Sekitar setengah jam kemudian, pintu kamar kembali terbuka. Saat Clara masuk, wajahnya tampak sangat muram. Satya meletakkan kedua tangannya di belakang kepala sambil bertanya, "Ada apa?"Clara berjalan ke samping ranjang dan duduk. Dia menatap wajah Satya cukup lama sebelum berkata, "Nella hamil! Anak Vigo."Satya tertawa, "Dua orang itu malah jadi timbul perasaan!"Clara bertanya dengan cemas, "Kamu nggak akan celakain anaknya, 'kan?" Satya langsung berhenti tertawa. Dia mencubit pipi Clara dan berkata dengan lembut, "Mana mungkin? Itu bukan anakku, untuk apa aku menyuruhnya aborsi? Lagian, bahkan Malik saja sudah melepaskannya."Satya melanjutkan, "Besok pagi aku akan suruh Gracia untuk atur dia ke luar negeri daripada muncul banyak kekhawatiran."Clara menatap Satya dengan intens. Meski bukan saat yang tepat, Satya menceletuk, "Kamu mau ya?"Anehnya, kali ini Clara tidak memarahinya. Bukan hanya tidak memarahinya, dia bahkan mengelus wajah Satya dengan lembut dan memohon, "Nella ma
Clara juga bisa menebak siapa tamu yang datang itu. Meski masa lalu sudah lewat, Clara tetap merasa kesal jika mengingatnya .... Mana mungkin lagi dia berminat untuk berhubungan badan sekarang? Clara menahan Satya untuk tidak melanjutkannya lagi.Clara berbaring di pundaknya dan berkata dengan suara serak, "Aku turun untuk menemuinya!"Satya merangkul pinggangnya, tapi akhirnya di tetap melepaskan Clara dengan perlahan .... Clara beres-beres sejenak sebelum berjalan turun ke lantai bawah. Aida terus mengikutinya dan memberi semangat, "Nyonya nggak usah takut sama dia! Sekarang dia sudah bukan siapa-siapa. Kalaupun datang ke sini juga cuma untuk menggertak saja ... Tuan saja nggak mau ketemu dia!"Clara tersenyum tipis. "Dia juga nggak bilang mau ketemu Tuan, 'kan?"Aida mengelus kepalanya sendiri, "Benar juga!"Di ruang tamu, Benira membawa sebuah koper di sana. Dia terlihat seperti orang yang akan bepergian jauh. Saat terdengar suara langkah kaki dari lantai dua, Benira mendongak meli
"Aku nggak mau ibuku mati!"....Dengan wajah tanpa ekspresi, Vigo bertanya, "Satya sudah memberimu uang?"Nella tidak mengatakan apa pun, tetapi kenyataannya sudah sangat jelas. Vigo tidak lagi bertanya, tidak ada gunanya dia menanyakan lebih jauh. Hanya satu pertanyaan yang masih mengganjal di hatinya,"Selama bersamaku ... apa kamu nggak pernah merasa tersentuh sedikit pun?""Nggak!" jawab Nella dengan cepat, "Semua ini hanya transaksi, aku nggak pernah tersentuh sama sekali! Pak Vigo, cinta sejati itu cuma untuk keluarga kaya. Bagi orang miskin seperti kami, kami nggak berhak membahas soal percintaan .... Aku nggak pernah mencintaimu sekali pun, bahkan satu detik sekali pun." Setelah berkata demikian, Nella pun bangkit dan berjalan ke arah pintu.Nella masih memegang cek senilai 160 miliar itu dengan mata berkaca-kaca .... Mana mungkin dia tidak pernah tersentuh? Di malam-malam yang penuh kemesraan itu, Nella didominasi oleh Vigo dengan intim. Mana mungkin dia tidak pernah merasakan
Gracia mendekat dan bertanya, "Ada apa Pak Satya?""Departemen luar negeri telah mencapai kesepakatan, lukisan Van Gogh 'Starry Night' akan dipamerkan di Kota Brata selama seminggu. Karena ini untuk tujuan komersial, keamanan acara ini akan diatur oleh Grup Chandra."Setelah berbicara, dia menundukkan kepala dan menyalakan rokok. Gracia tertegun sejenak. "Pak, Anda baru saja bilang nggak boleh merokok di rumah."Satya menatapnya dalam-dalam seraya berujar, "Ini situasi khusus!" Kemudian, dia melanjutkan, "Kembali ke topik utama, semua ini pasti ulah Malik. Saat lukisan Van Gogh hilang atau rusak ... dia akan menggunakan alasan ini untuk menuntut Grup Chandra. Tidak menutup kemungkinan dia akan membentuk tim khusus untuk masuk ke Grup Chandra seperti yang terjadi sebelumnya."Gracia terlihat agak gugup. "Pak Satya mau menolak?"Satya mengetuk dokumen itu dengan ringan. "Dokumen ini sudah diberi cap resmi, mana bisa aku menolaknya? Si tua bangka itu benar-benar berusaha keras! Gracia, be
Alaia langsung mencium ayahnya dengan senang. Di depan pintu ruang lukis di lantai tiga. Satya membuka pintu perlahan dan menunjukkannya pada Alaia melalui celah pintu. Cahaya di ruang lukis itu terpantul ke luar ruangan. Di tengah malam ini, Clara masih sedang melukis. Dia tidak mengenakan pakaian mahal, melainkan hanya menggunakan sebuah daster yang sederhana. Rambut panjangnya dikepang di depan dadanya.Clara tampak sangat cantik saat sedang serius. Padahal Alaia yang ingin melihat ibunya, tapi malah Satya yang tercengang memandang Clara. Melihat sosok Clara yang cantik dari luar ruangan, Satya benar-benar merasa Clara adalah istrinya dan dia merasa sangat bangga terhadap istrinya.Angin malam yang masuk melalui jendela mengacak-acak rambut hitamnya. Karena khawatir Alaia akan kedinginan, Satya segera menggendong anak itu pergi. Saat menangani pekerjaannya, Alaia hanya berbaring manis di pangkuan Satya. Dia sangat patuh. Seperti malam-malam sebelumnya dalam empat tahun itu, ketergan
Apinya tidak besar, tetapi situasinya sangat serius. Lukisan asli Van Gogh yang ada di dalamnya, terbakar hingga hitam legam dan bingkainya jatuh dari dinding ke lantai, berubah menjadi tumpukan sampah.Manajer galeri seni berlari turun dari lantai atas. Dia menatap tumpukan puing-puing di lantai dengan ekspresi terpana. Setelah beberapa saat, dia menoleh ke Satya, "Lukisan asli Van Gogh terbakar seperti ini, gimana kita mau menjelaskan ini? Karierku sudah berakhir!"Pria sejati biasanya tidak akan mudah menangis, tetapi manajer tersebut menangis terisak-isak di depan umum. Masalah ini sangat serius, baik dia maupun Satya tidak bisa menanganinya sendirian. Dia meraih tangan Satya untuk membahas langkah selanjutnya. Bagaimana jika ada orang asing yang datang meminta pertanggungjawaban mereka. Namun, Satya berkata dengan tegas, "Pak, aku akan tanggung semuanya! Aku nggak akan membiarkanmu kesulitan."Manajer itu merasa terkejut dan senang, tetapi juga merasa tidak nyaman. Bagaimanapun, i
Lukisan itu sama persis dengan karya asli Van Gogh. Dari mana datangnya lukisan palsu ini? Clara tidak datang sendirian. Dia datang bersama Gracia dan 50 orang pengawal elite Grup Chandra. Setiap pengawal itu mampu mengalahkan belasan orang sekaligus.Malik memicingkan matanya. Clara berjalan ke hadapannya dan berkata, "Lukisan ini adalah karya asli Van Gogh! Lukisan yang terbakar itu barang palsu."Semua orang menjadi heboh. Malik hanya tersenyum sinis, "Kenapa aku harus percaya padamu? Lukisan yang diletakkan di galeri itu adalah benda asli." Dia memberi isyarat pada Surya. Surya langsung mengerti maksudnya dan maju untuk menasihati Clara, "Nona, kami sedang bahas masalah penting. Cuaca panas begini, sebaiknya Nona pulang saja .... Kalau sampai sakit nanti Pak Malik akan sedih."Clara mendorongnya dengan perlahan, kemudian berkata dengan wajah serius, "Tentu saja aku tahu ini bukan tempat untuk bercanda! Kalau bisa bawakan karya asli ini, tentu saja aku sudah yakin .... Aku juga ngga
Clara menanggapinya dengan tanpa ekspresi, "Aku tahu, demi Vigo."Malik menenangkan dirinya sejenak. "Vigo masih dikurung! Apa kamu juga merasa Vigo melakukan kejahatan yang nggak bisa dimaafkan?"Clara menunduk, lalu berkata dengan tenang, "Kamu yang nggak bisa dimaafkan! Kamu nggak seharusnya menyentuh rem mobil Satya. Saat itu, kalau aku dan anak-anak ada di dalam mobil, mungkin aku nggak bisa berdiri di hadapanmu lagi sekarang. Karena aku juga sudah dibunuh olehmu! Joe dan Alaia juga sama! Vigo adalah kesayanganmu. Sama seperti Vigo, Joe dan Alaia juga kesayanganku! Kalau kamu melukai mereka, aku akan menggunakan segala cara untuk balas dendam padamu ... termasuk mengorbankan reputasi Keluarga Sadali, reputasimu, dan nyawa Vigo!"....Clara telah mengerahkan semua tenaganya untuk melontarkan ucapan yang kejam. Bagaimanapun, Malik adalah ayahnya. Clara juga merasa tidak nyaman mengucapkan semua ini. Akhirnya dia mendorong pintu dan berjalan keluar.Cahaya matahari di luar sana teras