Zafran tahu bahwa sebenarnya kalimat Jake itu menyiratkan ia ingin mengatakan agar sebaiknya Zafran berhenti peduli pada Laura secara berlebihan.Karena bagaimanapun … status mereka masihlah suami dan istri yang sah.Tak ingin membuat Jake menunggu terlalu lama akan jawabannya, Zafran mengangguk, seulas senyumnya kembali terbit sebelum ia mengatakan, “Iya, aku tahu itu, Jake.”“Kenapa kamu terus saja ada datang ke sini?” tanya Jake, masih menatap Zafran tanpa henti.“Aku tidak memiliki niatan selain menjenguk Laura saja,” jawab Zafran. “Aku pikir tadi tidak ada yang menjaganya karena orang tuanya tidak bersedia untuk datang ke sini. Elsa semalam bilang padaku kalau dia sedang ada pekerjaan di luar, dan kamu juga sedang tahap pemulihan. Kebetulan aku sedang libur … jadi aku berinisiatif untuk datang. Tapi ternyata ada Hani di dalam, jadi aku memutuskan untuk pulang,” jelasnya panjang.Jake pun tahu bahwa Zafran sedang berusaha menjawab semua keingintahuannya, agar tak menimbulkan kesal
Seperginya Zafran, Jake masuk ke dalam kamar rawat Laura. Seorang perempuan yang tadi disebut sebagai ‘Hani’ oleh Zafran itu bangun dari duduknya yang tak jauh dari ranjang di mana Laura berbaring, saat melihat Jake. “Selamat pagi,” sapa Hani sembari menundukkan kepalanya. “Pagi. Laura ... masih belum bangun?” “Belum, Tuan Jake.” Dengan langkahnya yang tertatih Jake melangkah mendekat, ia mengamati mata terpejam Laura yang masih sama seperti pada hari sebelumnya. “Bu Laura ….” Hani membuka suaranya dengan ragu, membuat Jake menoleh kepadanya dan menunggu apa yang ingin ia katakan. “Sebenarnya Bu Laura sudah menunjukkan tanda dia sakit keras,” ucapnya. “Saya beberapa kali melihat Bu Laura tampak kesakitan dan bahkan jatuh pingsan.” Mendengar itu membuat Jake tercenung. Ia sempat berpikir bahwa Laura tampak sangat bahagia saat datang ke sana tanpa sepengetahuannya hari itu. Tapi ternyata diam-diam Laura menyimpan luka, atau betapa rapuhnya dia dan tak bisa menyembunyikan ko
Di tempat lain, Fidel dengan langkah yang terasa gamang menyusuri koridor rumah sakit. Sepasang netranya terasa panas saat ia melihat sendiri bagaimana Jake mencium Laura. Apa yang dilakukan oleh pria itu hari ini, selaras dengan apa yang pernah ia sampaikan, bahwa Jake mencintainya. Niat hati ingin menjenguknya dan meminta maaf barangkali pria itu akan terkesan, perawat justru mengatakan bahwa Jake tengah berada di ruang rawat Laura. Kemudian saat Fidel menyusul ke sana ... hal itulah yang ia lihat. Saat kakinya berdiri terpancang di luar, di dalam sana seseorang sedang dihujani cinta yang besar dari pria yang seharusnya menjadi miliknya. “Kamu benar-benar jatuh cinta pada Laura, Jake,” kata Fidel, pada dirinya sendiri sesaat sebelum ia masuk ke dalam mobilnya yang ada di parkiran lalu mengemudikannya keluar dari sekitaran rumah sakit, menerjang derasnya hujan. Matanya menghangat, kebencian tertuang begitu besar di sana, mencengkeram dadanya dan tak membiarkannya bernapas. ‘Ak
Dari yang gelap pekat, samar cahaya terlihat menyelinap saat Laura perlahan membuka matanya. Dari ketakutan karena ia seolah tak bisa melihat apapun, ia sedikit lebih tenang saat menjumpai bukan hanya dirinya satu-satunya yang ada di sini.Ia mencoba mengingat apa yang terjadi padanya, kenangannya berhenti pada saat ia limbung di ruang gawat darurat setelah ikut membawa Jake yang kala itu bersimbah darah ke rumah sakit. Selebihnya ia tak ingat lagi.Langit-langit kamar yang asing, bau obat-obatan yang seolah akan menusuk hidungnya, dan seorang pria yang menangis sembari menggenggam tangannya adalah pemandangan pertama yang ia jumpai.Jake.Pria yang menunduk di sebelah kanannya itu adalah Jake. Laura bisa mengenalinya dengan hanya melihat rambut hitamnya saja. Laura ingin memanggilnya, tetapi tidak bisa. Ada benda yang menutupi lebih dari separuh wajahnya yang ia yakini sebagai alat bantu pernapasan. Ia bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Jake, dan tanpa sadar itu membuat air ma
“Aku sudah tahu siapa yang mendonorkan darahku hari itu. Bukan Fidel, tapi kamu,” lanjutnya yang membuat Laura meremas tangannya yang ada di atas paha. Laura tersenyum kemudian saat ia mengangkat wajahnya, “Iya, benar,” jawab Laura singkat dan masih terdengar cukup lemah di telinga Jake. “Dan sudah sangat terlambat bagiku untuk mengetahui bagaimana kamu menderita selama ini tapi hanya memendamnya seorang diri,” kata Jake. “Karena sikapku itu, kamu merahasiakan semuanya. Kondisimu yang hampir lumpuh, sulitnya promil yang kamu jalani, dan obat yang selama ini menyiksamu, aku tahu semua itu, Laura,” lanjutnya panjang. Laura bisa menjumpai sesal yang hebat dari setiap kata yang ia ucap. Pria itu menggertakkan rahangnya untuk meredam suaranya yang gemetar. Laura tidak perlu menanyakan lagi dari mana Jake tahu itu semua, Elsa pasti mengatakannya pada Jake selama ia koma. “Seandainya waktu bisa diputar kembali, aku pasti akan memperbaiki semua itu,” ujarnya serak. “Sayangnya ... tidak b
“Itu ‘kan hanya prediksi ….” kata Jake, mencoba mengatakan hal baik pada Laura yang ia tahu betul tak lagi memiliki harapan untuk hidup seperti sedia kala. “Manusia hanya memprediksi, Laura,” lanjutnya. “Jika kita berusaha, maka sisanya takdir dari Tuhan yang bekerja.”Laura tersenyum pahit, meski Jake mengatakan kalimat yang menghangatkan hatinya, tetapi itu tak bisa menepis betapa gundah batinnya sekarang ini.“Dokter sudah pernah memprediksi hal yang hampir sama sebelumnya,” tanggap Laura. “Jadi, bukankah dua prediksi yang beruntun bisa saja benar?”Mendengar itu, Jake terpaku di tempat ia berlutut. Sekujur tubuhnya nyeri saat menunduk memandang tangannya yang saling menggenggam dengan Laura. Keadaan yang sangat kontras karena jemarinya tampak mendominasi dan menelan habis kurus keringnya jari Laura yang tampak pucat.Jake menyesal … mengapa baru sekarang ia bisa menggenggam tangan Laura, sebuah hal sederhana yang dulu begitu sulit ia lakukan hanya karena ia meninggikan egonya yan
Jake kembali ke kamar rawatnya sendiri setelah Laura mendapat kunjungan dari perawat yang mengatakan bahwa ia harus beristirahat.Tak ingin membuat Laura sendirian, Jake meminta Rani—kepala pelayan di rumahnya—untuk datang dan menjaga Laura sementara ini, tentu saja setelah istrinya itu menyetujuinya terlebih dahulu.Jake berdiri di dekat jendela, memandang keadaan di luar, pada hujan yang belum reda. Persis seperti yang tadi ia lihat dilakukan oleh Laura sebelum kedatangannya.‘Apa yang sedang dipikirkan oleh Laura saat mengatakan hidupnya hanya akan sampai pada bulan Oktober?’ batin Jake. Benarkah dia sudah menyerah?Jake menghela napasnya dengan berat. Ia pikir, ‘Sepertinya aku harus menemukan cara untuk membuat Laura kembali memiliki semangat untuk hidup,’ lanjutnya masih dalam hati.Jake pernah mendengar bahwa seseorang yang sedang sakit parah tapi masih memiliki keinginan yang kuat untuk hidup, maka mereka cenderung akan bisa sembuh, ketimbang seseorang yang sakitnya tak sebera
Jake melihat Laura yang tengah berbicara dengan seorang pria tinggi menjulang yang berdiri di hadapannya. Dari jauh saja … Jake tahu betul itu adalah Zafran.Meski ada Rani yang berdiri tak jauh dari mereka yang menandakan mereka tak berduaan, tetap saja hatinya terasa nyeri. Jake berpikir bahwa saat perasaannya menjadi terang, cemburu itu terasa semakin jelas.Sebelumnya ia berniat ingin menemui Laura, tetapi saat Jake tiba di ruang rawatnya, di sana hanya ada Elsa yang tampaknya baru datang dan mengatakan bahwa Laura ada di dekat taman bersama dengan Zafran.Saat Jake pergi ke tempat yang dikatakan oleh Elsa, ia urung mendekat. Membiarkan dirinya masih terpisah oleh jarak. Ia mendengar Zafran yang mengatakan bahwa ia bisa mengantar Laura pergi ke luar negeri.‘Kenapa dia bilang kalau aku tidak bersedia mengantar Laura?’ tanyanya dalam hati sebelum membawa langkah kakinya yang perlahan sudah membaik dan terlepas dari kruk mendekat pada Laura setelah Zafran pergi.“Jake?” sapa Laura