Share

6-CLAUDIA

"Yang bersih!" perintah Gagah di ambang pintu kamar mandi.

"Iya-iya, ini tinggal finishing."

"Awas kalau masih ada bau atau ceceran tisu, aku bakal suruh kamu bersihin ulang toiletnya. Kamu paham?"

"Iya-iya ...."

"Good!"

Gagah yang diburu waktu karena hari itu sudah mulai ngantor, pun kemudian bergegas mandi di kamar mandi yang ada di kamar tamu. Setengah jam kemudian ia kembali dalam kondisi segar, bertelanjang dada dengan handuk melilit di pinggangnya.

Di saat lelaki itu hendak memasuki ruang wadrobe yang letaknya di samping kamar mandi, Yasmin muncul dengan menenteng kantong kresek hitam berisi tisu bekas ceboknya kemarin.

Melihat tuan mudanya dengan penampilan yang tak biasa, membuat Yasmin melongo terpana. Dada bidang, perut sixpack, serta rambut gondrong Gagah yang biasa terikat tapi kini terurai basah membuatnya meneguk saliva.

"Apa kamu lihat-lihat? Memangnya aku pisang!" Gagah mentoyor dahi Yasmin dengan jari telunjuk saat melintas.

"Eh ... hah, pisang? Saya monyet, dong!"

"Haha, bukan aku yang ngatain, tapi kamu yang mengaku sendiri."

"Enak aja," sungut Yasmin seraya meraup wajah kasar karena ia tak kuasa berkedip menatap keindahan makhluk Tuhan di depan matanya. Mau kedip katanya sayang, karena view seperti itu belum tentu bisa ia dapatkan besok atau lusa.

"Makanya jangan mesum!"

Menyadari si tuan muda mengetahui isi di dalam otaknya yang ngeres, Yasmin langsung bergegas pergi.

Gila! Kok bisa, ya, Tuhan ciptain makhluk yang sempurna kaya dia? Seandainya dia baik pasti gue bakalan klepek-klepek. Perutnya gak nahan kaya roti sobek, dadanya apalagi bidang dan kekar, pasti nyaman kalau gue bersandar di situ.

Yasmin bergidik dan terkikik sendiri, penampilan si tuan muda mesum kembali terbayang, hal itu membuatnya mesem-mesem.

"Wooii, ngapain lo cengar-cengir sendiri? Gila, lo, ya?" Suara Suci membuyarkan lamunannya.

"Ah ganggu aja, lu, Ci."

"Lo abis dari mana? Bangun tidur udah ngilang aja."

"Habis ketemu sama walikota, doi ngajak sarapan bareng."

"Dasar, lo! Palingan juga kena hukuman Bu Ayu, iya, 'kan?"

"Enak aja, lu. Sarapan, yuk, ah! Laper gue, efek diare kemaren jadinya pagi ini gue mau balas dendam."

Suci tertawa, keduanya kemudian berjalan beriringan menuju dapur. Jam kerja akan dimulai setengah jam lagi, untuk itu mereka harus mengisi perut agar kuat dalam melaksanakan tugas yang tak pernah ada habisnya.

🍁

Di dalam ruang meeting utama, Bimo memperkenalkan Gagah kepada seluruh karyawannya, lelaki berusia lebih dari setengah abad itu begitu bangga dan yakin akan kemampuan sang putra dalam memimpin perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan, penyewaan, serta perawatan atau service alat-alat berat untuk proyek seperti forklift, truck, dan crane.

PT.Harisson Jaya Unggul merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan yang berhubungan dengan alat berat yang cukup dikenal dan sudah melayani perusahaan-perusahaan besar terkemuka di Indonesia. Dengan majunya perkembangan ekonomi di Indonesia yang sangat pesat, telah menciptakan banyak sekali kesempatan di dalam banyaknya jumlah kontruksi dan proyek. Dalam hal ini Harisson hadir di tengah-tengah perkembangan ekonomi ini dengan memberikan alat berat yang handal dan berkualitas dalam memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan di dalam proyek tersebut.

Fokus utama Harisson adalah melayani penyewaan alat untuk semua tipe pekerjaan, dimulai dari erection, setting/unsetting, fabrikasi, pembangunan jalan tol sampai konstruksi pabrik.

"Mulai hari ini, Gagah Permana Harisson resmi menjadi wakil saya di perusahaan ini, segala urusan yang menyangkut dengan planing, tender, kontrak, serta hal lainnya bisa Anda konfirm kepada beliau."

Ucapan Bimo direspon anggukan oleh seluruh staff yang hadir, setelah disahkan menjadi wakil dari pemilik perusahaan, Gagah diminta untuk memberikan sambutan.

Pemuda 30 tahun itu dengan penuh wibawa mulai menyampaikan sambutan yang disisipi visi dan misi ke depannya nanti, hal itu membuat Bimo terharu karena selama ini Gagah hidup semau sendiri—foya-foya, judi, narkoba, mabuk, traveling, dan bergonta-ganti pacar.

Tapi kepergian salah seorang adik kembarnya dalam sebuah kecelakaan tragis merubah segalanya, Gagah merasa sangat kehilangan sehingga membuatnya berubah dan berniat ingin membaktikan dirinya untuk keluarga.

Selain Gagah, Anggun—sang ibu pun mengalami hal yang sama. Wanita 50 tahun tersebut sangat terpukul, sehingga beberapa foto keluarga yang semula terpampang besar di tembok ruang keluarga terpaksa disembunyikan.

"Selamat Mas Gagah atas posisinya," ucap seorang lelaki perlente berwajah oriental di akhir sesi meeting dan syukuran potong tumpeng.

"Nak, kenalkan ini Om Tanu, sahabat papa sewaktu kuliah dulu. Selain itu, beliau juga menjadi partner perusahaan kita."

Gagah menjabat tangan Tanu. "Halo, Om. Makasih atas ucapannya," jawab Gagah sopan.

"Sama-sama, Mas. Semoga perusahaan ini semakin berjaya di bawah pimpinan seorang eksekutif muda seperti Mas Gagah," puji Tanu.

"Aamiin," ucap Gagah dan Bimo bersamaan.

Di saat mereka sedang menikmati nasi tumpengnya, tiba-tiba seorang wanita berpakaian kurang bahan masuk dan memeluk Tanu.

"Bimo, Mas Gagah, kenalkan ini Claudia putriku."

"Claudia? Ya ampun, Om pangling sekali melihatmu. Kapan kamu kembali dari Ausie?"

"Kemarin, Om. Om apa kabar?" Tanpa sungkan Claudia memeluk dan mencium pipi kanan-kiri Bimo.

Beralih dari Bimo, Claudia beralih kepada Gagah.

"Hai, Gagah, selamat ya."

"Makasih, Clau." Gagah meringis dan geli melihat tingkah polah Claudia yang agresif dan over ekspresif.

"Kamu masih ingat sama Claudia, gak, Gah? Dulu kamu dan dia satu TK."

"Lupa-lupa ingat, Pa."

"Gagah sombong, aku aja masih ingat loh!" seloroh Claudia sembari mencubit gemas perut Gagah.

Tawa Bimo dan Tanu berderai.

"Kalau gak keberatan, bisakah Claudia turut membantu di perusahaan ini, Bim? Aku suruh dia urus perusahaanku, tapi dia gak mau dengan alasan ruwet kerja dengan keluarga. Maklumlah, perusahaanku cuma seujung kuku Harisson, jadi semua staffnya ya keluarga."

Bimo tertawa dan kemudian menepuk pelan pundak Gagah. "Bagaimana, Gah? Apa kamu butuh sekretaris?"

Mendengar pertanyaan papanya, Gagah tersenyum tidak tulus. Ingin menolak tapi takut kualat, karena sepertinya Tanu sengaja memanfaatkan situasi demi bisa mendapatkan apa yang diinginkan.

"Oh iya, ya, Gagah belum punya sekretaris, 'kan? Gimana kamu mau gak rekrut aku? Aku belum pernah kerja, tapi aku optimis 1000% kalau aku bisa kerja buat kamu."

Hadeuh nih cewek! Agresif banget, aku hafal sekali tipikal cewek manja kaya si Claudia ini, kerja cuma buat modus.

"Nanti aku kabari, ya!" Gagah sama sekali tak berminat merekrut Claudia.

"Aku tunggu kabar baiknya, ya, Gah!" Dengan genit Claudia mengerlingkan sebelah matanya pada Gagah.

"Tenang saja, Sayang, Om Bimo akan mengusahakan sebuah posisi yang bagus kalaupun memang Gagah sudah punya kandidat untuk sekretaris, bukan begitu Bim?" Pernyataan Tanu yang bersifat suatu desakan itu dijawab anggukan oleh Bimo.

Gagah yang jengah dengan keberadaan Claudia, pun langsung berpamitan dengan alasan ingin melihat-lihat area kantor.

Tak menyerah pada situasi, Tanu memberi isyarat pada Claudia agar segera mengintil kemana Gagah akan pergi.

"Om Bimo, aku mau ikut Gagah, aku juga mau lihat-lihat area kantornya Om Bimo, boleh?"

"Boleh, Nak, silakan."

Wajah Claudia semringah, kemudian ia segera berlari menyusul Gagah yang sudah keluar dari ruangan.

"Gagah! Tungguin," teriak Claudia dengan suara manja dibuat-buat.

Gagah memutar bola matanya saat tahu Claudia ternyata sedang mengejarnya di belakang, dalam hatinya ia merutuk keberadaan gadis genit itu.

🍁

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status