update setiap hari pukul 12.00-12.30 WIB || 1nst4gram @almiftiafay. terima kasih sudah membaca ya 🙂↕️ jangan lupa tinggalkan komentar dan gems untuk Laura Jake ❤️🤗
“Iya, kencan,” jawab jake, tersenyum memandang sepasang mata Laura yang tampak membola dengan cantiknya. “T-tiba-tiba saja?” Laura masih tak percaya, dadanya berdebar, kedua sisi pipinya memanas saat ia menoleh pada Rani yang tersenyum sebelum pergi dan memberikan ruang makan di sana untuknya dan Jake saja. “Kamu tidak bersedia?” tanya Jake sembari satu langkah mendekat. “Ke mana perginya?” “Pantai.” “Pantai?” ulang Laura. “Iya. kita tunggu sunset dan ayo nyalakan kembang api saat sudah gelap.” Laura meremas jari-jarinya yang sedang membawa buket bunga dari Jake, ia sedikit memalingkan wajahnya sebelum kembali memandang pria dengan kemeja hitam yang berdiri di hadapannya ini. “Jangan merasa keberatan kalau kamu tidak mau,”kata Jake. “Aku akan menunggumu.” Laura menunduk, memandang buket bunga hortensia biru yang ada di tangannya. Ini adalah hortensia biru ke tiga yang dilihat oleh Laura, tanda pria itu menyesal dan meminta maaf padanya berulang kali. Melihat usahanya yang gig
“Aku sungguh menyesal, Laura,” kata Jake, menyentuh tangan Laura sehingga telapak tangannya yang besar menimpa jemari ringkihnya yang terasa dingin. “Jika aku bisa memutar kembali waktu, aku akan berlari ke persimpangan tempat semua ini berawal,” ucapnya serak. “Jika aku bisa memperbaiki keadaan, aku akan menghentikan kebodohanku hari itu.” Laura tak pernah melihat Jake seperti ini. Badai memenuhi matanya yang diburamkan oleh air mata. Sesalnya menumpuk, parau suaranya memerihkan hati Laura. “Tahun sudah berlalu, tapi kamu masih terjebak pada rasa sakit yang sama bahkan saat aku bisa menjalani hidup normal seperti sebelumnya. Dan ... sudah terlambat bagiku untuk memperbaiki semuanya.” Meski sesak turut mengekang dadanya, Laura menunjukkan senyumnya pada Jake. Ia tak ingin menambah beban di hatinya semakin besar. “Sudahlah ....” katanya. “Kamu tidak hanya mengatakannya sekali, jadi aku percaya kamu sungguh menyesalinya.” “Jadi, kamu setuju untuk pergi denganku?” “Iya, aku setuj
“Kamu tidak mau?” tanya Jake saat Laura hanya diam tak kunjung memberinya jawaban.Laura sedikit tersentak karena Jake telah mengakhiri lamunan sesaatnya yang penuh tanya, ‘Benarkah yang dia katakan itu?’Pupil matanya bergerak gugup menatap Jake yang tengah menoleh kepadanya dengan kedua alisnya yang terangkat menunggu jawaban.“B-bolehkah aku melakukannya?” tanya Laura dengan suaranya yang gemetar.“Boleh,” jawab Jake. “Kenapa memangnya? Kamu lupa kalau kita masih suami dan istri yang sah?”Laura mengedipkan matanya sebanyak beberapa kali, menelan ludahnya dengan gugup. “Ayo,” pinta Jake, mengisyaratkan dengan gerakan kepalanya yang membuat Laura memiliki keberanian untuk satu jarak mendekat padanya.Saat ia lakukan itu, napasnya tertahan selama beberapa detik. Jake menegakkan tubuhnya sembari mengatakan, “Berpeganglah yang erat,” katanya.“B-baik.”Langkah kaki Jake berpijak pada pasir putih yang menyaksikan mereka tak lagi memiliki jarak. Perlahan menuju ke mobilnya yang terparki
‘Apa aku sudah sampai?’ tanya Laura, membatin dalam diam saat ia membuka matanya. Karena seingatnya tadi ia sangat mengantuk di dalam mobil milik Jake dan memutuskan untuk tidur, meninggalkan Jake menyetir sendirian. Tapi ... tanya yang baru saja ia katakan pada dirinya sendiri telah menemui jawabannya saat ia menjumpai langit-langit kamar yang sebelumnya pernah ia lihat. ‘Ini di dalam rumah Jake,’ katanya yakin lalu bangun dan memijit kakinya yang sedikit nyeri. Laura pernah tidur di dalam kamar ini saat ia pisah ranjang dengan Jake dulu. Ia terkejut saat menoleh ke samping, pria yang baru saja memenuhi angannya itu rupanya sedang berdiri tak jauh dari tempat tidur, di sebelah kanannya, dengan suaranya yang serak saat bertanya, “Kenapa bangun?” Laura tak serta merta menjawabnya, ia lebih dulu memindai sekitar yang membelenggu mereka dalam keadaan cahaya remang-remang. Di sofa memanjang yang tak jauh dari ranjang, Laura melihat satu bantal yang berada di sana dan sebuah selimut ya
Tak ada kata lain yang bisa menggambarkan apa yang sedang ada di dalam hati Fidel sekarang ini.Benci!Ia sangat benci saat mengetahui bahwa Laura menolak bertemu dengannya saat Fidel datang mengunjunginya pagi itu.Lewat salah seorang staf kepercayaannya yang ada di butik—Hani—Laura Menitipkan pesan bahwa ia sedang sibuk.Tapi beberapa saat kemudian ... saat Fidel baru saja meninggalkan halaman butiknya yang mulai penuh sesak oleh kedatangan mobil dan motor, sepasang matanya yang sudah perih dan panas menangkap kehadiran sebuah mobil sedan mewah yang berbelok dan mengambil pemberhentian di butik milik Laura.Fidel tahu betul itu adalah Jake.Fidel masih sempat menunggunya karena ia menepikan mobilnya tak jauh dari butik milik Laura dan memastikan kemunculan pria itu, yang tak lama kemudian menampakkan batang hidung dengan satu buket bunga hortensia biru yang sangat cantik. Memperhatikannya lebih jauh ... sepertinya Fidel baru kali ini sadar bahwa plat nomor yang terpasang di mobil s
“Ekhem!” Elsa berdeham yang seketika itu membuat Laura tersadar dari lamunan sesaatnya. “Pak Jake silahkan masuk! Aku akan pergi,” katanya lalu menoleh pada Laura dengan seulas senyuman. Elsa hampir berdiri tetapi Laura mencegahnya dengan menarik tangannya, matanya mengatakan agar ia tetap tinggal. Elsa yang tahu isyarat itu mendekatkan bibirnya di samping telinga Laura dan mengatakan, “Aku tidak mau jadi orang ke tiga, Laura ....” Gadis itu melemparkan senyumnya sekali lagi sebelum bergegas pergi dari sana. Berlari melewati Jake yang berdiri kaku di tempatnya dengan meremas paper bag berisi makanan yang ia bawa dengan kepala tertunduk. Setelah pintu tertutup dari luar, barulah Jake memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menyapa Laura kembali. “Laura,” sebutnya lirih. “Y-ya?” “Kamu belum menjawabnya,” ucap pria itu. “Aku akan membawanya keluar kalau kamu tidak ingin makan denganku.” “A-aku mau,” jawab Laura. “Bawalah ke sini, biar aku yang bantu bukakan, Jake,” pintan
“S-sebaiknya kita makan saja,” kata Laura, sembari memalingkan wajahnya dengan cepat dari Jake, agar menjaga dirinya dari kegugupan yang melandanya kala praduga bahwa Jake akan menciumnya itu memenuhi pikirannya untuk sesaat.Jake berdeham sebelum mengangguk, turut memalingkan wajahnya juga. Tangannya bergerak melepas jas yang ia kenakan dan meletakkannya di sandaran sofa. Kemudian melonggarkan dasi yang ada di kerah lehernya.Dari sudut mata Laura, pria itu tengah membuang napasnya, seolah juga sama leganya dengan apa yang dirasakan oleh Laura.Tak ada yang berbicara saat makan siang berlangsung. Hanya ada gerak cakap Jake yang dengan sigap mendekatkan makanan yang barangkali dilirik oleh Laura, atau jemari besarnya yang membukakan tutup botol minuman untuknya.“Terima kasih,” kata Laura saat menerima botol minum darinya. Sebuah tindakan kecil yang sangat berarti bagi Laura karena ... ini adalah hal yang langka dan bahkan tidak pernah terjadi Jake meluangkan waktunya untuk bisa mak
Laura melihat wajah pias Fidel saat tatapan mata mereka bersirobok di bawah temaramnya cahaya lampu kamar. Gadis itu pasti terperanjat kala menjumpai wajah Laura lah yang menyeruak dari balik selimut, bukan Jake seperti yang ia duga. Laura ada di dalam kamar yang ada di lantai dua karena tadi Jake menghubunginya dan mengatakan bahwa ia pasti akan pulang malam. Karena mungkin saja ia dan Farren akan berbicara sebentar ... serta agar Laura yang ada di kamar bawah tidak terganggu dengan yang mereka lakukan, Jake meminta Laura untuk tidur di kamar atas saja. Laura menurut dan meminta bantuan Rani untuk tiba di sana. Ia terlelap hingga samar mendengar suara kenop pintu yang dibuka. Dari langkah kakinya … Laura menaruh kecurigaan bahwa itu bukanlah Jake. Karena yang bergema itu adalah suara stiletto, bukan sepatu milik Jake. Lagi pula pria itu adalah tipe disiplin yang pasti melepas sepatunya di dekat pintu masuk, tak akan memakainya hingga ke dalam kamar. ‘Siapa itu?’ tanya La