Share

Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri
Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri
Author: CacaCici

Masa Lalumu Kembali

Author: CacaCici
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Zahra Aurelia menghela napas sebab tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Saat ini dia sedang sibuk menyusun agenda dari sang CEO di perusahaannya bekerja, tak lain adalah suaminya sendiri–Zein Melviano Adam. Dia sekretaris Zein, sudah tujuh tahun bekerja dengan perusahaan ini.

Akhir akhir ini Zahra kurang fokus pada pekerjaannya sebab mantan dari suaminya yang sangat dicintai telah kembali. Sekarang wanita tersebut berada di ruangan Zein–suaminya. Harusnya mereka membicarakan proyek kerja sama tetapi sejak tadi mereka terlihat bercanda dan terus tertawa riang.

Zahra bisa melihat cukup jelas sebab ruangannya dan Zein dipisah oleh dinding kaca transparan. Melihat Zein yang hangat pada Belle (mantan Zein) itu membuat Zahra sakit hati. Zahra cemburu!

Akan tetapi Zahra bisa apa? Sejak dulu, bahkan sebelum mereka menikah, Zein memang telah mencintai Belle. Pernikahannya dan Zein, tiga tahun yang lalu, juga terjadi karena kesalahan satu malam. Dia dan Zein tidak sengaja melakukan one night stand. Kakek Zein yang mengetahui hal itu memaksa keduanya untuk menikah. Kebetulan kakek Zein menyukai Zahra.

Zahra memang sudah lama menyukai Zein. Sayangnya, dia memendamnya.

Zahra termenung sesaat, Belle adalah perempuan yang sangat cantik dan glamor. Sejujurnya perempuan itu cocok dengan Zein yang sangat tampan, hot serta penuh pesona. Lihatlah diri Zahra?! Tak sebanding dan bukan apa-apa dengan Belle yang luar biasa anggun.

Tiba-tiba saja Belle merapatkan tubuhnya dengan Zein, pakaiannya yang seksi dan terbuka itu sangat berbahaya. Zahra kepanasan melihatnya dan tak akan membiarkan Belle mencoba menggoda Zein. Setidaknya dengan status istri, Zahra merasa berhak untuk menegur keduanya.

Zahra buru-buru bangkit dari kursi kerja, mengambil dokumen sebagai alibi kemudian melangkah cepat menuju ruangan Zein.

Tanpa mengetuk pintu, Zahra masuk. Dia melangkah ke dalam ruangan Zein sembari memandang dua insan yang masih sibuk bercanda tersebut. Zahra terpaku dan terdiam sejenak, merasa sakit di hati dan panas di dada. Selama menjadi istri Zein, dia tak pernah mendapat tawa Zein. Bahkan tersenyum pun Zein tidak padanya. Zein sangat dingin, cuek bahkan tak pernah peduli padanya. Akan tetapi dengan Belle, Zein begitu manis dan hangat.

"Ekhemm." Zahra berdehem sejenak supaya Zein menyadari kedatangannya. Akan tetapi pria itu terlihat tak menggubris, menoleh pun tidak. Zahra mengepalkan tangan kuat, menahan rasa gejolak sakit dalam sana. Dia mendekat ke arah Zein lalu memberanikan diri untuk menyapa. "Pak," panggilnya.

Zein menoleh, begitu juga dengan Belle yang terlihat sinis padanya. Pandangan hangat Zein lenyap, berganti dengan sorot dingin bercampur marah yang melayang ke arah Zahra. "Ada urusan apa kau kemari?" dingin Zein.

Zahra tersenyum simpul, mengulurkan dokumen ke arah Zein. "Ada dokumen yang harus anda tandatangani, Pak."

"Letakkan di mejaku. Nanti akan aku tanda tangani," jawab Zein acuh tak acuh, menatap datar pada Zahra.

"Tetapi dokumen ini harus ditandatangani karena …-"

"Kau tidak dengar perintahku?!" Zein memotong, berkata begitu dingin dan menusuk.

Zahra menangguk patuh lalu memilih meletakkan dokumen tersebut ke meja Zein. Namun, dia tak langsung pergi. Zahra berjalan ke pantry untuk membuat kopi.

"Ini kopi anda, Pak," ucap Zahra, meletakkan secangkir kopi di hadapan Zein. Selama di kantor, Zahra selalu berbicara formal pada Zein. Pria ini akan marah padanya jika dia berbicara santai.

"Zahra yah?" ucap Belle tiba-tiba, nadanya lembut dan tenang. Zahra hanya mengangguk kepala, sedangkan Belle lanjut berbicara padanya. "Perusahaan Zein memang yang terbaik, pasti kamu nyaman bekerja disini. Apalagi sebagai sekretaris Zein, gajinya lumayan bukan?"

Lagi-lagi Zahra menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Kau tidak bisa berbicara? Kau bisu?!" gertak Zein tiba-tiba, kesal karena Zahra hanya mengangguk pada Belle. Menurutnya itu perilaku yang tak sopan.

"Tidak apa-apa, Zein. Yang terpenting Zahra masih memberi respon," ucap Belle, tiba-tiba memeluk lengan Zein dengan mesra. Hal tersebut sengaja ia lakukan untuk memanas-manasi Zahra. Dia sangat membenci Zahra sebab perempuan ini adalah istri dari Zein, pria incarannya.

"Sekarang pergilah," titah Zein, seolah muak melihat Zahra.

Zahra menatap lengan Zein yang dipeluk oleh Belle, sengaja menatapnya secara terang-terangan agar Zein peka. Bagaimanapun Zahra adalah istri dari Zein, meskipun Zein tak ada rasa padanya harusnya Zein bisa sedikit menghargainya.

"Belle temanku sejak lama, tidak masalah jika dia memeluk lenganku." Zein berbicara tak acuh, dia paham kenapa Zahra enggan pergi dan terus menatap lengannya. Perempuan ini mempermasalahkan Belle yang memeluk lengannya.

"Saya istri anda jika Pak Zein lupa," ucap Zahra berupaya tegas, "tolong hargai saya, Pak," lanjutnya.

"Jangan berbicara omong kosong dan pergilah." Zein tak peduli sama sekali, "bawa kopi ini. Aku sedang tidak mood!" lanjutnya dengan nada kesal.

Zahra tertegun, terdiam dengan perasaan sesak dan sakit. Zein sangat menghargai hubungan pertemanan tetapi tidak dengan hubungan pernikahan. Apa ini lelucon?! Tuhan, kapan Zein memikirkan perasaannya dan peduli padanya? Bahkan kopi buatannya enggan diminum oleh Zein, semenjak Belle datang.

"Apalagi yang kau tunggu?! Cepat pergi dan bawa kopimu ini!" geram Zein marah, tak suka dengan ketermenungan Zahra. Akhir akhir ini Zahra bekerja lambat, dan Zein tidak suka! Harusnya Zahra bekerja gesit seperti biasanya.

"Baik, Pak." Zahra patuh. Sejujurnya dia ingin menangis akibat Zein membentaknya di depan Belle. Zahra sakit hati, Zein begitu menjaga nada bicaranya pada Belle yang notabennya hanya mantan atau teman. Sedangkan padanya, Zein tidak segan-segan membentaknya, bahkan sekalipun di depan orang lain.

Zein tiba-tiba melepas pelukan Belle di lengannya, bangkit dan berjalan ke arah meja kerja untuk menandatangi dokumen tadi. Di sisi lain, Belle sedikit kesal sebab Zein melepas pelukannya. Dia yakin sekali, Zein sengaja melepas itu sebab terpengaruh oleh perkataan Zahra tadi. Zein pasti ingin menjaga perasaan Zahra.

Saat Zahra mengambil cangkir kopi, Belle sengaja menarik cangkir dan membuat kopi tersebut tumpah padanya.

"Argkk … Za-Zahra?" pekik dan jerit Belle, berpura-pura kaget serta bingung. "Kenapa kamu menumpahkan kopinya ke aku?" tanya Belle kemudian, dia membalikkan fakta supaya Zein marah pada Zahra.

"A-a-aku …-" Baru saja ingin membela diri, Zein tiba-tiba datang dan langsung menarik kasar Zahra dari sana.

"Apa yang kau lakukan, Hah?!" amuk Zein pada Zahra. Sedangkan Zahra yang panik dan takut, menggelengkan kepala secara kuat.

"A-aku tidak melakukan apapun. Dia yang …-" Lagi-lagi perkataan Zahra terpotong, kali ini oleh Belle.

"Aku tahu kamu cemburu, Zahra. Tetapi sikap seperti ini bukanlah sikap profesional. Aku dan Zein hanya berteman, aku di sini untuk membahas proyek kerja sama antar perusahaan, bukan hal lain. Kamu mungkin marah sebab keakraban ku dengan Zein, tetapi tolong jangan melukaiku juga. Kopinya masih panas," ucap Belle memprovokasi agar Zein semakin marah pada Zahra.

"Aku tidak melakukannya." Zahra mengelak.

"Lihat, gara-gara kelakuanmu lantai jadi basah terkena tumpahan kopi. Kau bukan hanya melukai Belle, tetapi kau berpotensi mencelakai bayi yang Belle kandung. Bagaimana jika Belle terpeleset, Hah?!" marah Zein habis-habis.

Tubuh Zahra membeku di tempat, syok bukan hanya karena dimarahi oleh suaminya tetapi juga karena fakta Belle sedang hamil. Zahra bergeming di tepat, matanya memanas dengan perasaan hancur. Sejujurnya Zahra juga sedang hamil, dan dia berniat mengungkapkan kehamilannya tersebut pada Zein di hari ini–tepat di hari ulang tahunnya yang ketiga dengan Zein. Namun, mendengar kabar Belle hamil dan melihat bagaimana Zein protektif terhadap kehamilan Belle, Zahra mengurungkan niat. Zein mungkin tak akan peduli pada kehamilannya!

"Belle hamil?" beo Zahra dengan nada serak dan parau, air mata sudah di pelupuk–siap untuk menangis.

"Humm." Zein berdehem dingin. "Meminta maaf pada Belle. Sekarang!" lanjut Zein.

Zahra menggelengkan kepala. "Aku tidak menumpahkan kopi kepadanya, Pak. Dan aku tidak akan meminta maaf."

"Jangan arogan! Cepat meminta maaf!" desak Zein. Diam-diam Belle tersenyum miring, senang karena Zein marah pada Zahra.

"Pak, aku masih istrimu kan? Jika iya, kenapa sedikitpun kamu tak percaya pada ucapanku? Kenapa anda tidak menghargai ku sebagai istri?" Air mata Zahra jatuh, tetapi dengan cepat dihapus olehnya. Dia tidak boleh terlihat lemah, walau hatinya sangat hancur saat ini.

"Akhir akhir ini kau bekerja sangat buruk. Rasa emosional mu sangat menyebalkan, Zahra," geram Zein. "Ubah sikapmu itu, karena itu mempengaruhi kualitasmu sebagai sekretaris. Dan kau sangat paham betul jika aku tidak suka dengan pekerja yang lambat, bodoh dan ceroboh. Apalagi emosional!"

Zahra menggeleng pelan sebab tak percaya dengan ucapan Zein. Hatinya sakit dan dia sangat kecewa. "Jadi begitukah aku di matamu, Pak? Hanya robot pekerja? Aku tidak berharga sebagai i-istri?"

Comments (3)
goodnovel comment avatar
PNsalsyabila
Cerita basi kayaknya, banyak cerita persist seperti ini, kekurangan ide? ...
goodnovel comment avatar
Amel Huki
baguss ceritanya,,saya sangat suka
goodnovel comment avatar
Medi Arif Wibowo
bagus kata katanya rapi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   Kehilangan yang Menyakitkan

    "Jadi begitukah aku di matamu, Pak? Hanya robot pekerja? Aku tidak berharga sebagai i-istri?"Zein melayangkan tatapan tajam ke arah Zahra, mendekat dengan mengatupkan rahang secara kuat. "Kau berharap apa, Humm? Mencintaimu? Kau adalah perempuan licik dan busuk. Karena jebakan mu tiga tahun yang lalu, Kakekku memaksa untuk menikahiku dan sekarang aku terjebak dengan perempuan busuk sepertimu," ucap Zein, berdesis marah dengan tatapan menjatuhkan pada Zahra. Zahra membatu di tempat, kali ini membiarkan air matanya jatuh. Dia tidak bisa membendung, perkataan Zein sangat menyakitkan. Sedangkan Zein, setelan mengatakan itu, dia langsung pergi–menggenggam tangan Belle secara mesra. Zahra tertunduk sedih, semakin sakit hati ketika melihat Zein pergi dengan menggenggam mesra tangan Belle. "Aku tidak menyangka jika kamu masih menganggapku menjebak mu. Setelah apa yang kulakukan tiga tahun ini sebagai istri, ternyata sama sekali tak membuatmu luluh, Pak," gumam Zahra, menangis sedih seba

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   Zahra Telah Putus Asa

    Zahra sekarang di pemakaman neneknya, memeluk boneka yang pernah neneknya jahitkan untuknya saat dia kecil dahulu. Zahra menjatuhkan tubuhnya, bersimpuh di kuburan neneknya. Air matanya berlinang dan jatuh dengan deras, terpukul–hancur sebab kehilangan sosok neneknya. Zahra meletakkan bunga kesukaan neneknya di atas kuburan, mengusap batu nisan sang nenek dengan bulir kristal yang berjatuhan. "Terimakasih sudah merawat Zahra dengan baik, Nek. Terimakasih untuk semua cintanya. Dan maaf … maaf jika Zahra belum bisa menjadi cucu yang baik untukmu, Nek," ucap Zahra dengan nada bergetar hebat. Dia kembali menangis, sesenggukan sembari memeluk erat batu nisan neneknya. Tiba-tiba saja sebuah tangan menyentuh pundaknya, Zahra pikir dia adalah Zein. Namun dia salah, dia Raka. Hah, apa yang Zahra harapkan pada Zein? Mungkin sekarang pria itu sedang bahagia dengan kekasihnya, tengah berpesta sebab sebentar lagi akan punya anak dari perempuan yang dia cintai. "Maaf terlambat datang, Zahra. Da

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   Mencari Cara Meluluhkanmu

    "Ayo bercerai, Pak," dingin Zahra, mendongak dengan melayangkan tatapan kosong pada Zein. Zein kaget, terkesima serta tak percaya. Dia menatap Zahra lekat, memperhatikan perempuan tersebut secara teliti. Zahra terlihat serius dan tidak main-main dengan perkataannya. Itu membuat Zein sangat bingung. Tidak mungkin! Zahra tergila-gila padanya, Zahra menginginkannya dan sangat terobsesi menjadi nyonya Melviano. Tidak mungkin perempuan ini meminta cerai. "Kau sedang berdua, jadi berhenti berbicara omong kosong," tegur Zein, tiba-tiba menggenggam tangan Zahra. Entah kenapa dia melakukan hal itu. Zahra menepis tangan Zein lalu menggelengkan kepala. "Yah, karena aku sedang berduka, Pak. Oleh sebab aku ingin menghentikan duka dan penderitaan ini. Anda tidak mencintaiku, dan wanita yang anda tunggu telah kembali. Jadi, mari bercerai, Pak," ucap Zahra tegas. "Diam!" marah Zein, melayangkan tatapan membunuh serta penuh peringatan pada Zahra. Dia tidak suka perempuan ini mengatakan omong koso

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   Memilih Pergi

    Zahra termenung dalam kamar, dia di rumah Zein karena paksaan Zein saat itu. Sekarang dia sedang beristirahat, tubuhnya lemah karena kehamilannya. Zahra sedang menunggu Zein, akan tetapi setelah hari pemakaman neneknya Zein tak pernah lagi pulang ke tempat ini. Zein sepertinya memang sudah tak menginginkannya. Sudah ada Belle, pengganti Zahra. Ah, salah. Selama tiga tahun ini Zahra lah yang menjadi pengganti. Sekarang Belle kembali dan posisinya sebagai istri Zein bisa dikatakan telah berakhir. "Aku harus pergi dari sini. Aku tidak boleh membiarkan diriku terus-terusan menderita," monolog Zahra, bangkit dari ranjang lalu buru-buru mengemasi pakaiannya ke dalam koper. Selagi Zein tak di sini, Zahra akan pergi dari rumah. Toh, sejak awal Zein tidak mengharapkan kehadirannya. Selama tiga tahun Zahra berjuang untuk cinta Zein. Meskipun selama ini dia mendapatkan perlakuan dingin, tetapi Zahra percaya jika suatu saat Zein akan membalas cintanya. Namun, mungkin itu mustahil. Belle tetap

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   Cinta yang Menjadi Benci

    "Bagiamana bisa Pak Zein memberiku hadiah kalung mahal, Tante? Sedangkan Pak Zein saja tak peduli dengan ku, membawa bunga tulip ke rumah ini padahal dia tahu aku alergi."Zein kaget mendengarnya, seketika menyembunyikan bunga tersebut di belakang tubuh. Hell! Dia malu sekali. Bisa-bisanya dia lupa jika istrinya alergi bunga tulip. Dia terlalu bersemangat saat mencari filosofi tentang bunga dan menemukan makna bunga tulip merah muda yang merupakan tanda atau lambang cinta yang tulus dan lembut. "Ini bukan untukmu," jawab Zein dingin, menutupi perasaan malu sebab kesalahannya sendiri. Konyol! Dia meletakkan bunga tersebut secara asalan di atas meja nakas yang ada di sana. "Aku juga tidak berharap anda memberikan itu padaku. Penyakit!" ketus Zahra sembari mengemasi pakaiannya yang diacak kembali dalam koper. Setelah itu, dia mengeluarkan surat pengunduran diri dan perceraian. "Minta ibu anda mengembalikan kalungku, Pak. Itu kalung-- hadiah terakhir dari ayah saya."Zein tanpa pikir

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   Salah Meminta Tolong

    Hujan turun dengan deras, suhu begitu dingin dan rasanya menusuk hingga ke tulang-tulang. Cuaca seperti mendukung kesedihan serta kehancuran hari Zahra yang saat ini berjalan lunglai dengan menyeret koper. Zahra akan kembali ke rumah neneknya dan dia dahulu. Dia akan mengulang hidup baru dan memperbaiki semuanya dengan cara mencintai diri sendiri. Sebenarnya sebelum meninggal, neneknya pernah mengatakan agar Zahra menemui ayah kandungnya. Ayah Zahra adalah sosok yang baik, tetapi dia meninggalkan Zahra, ibunya dan neneknya saat Zahra berusia tujuh tahun. Orang-orang berseragam hitam memaksa ayahnya agar ikut dengannya. Kalung yang saat ini Zahra kenakan adalah kalung pemberian ayahnya saat akan dibawa pergi oleh orang-orang berseragam hitam itu. Neneknya mengatakan agar Zahra menemui ayahnya setelah sang nenek tiada. Sekarang neneknya sudah tiada tetapi Zahra tidak ada niat untuk mencari ayahnya. Dia harus mencari kemana? Dia sendiri saja ragu apa masih mengenali ayahnya. Air mata Z

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   Ancaman Agar Kembali

    Saat Zein menyusul Zahra ke tempat terakhir Zahra menghubunginya, dia terlambat. Dia tak menemukan siapapun di sana, bahkan orang yang berlalu lalang pun tak ada. "Sial! Aku terlambat," gerutu Zein, menendang sisi bagian samping mobil mewah miliknya lalu segera masuk dalam mobil. Hujan masih turun–walau rintik-rintik, dan kemana perempuan itu pergi? Sialan, entah kenapa Zein mengkhawatirkan Zahra. Ketika ingin pulang ke rumahnya, tiba-tiba saja Marcus–tangan kanan Zein mengirim sesuatu. Zein langsung menggeram marah, melihat dokumen berupa foto dan keterangan. Foto tersebut adalah foto Zahra yang tengah rangkul mesra oleh seorang laki-laki di rumah sakit. Zein tak bisa mengenali laki-laki tersebut sebab diambil dari samping, akan tetapi dia merasa tidak asing dengan sosok tersebut. [Tuan, saya tidak menemukan cela yang membuktikan jika Nyonya selingkuh dari anda. Akan tetapi, hari ini saya tanpa sengaja bertemu dengan Nyonya di rumah sakit dan menjumpai Nyonya dengan pria di foto

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   Bertemu dengan Cinta Pertama

    'Memohon …,' ucap Zein dengan nada dingin dari seberang sana. Dia tidak akan melepas Zahra. Tidak akan pernah! Zahra tak menjawab apapun, segera menjauhkan benda pipi tersebut dari telinga kemudian langsung menekan tombol merah di layar–menyudahi panggilan Zein padanya. Di sisi lain, Zein yang memantau Zahra dari kejauhan seketika langsung melempar ponsel ke sembarang arah. Dia dalam mobil, mengamuk menyaksikan sikap tenang Zahra di luar sana. Harusnya dalam kondisi sekarang Zahra memohon padanya, bukan malah bersikap tegar dan keras kepala. "Fucking jerk!" umpat Zein marah, memukul setir dengan sekuat tenaga. Dia masih di sana, memperhatikan Zahra yang saat ini duduk di sebuah kursi taman, sembari mengeluarkan HP. Kemarahan Zein tiba-tiba redup, melihat sikap tenang Zahra entah kenapa hatinya merasa bergetar. Aneh! Ini sudah malam tetapi perempuan itu seolah bersinar dibawah penerangan lampu taman. Seolah sinar berasal dari Zahra, bukan satu lampu. Sejujurnya Zahra adalah wanita

Latest chapter

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   NS 101–Dia Punya yang Lain?

    "Aku sangat merindukanmu, Tata. Kapan aku boleh pulang, Humm?" ucap Nail dari seberang sana. Sejujurnya mata pria yang katanya sangat kejam tersebut terlihat memerah dan digenangi bulir kristal, akan tetapi karena dia dan Agatha berbicara lewat ponsel, Agatha tak kentara jelas melihatnya. Nail sangat merindukan Agatha. Dia tidak bohong! "Jika Mama dan Papa sudah sembuh, barulah Mon Tresor kembali." Agatha menjawab dengan nada lembut, tak menghilangkan keceriaan di wajahnya. Namun kenyataannya, Agatha rasanya ingin menbagis. Matanya sudah panas dan berair, ingin menangis karena menahan gejolak rindu yang melanda. Percayalah! Ini tidak mudah, akan tetapi mereka harus bertahan. "Keadaan Mama sudah jauh lebih baik," ucap Nail tiba-tiba, tersenyum tipis di bibir, "sebentar lagi kita akan bertemu," lanjutnya. Agatha melebarkan senyuman. "Aaaa … aku tidak sabar. Semangat semangat semangat! Mon Tresor harus semangat merawat Mama dan Papa. Oh iya, bagaimana dengan kondisi Papa?" "Papa su

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   NS 100–Jangan Pulang

    Tiga tahun kemudian. "Ini adalah hari kematian Kakek, tahun ketiga yang menyedihkan untuk kita semua." Agatha menoleh pada Syakila, tersenyum tipis pada sahabatnya tersebut untuk menyalurkan kekuatan dan cinta. Benar sekali! Ini adalah hari kematian kakek Lucas, tahun ketiga mereka kehilangan semuanya. Tiga bulan setelah Agatha melahirkan, Nail bepergian ke luar negeri. Di sisi lain, Zein, Zahra, Alana dan Raka, juga pergi ke sebuah negara untuk menghadiri acara penting. Nail pergi ke negara berbeda dari orangtuanya, dan dia ke sana untuk kepentingan bisnis. Nail di sana selama sebulan, dan berencana pulang setelah urusannya telah selesai. Namun, niatnya untuk pulang tertunda karena orangtuanya dan kakeknya kecelakaan saat akan kembali ke negara ini. Bukan hanya sekedar kecelakaan, akan tetapi ada campur tangan seseorang yang membenci keluarga Melviano. Tak lain adalah orangtua Soraya, mereka balas dendam karena menghancurkan kehidupan Soraya. Vidio buruk Soraya dengan beberapa p

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   NS 99–Kelahirannya

    "Kau sangat cantik." Deg' Agatha mendongak seketika, menatap gugup pada Nail. Pipinya memerah karena mendengar pujian dari suaminya, dan bibirnya menahan untuk tak tersenyum. Namun, ketika melihat raut muka Nail yang lempeng, Agatha memilih kembali menunduk–memanyunkan bibir sembari meremas bagian gaun di atas pangkuannya. Agatha sepertinya hanya salah mendengar. Nail tak lagi memuji dirinya, Agatha hanya salah pendengaran. Mungkin saking inginnya mendapat pujian dari suaminya. Tiba-tiba saja tangan Nail terulur, menyentuh dagu Agatha secara lembut. Dia menaikkan dagu istrinya, membuat Agatha reflek mendongak–menatap tepat ke arah Nail. "Kau sangat cantik, Tata," ucap Nail lembut, menatap berat ke arah Agatha. Sempurna! Wanita ini terlihat begitu cantik di malam hari ini, gaun biru ini sangat indah setelah berada di tubuh Agatha. Kulit Agatha bersinar terang apabila dibawah cahaya, efek dari sparkling yang menempel pada gaun. Istrinya bak Dewi bulan, cantik dan indah! "Kau

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   NS 98–Aku Kurang Cantik?

    "Daddy jika ingin tersenyum, tersenyum saja. Tak ada yang melarang," ucap Sagara dengan nada yang terkesan ketus, mendongak pada daddynya yang duduk bersebelahan dengannya. Sagara tentu iri! Bagaimana bisa monster cap kuku Setan ini bisa sangat menginspirasi mommynya? Kenapa bukan Sagara yang jelas-jelas baik hati, anak yang rajin dan suka membantu orang tua? "Humm." Nail berdehem datar, menatap putranya dengan tatapan lempeng. Namun, setelah itu dia berdecis geli, terkekeh pelan setelahnya sembari mengacak surai di pucuk kepala putranya. "Cih, mommy sangat menggemaskan," ucap Nail, benar-benar salah tingkah. Damage-nya begitu dahsyat, hingga rasanya Nail terus-terusan ingin tersenyum. Sagara menatap berang pada sang daddy, cukup kesal karena rambutnya terus diacak oleh daddynya. Sedangkan Nail, saat papa, paman dan kakeknya menoleh ke arahnya, seketika itu juga dia memasang wajah lempeng–pura-pura tidak merasakan apapun setelah mendapat pujian dari Agatha. Lalu setelah para pria

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   NS 97–Senyum Tidak Dilarang

    "Yah, benar sekali. Lukisanku telah dirusak oleh seseorang." Agatha menoleh sinis pada Laila, "sejujurnya aku sempat down karena lukisanku rusak. Bukan masalah tak punya ide, tetapi mengerjakan lukisan itu memakan banyak waktu. Aku senang saat melukis, tetapi tak bisa dipungkiri melukis sangat melelahkan. Setiap kali selesai melukis, pasti aku akan menjadi nenek-nenek. Pinggang sakit, punggung pegal, leher terasa akan patah, kaki kesemutan. Yah, seperti nenek-nenek. Dan … dengan seenaknya seseorang merusak lukisanku. Siapa yang tak marah?" Lagi-lagi para tamu tersenyum mendengar ucapan Agatha. Ah, mereka sangat suka mendengar coleteh perempuan menggemaskan ini. Sangat lucu! "Tapi tenang! Sejatinya kemampuan pelukis itu bukan pada hasil, akan tetapi pada proses dan ide. Itu yang Mama dan Papa katakan padaku." Agatha berucap dengan ceria, dia lalu menoleh pada mamanya kemudian membungkuk hormat, "Mama, Agatha berterimakasih padamu. Lagi-lagi Mama menginspirasiku dan aku semakin meng

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   NS 96–Agatha?

    "Itu mirip seperti lukisan Agatha." Orang-orang mulai berbisik karena mendengar ucapan salah satu pelukis tersebut. Sedangkan Laila, dia panik dan terlihat gugup. "Jangan asal menuduh. Ini lukisan yang kubuat, hasil pemikiran ku sendiri." Laila memekik, berucap dengan suara kuat supaya orang-orang percaya padanya. Almira maju ke depan, Laila seketika mendekat karena mengira Almira akan menolongnya. Laila bisa masuk ke tempat ini berkat bantuan Almira, dia yakin sekali Almira akan membantunya. Karena jika tidak nama galeri milik Almira, bahkan nama Almira sendiri bisa rusak. "Ya, benar. Lukisan ini memang mirip dengan lukisan Agatha–putriku," ucap Almira lantang, mengejutkan orang-orang karena tak menyangka jika Almira adalah ibu dari Agatha. "Ti-tidak. Aku tidak mungkin plagiat. Aga-- Nyonya Almira membela Agatha karena dia putri anda. Iya kan?" Laila bersikeras tak mengakui perbuatannya. Almira menoleh pada Laila, tersenyum tipis namun penuh isyarat. Almira memberi i

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   NS 95–Plagiat Agatha?

    Agatha dengan ragu mengatakan langsung alasan kenapa dia marah pada suaminya. "Aku sangat ingin mangga muda dan aku memintanya pada Mon-- Kuku Setan ini!" Agatha menyolot di akrih kalimat, melotot galak pada suaminya kemudian memukul paha Nail kembali. Mendengar sebutan Agatha pada Nail, orang-orang di sana menahan tawa. Sedangkan Agatha lanjut berbicara, "dia bilang, dia akan mencari mangga muda untukku. Tetapi-- Kuku Setan ini bukan memberiku mangga muda, Kuku Setan ini memberiku jelly berbentuk mangga." "Yang penting mangga," jawab Nail tanpa dosa. Bug' Agatha kembali memukul lengan Nail, dengan sekuat tenaga sehingga suara pukulan terdengar. "Kamu mempermainkanku. Dasar Kuku Setan! Aku benciii! Agrkkk--" Agatha menjerit tertahan sembari menengada ke atas. Kemudian, dia mengigit lengan Nail sekuat mungkin–melampiaskan rasa kesal yang melandanya. Agatha kehilangan kendali, tak peduli lagi jika saat ini mereka dihadapan keluarga besar Melviano. "Nail." Zahra geleng-geleng k

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   NS 94–Bertengkar didepan Keluarga

    Malam ini Agatha, Nail dan putra mereka berkunjung ke kediaman Melviano, untuk membahas pernikahan Aiden dengan Syakila serta pernikahan Alka dengan Kalisa. "Ck." Agatha berdecak kesal, melepas genggaman tangan Nail kemudian mendorong pundak suaminya agar menjaga jarak darinya. "Jangan dekat-dekat denganku," peringat Agatha dengan nada tegas, melayangkan tatapan tajam dan kesal. Ini masih mengenai mangga muda. Agatha sangat dendam pada Nail karena pria itu-- memberinya permen jelly, bukan mangga muda seperti yang Agatha inginkan. "Tata," peringat Nail, mendekat ke arah Agatha dan berniat merangkul pundak Agatha, akan tetapi Agatha lebih dulu mendorongnya. Nail menatap pundaknya yang didorong oleh Agatha kemudian menatap istrinya datar. "Jangan dekati aku!" pekik Agatha, berucap dengan menekan suara. Setelah itu dia melanjutkan langkah untuk memasuki rumah mertuanya. Akan tetapi langkah Agatha kembali berhenti karena Nail tiba-tiba sudah di sebelahnya dan pria itu merangkul pin

  • Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri   NS 93–Nail Mempermainkan Agatha

    "Pak Nail yang terhormat, tolong lepaskan aku!" pekik Agatha, berusaha melepaskan diri dari gendongan Nail. Nail menulikan pendengaran, tak melepas Agatha dalam gendongannya. Hingga setelah sampai di ruangannya, barulah Nail melepas istrinya–mendudukkan perempuan itu di atas sofa. "Ck, kenapa Mon Tresor membawaku ke sini? Aku baru saja keluar dari ruangan ini. Aih, di sini sangat membosankan," ucap Agatha bernada mengomel, menoleh ke sana kemari untuk memperhatikan ruangan suaminya yang memang menurutnya sangat membosankan. Agatha kemudian melangkahkan kaki, menyenggol pundak Nail kemudian berniat pergi. Akan tetapi, Nail dengan cepat menahan pergelangan tangan istrinya. "Tolong biarkan aku pergi. Aku ingin makan siang dengan Syakila dan Alka.""Makan siang denganku." Nail menjawab cepat, dia duduk lalu menarik Agatha supaya duduk di atas pangkuannya. "Mon Treros!" Agatha menberontak, berusaha lepas dan bangkit dari atas pangkuan suaminya. Akan tetapi Nail memeluk tubuhnya erat, s

DMCA.com Protection Status