Hallo, mau menyapa dulu. Semoga yang sudah baca sampai sejauh ini selalu diberi kesehatan dan limpahan rezeki.. Selamat membaca ya, semoga pada betah terus bacanya.. Happy reading ( ╹▽╹ )
Evelyn memicingkan matanya, berusaha melihat dengan jelas apa yang membuat orang-orang berkumpul di depan kantor.Sean yang merasa tidak enak hati pun berusaha menahan sang istri dengan memegangi tangannya."Apa yang kamu lakukan?" tanya Evelyn seraya mengerutkan alis menatap sang suami."Aku tidak ingin kamu terseret dalam keributan itu, lebih baik ambil cuti untuk hari ini," pinta Sean yang sedang mengkhawatirkan keamanan Evelyn."Kamu terlalu berpikir berlebihan, hanya adu mulut saja, mereka tidak terlihat sedang melakukan sesuatu yang berbahaya," jelas Evelyn yang masih saja berniat untuk keluar.Sean menghela napas dalam, Evelyn memang selalu keras kepala dan tidak waspada. "Kalau begitu, hati-hati. Cepat kembali kemari jika ada sesuatu yang aneh." Meski sudah mengizinkan, Sean tetap tidak rela dan memegang tangan Evelyn dengan begitu erat.Melihat suaminya menjadi begitu sensitif, Evelyn pun lantas berusaha untuk menenangkannya. Perempuan itu mengecup sang suami, lalu memainkan
Sofie yang seakan hilang kewarasannya itu langsung berlari ke arah Evelyn, berusaha untuk mendorong perempuan itu agar terjatuh dengan harap jika sang pemilik Blue Company akan kehilangan bayinya.Tidak ada rasa yang melebihi luka akibat kehilangan seorang anak, hal itulah yang pernah Sofie rasakan. Ia pernah kehilangan anak dalam kandungan saat keadaan ekonomi sedang terpuruk, bahkan bisa masuk ke Blue Company saja ia harus merelakan menjual tubuh pada kepala divisi sebelumnya. Karenanya Sofie tidak terima saat ia harus kehilangan pekerjaan yang susah payah didapat."Sial, ada apa dengannya?" Sean yang sudah bisa membaca gerak-gerik Sofie segera melindungi Evelyn dengan menariknya ke sisi, membuat si perempuan gila itu hilang keseimbangan dan jatuh tersungkur ke lantai.Namun, bukannya menyerah, Sofie malah bangkit sambil tertawa dengan begitu kencang."Kamu sudah membuatku hancur, Evelyn! Maka aku harus menghancurkan kamu saat ini juga." Sofie meraih batu dan berusaha dan langsung me
Sean tak habis pikir dengan apa yang dilihatnya di ponsel. Bagaimana mungkin hal tersebut dengan mudahnya menyebar."Memang ada apa?" Evelyn tampak kebingungan dengan sikap Sean yang terlihat begitu kesal saat menatap layar ponsel.Bukannya menjawab Sean malah terus memandangi ponsel tanpa berkedip. Karenanya, Evelyn pun segera meraih ponsel sang suami karena penasaran. Ditatapnya benda pipih itu sambil mengerutkan alis."Kenapa mereka membuat judul seperti ini?" Evelyn tampak kesal saat melihat ponsel.Keduanya tampak begitu kesal saat melihat sebuah artikel menyebar di sejumlah sosmed dengan judul 'Keluar Dari Persembunyian, Pemilik Blue Company Selama Ini Ternyata Berusaha Menutupi Diri Karena Merasa Tidak Kompeten'."Sepertinya ada yang sedang berusaha menjatuhkanmu, Evelyn!" jelas Sean sambil memegangi tangan sang istri.Evelyn menghela napas panjang, baru saja ia berusaha untuk mempelajari sistem perusahaan dari bawah, tetapi malah harus dihadapkan dengan fakta seperti itu.Nick
Evelyn dan Sean benar-benar tidak menyangka akan terjadi hal seperti itu. Seekor harimau lepas adalah sebuah mimpi buruk bagi siapa pun yang berkunjung ke kebun binatang.Namun, bagi Sean itu adalah hal menyenangkan. Bersembunyi bersama Evelyn demi menghindari hewan buas yang lepas cukup menguji adrenalin. Kini keduanya sudah masuk ke sebuah ruangan dalam bangunan, setidaknya meski belum benar-benar sempurna, ruangan tersebut sudah memiliki pintu dan jendela."Apa kamu lelah?" tanya Sean sambil menatap Evelyn.Evelyn berusaha mengatur napas setelah sebelumnya berlari cukup lama."Tidak. Ini cukup menyenangkan," sahut Evelyn dengan santainya.Sean yang semula ingin bersikap layaknya superhero yang memberi perlindungan malah dibuat kecewa dengan jawaban Evelyn yang sama sekali tak merasa takut."Seharusnya kamu takut, Evelyn," timpal Sean, kesal."Kenapa takut? Kita bahkan tidak melihat harimau itu," balas Evelyn seraya mengerutkan alis.Sean hanya menghela napas panjang mendengar jawa
Sean menatap Evelyn dengan lekat, menunggunya menceritakan perbincangan di balik telepon yang membuat wajah sang istri berubah seketika."Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Sean sambil menggenggam tangan Evelyn."Daren sepertinya ingin membicarakan sesuatu," jawab Evelyn yang dari wajahnya terlihat tidak baik-baik saja.Sean mendadak ikut cemas. Entah kenapa ia merasa Daren memiliki informasi yang tidak menyenangkan. Meski begitu Sean tak ingin menunjukan kecemasannya dan berusaha untuk terlihat tenang."Kalau begitu kita ke sana sekarang," ajak Sean."Key, juga ikut," ucap Kelvin seraya mengacungkan tangannya.Melihat tingkah sang anak, rasa panik Evelyn menjadi sedikit berkurang. Setidaknya kehadiran Kelvin bisa membuat suasana tidak terlalu tegang."Tentu saja, Kita akan selalu bersama," jawab Evelyn."Yeay, jalan-jalan," teriak Kelvin sambil melompat, tanpa tahu jika kedua orang tuanya sedang merasa gelisah.Tanpa menunggu lama, mereka segera menaiki mobil yang kemudian mel
Sudah setengah jam Sean menunggu, tapi baik Dokter maupun perawat masih saja belum ada yang keluar dari ruang tindakan. Hal itu malah menambah kecemasan yang sejak tadi tak kunjung hilang.Hingga beberapa menit kemudian Dokter keluar dengan wajah yang terlihat kecewa."Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Sean yang merasa tidak enak hati saat melihat ekspresi wajah sang Dokter."Maaf, kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, tapi takdir berkata lain. Anak Bapak … sudah tidak bisa diselamatkan," jelas Dokter yang bahkan tak berani menatap mata Sean.Sean yang dunianya terasa hancur itu pun tanpa sadar berlutut di lantai sambil memegangi kepala saking shocknya. Siapa sangka, jika ia malah harus kehilangan sang anak di tengah di saat baru saja merasa bahagia dengan kehadirannya."Kenapa? Kenapa malah jadi begini?" Sean memukul-mukul lantai, melampiaskan amarah dan kecewanya.Dokter yang masih berada di sana pun merasa kasihan, dan berusaha untuk membantu Sean berdiri."Pak, saya h
Bukan tanpa alasan, Sean sudah merencanakan semuanya secara matang, bahkan sampai melibatkan beberapa teman dekatnya untuk membantu."Jangan bersedih lagi karena sebentar lagi kamu akan menyaksikan kehancuran orang-orang itu," ucap Sean dengan sorot mata penuh ambisi.Di sisi lain, Helen dan David kini sedang berada di sebuah restoran mewah untuk merayakan keberhasilan mereka menghancurkan Evelyn. Siapa sangka jika perusahaan yang sudah berada di ujung kebangkrutan pada akhirnya akan bangkit dan menjadi milik mereka."Aku tidak menyangka jika Evelyn begitu bodoh. Dia malah memberi bantuan melalui Blue Company," celetuk Helen seraya memotong daging yang menjadi menu andalan restoran mahal tersebut."Tidak, dia tidak bodoh. Aku yakin Evelyn awalnya berencana untuk merebut Win Company dengan mengambil alih sedikit demi sedikit. Hanya saja sepertinya dia selalu memiliki nasib buruk," ujar David.Helen seketika tertawa mendengar ucapan adiknya itu."Ya, dia memang seorang pembawa sial. Hidu
Helen segera menuju kamar Daren, berharap jika anaknya itu masih menyimpan surat keterangan ahli waris yang sengaja ia sembunyikan di brankas dalam lemari."Sial, dasar anak kurang ajar. Aku menyesal telah melahirkan dan membesarkannya," gumam Helen sambil terus menggerutu sepanjang perjalan menuju kamar Daren.Saat sampai di depan kamar Daren, ternyata pintunya terkunci. Helen yang saat itu sudah emosi sekaligus ketakutan langsung memanggil seorang tukang untuk membongkar kunci kamar sang anak.Selama proses pembongkaran, jantung Helen terus berdebar tak karuan. Ia takut jika rencana yang sudah hampir sempurna itu berakhir gagal hanya karena ulah sang anak yang lebih berpihak pada lawannya.Tak berselang lama, kunci pintu pun berhasil dibongkar. Helen segera mengobrak-abrik lemari, laci bahkan kasur Daren seakan sang anak adalah seorang pencuri."Di mana dia menaruhnya?" Dada Helen terasa bergemuruh hebat, ia begitu membenci situasi tersebut."Benar-benar pembawa sial, pasti anak it