Namun, orang tersebut tak menghiraukan Evelyn yang terus berontak. Ia malah menariknya masuk ke dalam sebuah mobil van putih yang ternyata sudah parkir di depan toko sejak tiga puluh menit yang lalu.Merry yang sudah renta dan memiliki riwayat sakit pinggang tak kunjung sembuh, hanya bisa berteriak dari dalam toko sambil berusaha berjalan dalam keadaan panik."Hey, hentikan! Jangan sakiti Evelyn!" teriak Merry yang tak terdengar oleh siapa pun.Merasa usahanya sia-sia, Merry bergegas masuk ke toko dan meraih telepon kabel untuk menghubungi Andi."Dengan Laura di sini. Ada yang bisa saya bantu?""Laura, apa Andi ada di rumah?" tanya Merry dengan nada panik."Andi, dia sedang pergi. Ada apa Merry? Kenapa suaramu terdengar panik begitu?""Evelyn diculik. Aku melihat mobil putih membawanya pergi." "Kamu tunggu saja. Aku telepon Andi untuk mencari Evelyn." Laura langsung menutup telepon.Merry langsung menghela napas dalam setelah mendengar ucapan Laura barusan. Setidaknya ia merasa lebih
Pria jahat itu tak mengindahkan teriakan orang tadi. Ia hanya menoleh sekilas, lalu memilih untuk melanjutkan niatnya memukul Kelvin yang sudah memejamkan mata karena ketakutan."Kalau kubilang berhenti, maka berhentilah!" Pria yang baru datang dengan memakai kacamata hitam juga pakaian serba hitam sambil menenteng tas kecil tersebut langsung menahan lengan pria yang akan memukul Kelvin, dan dengan cengkraman kuat akhirnya tindak kekerasan itu pun berhasil dihentikan."Siapa kamu? Berani sekali menggangguku!" hardik pria jahat itu sambil menatap tajam."Aku penjaga baru di sini! Kamu dipindah tugaskan karena dianggap bisa mengganggu kesehatan mental anak ini," terang pria dengan kacamata hitam tersebut.Pria bertubuh gempal yang kesal itu pun langsung menurunkan Kelvin ke kasur dengan begitu kasar."Cih." pria bertubuh gempal itu berlalu pergi dengan raut kesal yang masih belum hilang di wajahnya.Kelvin yang masih diliputi perasaan takut hanya bisa diam menatap pria yang memakai kac
Selama perjalanan, jantung Evelyn berdebar kencang. Ia tak tahu harus bagaimana menghadapi Sean nantinya. Perasaan kesal bercampur benci membuatnya sedikit enggan untuk bertatap muka dengan pria yang menurutnya sangatlah kejam."Lukas, apa tidak ada cara lain? Aku tiba-tiba merasa gugup membayangkan bertemu dengannya." Evelyn memainkan jarinya karena gugup."Tadi kamu sudah menyetujuinya, kenapa sekarang tiba-tiba gugup? Lagipula, tidak ada cara lain selain mempertemukan kalian!" ungkap Lukas sambil terus fokus menyetir.Evelyn pada akhirnya hanya bisa menghela napas. Sejak awal ia memang sudah setuju meski merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut, mau tak mau dirinya harus mengikuti rencana Lukas.Lain dengan Andi yang sejak awal memang tidak begitu setuju dengan rencana Lukas. Pada akhirnya, pria itu memilih pasrah mengikuti air yang mengalir karena tak memiliki daya untuk membantu sang pujaan hati.Sepanjang perjalanan, Lukas terus menjelaskan detail rencananya nanti. Sampai saa
Sean langsung menunduk menatap Evelyn dengan penuh intimidasi."Katakan apa tujuanmu!" seru Sean menatap Evelyn tajam.Jantung Evelyn semakin berdebar kencang, perasaan takut dan gelisah terus menyelimuti hatinya. Terlebih saat ia teringat kembali jika pria di hadapannya adalah orang yang telah merenggut kesuciannya waktu itu.Namun, dengan cepat Evelyn berusaha menepis perasaan takut tersebut demi bisa meminta bantuan pada Sean."Seseorang menculik Kelvin, aku sudah memegang rekaman CCTV saat mobil si penculik melintas. Lalu, masalah penggusuran tanah, apa kamu bisa memindahkannya ke tempat lain?" Evelyn berkata dengan panjang lebar sambil menutup mata, baru setelah selesai ia membuka lagi matanya.Sean hanya diam menatap lekat, ekspresinya yang begitu datar membuat Evelyn jadi kebingungan.Yang lebih mengejutkan, bukannya memberi respon, Sean malah membelai lembut rambut panjang Evelyn seraya mengendusnya."Aromamu membuatku teringat masa lalu," ucap Sean dengan tidak tahu malunya.
"Pokoknya kamu dengarkan Ibu dulu saja! Jangan sampai Evelyn pulang ke rumah Nyonya Merry!" seru Laura yang berusaha menekankan pada anaknya itu."Baik, Bu. Kalau begitu aku izin tidak pulang ke rumah. Aku ingin menjaga Kak Evelyn," terang Andi.Laura terdengar sedang menghela napas panjang. "Ya sudahlah, kamu itu sangat mirip ayahmu. Tidak akan menyerah jika itu masalah cinta. Kalau begitu, sudah dulu, ya! Ibu mau membantu Nyonya Merry menenangkan orang-orang itu.""Iya, Bu. Berhati-hatilah!" sahut Andi.Percakapan tersebut berakhir saat Laura menutup telepon. Andi bingung harus mengatakan apa pada Evelyn. Ia tidak ingin pujaan hatinya itu semakin merasa stres jika mendengar kabar tentang para warga yang mengepung toko bunga Merry."Apa yang harus kulakukan?" gumam Andi.Beruntung Evelyn tidak mendengar percakapan Andi dengan Laura. Setidaknya pria itu masih memiliki waktu untuk memikirkan alasan yang tidak terlalu menyakitkan untuk didengar.Andi duduk di samping Evelyn sambil teru
"Tidak akan lama lagi," ucap pria dibalik telepon.Setelah mengucapkan kalimat pendek tersebut, panggilan telepon pun terputus. Nicki hanya bisa menghela napas dalam, saking kesalnya pada orang yang menculik Kelvin."Key, maafkan Paman yang tidak bisa berbuat banyak," gumam Nicki sambil memukul setir mobil.Di tempat lain, Lukas yang sudah kembali dari mengantarkan Grace, langsung menjemput Andi yang sedang melamun menunggu kedatangannya."Bagaimana jika Kak Evelyn tetap ingin pulang?" Andi seakan tak bisa berhenti cemas."Kalau begitu, kita katakan saja yang sebenarnya. Lalu aku akan memberi kabar baik tentang Kelvin. Setidaknya informasi itu akan membuatnya tidak terlalu terpuruk," terang Lukas."Ah, baguslah. Kenapa kamu sangat pintar? Bisa ajarkan aku sedikit trik untuk memecahkan masalah?" tanya Andi tiba-tiba."Aku tidak tahu masalah trik atau apa pun itu. Semua itu mengalir dengan sendirinya." Lukas tersenyum kecil."Ah begitu ya, ternyata memang otakku saja yang tidak bisa ber
Ketiganya langsung menuju cafe samping hotel. Evelyn tak berpikir buruk tentang apa yang akan mereka bicarakan."Evelyn, kamu yakin tidak ingin memesan apa pun?" tanya Lukas sambil menarik kursi untuk Evelyn duduk."Tidak, aku masih kenyang," jawab Evelyn seraya duduk.Lain dengan Evelyn, Andi yang ketagihan dengan makanan di cafe tersebut langsung memesan begitu saja tanpa perlu ditawari lagi.Ketiganya kini sudah duduk saling berhadapan di sebuah meja kecil bundar berhiaskan vas keramik dengan bunga plastik di dalamnya."Jadi, apa yang ingin kamu katakan?" Evelyn mulai penasaran karena Lukas tak kunjung bicara."Oh itu, aku punya dua kabar, kabar baik dan buruk. Apa yang ingin kamu tahu lebih dulu?"Evelyn mengerutkan alis seraya menatap Lukas. Ia tampaknya berusaha memikirkan dua kabar yang pria dihadapannya itu maksud."Kalau begitu kabar buruk dulu saja," pinta Evelyn."Aku sedikit ragu untuk mengatakannya.""Katakan saja! Aku tidak apa-apa," ucap Evelyn yang semakin fokus menata
Evelyn duduk di kursi dekat dua pria tersebut sambil makan Snack dan minuman bersoda dan bersikap acuh seolah tak mendengar apa pun."Memang apa kata bos?" tanya pria satunya lagi."Memang kamu tidak dengar briefing tadi? Hah, aku malas menjelaskan pada orang bodoh sepertimu!""Hey aku tidak bodoh! Aku hanya tidak dengar karena berada di belakang."Kedua orang itu malah pergi sambil terus bertengkar. Evelyn sedikit kecewa karena pada akhirnya ia hanya mendapatkan informasi yang menggantung."Aku harus segera memberitahu Lukas," gumam Evelyn yang langsung beranjak, bergegas kembali ke penginapan.Saat berjalan menuju penginapan, Evelyn berpapasan dengan dua pria di minimarket tadi yang ternyata mereka juga tinggal di tempat itu."Lalu bos bilang apa lagi?""Banyak yang dia bilang, intinya besok kita harus sudah bersiap.""Aku jadi tidak sabar menunggu besok," pria itu terkekeh.Keduanya langsung masuk ke kamar yang berada di paling ujung.Jantung Evelyn mendadak berdebar tak karuan. Ia