Langkah Evelyn terhenti, jantungnya berdegup sangat kencang. Namun, di tengah perasaan cemas tersebut, ia masih berusaha untuk tidak panik agar tetap terlihat tenang."Ya, ada apa?" Evelyn sama sekali tak menoleh demi menghindari bertatapan dengan orang tersebut.Pria itu tak langsung menjawab. Ia malah diam seperti sedang memikirkan sesuatu."Kenapa kamu terlihat takut padaku?" Pria itu bertanya dengan nada curiga.Evelyn tersentak, beruntung ia sudah memikirkan alasan yang bisa membuatnya terhindar dari lelaki tersebut."Suamiku seorang yang sangat pencemburu. Jika aku sampai ketahuan bertatap muka dengan pria lain, dia pasti akan marah besar," jawab Evelyn.Mendengar cerita tersebut, pria itu pun langsung memandang sekeliling, khawatir jika suami dari perempuan di hadapannya malah menghampiri. Di saat bersamaan, seorang pria bertubuh kekar dan berpakaian serba hitam malah melintas di dekat Evelyn."Gawat, aku tidak mau dihajar hanya karena masalah sepele," ucap pria yang semula men
Evelyn dan Andi bergegas kembali ke penginapan sambil menenteng barang belanjaan yang lumayan berat. Perasaan cemas membuat keduanya tidak menghiraukan rasa lelah akibat berjalan kaki sambil membawa banyak barang. Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah bagaimana caranya agar bisa segera pergi menuju ke toko bunga."Kita titipkan dulu semua barang belanjaan ini pada pemilik penginapan," ajak Evelyn."Iya, Kak," jawab Andi sambil mengangguk dengan wajah yang begitu serius.Setelah sampai di penginapan dan menaruh barang belanjaan, keduanya bergegas menuju area pertokoan yang akan digusur. Sampai tiba-tiba Evelyn teringat pada ucapan pria semalam."Andi, apa ada kerabat dekatmu yang tinggal dekat toko?" Andi tampak berpikir sejenak, lalu berkata, "ada beberapa, memangnya kenapa, Kak?""Seseorang mengatakan padaku jika Nyonya Merry dan Ibumu sedang berada di rumah kerabat. Aku tidak pernah tahu kalau Nyonya Merry memiliki kerabat," terang Evelyn."Oh, sebentar, Kak. Aku coba tanyakan pad
Para warga menatap ke ujung jalan dengan tatapan terkejut sekaligus bersedih. Melihat orang-orang tersebut mendadak diam, Evelyn langsung menoleh ke arah mereka memandang.Lain dengan Evelyn, Andi yang merasa jika saat itu adalah kesempatan emas, memilih untuk menarik lengan sang pujaan hati agar menjauh dari kerumunan warga.Beruntung, warga memang sedang tidak fokus, sehingga Andi bisa pergi menjauh bersama Evelyn dan perempuan tua penjual ayam tadi."Kita harus bersembunyi sekarang juga!" ajak Andi dengan wajah panik.Evelyn bergegas mengikuti Andi sampai saat ia menoleh, di depan toko bunga sudah ada kendaraan alat berat yang sepertinya akan digunakan untuk menghancurkan bangunan tersebut."Tunggu, Andi! Mereka mau menghancurkan toko. Aku harus menghentikannya!" teriak Evelyn sambil terpaku menatap kendaraan alat berat yang terus berdatangan."Kita tidak bisa melawan mereka, Kak! Biarkan saja, semua sudah berakhir," balas Andi yang begitu gelisah, khawatir jika Evelyn berbuat neka
Semua mata tertuju pada bocah kecil yang baru saja turun dari mobil tersebut. Bukan tanpa alasan, hal tersebut terjadi karena anak itu datang bersama seorang pria berpenampilan layaknya seorang bos."Ibu!" Bocah kecil itu terus berteriak sampai saat Evelyn menoleh ke arahnya sambil menangis."Kelvin!" teriak Evelyn seraya berlari ke arah sedan hitam yang terparkir.Bocah itu pun ikut berlari ke arah Evelyn, sampai keduanya bertemu di pertengahan, lalu saling berpelukan melepas rindu bercampur pilu. Luka yang ibu dan anak itu rasakan seolah langsung disembuhkan oleh pertemuan yang sangat mereka dambakan."Ibu … Key sangat rindu Ibu. Key janji tidak akan pilih-pilih makanan lagi, tidak akan minta beli es krim mahal lagi. Key janji akan jadi anak yang baik," ucap Kelvin sambil menangis sesenggukan."Ibu juga sangat merindukan, Key. Nanti Ibu belikan es krim mahal yang banyak untuk Key. Ibu juga janji kita akan lebih sering jalan-jalan," sahut Evelyn di tengah tangisnya tersebut.Ibu dan
Melihat ibunya memegang sebuah kotak, Kelvin menyangka jika itu adalah kado. Bocah itu berjalan ke arah sang ibu dan berusaha meraih paket misterius tersebut."Ibu, Key ingin melihatnya!" ucap Key sambil merentangkan tangan ke atas, berusaha menggapai kotak tersebut."Tidak boleh. Ini bukan sesuatu yang bisa Key lihat," tolak Evelyn seraya menjauhkan kotak tersebut.Sean sedikit ingin tahu isi kotak tersebut, tetapi ia tidak ingin mendekati Evelyn duluan, khawatir jika perempuan itu akan marah-marah padanya.Namun, yang terjadi malah sebaliknya, Evelyn sendiri lah yang menghampiri Sean dengan wajah terlihat kebingungan dan gelisah."Apa perempuan itu gila? Lihat ini!" Evelyn memperlihatkan isi kotak tersebut, yang mana di dalamnya terdapat bangkai tikus tanpa kepala dan sebuah kertas berisi kalimat ancaman."Tidak usah dipikirkan! Aku sudah membereskan Stella dan ayahnya," terang Sean dengan wajah datarnya."Membereskan?" Evelyn kini menatap Sean dengan tatapan heran."Sudahlah, kamu
Evelyn langsung berdiri dengan wajah yang terlihat begitu panik. Ia menjadi sedikit khawatir karena Kelvin mendadak terlihat murung."Ibu hampir terjatuh, Ayah cuma berusaha membantu saja. Key tidak perlu cemburu begitu," terang Evelyn sambil berdiri dengan benar, lalu menghampiri Kelvin yang sedang terpaku.Bukan hanya Evelyn, Sean juga menghampiri bocah kecil itu seakan merasa bersalah."Maaf, Ayah tidak bermaksud apa-apa," ucap Sean seraya mengusap lembut rambut Kelvin."Key tidak cemburu atau iri, tapi Ayah dan Ibu sudah merusak mainan Key. Lihatlah, bola kecil itu hancur diinjak Ibu," terang Kelvin di tengah tangisnya sambil menunjuk bola plastik warna-warni yang sudah berubah menjadi gepeng.Untuk pertama kalinya Evelyn merasa ingin tertawa melihat Kelvin menangis. Ternyata ia dan Sean telah salah paham dan berpikir terlalu jauh dengan respon bocah tersebut."Nanti kita beli lebih banyak lagi," ucap Sean sambil terus mengelus kepala bocah kecil tersebut."Apa benar, Ayah? Key, i
"Memangnya apa ini?" Evelyn tampak kebingungan."Buka saja!" titah Sean dengan wajah datarnya.Evelyn langsung mengangkat penutup piring tersebut, lalu mendapati sebuah kotak hitam di dalamnya."Apa ini?" Ia memandangi kotak kecil itu sambil mengerutkan alis."Buka!"Evelyn membuka kotak tersebut dan mendapati sebuah cincin bermatakan berlian yang begitu berkilau."Apa maksudnya ini?" Evelyn sedikit berdebar."Aku ingin kamu menjadi istriku!" ucap Sean yang lagi-lagi tak menunjukan ekspresi apa pun.Evelyn langsung menatap Sean dengan lekat. Ia tidak yakin untuk memberi jawaban, terlebih trauma saat diusir dan dituduh yang bukan-bukan seakan masih membekas di hati perempuan itu."Maaf …""Setidaknya pikirkan Kelvin. Dia butuh sosok Ayah, dan juga perlindungan dariku," terang Sean.Evelyn tampak berpikir sejenak, apa yang dikatakan Sean ada benarnya. Jika ia bersedia menikah dengan pria itu, maka hidup Kelvin akan lebih aman dan terjamin."Aku ingin memikirkannya dulu," ucap Evelyn, ya
"Ada apa? Kenapa kamu malu begitu?" tanya Evelyn sambil mengernyitkan dahi."T-tidak ada apa-apa," jawab Andi dengan sedikit gugup."Ya sudah kalau begitu, tapi lepaskan dulu tanganmu dari Kelvin! Dia akan kesulitan bernapas," ujar Evelyn seraya memelotot.Andi langsung melepas tangannya yang membekap mulut Kelvin. Ia tertawa sambil menggaruk kepala yang tak gatal."Key, jangan bilang pada Ibumu. Paman tidak ingin terlihat menyedihkan," bisik Andi tepat di samping telinga Kelvin.Kelvin mengacungkan jempolnya tanda setuju.Evelyn bergegas memanggil Merry untuk sarapan terlebih dahulu. Perempuan tua itu terbiasa berbaring saat pinggangnya terasa sakit.Setelah semua lengkap, mereka pun memulai sarapan yang sedikit kesiangan tersebut."Andi, Laura bilang kamu di PHK dari perusahaan karena terlalu banyak tidak masuk kerja? Dasar anak nakal, baru saja dapat kerja bagus malah berulah," protes Merry, yang sudah terbiasa mengomel pada Andi.Andi membelalak sambil menatap Evelyn, baru saja ia