Di kantor Hans tengah duduk di kursi meja kerjanya, dia duduk terdiam sambil menghela nafas panjangnya.Dia tak bisa berkonsentrasi dalam bekerja padahal pekerjaan sedang menumpuk,Banyak karya yang sudah mengantri untuk di seleksi dan akan rilis, mengingat perusahaan miliknya akan upgrade secara besar-besaran semua karyanya.Hans meremas kepalanya, dia sangat kesal dengan orang tuanya."Hehhh gara-gara papa dan mama hubungan ku dengan Vania yang ku bangun dengan susah payah kembali hancur." ujarnya lirih.Kini Hans ingin segera mencari keberadaan orang tuanya, dia ingin mencari lalu mendatanginya untuk mengambil kedua anaknya.Jam sudah menunjukan pukul 10 pagi, Hans masih saja duduk di kursi kerjanya dengan perasaan gelisah bercampur rasa kesal.Kedua tangannya meremat jari-jarinya.Dadanya sangat sesak dengan perasaan kecewa sekaligus marah.Dia pun menyenderkan kepalanya di kursi, dia mengusap wajahnya dengan kasar."Arggghhh aku harus bagaimana ini?" teriaknya seperti orang yang
Di ruangan yang tidak terlalu luas yang kisaran 3×3 meter persegi, yang dilengkapi dengan pengaturan suhu pendingin.Di ruang tersebut terdapat sebuah meja dengan 1 kursi yang berada di belakang meja tersebut, dan dua kursi lainnya yang berada di depan meja.Dan pengacara pak Bram duduk, dia membuka tas kerjanya yang berada di atas meja.Dia mengeluarkan beberapa lembar kertas di hadapan Hans dan juga Vania.Di ruang tersebut terdapat beberapa hal yang harus segera diselesaikan olehnya."Ini buat ibu vania." ucap pengacara tersebut.Pengacara paruh baya tersebut yang memiliki rambut putih, dia memberikan selembar kertas kepada Vania.Vania yang duduk di samping Hans dia pun melirikkan kedua bola matanya kepada Hans, Vania sangat begitu kesal melihat Hans. Dan dia pun menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya.Sedangkan Hans yang di samping Vania, dia hanya bisa terdiam dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia nya bisa pasrah dengan keadaan ini."Untuk ibu Vania, ada beberapa poin
Dan pengacara tersebut menyandarkan kepalanya, dia sangat begitu lelah menghadapi anak dari kliennya tersebut yang memiliki jiwa bisnis, dimana jiwa itu adalah jiwa yang tak ingin dirugikan sama sekali.Pengacara tersebut harus menjelaskan kepada Hans apa yang tengah terjadi, dia harus berbicara dengannya sebaik mungkin dengan tata kelola bahasa yang baik, supaya tidak menimbulkan rasa tersinggung dalam hal ini.Pengacara tersebut mengusap wajahnya dengan kasar, dia menghirup nafasnya dalam dalam."Harusnya bapak Hans bertanya seperti itu harusnya ke Bram bukan ke saya, tapi bagaimanapun juga saya harus menjelaskan ini kepada pak Hans karena ini sudah kewajiban dari saya." ucapnya.Hans yang tengah duduk dia pun menyilangkan kedua kakinya, dan dia pun mendekat kedua tangannya di dada, dia ingin mendengarkan penjelasan yang sejelas-jelasnya dari pengacara orang tuanya.Pengacara tersebut memakai kacamatanya, dan dia pun menatap Hans.Dia mulai berbicara sangat serius."Dari masalah ya
Dan Hans berusaha untuk melepas pelukan dari wanita tersebut.Wanita dengan pakaian yang sangat nyentrik, dengan warna bibir berwarna merah.Dan di matanya sangat begitu indah dengan bulu mata yang lentik."Ahhh Hans, Bagaimana sih kamu Hans?" ujarnya sambil mengeratkan kedua tangannya lebih erat memeluk tubuh Hans. "Udahlah Hans, Kenapa sih kamu ini kenapa kamu nggak mau aku peluk?" lanjut tanyanya.Hans terdiam dan dia langsung meraih kedua tangan wanita tersebut,Lalu menjauhkan tangan wanita tersebut dari tubuhnya dengan kekuatan kedua tangannya.Wanita itu adalah Sisilia, seorang artis ternama anak dari seorang pengacara terkenal,Hans tak peduli dengan apa yang dikatakan Sisilia, Hans tak peduli dia pun pergi meninggalkan Sisilia untuk menyusul Vania yang tengah marah kepada dirinya karena Sisilia.Sisilia yang ditinggal oleh Hans dia pun sangat kesal, dia menghentakan kaki kanannya. "Hehhh apa-apan si Hans ini." gerutunya sambil mendekapkan kedua tangannya di dada.Sisilia
Vania yang tengah duduk di dalam mobil taksi online,Dia mengalihkan pandangannya keluar arah jendela, tetapan matanya yang tajam dengan bibir yang tertutup rapat.Dia menelan ludahnya, "Lihat saja nanti." ujarnya di dalam hati dengan penuh kebencian dan dendam.Saat vania sedang merasakan gejolak amarah di dalam dirinya.Terdengar ponsel di dalam tasnya berdering, dan dia langsung merogoh tas yang berada di atas pangkuannya.Dan dia pun menatap layar ponsel untuk melihat siapa yang sedang melakukan panggilan telepon terhadap dirinya,Ternyata yang menelpon dirinya adalah si burung, yang tak lain adalah Hans.Dan Vania pun menolak panggilan tersebut dengan mengusap tombol layar merah,"Hissss," Sambil mengalihkan pandangannya.Baru saja ponselnya terdiam, kini ada panggilan masuk kembali yang membuat ponselnya berdering lagi, dan ternyata yang memanggil adalah Hans lagi.Dan lagi-lagi Vania pun menolak panggilannya, dengan menggeser tombol merah di layar ponselnya."Ngapain sih nelp
Pak Bram dan Bu Lucie yang melihat itu dia pun terkejut, dia tak paham Mengapa sahabatnya mengetahui nama kedua cucunya."Loh kok kalian tahu kedua nama cucuku?" tanya pak Bram.Dan sebelum menjawab pertanyaan dari pak Bram, Bu Lucie menyuruh sahabat suaminya itu beserta istrinya untuk duduk."Oh ayo duduk dulu, ayo silahkan." sahut bu Lucie.Dan bu Lucie menyeret dua kursi yang berada di samping meja tempatnya makan,Sehingga mereka duduk berenam di meja yang berbentuk lingkaran."Kenapa kedua anak ini ada bersama bapak?" tanya sahabatnya yang balik bertanya pak Bram.Yang sahabat pak Bram itu adalah Azka, yang tak lain om dari Vania.Azka menatap kedua anak kembar itu yang sedang duduk sambil tersenyum-senyum memperlihatkan gigi bungsunya."Hay opa." sahut Vino yang menyapa Azka.Dan belum saja pak Bram menjawab, Azka tersadar dan dia pun membulatkan matanya, mulutnya menganga karena terkejut."Apa? Jangan bilang jika ini anak biologis dari Hans?" ucap lanjut Azka.Pak Bram yan
Pak Bram yang mendengar pertanyaan dari Azka, dia pun terdiam.Entah mengapa sekarang dia merasa jika tindakan yang di lakukannya itu sangat salah.Perasaan itu muncul kala mendengar langsung cerita yang sesungguhnya tentang Vania.Cerita yang miris tentang kehidupannya."Pa yang namanya Vania itu siapa ya pah? Mama belum pernah bertemu." sahut bu Lucie yang penasaran.Pak Bram menatap bu Lucie dan dia berusaha menjelaskan kepadanya.Menjelaskan apa yang tengah terjadi,"Vania adalah seorang wanita yang bekerja di perusahaan Hans sebagai desainer, dia kemarin yang merilis kalung karyanya dan Hans membelinya 1 untuk mama. Ingatkan mama?" ujar pak Bram yang berbalik tanya kepada bu Lucie.Bu Lucie terdiam, dia langsung mengingat kalung pemberian Hans yang di gadang-gandang hanya di rilis 10 buah saja."Oh jadi Vania itu pa... tapi mama belum pernah ketemu." jawabnya.Azka pun menyeruput capuccino yang masih mengeluarkan uap panasnya.Dia menikmati kehangatan capuccino yang mengalir ke
"Ngapain kamu ke sini?" ucapnya sambil terus mendorong pintu apartemennya, "pergi kamu, aku nggak mau lagi lihat wajahmu." lanjutnya sambil marah dengan wajah masamnya.Hans yang kakinya terjepit pintu karena menahan pintu supaya tak tertutup, dia pun mengerang kesakitan."Ahhh sakit sayaaaang," ucapnya.Dan Hans berusaha mendorong dengan badannya supaya semakin tak terjepit, "Kakiku sakit sayang." teriaknya.Mendengar teriakan dari Hans yang melengking, membuat Vania melepaskan badannya dari pintu, dia pun memundurkan langkahnya beberapa langkah ke belakang.Braaakkkkk, suara pintu terbuka dengan keras.Hans melihat pintu berhasil terbuka dia pun langsung bersimpuh, dia sungguh tidak kuat menahan rasa sakit di kakinya."Ahhhhh sakitnya." rintihnya sambil memegang kakinya.Dan Vania melihat itu, mulutnya menganga.Vania melihat sepatu Hans yang berwarna hitam yang sudah rusak dan penyok karena tekanan dorongan pintu olehnya.Vania membulatkan matanya, dia terkejut,"Ya ampun." ujar