“Pantas saja dia tidak membalas pesanku dari kemarin, Jake.” Laura mengatakan itu setelah Farren menghentikan mobilnya di halaman rumah dan membuka payung untuk mereka berdua. Jake yang mendengarnya memandang Laura dengan tatapan cemas, “Zafran juga tidak mengatakan apapun padaku soal itu,” sahutnya. “Mungkin Tuan Zafran merasa tidak enak jika harus membicarakan masalah rumah tangganya pada Anda, Tuan Jake,” sambung Farren yang berdiri di sebelah kanannya. “Apa mungkin itu ada kaitannya dengan wanita bernama Xandara itu?” tanya Jake, yang tak akan tahu bahwa Zafran dan Elsa tengah berseteru jika bukan dari Farren—yang itu pun juga diberitahu oleh Andy. “Benar,” jawab pemuda itu seraya mengangguk. “Meski Andy juga tidak tahu bagaimana persisnya, tapi Tuan Zafran mengatakan padanya bahwa Nona Elsa salah paham.” “Wanita itu pasti membuat skenario seolah dia dekat dengan Zafran,” imbuh Laura. “Melihat dari bagaimana kecewanya Elsa, itu pasti sangat menyakitinya.” Jake dan Farren mend
Laura bisa melihat wajah kusut Zafran saat mereka bertemu di rumah sore hari ini.Jake yang mengundangnya untuk datang.Agar bisa sedikit menghibur hatinya yang gundah sekaligus mengajaknya bertukar pikiran, Zafran datang dan menyapa mereka dengan senyum yang terlihat sangat jelas ia paksakan."Kamu tidak punya setrika di rumah? Kenapa wajahmu kusut begitu?" tanya Jake yang berdiri di samping kanan Laura, menyambut kedatangannya di dekat ruang tamu.Laura yang mendengarnya dengan cepat menyenggol siku Jake, mengisyaratkan barangkali menggoda Zafran dengan candaan terdengar kurang tepat di saat seperti ini.Yang ditanya hanya mendorong napasnya dengan berat, "Wajah kusutku ini tidak bisa dirapikan dengan setrika," tanggapnya. "Tapi hanya dengan kedatangan Elsa.""Pak Zafran silakan duduklah dulu," pinta Laura mempersilakan.Saat mereka sudah duduk di sofa ruang tamu, Jake memulai percakapan dengan bertanya, "Masih belum ada kabar darinya sama sekali?"Zafran menggeleng, "Aku berusaha m
Seorang wanita tengah memandang wajahnya yang terpantul di cermin besar yang ada di dalam kamarnya. Ia tersenyum saat membubuhkan lipstik berwarna merah di bibirnya sehingga wajah cantiknya menjadi semakin sempurna. "Cantik sekali, Nona Xandara," puji sebuah suara yang membuatnya menoleh ke belakang. Xandara, wanita yang tengah bersolek di depan cermin itu adalah Xandara. Memoles bibirnya agar berwarna merah telah menjadi kebiasaannya setiap pagi. Ia mengangguk pada wanita paruh baya yang memandanginya seraya menjawab, "Aku memilih ini dan berpikir cocok, terima kasih atas pujiannya." “Sama-sama, Nona.” Wanita tersebut kemudian menunduk undur diri meninggalkan kamar seraya membawa keranjang pakaian kotor. Suara pintu yang tertutup dari luar membuat Xandara menunduk dan tertawa lirih, benaknya tentu saja senang dan membenarkan pujian dari salah satu pelayannya itu. "Aku pasti cantik bagi semua orang, kecuali di mata Zafran yang buta," gumamnya. "Dia hanya bisa melihat si Elsa
Kemarin, Zafran mengatakan pada Andy bahwa ia akan pergi keluar kota untuk menyusul Elsa.Tadinya, Andy ingin mengantar Zafran. Tapi mengingat ada beberapa pertemuan yang tak bisa dibatalkan, maka Zafran mendelegasikan pekerjaan itu pada Andy, dan tuannya itu pergi bersama dengan sopirnya. Tak Andy sangka, ia yang baru saja tiba di RY Holdings justru bertemu dengan Kim serta anak perempuannya, Xandara. Wanita penyebab kekacauan dalam rumah tangga Zafran itu berada di depannya sekarang ini.Saat Kim mengatakan bahwa pria paruh baya itu ingin bertemu dengan Zafran, Andy menyebut bahwa Zafran sedang bersama dengan Elsa untuk mengambil foto post wedding.Ia tak tahu ada niatan apa dua orang itu datang ke sini, tapi menjaga kerahasian perihal yang terjadi pada Elsa dan Zafran telah menjadi keputusannya.Raut terkejut bisa ia lihat pada wajah Xandara yang pias.Wanita itu terlihat meremas tas yang ia bawa di tangan kanannya erat-erat saat senyum yang terlukis di bibirnya mengiringi tanya,
Memasuki rumahnya, Xandara melempar tas yang ia bawa ke lantai dengan kasar. Suaranya menggema mengisi kekosongan penjuru ruang tamu. Benda-benda yang ada di dalamnya berhamburan saat matanya yang berair memandangnya dengan marah. Bukan hanya karena omongan para staf milik Zafran yang kurang ajar, ia juga sangat marah pada kalimat Andy yang mengatakan bahwa pria itu sedang tidak ada di Jakarta, melainkan di luar kota—yang tak jelas di mananya—untuk mengambil foto postwedding. “Bukannya Anya bilang kalau mereka bertengkar?” gumam Xandara, menata napasnya yang tak beraturan. Mengingat pesan yang ia dapat tadi agi dari managernya—Anya—yang mengatakan bahwa wanita itu tak ada di rumah karena bertengkar dengan Zafran. Tapi rupanya itu salah! Ia tak ada di rumah karena ia pergi dengan Zafran. ‘Sialan ....’ umpatan lolos dari benaknya. “Dia pasti akan datang menemui Papa dan memohon agar kerja sama itu tidak dibatalkan, Xandara. Jangan khawatir ....” ucap Kim yang datang dari belakang
“Lepas!” kata Elsa, memberontak melepaskan diri dari Zafran yang baru saja membisikkan, ‘Aku merindukanmu, Elsa ....’“Lepas, Zaf!” tegasnya sekali lagi.Ia menarik dirinya dari Zafran yang lebih memilih untuk mengalah daripada memperkeruh pertengkaran mereka menjadi semakin buruk.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Elsa, memalingkan wajahnya, menghindari Zafran yang justru tak berpaling darinya sama sekali.“Menyusul istriku,” jawabnya. “Aku mencarinya karena dia menghilang saat kesalahpahaman di antara kami belum teruraikan.”“Siapa yang memberitahumu aku di sini?”“Apakah itu penting sekarang?” tanya Zafran balik.Ia mendorong napasnya, menimbulkan asap tipis yang keluar dari bibirnya akibat dari dinginnya udara di sekitar ia berdiri.“Apakah jauh lebih penting mengetahui siapa yang memberi tahuku kamu disini daripada harus membicarakan apa yang membuat kita terpisah begini, Elsa?”“Apa yang mau kamu katakan, Zaf?” tanya Elsa setelah keheningan terjadi beberapa lama. Tak ada
“Aku datang ke sana dan mengatakan bahwa aku tidak takut dengan ancaman Kim,” kata Zafran, menyambut keterkejutan Elsa yang sepertinya tak percaya bahwa yang terjadi pada sore hari itu karena Zafran ingin mengatakan pada Xandara bahwa ia datang untuk menerapkan batasan.“Aku juga mengatakan padanya agar berhenti bersikap seolah dia sedang sakit,” lanjutnya. “Kim bilang padaku kalau anak perempuannya itu depresi dan terindikasi skizofrenia, tapi sepertinya dia berbohong soal itu karena surat keterangan dokter yang aku dapatkan itu adalah keterangan palsu. Dokternya tidak terdaftar.”Elsa sejenak tercenung.Membutuhkan waktu baginya untuk memproses kalimat panjang Zafran yang dikatakan dengan tegas padanya.Tak ada keraguan, seolah memang seperti itulah semua terjadi.“Kamu masih tidak percaya padaku, Elsa?” tanya Zafran, pria itu menghela napasnya sementara Elsa terjaga dari lamunan sesaatnya.“Bagaimana aku harus mempercayaimu kalau yang kamu katakan padaku saat pergi menemui Xandara
Zafran tak begitu saja mengajak Elsa untuk kembali ke kota. Ia pikir ... menghabiskan satu hari lagi di sini bukanlah menjadi sebuah ide yang buruk. Malam hari setelah Neneknya Elsa—Oma Evi—mengajak mereka untuk pergi ke rumah saudara jauh mereka yang sedang memiliki hajat, Zafran meminta Jun—sopirnya—untuk beristirahat sebelum mereka kembali melakukan perjalanan besok. Jun pergi ke hotel yang sudah di—booking oleh Zafran setelah mengantarnya kembali ke rumah Oma Evi. Hanya Elsa dan Zafran saja, sementara Oma Evi menginap di rumah saudaranya yang memiliki hajat tersebut. “Kalau aku tidak datang malam inii, artinya kamu akan tinggal di rumah ini sendirian?” tanya Zafran saat ia bergandengan tangan dengan Elsa memasuki rumah. “Tidak juga,” jawab Elsa. “Aku akan ikut Oma buat menginap di rumahnya Tante Ana.” Elsa meletakkan tasnya di atas sofa ruang tamu. Sementara Zafran berjalan di belakangnya setelah melepas sepatu dan membuka coat yang ia kenakan karena di dalam sini terasa leb