Laura melihat wajah pias Fidel saat tatapan mata mereka bersirobok di bawah temaramnya cahaya lampu kamar. Gadis itu pasti terperanjat kala menjumpai wajah Laura lah yang menyeruak dari balik selimut, bukan Jake seperti yang ia duga. Laura ada di dalam kamar yang ada di lantai dua karena tadi Jake menghubunginya dan mengatakan bahwa ia pasti akan pulang malam. Karena mungkin saja ia dan Farren akan berbicara sebentar ... serta agar Laura yang ada di kamar bawah tidak terganggu dengan yang mereka lakukan, Jake meminta Laura untuk tidur di kamar atas saja. Laura menurut dan meminta bantuan Rani untuk tiba di sana. Ia terlelap hingga samar mendengar suara kenop pintu yang dibuka. Dari langkah kakinya … Laura menaruh kecurigaan bahwa itu bukanlah Jake. Karena yang bergema itu adalah suara stiletto, bukan sepatu milik Jake. Lagi pula pria itu adalah tipe disiplin yang pasti melepas sepatunya di dekat pintu masuk, tak akan memakainya hingga ke dalam kamar. ‘Siapa itu?’ tanya La
“LAURA!” teriak Fidel lantang tepat setelah Laura selesai bicara—dengan menyebut bahwa ia sangat ingin menempati ranjang miliknya dan Jake.“Aku sudah bilang padamu kalau aku mabuk makanya datang ke sini,” katanya menolak tegas tuduhan Laura. Suaranya menggema bersaing dengan gemuruh di luar yang tengah menunjukkan akan datangnya badai.“Aku tidak berniat merebut Jake darimu!” lanjut gadis itu dengan dada yang naik turun meluapkan kemarahan. “Aku hanya tidak rela! Bukannya ingin merebut Jake!”“Biar aku ingatkan jika kamu lupa,” tanggap Laura sembari menyingkap selimut yang menutupi kakinya. “Kamu sendirilah yang mengatakan bahwa Jake akan menjadi milikmu malam ini, Fidel.”“Itu karena aku—““Pergilah!” potong Laura setelah ia turun dari ranjang. Meraih tongkat sikunya dan berdiri berseberangan dengan Fidel, dipisahkan oleh tempat tidur di depan mereka. “Aku dengar … Jake tidak mau bertemu denganmu lagi,” lanjut Laura mencoba menjaga nada bicaranya agar tidak gemetar. “Jadi sebelum J
Tak ada jawaban yang bisa diberikan oleh Laura. Hanya batinnya yang berulang kali bertanya, ‘Tidur … dengannya dia bilang?’Maniknya menatap Jake yang berdiri di hadapannya dengan senyum yang tampak manis dari kedua sudut bibirnya.Karena terus termangu, Jake yang memandang adanya kegugupan yang tumbuh di dalam mata Laura akhirnya memperjelas apa yang sebenarnya ingin ia lakukan.“Hanya tidur saja, Laura,” kata Jake. “Bukan tidur dengan tambahan yang lainnya,” lanjutnya kemudian tertawa lirih.Tawa itu seperti sengaja menggodanya, seolah Jake tahu diamnya Laura itu karena angannya tengah memikirkan ‘tidur’ yang … biasa dilakukan oleh orang dewasa.Debar jantungnya membuncah, memompa darah hingga berpindah pusat ke wajahnya yang pasti merona merah. Laura menyentuh pipinya yang terasa panas, sepanas potongan kenangan akan ia dan Jake yang pernah ….“B-b-baiklah,” jawab Laura terbata-bata. Tak ingin menolaknya, mengingat wajah cemas Jake beberapa saat yang lalu membuatnya setuju untuk t
Meski Laura tahu tak ada yang salah jika mereka berpelukan karena memang mereka masih pasangan suami istri yang sah, tapi ....“S-sebaiknya k-kita tidur sendiri-sendiri,” jawab Laura gugup. “T-tidak perlu b-berpelukan,” lanjutnya kembali terbata-bata yang tampak sangat manis di mata Jake.Laura memalingkan wajahnya, menghindari manik mata Jake yang menguncinya dengan memiringkan tubuhnya ke arah yang lain.Saat ia hampir saja menunjukkan punggungnya pada Jake, hal itu gagal ia lakukan karena pria itu meraih pergelangan tangannya dengan cepat.“Laura,” panggil Jake lirih.“Ya?”“Kalau hanya berpegangan tangan, boleh?” pinta Jake setelah tawaran memeluk Laura saat tidur mendapatkan penolakan.Melihat matanya yang berbinar seperti membuat Laura tersihir. Aneh sekali … sejak kapan bibir Jake yang selalu seperti mata pisau nan tajam itu bisa mengatakan sesuatu dengan tutur selembut itu?Daripada banyak berdebat, dan karena memang Laura sedikit pusing setelah terjaga akibat kedatangan Fidel
“Kamu harus mengambil Laura dari Jake karena Laura pasti akan saaangat bahagia jika dia mendapatkan suami sebaik kamu,” kata Fidel memperjelas. Yang bisa ditangkap oleh Zafran bahwa permintaan Fidel itu agar Jake—yang ia anggap sejak awal sebagai miliknya—bisa jatuh ke pelukannya. “Tidak mau,” tolak Zafran tanpa pikir panjang. Ia bersedekap memandang Fidel yang memutar sepasang bola matanya dengan malas. “Aku tidak mau ikut campur urusan itu,” lanjutnya. “Dan sebaiknya kamu berhenti, Fidel!” “Jangan munafik, Zaf!” kata Fidel lalu tertawa lirih. “Aku tahu kamu bersikap sok tegar seperti ini padahal sebenarnya kamu juga sangat ingin merebut Laura, ‘kan?” ejeknya penuh dengan kemenangan. “Aku tahu dengan hanya melihat tatapanmu pada Laura, Zaf. Kamu jatuh cinta padanya.” Zafran hanya mendengus, suaranya yang dalam terdengar enggan saat mengatakan, “Kamu terlalu sibuk dengan orang lain, Fi,” ujarnya. “Daripada melakukan itu sebaiknya kamu memperbaiki dirimu saja.” “Apa yang harus ak
Laura menghindari tatapan Jake yang mengarah lurus padanya, “Jangan bicara terlalu manis karena itu memperburuk komplikasiku,” katanya yang membuat Jake yang mendengarnya tertawa lirih.Jake senang karena sekarang Laura telah sepenuhnya menerima dirinya dan tidak ada kebencian atas kondisinya yang memang sedang sakit.“Kamu tahu apa yang aku sukai saat kamu mengatakan itu, Laura?” tanya Jake setelah Laura kembali memandangnya.“Apa?” tanya Laura balik.“Dengan menjadikan sakitmu ini sebagai sebuah candaan, artinya kamu bisa menemukan kebahagiaan dalam penderitaan,” jawabnya.“Tapi bukankah aku selalu menemukan kebahagiaanku dalam penderitaan meski pun itu kecil?” Laura mengatakannya dengan tenang, yang Jake sadar itu adalah sebuah sindiran untuknya.Laura menyebut ‘penderitaan’ itu merujuk pada hidupnya selama dua tahun bersama dengan Jake, ia yakin itu.“Iya baiklah kamu benar …” aku Jake. “Maksudku, dengan begini aku harap kamu akan terus percaya bahwa kamu akan cepat sembuh nanti.”
Satu inci lagi, Jake akan menggapai ranum manisnya bibir Laura. Tetapi …. Rencana itu gagal sebab ia mendengar ponselnya yang ada di dasbor bergetar. Seperti dipaksa kembali pada kenyataan yang selalu tak seindah harapan, Jake menarik dirinya dari Laura. Menarik wajah, menarik tangannya. Begitu juga dengan Laura yang dengan cepat membuka kedua matanya. Ia berpaling dan membuka kaca di jendela mobil agar ada udara yang masuk dan mendinginkan panasnya atmosfer yang sesaat barusan sengaja menariknya dalam bujuk rayu. Laura bisa mendengar hela napas Jake yang kesal saat ia meraih ponselnya dan menerima panggilan yang membuat benda pipih itu bergetar. “Farren,” sapa Jake dengan suaranya yang dingin. Laura bisa menjumpai ketidaksukaan pria itu saat mengatakan, “Baiklah, terserah apa yang ingin kamu lakukan. Atur saja yang benar!” setelah keheningan, karena sepertinya sekretarisnya itu melaporkan sesuatu kepadanya. Lalu panggilan mereka mati dan Jake meletakkan ponselnya kembali. Saa
Laura ikut tersenyum, “Siapapun itu … aku harap Pak Zafran juga mendapatkan kebahagiaan,” katanya. “Terima kasih untuk sudah datang dan membuatku percaya bahwa masih ada orang baik yang tanpa pamrih menolong di tengah dunia yang kehilangan empati.”“Sama-sama, Laura ….” tanggap Zafran kemudian meraih cangkir teh yang ada di hadapannya yang baru saja dibawa oleh Hani, dan Laura mempersilahkannya untuk meminumnya.Setelah teh yang wangi rosela itu habis, Zafran beranjak bangun dari duduknya. Ia berpamitan pada Laura serta berterima kasih karena sudah bersedia menemuinya.Laura mengantar kepergiannya hingga ke teras, sosoknya yang tampak cantik dapat dilihat oleh Jake yang telah duduk di balik kemudi mobilnya sebelum mengendarainya pergi dari sana.Melihat perubahan yang baik pada diri Laura … Zafran lega. Karena ini artinya Jake menepati janjinya untuk memperbaiki kesalahan yang pernah ia lakukan dan melakukan yang terbaik untuk istri yang pernah ia sia-siakan.Meninggalkan halaman buti
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau