Share

Chapter 112

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2025-01-13 23:52:54

Tiga hari kemudian, suasana di rumah sakit tampak lebih tenang. Kondisi Eva jauh lebih baik dari kondisi sebelumnya.

Begitu dengan Samuel, pemulihannya begitu cepat, karena imun tubuhnya sangat kuat. Meski masih sedikit merasakan sakit di bagian tertentu.

Di ruang konferensi medis, Henry kembali melakukan pertemuan dengan beberapa dokter yang akan terlibat dengan operasi Eva.

Dalam pertemuan itu, Samuel juga ikut turut andil.

Di balik ketenangan mereka, para dokter mencoba bersikap normal. Namun sebenarnya, jantung mereka terpacu saat melihat ketegasan wajah Henry.

“Aku rasa tidak ada lagi waktu untuk menunda operasi. Bagaimana dengan persiapan kalian?” ucapnya, memandang satu persatu dokter di ruangan itu.

Dan seperti biasa, Dokter Collins yang menjawab, “Kami mempersiapkan sebaik mungkin, Tuan. Tapi-”

“Tidak ada tapi-tapian!” Henry memotong dengan cepat, tahu apa yang akan dikatakan oleh Dokter Collins padanya. “Aku tidak menerima alasan dalam bentuk apapun. Yang aku butuhkan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 113

    Eva tertegun sejenak, mencerna ucapan Henry. Chicago? Kenapa dia tiba-tiba pergi ke sana? Namun, dia Menyadari kembali bahwa Henry adalah seorang CEO, penerus perusahaan milik Kakek Buyutnya. Sudah biasa dia datang dan pergi secara tiba-tiba. “Apa kau melakukan perjalanan bisnis ke sana?” Eva bertanya dengan pelan. Henry mengangguk, meski Eva tidak melihatnya. “Ya, aku melakukan perjalanan bisnis ke sana.”“Kalau kau menugaskan Asisten Ryan di sini, kau akan pergi dengan siapa?” Eva kembali bertanya dengan penasaran. Pasti dia pergi bersama Julia. Eva bisa menebaknya. Dua orang itu memang tidak akan bisa terpisahkan. Tak bisa disangkal jika hubungan mereka semakin dekat dan intim. Mengenai kedekatan Henry dan Julia tak memengaruhinya lagi. Seiring berjalannya waktu, dia menyadari jika cemburu hanya membuang-buang tenaganya. Dia sadar, jika kehidupan tak selalu seperti yang dia inginkan. Dulu, setiap kali dia melihat kedekatan Julia dan Henry, hatinya terasa sesak. Apalagi keny

    Last Updated : 2025-01-14
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 114 Berubah Haluan

    Eva membeku, menyadari ada yang salah dengan ucapannya. Dia sedikit tergeragap. Bukan seperti itu yang dia maksud. “Aku hanya … tidak suka merasa terkurung!” jawabnya dengan tegas dan sedikit meninggi. Henry terkekeh pelan saat melihat Eva tampak kikuk. Sementara Eva berdecih kesal, pasti pria itu tersenyum penuh kemenangan dan begitu percaya diri. Dia sendiri juga bingung, bagaimana bisa orang itu bisa memiliki tingkat percaya diri tinggi sekali. Alias, narsis. Dengan cepat dia melanjutkan, “Jangan terlalu percaya diri! Aku berbicara seperti itu karena memang merasa tidak masuk akal. Kau bisa pergi sesuka hati, sementara aku …?” Eva menunjuk diri sendiri dengan ekspresi penuh ketidaksetujuan. “Harus terkurung di rumah sakit!”Henry tersenyum tipis. Meskipun suasana hatinya sedikit kesal dan cemas, tetapi dia tidak bisa menahan senyumnya. Dia merasa terhibur dengan sikap Eva yang menunjukkan ketidaksetujuan.Dengan suara melunak dia menjawab, “Kau benar, memang terasa tidak masuk

    Last Updated : 2025-01-15
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 115

    Bandara Newark Liberty International. Christian berdiri di depan Henry dengan napas terengah-engah. “Maaf keterlambatan saya, Tuan,” ujarnya, dengan napas masih terengah-engah akibat berlari. Henry yang berdiri di depannya mengernyit bingung. “Kenapa denganmu?” “I-itu … kata Asisten Ryan, Anda sudah menunggu saya di bandara, jadi saya datang buru-buru, takut Anda menunggu lama.” Henry hanya menatapnya dengan wajah datar. “Kalau begitu cepatlah, sebelum aku potong gajimu.” Dia mulai melangkahkan kaki diikuti Christian di belakang. Punggungnya tampak tegak dan kokoh. Langkah kakinya terlihat tegas, dan suara pantofel yang terbentur di lantai bagaikan irama mengiringi setiap langkahnya. Mereka berdua segera memasuki ruang pemeriksaan sebelum keberangkatan berlangsung. Karena jarak antara Manhattan dan Chicago cukup jauh, Henry memilih menggunakan pesawat untuk mempersingkat waktu. Dia berada di bandara lebih awal sebelum malam menjelang. Setelah melewati serangkaian pemeriksaan,

    Last Updated : 2025-01-16
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 116

    Henry berubah? Tidak mungkin. Pria itu terlalu arogan, terlalu keras kepala untuk sekedar melirik perubahan. Bahkan jika dia bersikap lebih lembut sekarang, apa itu tulus? Atau hanya karena papa? Eva tidak percaya begitu saja. Henry bukan tipe orang yang tiba-tiba menjadi baik tanpa alasan.Hingga suara Samuel mampu membuyarkan semua pikirannya, “Jangan terlalu dipikirkan. Aku datang ke sini ingin menyampaikan kabar baik untukmu.” Eva memasang wajah penasaran. “Kabar baik? Apa itu? Apa aku boleh pulang?”Setiap perubahan wajah Eva, Samuel mengamatinya. Wajah polos dan naturalnya itu tampak memikatnya lebih dalam. Namun dengan cepat dia mengusir perasaan itu. Dia pun berkata, “Bukan.”Tampak Eva tengah mengerutkan keningnya bingung. “Jika bukan, lalu apa?”“Aku dan Tim Dokter kembali membicarakannya, dan kami memutuskan jika besok adalah jadwal operasi kedua matamu dilakukan.” Eva terdiam sejenak, matanya melebar tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Operasi? Besok

    Last Updated : 2025-01-18
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 117 Hilang Akal

    Tawa pria itu semakin keras di tengah musik yang tenang. “Jangan terlalu percaya diri mengklaim dia milikmu. Dia juga tidak menganggapmu penting.” Dengan gerakan cepat, Julia menyapu semua gelas di atas meja, hingga membuat pandangan semua orang teralihkan ke arah mereka.Dalam sekejap, semua gelas itu berserakan di atas lantai. Semua minuman berceceran. Suara musik yang tenang itu terkalahkan dengan teriakan Julia yang melengking. “Aku sudah bilang kalau dia hanya milikku! Hanya milikku!” Dia kembali berteriak keras, seperti orang gila yang mengamuk. Dia benar-benar kehilangan akal, tanpa tahu tempat.Dia frustasi karena kali ini Henry benar-benar tak membutuhkannya lagi. Dia menolak keras kenyataan yang dikatakan pria di sebelahnya. Kerumunan orang di sana sedikit menjauh dari jangkauan Julia, takut jika mereka terkena imbas amukan wanita gila itu. Julia mendekat, menarik kerah baju pria yang mengejeknya. Pria itu adalah teman dekatnya, dia tahu bagaimana Julia yang begitu tero

    Last Updated : 2025-01-19
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 118 Operasi

    Samuel mengangguk pelan, matanya seperti menyimpan sesuatu yang tak bisa diungkapkan. Tatapannya jatuh pada perban yang melilit lengannya, seakan luka itu berbicara lebih banyak dari yang dia inginkan. “Selamat beristirahat kembali, Tuan” lanjut dokter itu, sebelum melangkah keluar ruangan. Begitu pintu tertutup, hening menyelimuti. Samuel menarik napas panjang, matanya menerawang ke arah jendela. Pintu kembali terbuka, menampilkan sosok Dave yang baru saja tiba dengan totebag berukuran besar. “Selamat pagi, Tuan. Ini titipan dari Nyonya. Beliau baru bisa datang siang nanti.” Dave memberikan totebag itu pada Samuel. Samuel membuka dengan santai. Isi di dalamnya ternyata baju ganti untuknya. Dia kembali menghela napas, lalu memandang ke arah Dave. “Setelah operasi Eva nanti, kau urus surat-surat kepulanganku dari sini.” Dave mengerutkan kening. Matanya beralih menatap ke arah perban di lengannya. “Tapi, luka Anda masih belum sepenuhnya kering, Tuan,” protesnya deng

    Last Updated : 2025-01-20
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 119

    Chicago. Henry duduk di sofa empuknya, matanya tampak fokus pada layar tablet yang ada di tangannya. Wajahnya tampak serius, tak bisa diganggu. Jari-jemarinya sesekali menyentuh layar, menggulir halaman demi halaman. Suasana ruang pertemuan itu tampak serius, menunggu Henry bersuara. Dengan perasaan campur aduk mereka menunggunya. Berbagai pertanyaan bersarang di benak mereka. Apakah proposal itu bisa menarik perhatian Henry? Atau justru sebaliknya. Tiba-tiba saja Henry bersuara, “Secara keseluruhan, konsep yang diajukan sangat menarik. Tapi, saya ingin mengajukan beberapa poin pertanyaan. Terutama mengenai perubahan harga tanah dan pembagian keuntungan.” Henry kembali meletakkan tablet itu di atas meja. Olivia, selaku perwakilan dari klien itu menjawab, “Apa ada yang perlu kami perbaiki, Tuan?” Henry menggeleng cepat. “Tidak perlu. Kami perlu memastikan skema pembagian yang adil dan fleksibilitas dalam proyek ini. Jika kita dapat menyepakatinya, maka proyek ini bisa kita mul

    Last Updated : 2025-01-21
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 120

    Liliana merogoh ponsel di dalam tasnya. Jari-jemarinya mulai menggulir layar ponselnya.Namun aktivitasnya terhenti saat Samuel mulai mengatakan sesuatu, “Tidak perlu, Ma. Henry sedang ada urusan penting di Chicago. Ini hanya sebentar, tidak apa-apa untuk Samuel.”Liliana mengangkat kepalanya, menatap ke arah putranya. Ada kilatan amarah di dalam bola matanya. “Itu urusan Henry! Harusnya dia yang ada di sini, bukan kamu. Sudah tahu kalau Istrinya dalam masa pengobatan, kenapa dia lebih mementingkan pekerjaannya dan tidak bertanggung jawab dengan Istrinya sendiri!” Amarahnya tidak bisa ditutupi. Di dalam hatinya seperti ada sekumpulan api yang menyebar dengan cepat. Tetapi amarah itu tidak dia tujukan pada Samuel, melainkan pada Henry. Yang menjadi tanggung jawab Eva adalah dirinya, bukan putranya. Terletak di mana hati dan pikirannya saat ini? Istrinya tengah berada di antara hidup dan mati, sementara dia tidak berada di sana. Sikap tanggung jawab Henry itu sama saja dengan mamany

    Last Updated : 2025-01-22

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 157

    Besok adalah hari keberangkatan oleh Eva dan Henry ke Swiss, sesuai dengan kesepakatan. Momen itu akan dia gunakan untuk beristirahat dari padatnya jadwal kerjanya. Eva tengah sibuk mengatur barang-barangnya di kamar, mengatur pakaian, dan memeriksa tiket pesawat. Sementara itu, Henry yang ada di sana dengan gaya santainya duduk di atas tempat tidur sambil memainkan ponsel. Sesekali dia melirik ke arah Eva, yang tampak sedikit repot dengan tumpukan koper dan barang-barang yang belum tertata rapi. “Henry, bisa bantu aku menata sisanya?” Eva bersuara dengan tangan yang masih sibuk memilih baju untuk dia kenakan selama di Swiss. Ini pertama kalinya dia berlibur ke negara lain, apalagi liburan ini bersama dengan kolega suaminya. Dia hanya ingin menyiapkan semuanya dengan baik, dan menyesuaikan diri dengan mereka. “Untuk apa kau repot-repot dengan semua baju-baju itu?” Akhirnya Henry bersuara. Henry menoleh tanpa terburu-buru, lalu berdiri dan mendekati Eva dengan langkah yang santai.

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 156 Liburan Eksklusif?

    Henry tersenyum tipis, jari-jarinya mengetuk meja pelan. "Ya, Tuan Lawson ternyata sudah menjadwalkan liburan eksklusif ke Swiss untuk kita semua. Lusa kita berangkat."Eva membelalakkan mata, meletakkan sendoknya ke piring dengan pelan. "Tunggu! Liburan eksklusif? Ke Swiss? Lusa?"Henry mengangguk tenang, seolah kabar ini bukan sesuatu yang mengejutkan. "Benar. Dia sudah mengatur semuanya, penerbangan, penginapan mewah di pegunungan, dan berbagai aktivitas. Katanya, istrinya sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu.” “Istrinya?” Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. Sebelumnya, dia tak pernah berinteraksi dengan teman ataupun istri dari kolega suaminya. Tangannya mendadak dingin, merasakan gugup. Henry memerhatikan perubahan ekspresi Eva. Dia tahu bahwa istrinya tengah dilanda kegugupan. “Tidak perlu gugup. Yang aku dengar, Istri Tuan Lawson orang yang ramah. Jadi gunakan waktu itu untuk berteman sekaligus liburan. Jangan membuatnya menjadi beban.”Kata-kata Henry terdengar menen

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    155 Chicken Hot Pie

    Pintu apartemen terbuka, membuat pandangan Eva mengikuti sumber suara. Matanya bertemu dengan mata Henry, dan seketika itu, senyum hangat muncul di wajahnya. Dia bangkit dan mendekat ke arah Henry. “Sudah pulang?” ujar Eva, matanya berbinar-binar. Henry tersenyum, menyelipkan anak rambut Eva ke sela telinganya. Mata Eva fokus pada kotak yang ada di tangan suaminya. “Apa lagi yang kau bawa kali ini? Apa kau membiarkan rumah ini menjadi toko dadakan?” “Aku bawa sesuatu untukmu,” jawabnya dengan perasaan bahagia. Dengan wajah penasaran dia bertanya, “Apa itu?” Henry menuntun Eva ke meja makan, dan mengeluarkan hidangan khusus di dalamnya, chicken hot pie.Mata Eva berbinar. Dia tahu betul bahwa suaminya yang sering kali bersikap keras dan arogan, bukan tipe orang yang menunjukkan kelembutan dengan mudah. Bahkan, untuk melakukan sesuatu sesederhana ini, pasti ada usaha yang besar di baliknya.“Kau membelinya untukku?” tanyanya, dengan nada antusias. Henry tersenyum saat melihat w

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 154

    Apa aku harus mengatakannya?Mungkin lebih baik tidak!“Apa kejadian di rumah sakit itu memengaruhi mood-mu?” Henry kembali bersuara. “Aku pastikan jika hal itu tidak akan terjadi lagi.” Eva terdiam, tak menjawab ucapan Henry. Hari ini sepertinya memberi dampak cukup besar pada suasana hatinya. Semua yang terjadi membebani pikirannya, membuat mood nya kacau. Pelukan itu akhirnya terlepas. Henry sedikit membungkuk, menyetarakan tinggi badannya dengan Eva. “Sebentar lagi makan malam, aku mandi dulu sebelum kita makan malam.”Eva mengangguk pelan dan membiarkan Henry membersihkan diri. ***Hari demi hari berlalu, hubungan Henry dan Eva semakin membaik. Setelah melewati keraguan dan ketidakpastian yang menguras emosi, mereka akhirnya menemukan kenyamanan dalam kebersamaan. Henry yang sebelumnya sibuk di dunia kantornya, kini semakin giat dalam kelas memasaknya bersama Chef Miles. Dia memilih memperketat jadwal kelas memasaknya, dia berlatih tanpa henti. Demi memasak makanan kesukaan

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 153

    “Aku ingin percaya, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya agar aku bisa percaya denganmu.”Henry menatap Eva dalam-dalam, tak sedikitpun melepaskan pandangannya. Dia menggenggam tangan Eva semakin erat, menyalurkan semua ketulusannya. Dia melangkah satu langkah lebih dekat dengan Eva. Dengan satu tarikan napas, dia pun menjawab, “Apa keberadaanku di sini saat ini tidak cukup?” suaranya terdengar lebih tenang. Tangannya terangkat, menyentuh pipi lembut Eva. “Aku sadar, aku tidak bisa menghapus semua rasa sakit di masa lalu, tapi aku selalu mengusahakan agar tidak menambah luka itu. Tidak apa-apa jika kau belum bisa percaya padaku. Aku tidak memaksamu untuk melakukannya.”Eva terdiam cukup lama, mencoba meresapi kata-kata suaminya. Tak mendapat reaksi dari Eva, perlahan-lahan dia menarik Eva ke dalam pelukannya. Eva terkejut saat merasakan tangan kekar itu tiba-tiba melingkari tubuhnya. Setiap detiknya waktu terasa berhenti. Dia terdiam, tubuhnya mendadak kaku, mulutnya terkunci da

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 152 Kembali Ragu

    “Samuel?” gumamnya pelan, dengan perasaan campur aduk.Nyonya Rosie mengangguk. “Ya. Dia terlihat baik … tapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang sulit kujelaskan.”Jantung Eva berdetak lebih cepat. Sudah sekian lama dia tidak mendengar kabarnya, tapi cukup satu penyebutan namanya saja untuk membuat dadanya terasa sesak dan merasa bersalah. Selama ini, dia selalu berusaha menghubungi pria itu, tapi setiap usahanya hanya berakhir sia-sia. Tak ada balasan atau tanda-tanda bahwa pria itu menghubunginya. Setiap pesan yang dia kirim terasa terabaikan. Apa dia benar-benar menjauhiku?Kenapa dia lakukan itu?“Apa dia mengatakan sesuatu, Nyonya?” Eva bertanya dengan rasa penasaran. Nyonya Rosie memerhatikan wajah Eva yang dipenuhi kekhawatiran. Dia pun tersenyum lembut dan menjawab, “Dia memberitahuku jika operasimu berhasil. Dia juga terlihat senang saat mengatakan itu.”Nyonya Rosie memilih diam, tidak membocorkan pembicaraannya bersama Samuel pada hari itu. Sudah cukup tahu bagaimana k

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 151

    Henry tiba di penthouse pada waktu senja. Tangannya penuh dengan paper bag besar, dan terlihat jelas tulisan di paper bag itu adalah merk ternama, dan meletakkan semua paper bag di atas meja. Matanya menatap sekeliling, menyadari suasana hening memenuhi ruangan. Tak ada tanda-tanda keberadaan istrinya. Apa dia di dalam kamar? “Di mana Nyonya kalian?” Suara beratnya itu mampu menghentikan pelayan yang tampak sibuk. Pelayan itu berbalik dan segera menjawab, “Tadi Nyonya bilang keluar sebentar, Tuan.” Henry dengan cepat menanggapi, “Ke mana?” “Kami tidak tahu, Tuan,” jawabnya dengan rasa ragu. “Nyonya tidak memberitahu kami.” Suaranya semakin terdengar pelan. Seketika wajah Henry memerah karena marah. “Kenapa kalian membiarkannya, hah?! Kenapa kalian tidak memberitahuku kalau dia keluar?” Pelayan itu sedikit terjingkat karena terkejut dengan bentakan Henry. “Maaf, Tuan.” Henry mengusap wajahnya, lalu mengacak rambutnya dengan gerakan kasar. Pikirannya penuh deng

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 150 Istriku, Prioritasku

    Henry melanjutkan dengan suara datar dan tegas. “Kalau Mama terus berbicara seperti itu, Henry akan menjaga jarak seterusnya! Eva adalah Istriku, dan aku tidak akan membiarkan Mama mengatakan itu lagi padanya!”Gigi Elise gemertak, mulutnya terkatup rapat. “Jadi kamu lebih memilih dan membelanya?” Suaranya bergetar penuh dengan kemarahan. Dia pun kembali menatap Eva dengan perasaan semakin membara. “Pasti kau sudah mencuci otak Henry, ’kan?” Sementara Eva, wajahnya tampak tenang, tidak menunjukkan kemarahan atau tanda-tanda melawan. “Bisa dibilang seperti itu. Aku memiliki terlalu banyak waktu luang untuk melakukannya.”Dia melirik Henry sebentar, lalu kembali menatap Elise dengan tatapan datar. "Tapi Mama tenang saja, dia masih punya kemampuan untuk berpikir sendiri, walaupun aku tahu itu terlalu sulit dipahami oleh sebagian orang.”Elise terhenyak, wajahnya memerah karena tersinggung, dan kini kemarahannya semakin meluap. Henry pun terkejut mendengar jawaban Eva. Dia tak menyangk

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 149 Eva Adalah Kewajibanku

    Henry memerhatikan Eva yang terlihat memalingkan pandangannya, seolah tidak melihat kehadirannya. Biasanya dia paling tak peduli dengan reaksi Eva selama ini, dan sekarang, dadanya terasa sesak ketika istrinya tak melihat keberadaanya. “Ayo kita berangkat,” ajaknya dengan suara lembut. “Tidak perlu!” Eva berbalik. “Aku bisa berangkat sendiri.”Eva melangkah dengan mantap, bersiap pergi tanpa menoleh lagi. Namun, sebelum dia sempat menjauh, Henry dengan sigap meraih tangannya."Tidak ada penolakan!” tegasnya. Dia menggenggam tangan Eva erat, lalu menuntunnya menuju mobil.Eva ingin menolak, tetapi genggaman Henry terlalu kuat, membuatnya enggan berdebat lebih jauh. Akhirnya, dia membiarkan pria itu membawanya pergi.Selama perjalanan, keduanya terdiam. Hanya suara mesin mobil yang terdengar, sementara tatapan Eva terarah ke luar jendela. Henry, di sisi lain, sesekali meliriknya, ingin mengatakan sesuatu tetapi menahan diri.Akhirnya bersuara, suaranya rendah dan penuh perhatian. "B

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status