Suara keras terdengar. Pintu sebelah kanan mobil Bantley hitam itu tergores keras, lalu jatuh ke jalan dan menimbulkan suara gemuruh .... Kemudian, mobil itu oleng dan menabrak dinding di depannya. Seiring terdengarnya suara, kap mobil tampak mengeluarkan asap hitam.Kantong udara segera terbuka dan melindungi pria yang berada di kursi pengemudi. Meskipun demikian, lengan kanan Satya tetap tertusuk pecahan kaca sekitar 4 sentimeter dalamnya. Kini, darah mengalir deras melalui kemeja putihnya.Satya duduk di dalam mobil dan terengah-engah. Dia bukannya tidak takut. Dia takut terjadi sesuatu pada dirinya, tetapi dia lebih takut jika anak-anaknya tidak memiliki ayah. Dia takut bahwa tanpa perlindungannya ... Clara akan ditindas oleh orang lain.Satya mencabut pecahan kaca dari daging lengannya dengan berani. Pandangannya menjadi kabur. Namun, dia tetap berusaha keras membuka sabuk pengamannya. Satya memukul keras pintu mobil, lalu terhuyung-huyung keluar. Mobil di belakangnya mengeluarkan
Namun, Satya tetap menunjuk Malik dan menegaskan, "Pak Malik, kehidupan seseorang nggak akan selalu berjalan mulus. Sebaiknya kamu jangan bertindak di luar batas."Malik baru angkat bicara, "Pak Satya memang beruntung. Seharusnya kamu lapor polisi, kenapa kamu malah buat keributan di sini?"Malik sama sekali tidak gentar. Satya mencibir dan menimpali, "Aku takut Pak Malik bisa sakit jantung kalau aku pergi ke kantor polisi."Selesai bicara, Satya langsung pergi. Sekarang Satya sudah bermusuhan dengan Malik secara terang-terangan. Situasinya tidak bisa diubah lagi. Satya yang baru keluar melihat Clara. Kondisi Clara terlihat menyedihkan, bahkan dia keluar dengan memakai sandal rumah. Sudah jelas Clara sangat cemas.Satya dan Clara saling bertatapan untuk beberapa saat, lalu Satya berujar dengan lembut, "Aku nggak apa-apa. Bagaimana kamu bisa tahu? Apa Gracia yang memberitahumu?"Clara tidak berbicara. Dia bergegas menghampiri Satya dan memeluknya dengan erat. Clara membenamkan wajahnya
Pintu terbuka, lampu di kamar tidur tidak dinyalakan. Clara mendekati tempat tidur. Dia baru menyadari Satya sudah bangun. Satya yang bersandar di kepala tempat tidur menatap Clara lekat-lekat. Clara duduk di samping Satya dan berkata dengan lembut, "Kamu makan sedikit dulu. Aku bantu obati lukamu."Clara menyalakan lampu. Satya bertanya sembari memandang Clara, "Anak-anak di mana?"Clara menyahut, "Mereka sudah dibawa kemari."Satya menimpali, "Kamu tahu kenapa hari ini aku emosi? Nggak masalah kalau Malik mau mencelakaiku. Tapi, kalau masalah ini terjadi lebih awal, Joe dan Alaia ada di dalam mobil. Aku nggak berani membayangkan apa yang akan terjadi."Satya melanjutkan seraya menatap Clara, "Malik nggak akan melepaskan kita. Selanjutnya, mungkin aku akan melakukan hal yang menyinggung Keluarga Sadali. Clara ... mungkin kamu juga akan merasa keberatan."Clara mengangguk dan tidak mengatakan apa pun lagi. Dia hanya menyuap Satya. Sebenarnya Clara merasa takut setelah mendengar ucapan
Alaia yang bergegas masuk terdiam di tempat. Sepertinya Clara baru menangis. Rambut Clara yang dibasahi keringat tergerai di punggungnya. Clara yang bersandar di pelukan Satya terlihat manja. Alaia menggaruk kepalanya, ternyata ibunya juga bisa bermanja-manja. Alaia hendak menghampiri mereka.Clara tidak berani bergerak. Posisinya sekarang tampak memalukan. Jika dia bergerak sedikit saja, pasti ketahuan. Clara berujar dengan suara serak, "Satya, kamu bawa dia keluar."Satya melihat Clara, lalu tertawa dan menanggapi, "Jadi, bagaimana dengan kamu? Masa Alaia lihat kondisimu seperti ini?"Clara meninju dada Satya. Sementara itu, Satya melepaskan Clara dan membujuk Alaia keluar. Suasana di kamar menjadi tenang kembali. Kemudian, Satya menggerayangi tubuh Clara lagi sambil mengamati ekspresinya. Dia berbisik di telinga Clara, "Clara, kamu milikku."Tubuh Clara gemetaran. Dia merasa pasrah.....Malam harinya, Clara dan anak-anak sudah tidur. Satya duduk di ruang tamu lantai bawah. Cahaya l
Panggilan Alaia membuat hati Malik luluh. Malik hendak turun dari mobil. Dia ingin mengusap kepala Alaia dan memberinya hadiah uang. Namun, Clara langsung menggendong Alaia dan pengawal membukakan pintu mobil untuknya. Clara buru-buru masuk ke mobil.Pintu mobil ditutup sehingga Malik tidak bisa melihat Clara dan Alaia lagi. Malik yang bersedih berkata, "Clara sangat membenciku. Apa Satya begitu penting bagi Clara? Dia lupa Satya pernah menyakitinya. Aku nggak menyangka Clara juga dibutakan oleh cinta seperti Renata."Surya tidak berbicara.....Di dalam mobil, Alaia memegang wajah Clara dan menghibur, "Ibu, jangan menangis."Clara tidak ingin membuat Alaia khawatir. Dia berusaha tersenyum, lalu memeluk dan mencium Alaia. Clara menimpali, "Ibu nggak menangis. Mataku cuma kemasukan debu.""Oh," sahut Alaia. Namun, dia langsung menceritakan kepada Satya bahwa Clara menangis begitu pulang.Sementara itu, seperti biasanya Clara akan mengobati luka Satya sesudah mengurus anak-anak. Dokter m
Situasinya menjadi tegang. Sekitar 1 menit kemudian, Malik mengakhiri panggilan telepon. Dia yang arogan sama sekali tidak memohon kepada Satya. Sementara itu, Satya melempar ponselnya ke samping. Dia sudah mulai sadar dari mabuknya.Clara tampak terkejut. Vigo terlibat kasus korupsi sebesar ratusan miliar. Clara menduga semua ini adalah rencana Satya. Dia menatap Satya, tetapi tidak berbicara.Satya langsung mengaku, "Memang semua ini rencanaku, termasuk kekasihnya yang bernama Nella dan kasus uang kotor. Vigo bisa ditembak mati atau dibebaskan. Itu semua tergantung kepadaku. Tapi, Pak Malik tetap nggak mau tunduk."Clara termenung. Satya mendekap Clara dan bertanya, "Kamu merasa aku menakutkan?"Clara menggeleng. Satya memeluk Clara dengan erat seraya menjelaskan, "Kekuasaan Pak Malik sangat besar sehingga dia nggak mudah dilawan. Tapi, Vigo melakukan kesalahan. Jadi, menyeret Vigo itu cara yang paling cepat. Clara, percaya padaku. Aku bukan ingin menjatuhkan Vigo, tapi Malik."Setel
Begitu ucapan itu dilontarkan, semua anggota Keluarga Sadali tercengang. Malik marah besar. Vigo seceroboh itu membiarkan seorang wanita murahan merusak garis keturunan Keluarga Sadali. Wanita ini dan anak yang dikandungnya tidak boleh dibiarkan begitu saja.Malik langsung mengambil keputusan dan memberi isyarat pada Surya. Surya menghela napas dalam hati. Sementara itu, Renata masih dalam kondisi terkejut. Dia bergumam, "Bisa-bisanya dia punya anak haram ...."Veren baru tersadar, dia langsung memahami maksud Malik. Kemudian, dia memohon dengan ketakutan, "Ayah, lepaskanlah mereka! Itu dua nyawa manusia! Anggap saja kita berbuat kebaikan demi Vigo! Kalau kamu nggak ambil keputusan sendiri dulu dan mengusir Clara ... Vigo juga nggak akan jadi seperti ini sekarang!""Dua nyawa ... buat kebaikan? Buat keputusan sendiri?"....Malik tertawa sinis, "Kamu sedang menyalahkanku? Aku sedang menolong anakmu! Kalau wanita itu dan anaknya dibiarkan, itu akan jadi bencana."Veren tidak berani memb
Sekitar setengah jam kemudian, pintu kamar kembali terbuka. Saat Clara masuk, wajahnya tampak sangat muram. Satya meletakkan kedua tangannya di belakang kepala sambil bertanya, "Ada apa?"Clara berjalan ke samping ranjang dan duduk. Dia menatap wajah Satya cukup lama sebelum berkata, "Nella hamil! Anak Vigo."Satya tertawa, "Dua orang itu malah jadi timbul perasaan!"Clara bertanya dengan cemas, "Kamu nggak akan celakain anaknya, 'kan?" Satya langsung berhenti tertawa. Dia mencubit pipi Clara dan berkata dengan lembut, "Mana mungkin? Itu bukan anakku, untuk apa aku menyuruhnya aborsi? Lagian, bahkan Malik saja sudah melepaskannya."Satya melanjutkan, "Besok pagi aku akan suruh Gracia untuk atur dia ke luar negeri daripada muncul banyak kekhawatiran."Clara menatap Satya dengan intens. Meski bukan saat yang tepat, Satya menceletuk, "Kamu mau ya?"Anehnya, kali ini Clara tidak memarahinya. Bukan hanya tidak memarahinya, dia bahkan mengelus wajah Satya dengan lembut dan memohon, "Nella ma