Share

Chapter 116

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2025-01-18 23:55:10

Henry berubah? Tidak mungkin. Pria itu terlalu arogan, terlalu keras kepala untuk sekedar melirik perubahan.

Bahkan jika dia bersikap lebih lembut sekarang, apa itu tulus? Atau hanya karena papa?

Eva tidak percaya begitu saja. Henry bukan tipe orang yang tiba-tiba menjadi baik tanpa alasan.

Hingga suara Samuel mampu membuyarkan semua pikirannya, “Jangan terlalu dipikirkan. Aku datang ke sini ingin menyampaikan kabar baik untukmu.”

Eva memasang wajah penasaran. “Kabar baik? Apa itu? Apa aku boleh pulang?”

Setiap perubahan wajah Eva, Samuel mengamatinya. Wajah polos dan naturalnya itu tampak memikatnya lebih dalam.

Namun dengan cepat dia mengusir perasaan itu. Dia pun berkata, “Bukan.”

Tampak Eva tengah mengerutkan keningnya bingung. “Jika bukan, lalu apa?”

“Aku dan Tim Dokter kembali membicarakannya, dan kami memutuskan jika besok adalah jadwal operasi kedua matamu dilakukan.”

Eva terdiam sejenak, matanya melebar tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Operasi? Besok
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 117 Hilang Akal

    Tawa pria itu semakin keras di tengah musik yang tenang. “Jangan terlalu percaya diri mengklaim dia milikmu. Dia juga tidak menganggapmu penting.” Dengan gerakan cepat, Julia menyapu semua gelas di atas meja, hingga membuat pandangan semua orang teralihkan ke arah mereka.Dalam sekejap, semua gelas itu berserakan di atas lantai. Semua minuman berceceran. Suara musik yang tenang itu terkalahkan dengan teriakan Julia yang melengking. “Aku sudah bilang kalau dia hanya milikku! Hanya milikku!” Dia kembali berteriak keras, seperti orang gila yang mengamuk. Dia benar-benar kehilangan akal, tanpa tahu tempat.Dia frustasi karena kali ini Henry benar-benar tak membutuhkannya lagi. Dia menolak keras kenyataan yang dikatakan pria di sebelahnya. Kerumunan orang di sana sedikit menjauh dari jangkauan Julia, takut jika mereka terkena imbas amukan wanita gila itu. Julia mendekat, menarik kerah baju pria yang mengejeknya. Pria itu adalah teman dekatnya, dia tahu bagaimana Julia yang begitu tero

    Last Updated : 2025-01-19
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 118 Operasi

    Samuel mengangguk pelan, matanya seperti menyimpan sesuatu yang tak bisa diungkapkan. Tatapannya jatuh pada perban yang melilit lengannya, seakan luka itu berbicara lebih banyak dari yang dia inginkan. “Selamat beristirahat kembali, Tuan” lanjut dokter itu, sebelum melangkah keluar ruangan. Begitu pintu tertutup, hening menyelimuti. Samuel menarik napas panjang, matanya menerawang ke arah jendela. Pintu kembali terbuka, menampilkan sosok Dave yang baru saja tiba dengan totebag berukuran besar. “Selamat pagi, Tuan. Ini titipan dari Nyonya. Beliau baru bisa datang siang nanti.” Dave memberikan totebag itu pada Samuel. Samuel membuka dengan santai. Isi di dalamnya ternyata baju ganti untuknya. Dia kembali menghela napas, lalu memandang ke arah Dave. “Setelah operasi Eva nanti, kau urus surat-surat kepulanganku dari sini.” Dave mengerutkan kening. Matanya beralih menatap ke arah perban di lengannya. “Tapi, luka Anda masih belum sepenuhnya kering, Tuan,” protesnya deng

    Last Updated : 2025-01-20
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 119

    Chicago. Henry duduk di sofa empuknya, matanya tampak fokus pada layar tablet yang ada di tangannya. Wajahnya tampak serius, tak bisa diganggu. Jari-jemarinya sesekali menyentuh layar, menggulir halaman demi halaman. Suasana ruang pertemuan itu tampak serius, menunggu Henry bersuara. Dengan perasaan campur aduk mereka menunggunya. Berbagai pertanyaan bersarang di benak mereka. Apakah proposal itu bisa menarik perhatian Henry? Atau justru sebaliknya. Tiba-tiba saja Henry bersuara, “Secara keseluruhan, konsep yang diajukan sangat menarik. Tapi, saya ingin mengajukan beberapa poin pertanyaan. Terutama mengenai perubahan harga tanah dan pembagian keuntungan.” Henry kembali meletakkan tablet itu di atas meja. Olivia, selaku perwakilan dari klien itu menjawab, “Apa ada yang perlu kami perbaiki, Tuan?” Henry menggeleng cepat. “Tidak perlu. Kami perlu memastikan skema pembagian yang adil dan fleksibilitas dalam proyek ini. Jika kita dapat menyepakatinya, maka proyek ini bisa kita mul

    Last Updated : 2025-01-21
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 120

    Liliana merogoh ponsel di dalam tasnya. Jari-jemarinya mulai menggulir layar ponselnya.Namun aktivitasnya terhenti saat Samuel mulai mengatakan sesuatu, “Tidak perlu, Ma. Henry sedang ada urusan penting di Chicago. Ini hanya sebentar, tidak apa-apa untuk Samuel.”Liliana mengangkat kepalanya, menatap ke arah putranya. Ada kilatan amarah di dalam bola matanya. “Itu urusan Henry! Harusnya dia yang ada di sini, bukan kamu. Sudah tahu kalau Istrinya dalam masa pengobatan, kenapa dia lebih mementingkan pekerjaannya dan tidak bertanggung jawab dengan Istrinya sendiri!” Amarahnya tidak bisa ditutupi. Di dalam hatinya seperti ada sekumpulan api yang menyebar dengan cepat. Tetapi amarah itu tidak dia tujukan pada Samuel, melainkan pada Henry. Yang menjadi tanggung jawab Eva adalah dirinya, bukan putranya. Terletak di mana hati dan pikirannya saat ini? Istrinya tengah berada di antara hidup dan mati, sementara dia tidak berada di sana. Sikap tanggung jawab Henry itu sama saja dengan mamany

    Last Updated : 2025-01-22
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 121

    Bandara. Pesawat perlahan mulai merendah, roda-rodanya menyentuh landasan dengan lembut, diiringi getaran halus yang merambat ke seluruh kabin. Suara gesekan roda dengan aspal terdengar samar, disusul rem yang perlahan memperlambat laju pesawat. Dari jendela, lampu-lampu bandara berkilauan di bawah langit malam, menyambut para penumpang yang bersiap untuk kembali ke darat.Dini hari waktu Manhattan, Henry tiba dengan selamat. Semua pertemuan dengan klien dia percepat. Tanpa berlama-lama lagi, Henry segera menuruni pesawat diikuti Christian. Dengan langkah terburu-buru mereka memasuki terminal khusus. “Kau bisa pulang dan istirahat,” ujar Henry dengan tegas. Christian mengangguk, mengiyakan. “Baik, Tuan. Saya permisi dulu. Selamat beristirahat.” Dia membungkukkan badan kemudian melangkah menuju taksi yang ada di sana.“Tunggu!”Langkah kaki Christian terhenti. Dia kembali menoleh kebelakang, dan bertanya, “Apa ada yang harus saya bantu, Tuan?”“Besok ambillah bonusmu di keuangan,

    Last Updated : 2025-01-23
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 122 Pov Henry dan Samuel

    Jarum jam semakin bergerak ke arah kanan, menandakan waktu terus berjalan. Meski waktu menunjukkan dini hari, kedua mata Samuel masih terjaga. Dia menatap ke arah langit-langit di kamarnya. Matanya tampak kosong, seperti merasakan beban berat di pundaknya. Merasa pikirannya penuh, dia pun bangun dari tidurnya, menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. Perlahan, Samuel menurunkan kakinya, menyentuh lantai marmer yang terasa dingin. Dengan langkah hati-hati dia melangkah menuju balkon yang ada di kamarnya. Saat pintu kaca itu terbuka, angin malam menyapu wajah tampannya. Meski waktu sudah begitu larut, tetapi kota itu masih terlihat ramai. Benar. Dia memutuskan mempercepat kepulangannya seusai Eva melakukan operasi. Alasannya sudah sangat jelas. Dia menepati janjinya yang sudah dia katakan pada Henry tempo hari. Walau Henry tiba-tiba berubah pikiran, tetapi dia tetap memenuhi ucapannya. Sebagai laki-laki, dia tidak ingin ingkar dengan janji yang sudah dia ucapkan sendiri. Lagipu

    Last Updated : 2025-01-24
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 123 Luluhnya Hati

    Matahari mulai menampakkan diri, langit perlahan berubah warna, menunjukkan gradasi lembut dari biru gelap menuju keemasan yang membentang di cakrawala. Setelah hujan, udara terasa segar dan menenangkan. Udara yang masih basah itu terasa sejuk dan menyegarkan, seolah bumi bernapas lega setelah hujan mengguyurnya. Genangan air di jalanan menjadi cermin, memantulkan bayang-bayang kota dan langit biru yang mulai cerah. Tetesan air yang berjatuhan dari dedaunan dan atap rumah seperti irama yang menenangkan hati. Sama halnya seperti dua insan manusia yang saat ini masih tertidur pulas di dalam satu ruangan yang sama. Keduanya tampak pulas, tanpa terusik sedikitpun. Perlahan pintu terbuka, ujung dari sepatu pantofel itu terlihat di celah-celah pintu. Pintu pun terbuka sepenuhnya, ternyata dia adalah Ryan. Namun pergerakannya terhenti saat di ambang pintu. Kedua matanya tertuju pada dua insan yang tengah tertidur pulas di dalam sana.Eva yang masih berbaring di atas brankar, masih dalam

    Last Updated : 2025-01-25
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 124

    Kring!Di dalam ruangan yang hening itu, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Pandangan mata Henry mengikuti bunyi ponselnya. Tak perlu waktu lama, dia pun bangkit dan segera mengambil ponsel miliknya. Takut jika suara itu mengganggu waktu tidur Eva. Sebelum menekan tombol hijau, Henry melihat nama kontak yang tertera di layar. Dia memandang Eva sejenak, setelah itu melangkah menjauh dan menekan tombol hijau itu sekali tekan. “Halo.” Suaranya terdengar semakin menjauh. Langkah kakinya semakin dekat dengan pintu keluar. Tanpa dia ketahui, di belakang sana, kening Eva berkerut. Itu adalah tanda bahwa dia baru saja terbangun dari tidurnya, meski kedua matanya tetap terpejam rapat, seolah berusaha menahan rasa kantuk yang masih melingkupi dirinya.Akan tetapi samar-samar telinganya mendengar suara yang begitu dia kenali. Sayangnya suara itu akhirnya hilang di balik pintu yang kembali tertutup. Apa dia ada di sini?Uhuk!Pikirannya itu teralihkan dengan rasa haus yang dia derita kali

    Last Updated : 2025-01-26

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 157

    Besok adalah hari keberangkatan oleh Eva dan Henry ke Swiss, sesuai dengan kesepakatan. Momen itu akan dia gunakan untuk beristirahat dari padatnya jadwal kerjanya. Eva tengah sibuk mengatur barang-barangnya di kamar, mengatur pakaian, dan memeriksa tiket pesawat. Sementara itu, Henry yang ada di sana dengan gaya santainya duduk di atas tempat tidur sambil memainkan ponsel. Sesekali dia melirik ke arah Eva, yang tampak sedikit repot dengan tumpukan koper dan barang-barang yang belum tertata rapi. “Henry, bisa bantu aku menata sisanya?” Eva bersuara dengan tangan yang masih sibuk memilih baju untuk dia kenakan selama di Swiss. Ini pertama kalinya dia berlibur ke negara lain, apalagi liburan ini bersama dengan kolega suaminya. Dia hanya ingin menyiapkan semuanya dengan baik, dan menyesuaikan diri dengan mereka. “Untuk apa kau repot-repot dengan semua baju-baju itu?” Akhirnya Henry bersuara. Henry menoleh tanpa terburu-buru, lalu berdiri dan mendekati Eva dengan langkah yang santai.

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 156 Liburan Eksklusif?

    Henry tersenyum tipis, jari-jarinya mengetuk meja pelan. "Ya, Tuan Lawson ternyata sudah menjadwalkan liburan eksklusif ke Swiss untuk kita semua. Lusa kita berangkat."Eva membelalakkan mata, meletakkan sendoknya ke piring dengan pelan. "Tunggu! Liburan eksklusif? Ke Swiss? Lusa?"Henry mengangguk tenang, seolah kabar ini bukan sesuatu yang mengejutkan. "Benar. Dia sudah mengatur semuanya, penerbangan, penginapan mewah di pegunungan, dan berbagai aktivitas. Katanya, istrinya sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu.” “Istrinya?” Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. Sebelumnya, dia tak pernah berinteraksi dengan teman ataupun istri dari kolega suaminya. Tangannya mendadak dingin, merasakan gugup. Henry memerhatikan perubahan ekspresi Eva. Dia tahu bahwa istrinya tengah dilanda kegugupan. “Tidak perlu gugup. Yang aku dengar, Istri Tuan Lawson orang yang ramah. Jadi gunakan waktu itu untuk berteman sekaligus liburan. Jangan membuatnya menjadi beban.”Kata-kata Henry terdengar menen

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    155 Chicken Hot Pie

    Pintu apartemen terbuka, membuat pandangan Eva mengikuti sumber suara. Matanya bertemu dengan mata Henry, dan seketika itu, senyum hangat muncul di wajahnya. Dia bangkit dan mendekat ke arah Henry. “Sudah pulang?” ujar Eva, matanya berbinar-binar. Henry tersenyum, menyelipkan anak rambut Eva ke sela telinganya. Mata Eva fokus pada kotak yang ada di tangan suaminya. “Apa lagi yang kau bawa kali ini? Apa kau membiarkan rumah ini menjadi toko dadakan?” “Aku bawa sesuatu untukmu,” jawabnya dengan perasaan bahagia. Dengan wajah penasaran dia bertanya, “Apa itu?” Henry menuntun Eva ke meja makan, dan mengeluarkan hidangan khusus di dalamnya, chicken hot pie.Mata Eva berbinar. Dia tahu betul bahwa suaminya yang sering kali bersikap keras dan arogan, bukan tipe orang yang menunjukkan kelembutan dengan mudah. Bahkan, untuk melakukan sesuatu sesederhana ini, pasti ada usaha yang besar di baliknya.“Kau membelinya untukku?” tanyanya, dengan nada antusias. Henry tersenyum saat melihat w

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 154

    Apa aku harus mengatakannya?Mungkin lebih baik tidak!“Apa kejadian di rumah sakit itu memengaruhi mood-mu?” Henry kembali bersuara. “Aku pastikan jika hal itu tidak akan terjadi lagi.” Eva terdiam, tak menjawab ucapan Henry. Hari ini sepertinya memberi dampak cukup besar pada suasana hatinya. Semua yang terjadi membebani pikirannya, membuat mood nya kacau. Pelukan itu akhirnya terlepas. Henry sedikit membungkuk, menyetarakan tinggi badannya dengan Eva. “Sebentar lagi makan malam, aku mandi dulu sebelum kita makan malam.”Eva mengangguk pelan dan membiarkan Henry membersihkan diri. ***Hari demi hari berlalu, hubungan Henry dan Eva semakin membaik. Setelah melewati keraguan dan ketidakpastian yang menguras emosi, mereka akhirnya menemukan kenyamanan dalam kebersamaan. Henry yang sebelumnya sibuk di dunia kantornya, kini semakin giat dalam kelas memasaknya bersama Chef Miles. Dia memilih memperketat jadwal kelas memasaknya, dia berlatih tanpa henti. Demi memasak makanan kesukaan

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 153

    “Aku ingin percaya, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya agar aku bisa percaya denganmu.”Henry menatap Eva dalam-dalam, tak sedikitpun melepaskan pandangannya. Dia menggenggam tangan Eva semakin erat, menyalurkan semua ketulusannya. Dia melangkah satu langkah lebih dekat dengan Eva. Dengan satu tarikan napas, dia pun menjawab, “Apa keberadaanku di sini saat ini tidak cukup?” suaranya terdengar lebih tenang. Tangannya terangkat, menyentuh pipi lembut Eva. “Aku sadar, aku tidak bisa menghapus semua rasa sakit di masa lalu, tapi aku selalu mengusahakan agar tidak menambah luka itu. Tidak apa-apa jika kau belum bisa percaya padaku. Aku tidak memaksamu untuk melakukannya.”Eva terdiam cukup lama, mencoba meresapi kata-kata suaminya. Tak mendapat reaksi dari Eva, perlahan-lahan dia menarik Eva ke dalam pelukannya. Eva terkejut saat merasakan tangan kekar itu tiba-tiba melingkari tubuhnya. Setiap detiknya waktu terasa berhenti. Dia terdiam, tubuhnya mendadak kaku, mulutnya terkunci da

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 152 Kembali Ragu

    “Samuel?” gumamnya pelan, dengan perasaan campur aduk.Nyonya Rosie mengangguk. “Ya. Dia terlihat baik … tapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang sulit kujelaskan.”Jantung Eva berdetak lebih cepat. Sudah sekian lama dia tidak mendengar kabarnya, tapi cukup satu penyebutan namanya saja untuk membuat dadanya terasa sesak dan merasa bersalah. Selama ini, dia selalu berusaha menghubungi pria itu, tapi setiap usahanya hanya berakhir sia-sia. Tak ada balasan atau tanda-tanda bahwa pria itu menghubunginya. Setiap pesan yang dia kirim terasa terabaikan. Apa dia benar-benar menjauhiku?Kenapa dia lakukan itu?“Apa dia mengatakan sesuatu, Nyonya?” Eva bertanya dengan rasa penasaran. Nyonya Rosie memerhatikan wajah Eva yang dipenuhi kekhawatiran. Dia pun tersenyum lembut dan menjawab, “Dia memberitahuku jika operasimu berhasil. Dia juga terlihat senang saat mengatakan itu.”Nyonya Rosie memilih diam, tidak membocorkan pembicaraannya bersama Samuel pada hari itu. Sudah cukup tahu bagaimana k

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 151

    Henry tiba di penthouse pada waktu senja. Tangannya penuh dengan paper bag besar, dan terlihat jelas tulisan di paper bag itu adalah merk ternama, dan meletakkan semua paper bag di atas meja. Matanya menatap sekeliling, menyadari suasana hening memenuhi ruangan. Tak ada tanda-tanda keberadaan istrinya. Apa dia di dalam kamar? “Di mana Nyonya kalian?” Suara beratnya itu mampu menghentikan pelayan yang tampak sibuk. Pelayan itu berbalik dan segera menjawab, “Tadi Nyonya bilang keluar sebentar, Tuan.” Henry dengan cepat menanggapi, “Ke mana?” “Kami tidak tahu, Tuan,” jawabnya dengan rasa ragu. “Nyonya tidak memberitahu kami.” Suaranya semakin terdengar pelan. Seketika wajah Henry memerah karena marah. “Kenapa kalian membiarkannya, hah?! Kenapa kalian tidak memberitahuku kalau dia keluar?” Pelayan itu sedikit terjingkat karena terkejut dengan bentakan Henry. “Maaf, Tuan.” Henry mengusap wajahnya, lalu mengacak rambutnya dengan gerakan kasar. Pikirannya penuh deng

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 150 Istriku, Prioritasku

    Henry melanjutkan dengan suara datar dan tegas. “Kalau Mama terus berbicara seperti itu, Henry akan menjaga jarak seterusnya! Eva adalah Istriku, dan aku tidak akan membiarkan Mama mengatakan itu lagi padanya!”Gigi Elise gemertak, mulutnya terkatup rapat. “Jadi kamu lebih memilih dan membelanya?” Suaranya bergetar penuh dengan kemarahan. Dia pun kembali menatap Eva dengan perasaan semakin membara. “Pasti kau sudah mencuci otak Henry, ’kan?” Sementara Eva, wajahnya tampak tenang, tidak menunjukkan kemarahan atau tanda-tanda melawan. “Bisa dibilang seperti itu. Aku memiliki terlalu banyak waktu luang untuk melakukannya.”Dia melirik Henry sebentar, lalu kembali menatap Elise dengan tatapan datar. "Tapi Mama tenang saja, dia masih punya kemampuan untuk berpikir sendiri, walaupun aku tahu itu terlalu sulit dipahami oleh sebagian orang.”Elise terhenyak, wajahnya memerah karena tersinggung, dan kini kemarahannya semakin meluap. Henry pun terkejut mendengar jawaban Eva. Dia tak menyangk

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 149 Eva Adalah Kewajibanku

    Henry memerhatikan Eva yang terlihat memalingkan pandangannya, seolah tidak melihat kehadirannya. Biasanya dia paling tak peduli dengan reaksi Eva selama ini, dan sekarang, dadanya terasa sesak ketika istrinya tak melihat keberadaanya. “Ayo kita berangkat,” ajaknya dengan suara lembut. “Tidak perlu!” Eva berbalik. “Aku bisa berangkat sendiri.”Eva melangkah dengan mantap, bersiap pergi tanpa menoleh lagi. Namun, sebelum dia sempat menjauh, Henry dengan sigap meraih tangannya."Tidak ada penolakan!” tegasnya. Dia menggenggam tangan Eva erat, lalu menuntunnya menuju mobil.Eva ingin menolak, tetapi genggaman Henry terlalu kuat, membuatnya enggan berdebat lebih jauh. Akhirnya, dia membiarkan pria itu membawanya pergi.Selama perjalanan, keduanya terdiam. Hanya suara mesin mobil yang terdengar, sementara tatapan Eva terarah ke luar jendela. Henry, di sisi lain, sesekali meliriknya, ingin mengatakan sesuatu tetapi menahan diri.Akhirnya bersuara, suaranya rendah dan penuh perhatian. "B

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status