akaaak terima kasih sudah membaca ya 🤗 jika berkenan tinggalkan komentar dan gems untuk Laura Jake biar kami lebih semangat update. seperti biasa, follow 1nst4gram othor @almiftiafay dan nantikan update setiap hari pukul 12.00-12.30 WIB. Maaciww 😍🥰
Dari yang gelap pekat, samar cahaya terlihat menyelinap saat Laura perlahan membuka matanya. Dari ketakutan karena ia seolah tak bisa melihat apapun, ia sedikit lebih tenang saat menjumpai bukan hanya dirinya satu-satunya yang ada di sini.Ia mencoba mengingat apa yang terjadi padanya, kenangannya berhenti pada saat ia limbung di ruang gawat darurat setelah ikut membawa Jake yang kala itu bersimbah darah ke rumah sakit. Selebihnya ia tak ingat lagi.Langit-langit kamar yang asing, bau obat-obatan yang seolah akan menusuk hidungnya, dan seorang pria yang menangis sembari menggenggam tangannya adalah pemandangan pertama yang ia jumpai.Jake.Pria yang menunduk di sebelah kanannya itu adalah Jake. Laura bisa mengenalinya dengan hanya melihat rambut hitamnya saja. Laura ingin memanggilnya, tetapi tidak bisa. Ada benda yang menutupi lebih dari separuh wajahnya yang ia yakini sebagai alat bantu pernapasan. Ia bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Jake, dan tanpa sadar itu membuat air ma
“Aku sudah tahu siapa yang mendonorkan darahku hari itu. Bukan Fidel, tapi kamu,” lanjutnya yang membuat Laura meremas tangannya yang ada di atas paha. Laura tersenyum kemudian saat ia mengangkat wajahnya, “Iya, benar,” jawab Laura singkat dan masih terdengar cukup lemah di telinga Jake. “Dan sudah sangat terlambat bagiku untuk mengetahui bagaimana kamu menderita selama ini tapi hanya memendamnya seorang diri,” kata Jake. “Karena sikapku itu, kamu merahasiakan semuanya. Kondisimu yang hampir lumpuh, sulitnya promil yang kamu jalani, dan obat yang selama ini menyiksamu, aku tahu semua itu, Laura,” lanjutnya panjang. Laura bisa menjumpai sesal yang hebat dari setiap kata yang ia ucap. Pria itu menggertakkan rahangnya untuk meredam suaranya yang gemetar. Laura tidak perlu menanyakan lagi dari mana Jake tahu itu semua, Elsa pasti mengatakannya pada Jake selama ia koma. “Seandainya waktu bisa diputar kembali, aku pasti akan memperbaiki semua itu,” ujarnya serak. “Sayangnya ... tidak b
“Itu ‘kan hanya prediksi ….” kata Jake, mencoba mengatakan hal baik pada Laura yang ia tahu betul tak lagi memiliki harapan untuk hidup seperti sedia kala. “Manusia hanya memprediksi, Laura,” lanjutnya. “Jika kita berusaha, maka sisanya takdir dari Tuhan yang bekerja.”Laura tersenyum pahit, meski Jake mengatakan kalimat yang menghangatkan hatinya, tetapi itu tak bisa menepis betapa gundah batinnya sekarang ini.“Dokter sudah pernah memprediksi hal yang hampir sama sebelumnya,” tanggap Laura. “Jadi, bukankah dua prediksi yang beruntun bisa saja benar?”Mendengar itu, Jake terpaku di tempat ia berlutut. Sekujur tubuhnya nyeri saat menunduk memandang tangannya yang saling menggenggam dengan Laura. Keadaan yang sangat kontras karena jemarinya tampak mendominasi dan menelan habis kurus keringnya jari Laura yang tampak pucat.Jake menyesal … mengapa baru sekarang ia bisa menggenggam tangan Laura, sebuah hal sederhana yang dulu begitu sulit ia lakukan hanya karena ia meninggikan egonya yan
Jake kembali ke kamar rawatnya sendiri setelah Laura mendapat kunjungan dari perawat yang mengatakan bahwa ia harus beristirahat.Tak ingin membuat Laura sendirian, Jake meminta Rani—kepala pelayan di rumahnya—untuk datang dan menjaga Laura sementara ini, tentu saja setelah istrinya itu menyetujuinya terlebih dahulu.Jake berdiri di dekat jendela, memandang keadaan di luar, pada hujan yang belum reda. Persis seperti yang tadi ia lihat dilakukan oleh Laura sebelum kedatangannya.‘Apa yang sedang dipikirkan oleh Laura saat mengatakan hidupnya hanya akan sampai pada bulan Oktober?’ batin Jake. Benarkah dia sudah menyerah?Jake menghela napasnya dengan berat. Ia pikir, ‘Sepertinya aku harus menemukan cara untuk membuat Laura kembali memiliki semangat untuk hidup,’ lanjutnya masih dalam hati.Jake pernah mendengar bahwa seseorang yang sedang sakit parah tapi masih memiliki keinginan yang kuat untuk hidup, maka mereka cenderung akan bisa sembuh, ketimbang seseorang yang sakitnya tak sebera
Jake melihat Laura yang tengah berbicara dengan seorang pria tinggi menjulang yang berdiri di hadapannya. Dari jauh saja … Jake tahu betul itu adalah Zafran.Meski ada Rani yang berdiri tak jauh dari mereka yang menandakan mereka tak berduaan, tetap saja hatinya terasa nyeri. Jake berpikir bahwa saat perasaannya menjadi terang, cemburu itu terasa semakin jelas.Sebelumnya ia berniat ingin menemui Laura, tetapi saat Jake tiba di ruang rawatnya, di sana hanya ada Elsa yang tampaknya baru datang dan mengatakan bahwa Laura ada di dekat taman bersama dengan Zafran.Saat Jake pergi ke tempat yang dikatakan oleh Elsa, ia urung mendekat. Membiarkan dirinya masih terpisah oleh jarak. Ia mendengar Zafran yang mengatakan bahwa ia bisa mengantar Laura pergi ke luar negeri.‘Kenapa dia bilang kalau aku tidak bersedia mengantar Laura?’ tanyanya dalam hati sebelum membawa langkah kakinya yang perlahan sudah membaik dan terlepas dari kruk mendekat pada Laura setelah Zafran pergi.“Jake?” sapa Laura
Laura tersenyum lebih dulu sebelum menanggapi Jake. “Bukankah sekarang kita sudah memulai hidup yang baru?” tanyanya. “Hal yang kita lakukan beberapa hari terakhir ini adalah hal yang baru jika dibandingkan dengan yang kita lakukan dulu, 'kan?” lanjutnya, yang membuat Jake terdiam cukup lama.“I-iya, kamu benar,” jawab Jake akhirnya. “Tapi maksudku … tidak dengan pisah rumah seperti ini, Laura.”“Mungkin aku tidak bisa lakukan itu, Jake,” jawab Laura tepat setelah Jake selesai bicara. “Karena kondisiku sekarang sedang tidak baik, bukankah akan lebih baik jika aku tinggal sendirian dan tidak merepotkan banyak orang?”“Pemikiran macam apa itu?” Jake mengangkat kedua alisnya, terheran-heran. “Yang benar adalah kamu harusnya tinggal dengan orang lain karena tidak ada jaminan kapan kondisimu tiba-tiba saja memburuk dan tidak ada yang tahu.”Laura tercenung mendengar Jake, sungguh … selama mereka hidup bersama, hampir tidak pernah Laura mendengar pria itu bicara selembut itu dengannya.“Kal
Dari ia berdiri di kejauhan … Fidel berdebar sewaktu melihat Jake yang tiba-tiba mendekat pada Laura, saat pria itu mengantar kepulangannya di depan rumah sakit.‘Mereka akan berciuman?’ batin Fidel saat melihat Jake yang tiba-tiba menunduk dan nyaris memasukkan kepalanya saat kaca pada jendela mobil itu terbuka.‘Tapi sepertinya tidak,’ katanya dalam hati, karena sesaat setelah itu Jake tampak melambaikan tangannya.Fidel mendengus kesal saat melihat Jake yang melakukan semua itu, seolah pria itu tak peduli jika ada orang lain yang melihatnya.“Kamu sangat bodoh sekali, Jake,” gumam Fidel seorang diri. “Kamu sangat bodoh karena memberikan hatimu pada perempuan yang tidak bisa melakukan apapun.”Ia mendorong napasnya dengan kasar saat menyadari ada kemungkinan lain yang barangkali terjadi selain ‘kebodohan’ Jake itu.“Atau sebenarnya Laura lah yang licik dengan memanfaatkan keadaan ini untuk bisa menjerat Jake?” Ia menggeleng tak percaya. “Tidak semudah itu bagimu untuk menang, Laura.
Setelah membaca pesan dari Fidel yang semalam mengatakan bahwa ia ingin bertemu dengan Laura untuk mengatakan sesuatu yang ‘penting dan mendesak,’ pagi ini Laura mendengar dari Hani bahwa gadis itu telah berada di butiknya. Sepertinya Fidel tak akan menyerah begitu saja. Kehadirannya yang terlampau pagi mengatakan segalanya bahwa ia sangat ingin bertemu dengan Laura. ‘Apa dia sedang kesal dan ingin melampiaskannya padaku?’ batin Laura dalam diam, meremas sendok yang ada di tangannya karena ia memang tengah duduk di ruang makan dan menikmati sarapan paginya. “Sebaiknya jangan temui, Nona Laura ….” pinta Rani dari seberang meja. Wanita paruh baya dengan apron yang ada di bagian depan tubuhnya itu menatap Laura, memohon. “Iya, Bu Rani,” jawab Laura, menyetujuinya tanpa banyak pertimbangan karena memang ia masih cukup lelah untuk bertemu dengan orang lain—apalagi dengan Fidel. Laura tahu itu akan berakhir dengan sebuah perdebatan, sama seperti sebelumnya. “Hani,” panggil Laura pada g
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau