‘Apa dia tidak punya permintaan lain yang membuatku tidak jantungan begini?’ batin Laura, memandang Jake yang tengah menahan pinggang kecilnya agar ia tak memalingkan wajah atau menunjukkan punggung padanya. Di atas ranjang … dengan keadaan mata sayunya itu, apakah tujuan Jake meminta agar Laura menciumnya karena ia ingin mereka melakukan hal lain yang lebih daripada itu? Misalnya— “Kenapa kamu diam saja?” tanya Jake, yang untuk kesekian kalinya telah membawa Laura terjaga dari lamunannya. Laura ingin menjawabnya tetapi ia masih tidak bisa menyusun kata. Saat keheningan telah mengambil alih, bibirnya yang mengatup beku mendapat sentuhan dari Jake yang memberinya sebuah kecupan tak lebih dari dua detik. “Kecupan saja untuk malam ini,” ucap Jake sembari bangun dari posisi berbaringnya. “Akan lain cerita kalau aku melakukannya lebih dari itu, Laura,” lanjutnya kemudian beranjak turun dari tempat tidur. Laura masih terlalu terkejut untuk mengatakan apapun. Tetapi sepertinya pria i
Jake berusaha mengingat apa saja kalimat yang sekiranya ‘tidak wajar’ yang pernah dikatakan oleh Laura. Apa saja yang disampaikan oleh istrinya itu semenjak bangun dari operasi? Alis Jake berkerut. Sejauh yang ia ingat … sepertinya tidak ada yang aneh. Laura bahkan setuju saat Jake mengatakan bahwa mereka akan menghabiskan lebih banyak waktu di Guangzhou dan menganggap ini sebagai ‘bulan madu’ sebab mereka tidak pernah melakukannya sejak menikah. ‘Dia tidak pernah mengatakan sesuatu yang aneh,’ batin Jake menyetujui pemikiran panjangnya. Tepat setelah Jake berpikir demikian, benaknya yang lain justru sengaja memberinya beban, ‘Tapi bagaimana jika persetujuan Laura itu hanya agar aku merasa senang?’ Karena yang sebenarnya terjadi adalah Laura tidak akan mampu melakukan semua yang mereka janjikan itu sehingga ia memberi kenangan yang baik pada Jake selama mereka ada di rumah sakit. Benaknya benar-benar kacau! Kepanikan melandanya dalam waktu singkat sehingga saat Farren
“Benar bahwa terminal lucidity itu memang ada,” jawab Dokter Xiao. “Tetapi pada Bu Laura … itu tidak benar,” lanjutnya.Jake yang berdiri dengan alis berkerut berhadapan dengan Dokter Xiao seperti tak menemukan kata untuk membalasnya.‘Aku tidak salah dengar, ‘kan?’ tanyanya dalam hati. Dari alis lebatnya yang nyaris bersinggungan, kini keduanya melonggar, kembali ke tempat asal. “D-Dokter bilang apa?” ulang Jake yang membuat pria berkacamata itu tak bisa menahan senyumnya.“Kondisi Bu Laura cukup stabil sekarang ini, istri Anda kami pastikan tidak sedang mengalami apa yang Anda takutkan barusan, Pak Jake,” jawab Dokter Xiao.“Sungguh?”Dokter Xiao tampak menahan senyumnya melihat wajah Jake yang sepertinya belum sepenuhnya percaya.“Delapan puluh lima persen saya bisa menjaminnya. Kami akan terus memantau kondisi Bu Laura, saya dan istri Anda juga baru menyelesaikan sesi konsultasi, Pak Jake. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” jelas beliau panjang.Lengannya yang terbalut di dalam
Dunia membeku di sekitar mereka berdiri, rona warnanya berubah menjadi lebih hangat. Debaran menyiksa yang tumbuh di antara keduanya seperti candu yang ingin mereka lakukan berulang kali. Kepala Jake masih tertunduk saat anggukan lirihnya tampak, dua helai bibirnya yang mengatup setelah mendapatkan kecupan Laura perlahan terbuka, “Aku mencintaimu, Laura.” Laura tersenyum saat tangan pria ini berpindah dari pinggangnya untuk menyentuh dagu kecilnya. Raut wajahnya seolah tengah bertanya, ‘Bagaimana denganmu?’ “Kamu tahu bahwa aku mencintaimu lebih dulu,” balasnya. Jake sepenuhnya mencerna balasan itu, sejatinya Laura ingin mengatakan bahwa Jake telah mengetahui seperti apa perasaannya, bahwa Laura lebih dulu jatuh cinta pada Jake jauh sebelum mereka menikah. “Aku pernah mendengar kamu bilang padaku kalau kamu akan berhenti menyukaiku jika aku merasa terbebani,” kata Jake, mengingatkan Laura akan hari di belakang sana, kalimat itu ia katakan saat keduanya bertengkar. “Aku takut
Laura sedikit menunduk untuk membalas tatapan Jake sebab sekarang ia sedikit lebih tinggi darinya. Matanya tertutup saat Jake mendekatkan wajahnya.Bibir mereka saling menyapa, mereka lakukan lagi seperti malam-malam sebelumnya dengan keadaan yang sedikit berbeda karena sekarang mereka tak lagi ada di ruang rawat di rumah sakit.Kamar presidential suite yang luas itu menjadi senyap, hanya ada napas keduanya yang memburu, menuntut lebih jauh.Laura melingkarkan kedua tangannya ke belakang leher Jake lebih erat saat pria itu menggigitnya, pagutan bibirnya terasa semakin dalam, menghangatkan dirinya, mengubah pipinya merona merah.“Laura,” bisik Jake setelah ia menarik wajahnya dari Laura, pria itu tersenyum sangat manis, sepasang netranya yang tampak sayu menerpa Laura yang tengah sibuk menata detak jantungnya.“I-iya,” tanggapnya, merasakan jemari besar Jake yang menyentuh sudut bibirnya saat manik mereka saling mengunci. Usapan itu seperti sedang membuatnya bersengketa. Pikirannya m
Fidel memandang ponsel yang sedang ada di tangannya, menunggu beberapa menit sejak pukul sembilan pagi, tetapi pesannya pada Jake sejak semalam tidak terkirim. “Dia benar-benar memblokir nomorku,” gumamnya kemudian melempar ponselnya di kursi yang ada di samping kemudi. Ia sedang ada di dalam mobilnya yang berhenti di belakang garis putih di persimpangan jalan, dalam perjalanannya menuju ke suatu tempat. Hela napasnya terasa berat, penuh dengan beban, tersirat keluhan bahwa ia mulai kehabisan akal untuk dapat mengambil alih keadaan seperti dalam kendalinya dulu. Fidel berpikir, selagi di sini ia menderita ... jauh di seberang sana terpisahkan oleh darat dan lautan seseorang tengah dihujani cinta yang besar oleh Jake. ‘Siapa lagi kalau bukan Laura,’ gumamnya dalam hati, benak yang penuh dengan kebencian tanpa pemberhentian. Ia kembali melaju saat melihat lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Rahang kecilnya mengetat saat ia baru saja menghitung sudah berapa lama dua manusia—Lau
“Turunkan suaramu, Fidel ….” pinta Alina, suaranya terdengar hampir berbisik. “Tante tidak mau kalau sampai papanya Jake mendengar keributan ini dan tahu kala Tante menghabiskan uang keluarga Heizt,” lanjutnya.“Jika begitu, bukankah Tante tahu apa yang harus Tante lakukan?” tanya Fidel, memperjelas.“Iya, Tante tahu,” jawab Alina dengan gegas. “Tante akan mencari cara. Tapi tidak bisa dalam waktu dekat ini. Mungkin nanti kalau Laura dan Jake sudah kembali ke Jakarta, tante akan melakukan apa yang kamu mau agar Jake bisa seperti dulu,” ucapnya, berusaha meyakinkan Fidel.“Kalau sampai tante bohong, aku tidak akan menahan diri dan langsung mengadu pada Jake,” ancamnya yang tak bisa dibantah oleh Alina.Wanita paruh baya itu mengangguk setuju sehingga Fidel yang menjumpai wajahnya yang ketakutan pun tersenyum manis.“Terima kasih karena Tante selalu di pihakku,” ucap Fidel kemudian berdiri dari duduknya. “Aku pulang dulu kalau begitu, sampai jumpa,” pamitnya lalu mengayunkan langkah kak
Untuk yang ke sekian kalinya setiap kali Laura bangun tidur dan membuka mata … ia tak menjumpai Jake ada di sampingnya. Hari-hari sebelumnya pria itu pergi jogging, lalu berolahraga di gym. Pernah juga membelikan Laura bunga dan toast yang antrenya mengular hanya agar mereka bisa sarapan di dalam kamar hotel. Banyak yang dilakukan oleh Jake yang Laura pikir … ‘Sepertinya dia sengaja pergi pagi-pagi untuk menghindari kontak mata denganku,’ gumam Laura, menerka sekenanya. “Atau aku saja yang bangun terlambat?” tanyanya lagi, berjalan menepi seperginya dari ranjang dan melihat keadaan di luar melalui jendela lantai sepuluh hotel tempat ia tinggal. Laura rasa tidak. Karena ini masih terbilang gelap di luar. “Ke mana perginya Jake?” Tapi Laura ingat sesuatu, semalam Jake mengatakan bahwa ia akan pergi berenang, jadi kemungkinan besar pria itu ada di sana. Laura turun ke lantai bawah setelah mandi. Dugaannya benar, Jake sedang ada di sana. Di kolam renang yang sepi, tak ada satu oran
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau