‘Apa aku sudah sampai?’ tanya Laura, membatin dalam diam saat ia membuka matanya. Karena seingatnya tadi ia sangat mengantuk di dalam mobil milik Jake dan memutuskan untuk tidur, meninggalkan Jake menyetir sendirian. Tapi ... tanya yang baru saja ia katakan pada dirinya sendiri telah menemui jawabannya saat ia menjumpai langit-langit kamar yang sebelumnya pernah ia lihat. ‘Ini di dalam rumah Jake,’ katanya yakin lalu bangun dan memijit kakinya yang sedikit nyeri. Laura pernah tidur di dalam kamar ini saat ia pisah ranjang dengan Jake dulu. Ia terkejut saat menoleh ke samping, pria yang baru saja memenuhi angannya itu rupanya sedang berdiri tak jauh dari tempat tidur, di sebelah kanannya, dengan suaranya yang serak saat bertanya, “Kenapa bangun?” Laura tak serta merta menjawabnya, ia lebih dulu memindai sekitar yang membelenggu mereka dalam keadaan cahaya remang-remang. Di sofa memanjang yang tak jauh dari ranjang, Laura melihat satu bantal yang berada di sana dan sebuah selimut ya
Tak ada kata lain yang bisa menggambarkan apa yang sedang ada di dalam hati Fidel sekarang ini.Benci!Ia sangat benci saat mengetahui bahwa Laura menolak bertemu dengannya saat Fidel datang mengunjunginya pagi itu.Lewat salah seorang staf kepercayaannya yang ada di butik—Hani—Laura Menitipkan pesan bahwa ia sedang sibuk.Tapi beberapa saat kemudian ... saat Fidel baru saja meninggalkan halaman butiknya yang mulai penuh sesak oleh kedatangan mobil dan motor, sepasang matanya yang sudah perih dan panas menangkap kehadiran sebuah mobil sedan mewah yang berbelok dan mengambil pemberhentian di butik milik Laura.Fidel tahu betul itu adalah Jake.Fidel masih sempat menunggunya karena ia menepikan mobilnya tak jauh dari butik milik Laura dan memastikan kemunculan pria itu, yang tak lama kemudian menampakkan batang hidung dengan satu buket bunga hortensia biru yang sangat cantik. Memperhatikannya lebih jauh ... sepertinya Fidel baru kali ini sadar bahwa plat nomor yang terpasang di mobil s
“Ekhem!” Elsa berdeham yang seketika itu membuat Laura tersadar dari lamunan sesaatnya. “Pak Jake silahkan masuk! Aku akan pergi,” katanya lalu menoleh pada Laura dengan seulas senyuman. Elsa hampir berdiri tetapi Laura mencegahnya dengan menarik tangannya, matanya mengatakan agar ia tetap tinggal. Elsa yang tahu isyarat itu mendekatkan bibirnya di samping telinga Laura dan mengatakan, “Aku tidak mau jadi orang ke tiga, Laura ....” Gadis itu melemparkan senyumnya sekali lagi sebelum bergegas pergi dari sana. Berlari melewati Jake yang berdiri kaku di tempatnya dengan meremas paper bag berisi makanan yang ia bawa dengan kepala tertunduk. Setelah pintu tertutup dari luar, barulah Jake memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya dan menyapa Laura kembali. “Laura,” sebutnya lirih. “Y-ya?” “Kamu belum menjawabnya,” ucap pria itu. “Aku akan membawanya keluar kalau kamu tidak ingin makan denganku.” “A-aku mau,” jawab Laura. “Bawalah ke sini, biar aku yang bantu bukakan, Jake,” pintan
“S-sebaiknya kita makan saja,” kata Laura, sembari memalingkan wajahnya dengan cepat dari Jake, agar menjaga dirinya dari kegugupan yang melandanya kala praduga bahwa Jake akan menciumnya itu memenuhi pikirannya untuk sesaat.Jake berdeham sebelum mengangguk, turut memalingkan wajahnya juga. Tangannya bergerak melepas jas yang ia kenakan dan meletakkannya di sandaran sofa. Kemudian melonggarkan dasi yang ada di kerah lehernya.Dari sudut mata Laura, pria itu tengah membuang napasnya, seolah juga sama leganya dengan apa yang dirasakan oleh Laura.Tak ada yang berbicara saat makan siang berlangsung. Hanya ada gerak cakap Jake yang dengan sigap mendekatkan makanan yang barangkali dilirik oleh Laura, atau jemari besarnya yang membukakan tutup botol minuman untuknya.“Terima kasih,” kata Laura saat menerima botol minum darinya. Sebuah tindakan kecil yang sangat berarti bagi Laura karena ... ini adalah hal yang langka dan bahkan tidak pernah terjadi Jake meluangkan waktunya untuk bisa mak
Laura melihat wajah pias Fidel saat tatapan mata mereka bersirobok di bawah temaramnya cahaya lampu kamar. Gadis itu pasti terperanjat kala menjumpai wajah Laura lah yang menyeruak dari balik selimut, bukan Jake seperti yang ia duga. Laura ada di dalam kamar yang ada di lantai dua karena tadi Jake menghubunginya dan mengatakan bahwa ia pasti akan pulang malam. Karena mungkin saja ia dan Farren akan berbicara sebentar ... serta agar Laura yang ada di kamar bawah tidak terganggu dengan yang mereka lakukan, Jake meminta Laura untuk tidur di kamar atas saja. Laura menurut dan meminta bantuan Rani untuk tiba di sana. Ia terlelap hingga samar mendengar suara kenop pintu yang dibuka. Dari langkah kakinya … Laura menaruh kecurigaan bahwa itu bukanlah Jake. Karena yang bergema itu adalah suara stiletto, bukan sepatu milik Jake. Lagi pula pria itu adalah tipe disiplin yang pasti melepas sepatunya di dekat pintu masuk, tak akan memakainya hingga ke dalam kamar. ‘Siapa itu?’ tanya La
“LAURA!” teriak Fidel lantang tepat setelah Laura selesai bicara—dengan menyebut bahwa ia sangat ingin menempati ranjang miliknya dan Jake.“Aku sudah bilang padamu kalau aku mabuk makanya datang ke sini,” katanya menolak tegas tuduhan Laura. Suaranya menggema bersaing dengan gemuruh di luar yang tengah menunjukkan akan datangnya badai.“Aku tidak berniat merebut Jake darimu!” lanjut gadis itu dengan dada yang naik turun meluapkan kemarahan. “Aku hanya tidak rela! Bukannya ingin merebut Jake!”“Biar aku ingatkan jika kamu lupa,” tanggap Laura sembari menyingkap selimut yang menutupi kakinya. “Kamu sendirilah yang mengatakan bahwa Jake akan menjadi milikmu malam ini, Fidel.”“Itu karena aku—““Pergilah!” potong Laura setelah ia turun dari ranjang. Meraih tongkat sikunya dan berdiri berseberangan dengan Fidel, dipisahkan oleh tempat tidur di depan mereka. “Aku dengar … Jake tidak mau bertemu denganmu lagi,” lanjut Laura mencoba menjaga nada bicaranya agar tidak gemetar. “Jadi sebelum J
Tak ada jawaban yang bisa diberikan oleh Laura. Hanya batinnya yang berulang kali bertanya, ‘Tidur … dengannya dia bilang?’Maniknya menatap Jake yang berdiri di hadapannya dengan senyum yang tampak manis dari kedua sudut bibirnya.Karena terus termangu, Jake yang memandang adanya kegugupan yang tumbuh di dalam mata Laura akhirnya memperjelas apa yang sebenarnya ingin ia lakukan.“Hanya tidur saja, Laura,” kata Jake. “Bukan tidur dengan tambahan yang lainnya,” lanjutnya kemudian tertawa lirih.Tawa itu seperti sengaja menggodanya, seolah Jake tahu diamnya Laura itu karena angannya tengah memikirkan ‘tidur’ yang … biasa dilakukan oleh orang dewasa.Debar jantungnya membuncah, memompa darah hingga berpindah pusat ke wajahnya yang pasti merona merah. Laura menyentuh pipinya yang terasa panas, sepanas potongan kenangan akan ia dan Jake yang pernah ….“B-b-baiklah,” jawab Laura terbata-bata. Tak ingin menolaknya, mengingat wajah cemas Jake beberapa saat yang lalu membuatnya setuju untuk t
Meski Laura tahu tak ada yang salah jika mereka berpelukan karena memang mereka masih pasangan suami istri yang sah, tapi ....“S-sebaiknya k-kita tidur sendiri-sendiri,” jawab Laura gugup. “T-tidak perlu b-berpelukan,” lanjutnya kembali terbata-bata yang tampak sangat manis di mata Jake.Laura memalingkan wajahnya, menghindari manik mata Jake yang menguncinya dengan memiringkan tubuhnya ke arah yang lain.Saat ia hampir saja menunjukkan punggungnya pada Jake, hal itu gagal ia lakukan karena pria itu meraih pergelangan tangannya dengan cepat.“Laura,” panggil Jake lirih.“Ya?”“Kalau hanya berpegangan tangan, boleh?” pinta Jake setelah tawaran memeluk Laura saat tidur mendapatkan penolakan.Melihat matanya yang berbinar seperti membuat Laura tersihir. Aneh sekali … sejak kapan bibir Jake yang selalu seperti mata pisau nan tajam itu bisa mengatakan sesuatu dengan tutur selembut itu?Daripada banyak berdebat, dan karena memang Laura sedikit pusing setelah terjaga akibat kedatangan Fidel