Evelyn menoleh ke sana kemari mencari sumber suara, sampai seseorang secara tiba-tiba menghampirinya."Apa yang kamu lakukan di sini Evelyn? Lalu, siapa dia?"Evelyn sempat terdiam beberapa detik. Ia awalnya merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut, sampai terpikirkan sebuah ide yang menurutnya akan menjadi hal menarik."Aku sedang menemani Key bermain. Dia sangat ingin pergi ke mall," jawab Evelyn."Tumben sekali, padahal kamu paling sulit di ajak pergi."Saat Evelyn tengah asyik berbincang, Sean yang mulai tak senang dengan pemandangan di depannya pun langsung berdeham dengan keras."Ah, maaf. Aku lupa memperkenalkan diri, namaku Jimmy." Pria tersebut mengulurkan tangan, mengajak Sean berjabat tangan."Sean," jawab Sean singkat lalu dengan cepat menarik lengannya."Halo Key, apa kamu merindukan Paman Jim?" Jimmy berjongkok dekat Kelvin, yang di saat bersamaan bocah tersebut sedang dituntun oleh Sean."Tentu saja Key sangat rindu Paman Jim. Kapan Paman datang ke toko lagi?" tanya
Kelvin langsung menutup mulutnya yang sedang menganga. Ia tak menyangka akan melihat sang ayah mencium ibunya."Yeay, Ayah mencium kening Ibu. Seperti Ibu yang sering mencium Key," teriak Kelvin.Evelyn dan Sean yang semula terdiam mendadak salah tingkah saat tersadar dari lamunan. Bahkan wajah mereka memerah saking merasa malu."Tolong jangan salah paham," bisik Evelyn yang tak berani menatap Sean."Aku tahu."Kelvin yang semula hanya melihat dari kejauhan langsung menghampiri Sean dan Evelyn, lalu memeluk keduanya dengan begitu erat."Ayah, Ibu … terima kasih untuk hari ini," ucap Kelvin yang berpikir jika hari ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidupnya."Sama-sama, Key. Seterusnya Ayah akan berusaha membahagiakan Key." Sean mengusap lembut rambut anaknya itu."Terima kasih, Ayah. Key sayang Ayah."Hati Evelyn seketika terenyuh. Andai mereka adalah keluarga yang seutuhnya, mungkin kebahagiaan akan selalu menyertai Kelvin.Setelah selesai bermain, Sean pun langsung mengajak
Evelyn buru-buru keluar kamar dan mencari keberadaan Merry untuk menanyakan tentang Kelvin."Nyonya Merry, tolong buka pintunya sebentar!" Evelyn mengetuk-ngetuk pintu kamar Merry dengan sangat pelan.Hujan semalam ternyata membuat Merry juga tidur dengan sangat lelap. Bahkan perempuan tua itu sama sekali tidak tahu dengan keributan antara Evelyn dan Sean.Dengan langkah gontai, Merry membuka pintu kamar meski masih sedikit pusing karena mendadak bangun."Ada apa, Evelyn?" tanya Merry sambil menggosok matanya yang masih belum melihat dengan jelas.Evelyn ragu jika Merry tahu keberadaan Kelvin, melihat dari gayanya saja seperti baru bangun tidur."Kelvin tidak ada di kamar.""Sudah tanya Andi?""Bukan itu masalahnya. Kelvin tidak akan keluar kamar tanpa membangunkanku dulu," terang Evelyn.Merry tampak berpikir sejenak, berusaha mencari kemungkinan ke mana Kelvin pergi."Sudah tanya ayahnya?""Belum, tapi … ""Sudahlah, kamu tanya dulu saja. Kelvin terlihat begitu bahagia saat bertemu
Stella langsung menoleh ke sumber suara dengan tatapan kesal."Dia berusaha menggangguku! Kenapa kamu malah melindunginya?" Stella mendelik kesal."Aku hanya ingin bertanya saja. Tidak lebih!" Evelyn berusaha membantah agar ia tak diusir dari tempat itu."Tapi, caramu sudah membuatku tak nyaman! Aku benci seseorang yang tidak sopan padaku!""Lukas, kumohon! Aku hanya ingin tahu di mana Sean sekarang," terang Evelyn.Lukas mengerutkan kening, merasa heran karena Evelyn malah menanyakan keberadaan Sean."Bukannya kamu yang membawa Pak Sean ke rumah sakit?" Lukas mengerutkan alis."Aku? Rumah sakit?" Evelyn malah lebih bingung di banding Lukas."Iya, aku pikir kamu yang mengirimkan pesan singkat dari ponsel Pak Sean.""Tidak, aku malah tidak tahu apa yang terjadi padanya. Lalu, apa kamu tahu di mana Kelvin?" Dada Evelyn berdebar kencang, sedikit takut jika jawaban Lukas tidak seperti yang ia inginkan.Sedangkan Lukas lagi-lagi mengerutkan alis saking bingungnya dengan situasi tersebut. I
"Apa maksudmu, Sean?" tanya Evelyn seraya mengernyitkan dahi.Namun Sean seakan tak menghiraukan ucapan Evelyn. Ia melanjutkan makan, dengan meminta Stella menyuapinya lagi."Pak, Evelyn sedang mencari Kelvin. Apa Bapak tahu sesuatu tentang anak itu?" Lukas berusaha membantu Evelyn saat melihat sikap Sean yang tak seperti biasanya."Aku tidak tahu!" Sean bahkan tak menoleh sedikitpun ke arah Evelyn.Evelyn mengepalkan tangan, kesal dengan ucapan yang terlontar dari mulut Sean. Bagaimana mungkin seorang ayah yang kemarin terlihat begitu peduli, sekarang seakan tak mau tahu saat anaknya menghilang."Evelyn, kenapa kamu malah menanyakan anakmu pada Sean? Sebagai seorang ibu, seharusnya kamu tahu semua tentang bocah itu." Stella menatap Evelyn sambil tersenyum jahat."Aku tidak bicara denganmu!" hardik Evelyn yang semakin kesal pada Stella."Kurang ajar! Berani sekali kamu membentakku!" Stella beranjak dari duduknya, lalu menyiram Evelyn dengan segelas teh panas."Ah," Evelyn merintih kes
Mendengar hal tersebut, Evelyn langsung bergegas menuju mini market. Ia benar-benar menaruh harapan besar pada Andi."Kuharap Kelvin ada di sana," gumam Evelyn sambil mengenakan helm, bersiap menuju mini market yang jaraknya tak terlalu jauh.Evelyn melajukan motor dengan kencang di tengah kondisi jalanan sepi, saking tidak sabarnya ingin segera bertemu dengan Kelvin. Hanya sekitar lima menit, ia sampai di depan minimarket tempat Andi kini berada.Dengan jantung berdebar kencang, Evelyn buru-buru melepas helmnya dan langsung masuk ke dalam minimarket."Di mana Andi?" Evelyn mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko."Di ruang karyawan. Biasanya aku tidak mengizinkan siapa pun masuk, tapi karena ini darurat, kamu bisa langsung masuk ke dalam," terang kasir minimarket tersebut."Terima kasih." Evelyn tersenyum tipis.Evelyn bergegas menuju ruang karyawan yang barusan kasir itu tunjukan. Sampai saat ia melihat Andi yang ternyata sedang duduk seorang diri."Di mana Kelvin?" Lagi-lagi Ev
Lukas merasa heran melihat tingkah kedua orang di sampingnya itu, tetapi ia memilih untuk tidak ikut campur sampai akhirnya secara tiba-tiba Evelyn dan Andi secara berbarengan menatapnya."Apa kamu tahu masalah ini?" Evelyn menatap lekat."Masalah apa?" Lukas lagi-lagi mengernyitkan dahi, bingung dengan maksud Evelyn.Mendengar jawaban Lukas, Evelyn dan Andi malah saling pandang lagi. Mereka malah terlihat kebingungan."Kalau begitu, ayo ikut kami," ajak Evelyn seraya menarik lengan Lukas.Lukas hanya pasrah karena tidak tahu apa-apa. Ia memilih untuk mengikuti ajakan Evelyn karena khawatir jika masalah tersebut ada kaitan dengan dirinya.Lukas dan Evelyn langsung menaiki mobil, sedangkan Andi mengikuti dari belakang dengan mengendarai motor. Sampai tak berselang lama, mereka pun sampai di depan toko bunga Merry.Dari kejauhan terlihat warga tengah berkerumun menyaksikan seorang pria bertubuh gempal yang sedang berbicara di atas sebuah panggung kecil."Evelyn, apa yang sebenarnya terj
"Kenapa? Apa yang terjadi?" Evelyn tampak kebingungan.Namun bukannya menjawab tiga orang warga tersebut malah terus menatap Evelyn dengan sinis, mereka tampak begitu kesal pada perempuan itu.Evelyn merasa tidak nyaman dengan respon orang-orang itu. Ia tak merasa melakukan kesalahan apa pun yang membuat orang lain sampai harus membencinya.Saat itu, Evelyn sampai di tengah beberapa warga yang sedang berkerumun menunggunya, sekilas terdengar jika mereka tengah berdebat dengan Merry."Sudah kubilang, Evelyn tak ada hubungannya dengan ini semua!" teriak Merry."Aku dengar kabar kalau Evelyn sudah membuat seorang pria sakit hati dan berbuat sampai sejauh ini," timpal seorang pria paruh baya."Kamu itu seorang pria, tapi begitu percaya rumor," balas Merry lagi."Karena aku melihat sendiri Evelyn pergi dengan seorang pria yang mengendarai mobil mewah. Seseorang mengatakan padaku jika laki-laki itulah Presdirnya!"Sesaat kemudian, pria yang terus mengoceh itu langsung menatap Evelyn berusah
Terima kasih buat semua reader yang sudah mengikuti cerita sampai sejauh ini. Othor bukan apa-apa tanpa kakak² reader.Oh, iya othor mau sedikit menceritakan beberapa kisah tokoh yang nggak muncul di akhir.Ada yang cariin Daren nggak ya? kakak tiri Evelyn yang sempet punya rasa itu akhirnya bisa melupakan istri dari sang atasannya itu, dia memilih untuk melamar kekasih sesama rekan kerja di perusahaan Sean.Lukas, si asisten gila kerja itu lebih milih untuk fokus ngurus perusahaan yang Sean titipin loh. Beberapa kali Sean berusaha ngejodohin sama perempuan malah berakhir di tolak, ya itu semua karena dia gila kerja.Jennifer, kakak tiri Evelyn yang udah insyaf ini milih menjauh dari kehidupan dulu. Dia pergi ke luar negri dan diam-diam menikah dengan warga lokal.Yang lebih mengejutkan, nggak berselang lama setelah Evelyn melahirkan, Nicki melamar Diana di depan orang ramai. Ya, cinta tumbuh karena biasa, kebersamaan bikin benih-benih cinta itu tumbu. Tapi, tenang aja, meski udah bern
Sean tampak kebingungan, tak tahu sang istri hendak mengajaknya ke mana. Sampai saat mereka berdiri di depan sebuah rumah barulah mengerti alasan Evelyn membawanya ke sana.“Kuharap ibu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah korupsi dan perdagangan manusia.” Evelyn tampak terus menghela napas berat, terlebih di setiap kali teringat ibunya.Sean tak mau berspekulasi lebih dan hanya berniat untuk menyaksikan apa yang akan terjadi nantinya.“Ibu ….” teriak Evelyn sambil berjalan cepat ke arah pintu.Namun, ketika masuk ke rumah, Evelyn sama sekali tak mendapati keberadaan sang ibu. Ia mencari ke kamar, dapur bahkan ke gudang, tetapi Rose sama sekali tak ada.“Sepertinya ibumu telah pergi, Evelyn.” Sean merangkul sang istri yang tampak sedang kecewa.“Aku tidak menyangka ibu jadi seperti ini.” Mata Evelyn berkaca-kaca.“Sudahlah, mau bagaimana kalau itu semua sudah menjadi pilihan ibu. Lebih baik kita pulang sekarang, Kelvin sudah menunggumu.”Evelyn mengangguk, rasanya ingin menangis t
Namun, pria yang menariknya itu malah seakan tak memperdulikan Evelyn dan terus menarik entah hendak membawanya ke mana.“Lepaskan! Atau aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal!” ancam Evelyn sambil terus berusaha melepas tangan pria itu.Mendadak pria itu menghentikan langkahnya, menatap Evelyn dengan tatapan datar.“Bu Evelyn, saya tidak bermaksud jahat. Maaf karena saya telah lancang membawa Anda dengan kasar, tapi kalau tidak begini saya khawatir Anda akan kabur dan melewatkan apa yang sedang Pak Sean lakukan,” jelas pria itu.“Pak Sean? Siapa kamu? Bukankah kamu warga asli desa ini?” Perasaan Evelyn menjadi tak karuan saat mendengar ucapan pria itu.“Saya anak buah Pak Sean yang bertugas untuk mengawasi Anda karena secara kebetulan juga merupakan warga desa,” terang anak buah Sean itu.Evelyn belum percaya sepenuhnya, tatapan penuh kecurigaan terus ia perlihatkan. Wajar jika perempuan itu tidak langsung percaya karena bagaimanapun dirinya sedang berada di posisi yang me
Noah terus memperhatikan sekeliling, mengawasi Joseph dan Viona, berharap jika kedua orang itu tidak sedang memperhatikannya. Dan benar saja, mereka sedang asyik dengan orang-orang yang sedang berusaha menjilat.“Aku harap ini akan berhasil,” gumam Noah yang segera beranjak, lalu menyelinap keluar dari pesta.Beruntung saat itu tidak ada yang memperhatikannya, sehingga Noah bisa leluasa berjalan ke sana kemari tanpa ada yang mengetahui.Namun, saat ia sampai di rumah, dari kejauhan terlihat ada beberapa orang yang menjaga area sekitar rumah Joseph tersebut, karenanya Noah berusaha untuk terlihat tenang dan menyembunyikan niat buruknya.“Tuan muda, kenapa Anda sudah kembali? Bukankah pesta masih sedang berlangsung?” tanya salah seorang pria yang sedang menjaga rumah Joseph tersebut.“Ayah menyuruhku untuk membawa perempuan itu ke pesta,” ucap Noah yang terlihat begitu gugup.Awalnya para penjaga sedikit tidak yakin dengan ucapan Noah tersebut. Namun, mereka berpikir kembali, untuk apa
Kelvin tidak mengerti dengan maksud ayahnya, tetapi ia tetap mengizinkan selama bisa membawa sang Ibu kembali.“Hati-hati di jalan, Ayah! Jangan lama-lama,” pinta Kelvin sambil melambai.Mata Kelvin berkaca-kaca. Namun, ia berusaha untuk tetap tegar karena itu semua demi kebaikan sang ibu. Beruntung ada Nicki dan Diana yang selalu menemani, setidaknya bocah itu tidak terlalu berlarut dalam kesedihan.“Paman Nick apakah ayah akan pergi lama?” tanya Kelvin yang wajahnya jelas terlihat sedang menahan tangis.“Paman tidak bisa memastikannya, tapi ayah pasti tidak mau berlama-lama jauh dari Key.”Kelvin tersenyum, berusaha untuk kuat. Bocah itu seakan didewasakan oleh keadaan, yang mana di usianya dia sudah mengalami banyak masalah.Di tengah kegelisahan Kelvin, Sean saat itu malah sedang merasa bahagia karena pada akhirnya semua bukti dan saksi sudah terkumpul, hanya tinggal menjalankan rencana yang sudah matang itu.Sean melaju, menuju salah satu gudang terbengkalai yang berada ujung kot
Evelyn begitu mengenali wanita yang kini berada di hadapannya. Bagaimana tidak? ingatan akan kenangan pahit masih terus terngiang, tidak mungkin terlupakan.“Siapa sangka ternyata kita bisa bertemu lagi,” ucap wanita itu.Evelyn benar-benar benci menatap wajah wanita yang terlihat menjijikan itu, melihatnya membuat teringat pada Sean.“Aku kan tidak menyangka akan bertemu dengan wanita menjijikan sepertimu,” ucap Evelyn dengan tatapan sinis.Ucapan Evelyn berhasil memancing emosi wanita itu. Senyum yang semula tampak penuh penghinaan berubah dengan rasa sakit hati yang jelas terlihat.“Jaga ucapanmu itu jika tidak mau ku buat hidupmu lebih menderita!”Melihat wanita itu kesal, Evelyn merasa sedikit puas, setidaknya perempuan itu merasa sakit hati walaupun hanya sedikit.Namun, rasa senang Evelyn hanya bersifat sementara karena saat itu ia malah ditarik secara paksa menuju ke tempat Joseph berada.“Hentikan! Aku tidak ingin pergi dengan manusia jahat seperti kalian!” timpal Evelyn samb
“Apa maksudnya dengan semua ini? Kami datang bersama-sama tapi kenapa malah melarangku untuk keluar dari Desa ini?” Evelyn menatap tajam kedua penjaga gerbang Desa tersebut.“Maaf, ini semua atas perintah Tuan Joseph. Kami tidak mungkin membantahnya,” jawab salah seorang penjaga.“Kenapa dia terus mengusik hidupku?” Evelyn berusaha mengatur nafas yang sesak akibat emosi yang sudah terlalu bergejolak di dada.Evelyn tidak tahu harus berbuat apa, sampai sekilas terbesit sebuah ide yang sepertinya cukup menarik untuk dilakukan. Ia mendekat perlahan ke arah Diana, lalu berbisik, “kalian pergilah duluan! Aku akan menyusul setelahnya.”Diana tidak setuju dengan ide Evelyn tersebut, tetapi berulang kali menolak pun percuma karena atasannya itu terus memaksa dan mengatakan semua akan baik-baik saja “Percayalah padaku!” ungkap Evelyn dengan senyum yang ia tunjukkan demi berusaha menutupi kegelisahannya.“Tapi, Kak …..” Diana masih ragu untuk meninggalkan Evelyn seorang diri.“Sudahlah, yang t
Di saat Sean rengah mengumpulkan banyak bukti untuk menghancurkan Joseph, di sisi lain Evelyn sedang dalam keadaan hancur, terlebih karena Kelvin terus menanyakan tentang keberadaan ayahnya.“Ibu, kapan ayah pulang? Katanya cuma sebentar!” Kelvin terus mengatakan hal tersebut berulang-ulang.“Ibu tidak tahu, mungkin akan lebih lama karena ini masalah pekerjaan,” ucap Evelyn yang matanya berkaca-kaca.“Ayah jahat! Tega sekali meninggalkan Key,” rengek Kelvin yang bertingkah seperti bocah tantrum.Evelyn tak tahu lagi harus mengatakan apa pada Kelvin. Sang anak seakan tak terima dengan kepergian ayahnya, ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana kedepannya, mengingat dirinya sendiri tidak tahu kapan bisa bertemu lagi dengan Sean setelah setelah kejadian sebelumnya.Beruntung Diana dan Nicki seringkali bertindak cepat. Mereka langsung mengajak Kelvin bermain, berusaha mengalihkan perhatian bocah itu.“Apa kamu tahu apa yang sedang terjadi dengan Pak Sean?” tanya Diana sambil berbisik, ta
Sean seketika bingung, merasa tidak kenal dengan perempuan itu.“Siapa kamu?” tanya Sean sambil mengerutkan alis.“Menyebalkan, ternyata kamu sudah melupakanku!” protes wanita itu.Meski berusaha mengingat, tetap saja Sean lupa jika pernah bertemu dengan wanita itu.“Cepat katakan saja siapa kamu!” seru Sean yang tidak suka bertele-tele.Perempuan itu malah tertawa dengan begitu kencangnya. Wajahnya menunjukkan jika ia memiliki maksud yang tidak baik.“Apa kamu ingat kopi tumpah dan penguntit?” Perempuan itu tersenyum licik.Hanya dengan beberapa kata Sean langsung teringat kejadian di mana seorang wanita pernah menumpahkan kopi pada pakaiannya dan mengaku jika dirinya sedang diikuti oleh seorang penguntit.“Apa maumu?” Sean menatap wanita itu dengan wajah datar.Perempuan itu malah tertawa lagi, lalu tatapannya seakan menatap Sean penuh kebencian.“Salahmu sudah mengabaikanku waktu itu, padahal awalnya aku tidak berniat menuruti permintaan Ayah untuk menjebakmu. Tapi sikapmu yang som