Mendengar hal tersebut, Evelyn langsung bergegas menuju mini market. Ia benar-benar menaruh harapan besar pada Andi."Kuharap Kelvin ada di sana," gumam Evelyn sambil mengenakan helm, bersiap menuju mini market yang jaraknya tak terlalu jauh.Evelyn melajukan motor dengan kencang di tengah kondisi jalanan sepi, saking tidak sabarnya ingin segera bertemu dengan Kelvin. Hanya sekitar lima menit, ia sampai di depan minimarket tempat Andi kini berada.Dengan jantung berdebar kencang, Evelyn buru-buru melepas helmnya dan langsung masuk ke dalam minimarket."Di mana Andi?" Evelyn mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko."Di ruang karyawan. Biasanya aku tidak mengizinkan siapa pun masuk, tapi karena ini darurat, kamu bisa langsung masuk ke dalam," terang kasir minimarket tersebut."Terima kasih." Evelyn tersenyum tipis.Evelyn bergegas menuju ruang karyawan yang barusan kasir itu tunjukan. Sampai saat ia melihat Andi yang ternyata sedang duduk seorang diri."Di mana Kelvin?" Lagi-lagi Ev
Lukas merasa heran melihat tingkah kedua orang di sampingnya itu, tetapi ia memilih untuk tidak ikut campur sampai akhirnya secara tiba-tiba Evelyn dan Andi secara berbarengan menatapnya."Apa kamu tahu masalah ini?" Evelyn menatap lekat."Masalah apa?" Lukas lagi-lagi mengernyitkan dahi, bingung dengan maksud Evelyn.Mendengar jawaban Lukas, Evelyn dan Andi malah saling pandang lagi. Mereka malah terlihat kebingungan."Kalau begitu, ayo ikut kami," ajak Evelyn seraya menarik lengan Lukas.Lukas hanya pasrah karena tidak tahu apa-apa. Ia memilih untuk mengikuti ajakan Evelyn karena khawatir jika masalah tersebut ada kaitan dengan dirinya.Lukas dan Evelyn langsung menaiki mobil, sedangkan Andi mengikuti dari belakang dengan mengendarai motor. Sampai tak berselang lama, mereka pun sampai di depan toko bunga Merry.Dari kejauhan terlihat warga tengah berkerumun menyaksikan seorang pria bertubuh gempal yang sedang berbicara di atas sebuah panggung kecil."Evelyn, apa yang sebenarnya terj
"Kenapa? Apa yang terjadi?" Evelyn tampak kebingungan.Namun bukannya menjawab tiga orang warga tersebut malah terus menatap Evelyn dengan sinis, mereka tampak begitu kesal pada perempuan itu.Evelyn merasa tidak nyaman dengan respon orang-orang itu. Ia tak merasa melakukan kesalahan apa pun yang membuat orang lain sampai harus membencinya.Saat itu, Evelyn sampai di tengah beberapa warga yang sedang berkerumun menunggunya, sekilas terdengar jika mereka tengah berdebat dengan Merry."Sudah kubilang, Evelyn tak ada hubungannya dengan ini semua!" teriak Merry."Aku dengar kabar kalau Evelyn sudah membuat seorang pria sakit hati dan berbuat sampai sejauh ini," timpal seorang pria paruh baya."Kamu itu seorang pria, tapi begitu percaya rumor," balas Merry lagi."Karena aku melihat sendiri Evelyn pergi dengan seorang pria yang mengendarai mobil mewah. Seseorang mengatakan padaku jika laki-laki itulah Presdirnya!"Sesaat kemudian, pria yang terus mengoceh itu langsung menatap Evelyn berusah
Namun, orang tersebut tak menghiraukan Evelyn yang terus berontak. Ia malah menariknya masuk ke dalam sebuah mobil van putih yang ternyata sudah parkir di depan toko sejak tiga puluh menit yang lalu.Merry yang sudah renta dan memiliki riwayat sakit pinggang tak kunjung sembuh, hanya bisa berteriak dari dalam toko sambil berusaha berjalan dalam keadaan panik."Hey, hentikan! Jangan sakiti Evelyn!" teriak Merry yang tak terdengar oleh siapa pun.Merasa usahanya sia-sia, Merry bergegas masuk ke toko dan meraih telepon kabel untuk menghubungi Andi."Dengan Laura di sini. Ada yang bisa saya bantu?""Laura, apa Andi ada di rumah?" tanya Merry dengan nada panik."Andi, dia sedang pergi. Ada apa Merry? Kenapa suaramu terdengar panik begitu?""Evelyn diculik. Aku melihat mobil putih membawanya pergi." "Kamu tunggu saja. Aku telepon Andi untuk mencari Evelyn." Laura langsung menutup telepon.Merry langsung menghela napas dalam setelah mendengar ucapan Laura barusan. Setidaknya ia merasa lebih
Pria jahat itu tak mengindahkan teriakan orang tadi. Ia hanya menoleh sekilas, lalu memilih untuk melanjutkan niatnya memukul Kelvin yang sudah memejamkan mata karena ketakutan."Kalau kubilang berhenti, maka berhentilah!" Pria yang baru datang dengan memakai kacamata hitam juga pakaian serba hitam sambil menenteng tas kecil tersebut langsung menahan lengan pria yang akan memukul Kelvin, dan dengan cengkraman kuat akhirnya tindak kekerasan itu pun berhasil dihentikan."Siapa kamu? Berani sekali menggangguku!" hardik pria jahat itu sambil menatap tajam."Aku penjaga baru di sini! Kamu dipindah tugaskan karena dianggap bisa mengganggu kesehatan mental anak ini," terang pria dengan kacamata hitam tersebut.Pria bertubuh gempal yang kesal itu pun langsung menurunkan Kelvin ke kasur dengan begitu kasar."Cih." pria bertubuh gempal itu berlalu pergi dengan raut kesal yang masih belum hilang di wajahnya.Kelvin yang masih diliputi perasaan takut hanya bisa diam menatap pria yang memakai kac
Selama perjalanan, jantung Evelyn berdebar kencang. Ia tak tahu harus bagaimana menghadapi Sean nantinya. Perasaan kesal bercampur benci membuatnya sedikit enggan untuk bertatap muka dengan pria yang menurutnya sangatlah kejam."Lukas, apa tidak ada cara lain? Aku tiba-tiba merasa gugup membayangkan bertemu dengannya." Evelyn memainkan jarinya karena gugup."Tadi kamu sudah menyetujuinya, kenapa sekarang tiba-tiba gugup? Lagipula, tidak ada cara lain selain mempertemukan kalian!" ungkap Lukas sambil terus fokus menyetir.Evelyn pada akhirnya hanya bisa menghela napas. Sejak awal ia memang sudah setuju meski merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut, mau tak mau dirinya harus mengikuti rencana Lukas.Lain dengan Andi yang sejak awal memang tidak begitu setuju dengan rencana Lukas. Pada akhirnya, pria itu memilih pasrah mengikuti air yang mengalir karena tak memiliki daya untuk membantu sang pujaan hati.Sepanjang perjalanan, Lukas terus menjelaskan detail rencananya nanti. Sampai saa
Sean langsung menunduk menatap Evelyn dengan penuh intimidasi."Katakan apa tujuanmu!" seru Sean menatap Evelyn tajam.Jantung Evelyn semakin berdebar kencang, perasaan takut dan gelisah terus menyelimuti hatinya. Terlebih saat ia teringat kembali jika pria di hadapannya adalah orang yang telah merenggut kesuciannya waktu itu.Namun, dengan cepat Evelyn berusaha menepis perasaan takut tersebut demi bisa meminta bantuan pada Sean."Seseorang menculik Kelvin, aku sudah memegang rekaman CCTV saat mobil si penculik melintas. Lalu, masalah penggusuran tanah, apa kamu bisa memindahkannya ke tempat lain?" Evelyn berkata dengan panjang lebar sambil menutup mata, baru setelah selesai ia membuka lagi matanya.Sean hanya diam menatap lekat, ekspresinya yang begitu datar membuat Evelyn jadi kebingungan.Yang lebih mengejutkan, bukannya memberi respon, Sean malah membelai lembut rambut panjang Evelyn seraya mengendusnya."Aromamu membuatku teringat masa lalu," ucap Sean dengan tidak tahu malunya.
"Pokoknya kamu dengarkan Ibu dulu saja! Jangan sampai Evelyn pulang ke rumah Nyonya Merry!" seru Laura yang berusaha menekankan pada anaknya itu."Baik, Bu. Kalau begitu aku izin tidak pulang ke rumah. Aku ingin menjaga Kak Evelyn," terang Andi.Laura terdengar sedang menghela napas panjang. "Ya sudahlah, kamu itu sangat mirip ayahmu. Tidak akan menyerah jika itu masalah cinta. Kalau begitu, sudah dulu, ya! Ibu mau membantu Nyonya Merry menenangkan orang-orang itu.""Iya, Bu. Berhati-hatilah!" sahut Andi.Percakapan tersebut berakhir saat Laura menutup telepon. Andi bingung harus mengatakan apa pada Evelyn. Ia tidak ingin pujaan hatinya itu semakin merasa stres jika mendengar kabar tentang para warga yang mengepung toko bunga Merry."Apa yang harus kulakukan?" gumam Andi.Beruntung Evelyn tidak mendengar percakapan Andi dengan Laura. Setidaknya pria itu masih memiliki waktu untuk memikirkan alasan yang tidak terlalu menyakitkan untuk didengar.Andi duduk di samping Evelyn sambil teru