar oleh siapa pun.Merasa usahanya sia-sia, Merry bergegas masuk ke toko dan meraih telepon kabel untuk menghubungi Andi."Dengan Laura di sini. Ada yang bisa saya bantu?""Laura, apa Andi ada di rumah?" tanya Merry dengan nada panik."Andi, dia sedang pergi. Ada apa Merry? Kenapa suaramu terdengar panik begitu?""Evelyn diculik. Aku melihat mobil putih membawanya pergi." "Kamu tunggu saja. Aku telepon Andi untuk mencari Evelyn." Laura langsung menutup telepon.Merry langsung menghela napas dalam setelah mendengar ucapan Laura barusan. Setidaknya ia merasa lebih