Di sisi Samuel, ia mendapatkan petunjuk mengenai kepergian Eva. Semua CCTV yang ia dapatkan saling berkaitan.Dia juga tidak menyangka jika sebelum pergi, Eva terlibat keributan dengan Henry atas kekacauan yang terjadi pada perusahaannya.Berselang beberapa detik, Dave menyerobot masuk ke dalam ruangannya dan berkata, “Tuan, saya mendapatkan informasi jika Nyonya Eva berada di Millbrook saat ini?”Samuel membenarkan posisi duduknya. “Millbrook?”Dave mengangguk. “Benar, Tuan. Saya mendengar jika Asiten Ryan datang ke Millbrook untuk menjemput Nyonya Eva. Tapi … dia datang ke Millbrok sendiri. Tuan Henry memilih mengantar Nona Julia ke rumah sakit.”Samuel marah mendengarnya. Seharusnya Henry ‘lah yang datang menjemput Eva, tetapi, justru Ryan-asistennya yang menjemput Eva.Samuel kesal dengan sikap sepupunya yang lebih memprioritaskan wanita lain, melupakan perannya sebagai seorang suami.Samuel berdiri. Dengan tekad bulat, ia mamutuskan mengambil tindakan. “Aku akan pergi ke Millbroo
“Pinggirkan mobilmu, Henry,” ucap Julia dengan pelan.Henry menoleh ke arah Julia dengan raut wajah cemas. “Kenapa kita harus menepi. Aku harus membawamu cepat ke rumah sakit.”“Tidak-tidak, jika Henry membawaku ke rumah sakit, semua pasti ketahuan,” pikir JuliaJulia menggelengkan kepala cepat. “Tidak perlu, Henry. Kita beli obat saja di apotek terdekat. Tidak perlu ke rumah sakit. Aku cukup membeli obat biasa yang aku pakai.”Henry mengerutkan keningnya, menunjukkan rasa khawatir. “Tapi, Julia, kau terlihat sangat tidak nyaman. Apakah kau yakin hanya cukup dengan obat yang biasa kau beli? Sebaiknya kita memeriksakan kondisimu ke Dokter.”Julia menatap Henry dengan tatapan meyakinkan. “Henry, aku tahu bagaimana kondisi tubuhku. Ini hanya gejala gerd yang kambuh. Aku hanya perlu obat yang biasa aku pakai untuk meredakan asam lambungku. Lagipula, aku bisa mengatasinya dengan obat yang biasa aku gunakan.”Julia takut akan kebenaran yang terungkap. Dia terus membujuk Henry dengan alasan
Wassaic Station. Eva masuk ke dalam kereta, duduk sembari menunggu jam pemberangkatan 20 menit lagi. Dia duduk dengan tenang. 30 menit berlalu, Ryan dan Samuel akhirnya tiba di Wassaic. Keduanya terburu-buru mencari pemberangkatan menuju Grand Central Terminal, stasiun utama dan ikonik di New York City. Itu adalah terminal utama untuk kereta Metro-Nort Railroad yang menghubungkan Manhattan dengan wilayah utara lainnya. Sialnya, kereta tujuan Grand Central sudah meninggalkan stasiun 10 menit yang lalu. Satu-satunya rute yang tersedia menuju Harlem. Itupun mereka harus melakukan transit menuju Poughkeepsie Station lebih dulu sebelum tiba di Herlem. “Asisten Ryan, sepertinya kita sedang tidak beruntung hari ini,” ucap Samuel dengan terengah-engah karena berlari. Ryan menghela napasnya pasrah. Samuel kembali melanjutkan, memberikan saran pada Ryan. “Asisten Ryan, mungkin Anda bisa mencoba untuk menghubungi Henry untuk menjemput Eva di terminal.” Dengan cepat Ryan merogoh ponselny
Mobil Henry terparkir rapi di depan rumah megah memiliki halaman luas dan nyaman. Mereka tiba di sana saat awan gelap. Eva dan Henry sedari tadi menjawab tanpa ada yang bicara. Keduanya saling cuek. Henry menghela napas lalu berkata dengan nada dingin, “Papa sudah tahu kalau kau pergi melarikan diri. Jadi sebisa mungkin kau memberikan alasannya. Jangan berharap aku membantumu untuk berbicara. Kau tanggung sendiri resiko dari tindakanmu” Eva mengepalkan tangannya. Situasi ini bukanlah pertama kalinya untuknya. Namun hatinya tetap merasakan sakit dengan ucapan Henry. Eva menoleh ke arah Henry dengan memutar ulang. “Kalau kamu berpikir aku meminta bantuanmu, kamu salah, Henry! Aku sudah biasa berada dalam situasi seperti ini sendiri tanpa bantuanmu. Jadi tidak perlu kau membantuku.” Henry melebarkan kedua matanya, tidak menyangka jika Eva akan mengeluarkan kata-kata seperti itu. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak dengan kata-kata Eva seolah-olah dia tidak dibutuhkan. Eva
Samuel menutup pintu mobilnya, duduk di kursi pengemudi. Ia memandang gedung apartemen yang ada di sebelah mobilnya. “Apa dia bersama Henry.”Samuel merogoh ponsel dalam saku jasnya, ia menekan layar ponselnya yang tertera nama Eva. Nomor ponsel itu masih di luar jangkauan.Samuel menghela napasnya panjang. “Semoga benar jika Henry menjemputnya di terminal. Aku akan kembali besok, memastikan bagaimana keadaannya. Semoga dia baik-baik saja.”Samuel menyalakan mobil, melajukan mobilnya di tengah hiruk pikuk kota yang tidak pernah tidur.Baru saja dia datang ke gedung apartemen yang ditempati oleh Eva. Namun apartemen kamar unit yang Eva tempati tampak kosong.Terpaksa ia harus kembali dan memastikan keesokan harinya.Sementara di sisi lain, Eva berdiri di depan pintu kamar, tatapannya tertuju pada Henry yang bersiap merebahkan diri di atas tempat tidur.Ada sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, sebuah campuran antara ketikpercayaan dan kenyataan yang membanjiri pikirann
Eva meremas tangannya, ia kembali menundukkan kepala dengan perasaan bersalah yang mendalam. Eva berkata dengan pelan, “Itu karena aku. Maafkan aku, Sam.” Samuel menggelengkan kepala dan menjawab lembut, “Tidak, Eva, berhenti untuk terus-menerus meminta maaf. Kami masih menyelidiki semuanya memastikan kebenarannya. Meskipun Henry memiliki sikap yang egois, tapi aku rasa dia tidak akan melakukan hal itu.” Mata Eva mulai berkaca-kaca, hatinya terasa berat. Samuel adalah orang baik. Seharusnya dia membalas dengan kebaikan pula, bukan dengan memberinya masalah seperti ini. “Coba katakan padaku, memang apa yang sudah kau lakukan? Kenapa kau harus merasa jika itu adalah salahmu?” Samuel bertanya denga nada rendah. Eva menarik napas dalam dan mencoba menenangkan diri. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh. Di dalam hatinya rasa perasaan campur aduk menyelimuti, rasa cemas sebab situasi yang rumit dan rasa bersalah yang menghimpit kerena melibatkan Samuel dalam masalah rum
Eva menghela napas, menatap langit-langit kamar dengan frustasi. Dia menyadari proses perceraian yang lambat memperburuk situasinya, dan dia harus mencari solusi.“Nyonya bisa menghubungi Tuan Henry atau menemuinya langsung. Saya akan mengirimkan pemberitahuan resmi lagi agar Tuan Henry segera menandatangani.” Suara James menunjukkan rasa tanggung jawab dan upaya mencari solusi.Eva mengangguk meski tidak terlihat oleh James, berusaha untuk tetap tenang. “Baik, Tuan James. Terima kasih atas bantuannya.”Ketika percakapan berakhir, dia menutup teleponnya dan duduk diam sejenak.Dia menatap telepon dengan pikiran melayang, meskipun ada harapan, kekhawatiran akan hasil dan kelanjutan proses pereraiannya membebaninya.Di sisi lain, Harrison Realty Partners, dengan senyum cerah dan langkah penuh percaya diri Julia memasuki ruangan Henry.“Halo, Henry, aku sudah menyiapkan dokumen rapat minggu ini. Ini berisi agenda rapat, catatan rapat sebelumnya, dan beberapa catatan penting dari departem
Jonathan membalas jabatan tangan dan tersenyum lebar penuh rasa terima kasih. “Terima kasih banyak, Mr. Henry. Semoga pernikahan kalian selalu diberkati.”Eva terpaksan menahan senyum dan menampilkan wajah bahagia di depan Jonathan. Dia merasa seperti artis papan atas yang memainkan perannya dengan sempurna meskipun hatinya bergejolak.Dia merasakan beratnya perasaan yang harus disembunyikan di balik senyuman yang dipaksakan. Setiap doa tentang kebahagiaan mereka bagaikan cambuk yang mengingatkan ketidakpastian yang dia alami dalam rumah tangga.Tangan Henry terulur mendarat di pinggang Eva. Dia memberika kode dengan gerakan kepala kepada Eva untuk memberikan ucapan selamat pada Jonathan.Eva tersenyum lembut. “Selamat ulang tahun pernikahan, Tuan. Semoga kebagaiaan dan keberuntungan berlimpah selalu menyertai Anda dan sekeluarga.”Jonathan membalas senyuman Eva dengan penuh rasa syukur.Dia memandang Eva lalu mengalihkan matanya ke arah Henry. “Kau benar-benar memiliki Istri yang can