"Hyun!" teriak Xiu Juan.
Xiu Juan (19 Tahun), seorang perempuan dari keluarga biasa cenderung miskin. Dia anak dari seorang janda bernama Xia Lian yang bekerja disalah satu toko kelontongan yang cukup besar di kota itu. Xiu seorang mahasiswa disalah satu kampus terfavorit di sana. Gadis yang mempunyai paras cantik sesuai dengan namanya Xiu Juan, yang berarti keanggunan dan kecantikan.
Xiu hanya tinggal berdua bersama ibunya, ayahnya sudah meninggal lima tahun lalu ketika gadis itu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Awalnya, Xiu ingin bekerja seperti Hyun, sahabatnya. Tetapi Xia tidak memperbolehkannya, wanita itu menginginkan putrinya untuk meneruskan kuliah agar bisa mengubah nasib kehidupan mereka.
"Xiu? Ada apa?" tanya Hyun yang berada di motor.
"Aku nebeng ke kampus, ya?" pinta Xiu tanpa berbasa-basi.
"Oh, iya sudah. Naiklah!"
Xiu menaiki jok motor di belakang Hyun. Ada debar di dada Hyun ketika tangan Xiu memeluk pinggang lelaki berparas tampan. Hyun memang sudah memendam perasaan pada Xiu sejak duduk di bangku SMP. Sayangnya, hingga detik ini perasaan Hyun tidak pernah diungkapkan, dia hanya mencintai Xiu dalam diam.
Xiu gadis yang cantik, walaupun dia anak orang miskin tetapi wajahnya mewarisi kecantikan paripurna dari sang ibu yang dulu bak primadona di kota itu, banyak lelaki kaya yang menginginkan Xia tetapi ibu dari Xiu Juan ini memilih lelaki dari kalangan biasa. Mereka bahagia walau hidup pas-pasan. Tetapi, sepeninggal ayah Xiu, keluarga itu menjadi semakin terpuruk. Yang awalnya Xia hanya menjadi ibu rumah tangga, kini dirinya harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya itu.
Xiu bermata sipit, kulit putih, rambut lurus dan hitam sepinggang. Dia juga dianugrakan memiliki bola mata hitam dan bening, sehingga siapapun yang memandangnya seolah tersihir karena keteduhan dari sorot mata gadis itu, hidung mancung, bibir pink natural dan pipi tirus yang menyempurnakan kecantikan wajahnya di depan kaum adam, termasuk Hyun. Lelaki yang begitu mencintainya.
Motor itu akhirnya terparkir tepat di depan gerbang masuk kampus. Xiu turun dari jok motor kemudian menatap wajah Hyun, gadis itu tersenyum.
"Kenapa?" tanya Hyun kala melihat lengkung sabit terukir indah di bibir Xiu.
"Gak papa, hanya saja ada sedikit oli di keningmu, sini, aku bersihkan."
Xiu mengambil tisu di saku kemeja baju, dengan lembut gadis itu menyeka oli yang mengotori kening Hyun. Lelaki itu menatap Xiu takjub. Dia tidak mengira akan memandang Xiu sedekat ini, degup itu semakin nyata tatkala berulang kali Xiu menyeka kening Hyun.
"Sudah," ucap Xiu dengan seulas senyum termanis melebihi gula.
Namun, sepasang mata Hyun masih memandang lekat wanita cantik yang ada di depannya, hingga dirinya terperanjat ketika Xiu menepuk pundaknya.
"Kamu melamun?" tanya Xiu yang berhasil membuyarkan lamunan Hyun.
"Eh, maaf." Hyun memalingkan pandangannya pada pergelangan tangan, dimana ada jam tangan yang melingkar, "sudah siang, aku berangkat kerja, ya?"
"Oh, oke! Hati-hati, ya?" ujar Xiu.
"Oke! Selamat belajar, Nona," ujar Hyun seperti memperlakukan orang yang spesial.
"Terima kasih, selamat bekerja juga untukmu, Hyun dan makasih sudah antar aku sampe kampus," ujar Xiu.
"No problem," jawab Hyun yang kemudian melesat meninggalkan Xiu di kampus.
Gadis itu masih menatap motor Hyun, hingga akhirnya lelaki itu sudah tidak terlihat lagi tertutup oleh banyaknya mobil yang cukup padat untuk hari ini. Xiu kemudian melangkah, memasuki koridor kampus, dia sudah sekitar satu tahun menimba ilmu di sana sebagai Mahasiswa di Jurusan Bisnis. Gadis ini memang mempunyai cita-cita menjadi seorang pebisnis yang andal. Untuk apalagi kalau bukan sukses dan bisa membahagiakan ibunya yang telah bekerja banting tulang untuknya.
Xiu cukup aktif mengikuti beberapa kegiatan di kampus, sehingga cukup banyak teman yang positif di ruang lingkupnya. Jam kampus pun telah dimulai, hingga akhirnya jam kampus pun telah usai.
"Xiu, balik! Udah, besok lagi ngerjain tugas kampusnya," ujar salah satu teman kampusnya.
"Iya, Ta. Tanggung, dikit lagi!" sahutnya dari bangku.
"Okay! Kalau begitu, aku balik duluan, iya?"
"Iya, Ta. Silakan."
Xiu masih bergulat menyelesaikan tugas kampusnya hingga sekitar satu jam kemudian, dirinya sudah menyelesaikan tugas kampus tanpa harus mengerjakan ulang di rumah. Dia membereskan buku-buku, sebagian ada yang dimasukan ke tas dan sebagian dia bawa di tangannya. Tas pun sudah tersampir di pundak dan buku sudah berada di pelukan. Gadis itu bergegas pulang untuk memasak karena sang ibu baru pulang sore hari.
"Aduh, sudah jam dua," ujarnya ketika melihat jam dinding yang tergantung di dinding kelas.
Karena terburu-buru, Xiu berjalan cepat untuk mengejar bus kampus yang akan tiba sebentar lagi.
Bruk!
Xiu malah menubruk seseorang yang sedang asyik mengambil gambar di pinggir jalan. Kamera yang ada di genggaman lelaki itu pun terhempas dari genggaman.
"Argh!" keluh si pria ketika menyadari camdignya terhempas.
Mata sipit Xiu membulat kala melihat kamera digital yang menurutnya barang mewah itu terjatuh karena dia menabrak laki-laki itu.
"Ma-maaf," capnya dengan bibir gemetar.
Lelaki itu mengambil kameranya dan ternyata lensanya retak, Xiu menjadi semakin takut. Yang ada dalam pikirnya, bagaimana caranya untuk menyervis? Sedangkan lelaki jangkung itu menatap mata Xiu dengan kesal.
"Maaf, Kak. Nanti saya bantu servis," ucap Xiu yang semakin takut.
"Servis? Ganti!" pekik lelaki itu.
"Hah? Ini kan masih bisa diservis, Kak," bantah Xiu.
"Gak! Saya tidak suka menggunakan barang servisan. Setelah ada cacat, ya, ganti. Bukan servis!"
Ya Tuhan, dari mana aku membelinya? Untuk menyervis saja kepalaku pusing mendapatkan dari mana uangnya? Batin Xiu.
"Maaf, Kak. Aku harus ganti pakai apa? Uang semester saja belum lunas," ujar Xiu lirih.
"Aku tidak peduli, ini kameranya buatmu. Aku menunggu ganti kamera yang baru sebagai gantinya."
Xiu mematung, dia masih bingung harus mencari uang ke mana. Sedangkan yang dia tahu, harga kamera itu lebih dari 18 juta. Gadis itu sibuk dalam angan, hingga dia tidak menyadari bus telah lewat sejak tadi.
"Kenapa malah diam?" tanya Lii pada Xiu.
"A-aku tidak punya uang sebanyak itu untuk membeli kamera yang sama, Kak," lirih Xiu sambil tertunduk, wajahnya kini terhalang oleh rambut panjang dan hitam.
Kasihan juga aku melihat dia seperti itu. Eh, sejak kapan aku punya rasa kasihan terhadap orang lain? Batin Lii.
Lii memang lelaki yang super cuek. Orang yang hendak mati di depan dirinya pun, dia tidak akan peduli. Tetapi, apa yang terjadi dengan hatinya? Ketika melihat Xiu merunduk saja, batinnya sudah merasa kasihan.
"Ya Tuhan, apakah bus sudah lewat, Kak?" Tiba-tiba saja Lii dikagetkan oleh pertanyaan Xiu.
"Sudah, dari sepuluh menit yang lalu."
"Ya Tuhan, maaf, Kak. Ini kartu mahasiswiku. Aku kuliah di kampus ini. Kalau Kakak mau cari aku, cari saja ke kampus. Aku tidak akan lari kok, tapi maaf tidak bisa menjanjikan cepat untuk mengganti kamera digital milik Kakak."
Lii mengambil pengenal milik Xiu.
"Saya permisi, ya, Kak." Xiu pun pulang setelah kamera retak itu berpindah ke tangannya.
Lii terdiam dia sibuk memikirkan perubahan hatinya yang tiba-tiba saja mempunyai rasa kasihan ketika melihat seseorang. Hingga akhirnya dia tersadar dari lamunan. Lii kembali masuk ke mobilnya dan mengantongi pengenal milik si gadis.
Lii memacu mobil dengan kecepatan sedang hingga akhirnya dia kembali dipertemukan dengan Xiu yang sedang duduk di bangku taman di pinggir jalan. Gadis itu tampak kelelahan dengan peluh yang membasahi kening serta pipi si gadis memerah karena terik panas sang mentari siang itu.
Lii menepikan mobilnya, Xiu yang sedang duduk pun melihat pada mobil mewah berwarna hitam yang tiba-tiba saja berhenti di depannya. Pintu mobil itu pun terbuka, mata Xiu membulat. Mau apa lagi dia? Batin Xiu ketika melihat sosok lelaki yang ada dalam mobil.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya Lii dengan nada dingin.
"I-ini, Kak. Saya mau pulang tapi capek, jadi istirahat dulu," jawab Xiu yang memang pulang berjalan kaki.
"Kenapa tidak naik taksi?"
Xiu tersenyum. "Uangku pas-pasan. Nanti semakin lama aku mengganti camdig Kakak," jawab Xiu.
Jawaban gadis itu membuat Lii penasaran. Semiskin apa sih, dia? Hingga kamera seperti ini saja tidak sanggup untuk menggantinya, batin Lii.
"Masuk!" perintahnya.
"Hah? Aku?"
"Iya, cepat masuk! Saya tidak suka buang-buang waktu!" ketusnya.
Idih, maksa banget, tapi lumayanlah bisa dianterin pulang daripada jalan kaki, pakek mobil mewah juga. Kapan lagi? Batin Xiu.
Gadis itu menaiki mobil mewah itu tepat di samping Lii. Wangi mobil yang fres membuat Xiu semakin nyaman dan terlena. Oh, kapan aku bisa merasakan kemewahan seperti ini? Batin Xiu sambil memejamkan mata.
Mobil pun melaju kencang dan Xiu masih memejamkan mata.
"Heh, rumahmu di mana? Malah tidur!" ujar Lii.
Xiu tersadar karena pertanyaan dari Lii, si jangkung yang mempunyai rambut gondrong sebahu.
"Eh, maaf Kak. Lurus saja, nanti di persimpangan depan belok ke kanan," jawab Xiu.
Gadis ini masih menikmati keadaan dalam mobil mewah dan nyaman, apalagi musik romantis yang mengalun dalam mobil itu. Tidak ada lagu, hanya alunan denting piano yang diputar oleh Lii. Hingga lagu At My Worst dari Pink Sweat$ mengalun. Awaknya mereka berdua hanya mendengar dan menikmati lagu itu hingga akhirnya keduanya bernyanyi ketika reff dari lagu itu.
"I need somebody who can love me at my worst
No, I'm not perfect, but I hope you see my worth'Cause it's only you, nobody new, I put you firstAnd for you, girl, I swear I'll do the worst."Lii dan Xiu bernyanyi bersama hingga akhirnya keduanya saling bertatapan. Lii melihat ada yang beda pada Xiu, gadis cantik bermata sipit dan rambut panjang terurai yang menjadikannya tampak cantik di mata lelaki jangkung ini.
Akhirnya mobil itu terparkir di pinggir jalan. Xiu meminta untuk menghentikan mobilnya dan dia membuka pintu mobil.
"Makasih, ya, Kak?" ujar Xiu.
"Sama-sama."
Xiu keluar dari mobil.
"Eh, kameramu tertinggal!" teriak Lii ketika melihat kamera yang retak di kursi mobil.
"Itukan milik Kakak," ujar Xiu sambil tersenyum.
"Enak aja! Ini punyamu! Saya menunggu yang baru!"
Xiu kembali mendekat pada mobil Lii. "Iya, iya. Becanda, Kak. Pasti aku ganti, tapi gak janji cepat ya?" ujar Xiu ketika mengambil kamera itu.
Gadis itu tersenyum yang membuat Lii seakan terhipnotis.
"Kakak gak usah memandang aku seperti itu. Aku tau, kok, kalau aku itu cantik," ujar Xiu.
Lii membulatkan mata. "Percaya diri sekali kamu?"
"Hahaha...." Hanya tawa renyah yang menutup jawaban dari Xiu. Gadis itu kemudian berlalu pergi dan masuk ke rumahnya. Kini sosok Xiu tidak terlihat lagi di mata Lii.
Cantik, imut, gemesin, batin Lii.
"Astaga! Aku mikir apa, sih? Gak guna!" ujar Lii yang kemudian melesat pergi meninggalkan rumah mungil Xiu.
"Maaf, Tuan. Kasih saya tempo, saya belum ada uang untuk mencicil utang-utang bulan ini. Kebutuhan saya terlalu banyak," ujar Xia Lian.Xia Lian (39 Tahun) ibu dari Xiu Juan, wanita yang sudah menjada sekitar lima tahun lalu. Dia terpaksa berhutang pada bosnya yang bernama Jingmi, pemilik toko kelontong terbesar di kota itu. Jingmi (49 Tahun) yang memiliki dua istri."Tempo lagi, tempo lagi. Kapan kamu bisa bayar, hah?" ujar Jingmi yang merasa kesal. Lelaki itu memperhatikan Lian yang mempunyai paras cantik. "Kamu ingin semuanya berakhir? Semua hutang beserta bunganya akan aku nyatakan lunas, asal--" katanya terjeda."Asal apa, Tuan?" tanya Lian."Asal kamu mau menjadi istri ketigaku," ujar Jingmi dengan senyum nakal.Ya Tuhan, aku harus bagaimana? Satu sisi aku ingin melunasi hutang itu, tapi dengan cara apa? Apa iya aku ha
Lii terbangun dari tidur, mentari pagi yang menerobos masuk ke sela ventilasi yang membuat siluet di dinding kamar. Aroma harum kopi yang menguar dari nakas yang berwarna putih di samping tempat tidur, membuatnya ingin segera menikmati.Lii bangkit dari ranjang king size miliknya, kaki itu turun, tetapi dia masih duduk di tepi ranjang, tangannya meraih pegangan cangkir yang terasa hangat di sela jari.Lelaki itu mulai menyeruput sedikit demi sedikit kopi hitam nan kental yang tersaji pagi ini. Lii bangkit dari kasur, dia menghampiri meja kerja untuk mengambil kamera digital, karena biasanya di pagi hari dia mengambil foto mentari yang berwarna kuning keemasan, sangat indah."Ah, sial! Bukankah kameraku rusak?" Lii kesal. Karena dalam hidupnya, hanya kamera digital yang selalu menemani waktu-waktunya.Lelaki itu bergegas ke kantor setelah semua
Lii menoleh, bola mata hitam itu membulat ketika melihat seorang gadis pembawa kopi."Ngapain kamu di sini?" Tatapan Lii kurang bersahabat, terkesan dingin."Em, saya kerja di sini, Kak. Kakak ngapain di sini?" tanya Xiu dengan manik mata heran."Kamu tidak membaca nama yang tertera di atas meja?" Mata Lii melirik ke meja kerjanya.Sepasang mata sipit Xiu membaca nama yang ada di meja kerja Lii, "Liiu Yaoshan?" gumamnya dengan mata yang masih menatap papan yang bertuliskan namanya, "itu nama Kakak?" tanya Xiu dengan mata yang semakin menyipit.Lii tidak menjawab, tangannya terlipat di dada. Kini dia berjalan ke arah kursi lalu duduk, tetapi sepasang mata elangnya masih menatap tajam ke arah Xiu yang masih membawa cangkir kopi.Xiu pun berjalan ke arah Lii, dia meletakan perlahan cangkir kopi
"Astaga! Aku kesiangan," ujar Xiu yang baru saja membuka mata.Dia bergegas menyibakkan selimut yang menutupi hangat tubuhnya, gadis itu segera ke kamar mandi dan bergegas berganti baju. Dia mulai memasukkan buku-buku ke ransel miliknya. Untung saja, sarapan pagi telah siap."Xiu, mau ke mana? Bukankah jam kuliahmu itu nanti siang?" tanya Lian heran."Xiu mulai masuk kerja sekarang, Ma. Maaf, Xiu tidak dapat menemani Mama sarapan." Gadis ini mengambil nasi dan telur dadar ke dalam wadah kecil berwarna violet yang tertutup rapat."Xiu berangkat ya, Mam?" Xiu mencium tangan ibunya kemudian mendaratkan kecupan manis di pipi Lian.Lian hanya menggeleng kemudian tersenyum melihat kelakuan putrinya yang membawa bekal cukup banyak dalam tasnya. Tidak lupa, botol minumnya pun tak luput dia bawa.
Setelah selesai dari kampus, Xiu bergegas kembali ke tempat kerjanya. Untung saja bukan jam pulang kantor atau sekolah, jadi semuanya lancar. Bahkan hanya dalam beberapa menit, gadis itu sudah kembali sampai di kantor Lii.Berjalan dalam halaman kantor yang sangat luas membuat Xiu cukup kelelahan, terlebih dari tadi pagi dia hanya makan satu porsi kecil nasi dan telur dadar. Langkah kakinya mulai sedikit gemetar menahan perut yang lapar."Kamu kenapa, Xiu?" tanya Hyun."Lapar," lirihnya sambil tersenyum, pipi tirus itu memerah ketika mengutarakan apa yang dia rasa."Aku buatkan roti bakar, mau? Soalnya makan siangku udah habis," papar Hyun, dia berdiri dari kursi tempat duduknya."Boleh, aku bantu, ya?" Xiu mendekat."Tidak usah." Hyun mendorong pelan pundak Xiu agar gadis itu tetap duduk di
Tidak ada jawaban dari Hyun, lelaki itu terdengar muntah-muntah dari dalam toilet. Xiu menjadi bingung dengan keadaan sahabatnya yang tiba-tiba saja seperti orang yang telah minum racun.Xiu menunggu dengan gelisah di depan pintu, Hyun masih tidak dapat menghentikan muntahnya. Bukan jijik, hanya saja Hyun membayangkan bibir lelaki yang ada pada roti bakar yang telah dia makan. Hyun pun keluar dari toilet dengan sedikit terhuyung lemas. Tangan yang masih memegang perut menjadikan Xiu menjadi khawatir."Kamu kenapa sih, Hyun?" tanya Xiu dengan ekspresi wajah panik.Kalau kujawab, sama aja aku membuka aib di depanmu, Xiu. Batin Hyun sambil meringis menahan perutnya yang sakit."Ish! Bukannya jawab," keluh Xiu yang merasa diabaikan."Perutku masih sakit, Xiu.""Waduh, ya sudah. Biar aku yang nanti b
Liiu Yaoshan (24 Tahun), memiliki paras tampan seperti sang ayah, mempunyai bola mata hitam pekat, pandangannya tajam bak elang. Dia mempunyai tinggi badan 180 CM dengan berat 70 kilo gram dan berambut panjang sebahu. Lii tumbuh di keluarga broken home. Orang tuanya bercerai ketika dia bersekolah di sekolah menengah pertama. Diusia itu, seorang anak laki-laki sangat membutuhkan sosok ayah yang akan menjadi panutannya, tetapi tidak dengan Lii, dia kehilangan sosok ayah di usia itu.Lii hidup bersama ibunya yang bernama Li Wei (44 Tahun), wanita cantik berkulit putih, berambut currly. Namun, dia terlalu berambisi dengan bisnisnya. Li Wei sangat mencintai bisnisnya, hal itu membuatnya lupa pada kewajiban pertamanya sebagai seorang istri yang harusnya melayani suaminya. Hal ini lah yang memicu keretakan rumah tangga mereka, hingga perceraian pun terjadi.Zhang Junda (46 Tahun), ayah dari Liiu. Seorang yang mempunyai perusahaan besar seperti mantan istrinya, Li We
Tidak ada jawaban dari Hyun, lelaki itu terdengar muntah-muntah dari dalam toilet. Xiu menjadi bingung dengan keadaan sahabatnya yang tiba-tiba saja seperti orang yang telah minum racun.Xiu menunggu dengan gelisah di depan pintu, Hyun masih tidak dapat menghentikan muntahnya. Bukan jijik, hanya saja Hyun membayangkan bibir lelaki yang ada pada roti bakar yang telah dia makan. Hyun pun keluar dari toilet dengan sedikit terhuyung lemas. Tangan yang masih memegang perut menjadikan Xiu menjadi khawatir."Kamu kenapa sih, Hyun?" tanya Xiu dengan ekspresi wajah panik.Kalau kujawab, sama aja aku membuka aib di depanmu, Xiu. Batin Hyun sambil meringis menahan perutnya yang sakit."Ish! Bukannya jawab," keluh Xiu yang merasa diabaikan."Perutku masih sakit, Xiu.""Waduh, ya sudah. Biar aku yang nanti b
Setelah selesai dari kampus, Xiu bergegas kembali ke tempat kerjanya. Untung saja bukan jam pulang kantor atau sekolah, jadi semuanya lancar. Bahkan hanya dalam beberapa menit, gadis itu sudah kembali sampai di kantor Lii.Berjalan dalam halaman kantor yang sangat luas membuat Xiu cukup kelelahan, terlebih dari tadi pagi dia hanya makan satu porsi kecil nasi dan telur dadar. Langkah kakinya mulai sedikit gemetar menahan perut yang lapar."Kamu kenapa, Xiu?" tanya Hyun."Lapar," lirihnya sambil tersenyum, pipi tirus itu memerah ketika mengutarakan apa yang dia rasa."Aku buatkan roti bakar, mau? Soalnya makan siangku udah habis," papar Hyun, dia berdiri dari kursi tempat duduknya."Boleh, aku bantu, ya?" Xiu mendekat."Tidak usah." Hyun mendorong pelan pundak Xiu agar gadis itu tetap duduk di
"Astaga! Aku kesiangan," ujar Xiu yang baru saja membuka mata.Dia bergegas menyibakkan selimut yang menutupi hangat tubuhnya, gadis itu segera ke kamar mandi dan bergegas berganti baju. Dia mulai memasukkan buku-buku ke ransel miliknya. Untung saja, sarapan pagi telah siap."Xiu, mau ke mana? Bukankah jam kuliahmu itu nanti siang?" tanya Lian heran."Xiu mulai masuk kerja sekarang, Ma. Maaf, Xiu tidak dapat menemani Mama sarapan." Gadis ini mengambil nasi dan telur dadar ke dalam wadah kecil berwarna violet yang tertutup rapat."Xiu berangkat ya, Mam?" Xiu mencium tangan ibunya kemudian mendaratkan kecupan manis di pipi Lian.Lian hanya menggeleng kemudian tersenyum melihat kelakuan putrinya yang membawa bekal cukup banyak dalam tasnya. Tidak lupa, botol minumnya pun tak luput dia bawa.
Lii menoleh, bola mata hitam itu membulat ketika melihat seorang gadis pembawa kopi."Ngapain kamu di sini?" Tatapan Lii kurang bersahabat, terkesan dingin."Em, saya kerja di sini, Kak. Kakak ngapain di sini?" tanya Xiu dengan manik mata heran."Kamu tidak membaca nama yang tertera di atas meja?" Mata Lii melirik ke meja kerjanya.Sepasang mata sipit Xiu membaca nama yang ada di meja kerja Lii, "Liiu Yaoshan?" gumamnya dengan mata yang masih menatap papan yang bertuliskan namanya, "itu nama Kakak?" tanya Xiu dengan mata yang semakin menyipit.Lii tidak menjawab, tangannya terlipat di dada. Kini dia berjalan ke arah kursi lalu duduk, tetapi sepasang mata elangnya masih menatap tajam ke arah Xiu yang masih membawa cangkir kopi.Xiu pun berjalan ke arah Lii, dia meletakan perlahan cangkir kopi
Lii terbangun dari tidur, mentari pagi yang menerobos masuk ke sela ventilasi yang membuat siluet di dinding kamar. Aroma harum kopi yang menguar dari nakas yang berwarna putih di samping tempat tidur, membuatnya ingin segera menikmati.Lii bangkit dari ranjang king size miliknya, kaki itu turun, tetapi dia masih duduk di tepi ranjang, tangannya meraih pegangan cangkir yang terasa hangat di sela jari.Lelaki itu mulai menyeruput sedikit demi sedikit kopi hitam nan kental yang tersaji pagi ini. Lii bangkit dari kasur, dia menghampiri meja kerja untuk mengambil kamera digital, karena biasanya di pagi hari dia mengambil foto mentari yang berwarna kuning keemasan, sangat indah."Ah, sial! Bukankah kameraku rusak?" Lii kesal. Karena dalam hidupnya, hanya kamera digital yang selalu menemani waktu-waktunya.Lelaki itu bergegas ke kantor setelah semua
"Maaf, Tuan. Kasih saya tempo, saya belum ada uang untuk mencicil utang-utang bulan ini. Kebutuhan saya terlalu banyak," ujar Xia Lian.Xia Lian (39 Tahun) ibu dari Xiu Juan, wanita yang sudah menjada sekitar lima tahun lalu. Dia terpaksa berhutang pada bosnya yang bernama Jingmi, pemilik toko kelontong terbesar di kota itu. Jingmi (49 Tahun) yang memiliki dua istri."Tempo lagi, tempo lagi. Kapan kamu bisa bayar, hah?" ujar Jingmi yang merasa kesal. Lelaki itu memperhatikan Lian yang mempunyai paras cantik. "Kamu ingin semuanya berakhir? Semua hutang beserta bunganya akan aku nyatakan lunas, asal--" katanya terjeda."Asal apa, Tuan?" tanya Lian."Asal kamu mau menjadi istri ketigaku," ujar Jingmi dengan senyum nakal.Ya Tuhan, aku harus bagaimana? Satu sisi aku ingin melunasi hutang itu, tapi dengan cara apa? Apa iya aku ha
"Hyun!" teriak Xiu Juan.Xiu Juan (19 Tahun), seorang perempuan dari keluarga biasa cenderung miskin. Dia anak dari seorang janda bernama Xia Lian yang bekerja disalah satu toko kelontongan yang cukup besar di kota itu. Xiu seorang mahasiswa disalah satu kampus terfavorit di sana. Gadis yang mempunyai paras cantik sesuai dengan namanya Xiu Juan, yang berarti keanggunan dan kecantikan.Xiu hanya tinggal berdua bersama ibunya, ayahnya sudah meninggal lima tahun lalu ketika gadis itu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Awalnya, Xiu ingin bekerja seperti Hyun, sahabatnya. Tetapi Xia tidak memperbolehkannya, wanita itu menginginkan putrinya untuk meneruskan kuliah agar bisa mengubah nasib kehidupan mereka."Xiu? Ada apa?" tanya Hyun yang berada di motor."Aku nebeng ke kampus, ya?" pinta Xiu tanpa berbasa-basi."Oh, iya sudah. Naiklah!"Xiu menaiki jok motor di belakang H
Liiu Yaoshan (24 Tahun), memiliki paras tampan seperti sang ayah, mempunyai bola mata hitam pekat, pandangannya tajam bak elang. Dia mempunyai tinggi badan 180 CM dengan berat 70 kilo gram dan berambut panjang sebahu. Lii tumbuh di keluarga broken home. Orang tuanya bercerai ketika dia bersekolah di sekolah menengah pertama. Diusia itu, seorang anak laki-laki sangat membutuhkan sosok ayah yang akan menjadi panutannya, tetapi tidak dengan Lii, dia kehilangan sosok ayah di usia itu.Lii hidup bersama ibunya yang bernama Li Wei (44 Tahun), wanita cantik berkulit putih, berambut currly. Namun, dia terlalu berambisi dengan bisnisnya. Li Wei sangat mencintai bisnisnya, hal itu membuatnya lupa pada kewajiban pertamanya sebagai seorang istri yang harusnya melayani suaminya. Hal ini lah yang memicu keretakan rumah tangga mereka, hingga perceraian pun terjadi.Zhang Junda (46 Tahun), ayah dari Liiu. Seorang yang mempunyai perusahaan besar seperti mantan istrinya, Li We