Usai mengakhiri panggilan dengan Satya, Clara berkeliling sendirian di mal. Sesuai permintaan Satya, dia membelikan kemeja dan dasi untuknya. Wanita itu tidak perlu khawatir soal uang karena Satya telah memberinya sebuah black card ... tanpa batasan pengeluaran.Berhubung waktunya masih cukup, Clara juga membelikan pakaian untuk Joe dan Alaia. Bahkan, Aida juga dibelikan olehnya. Setelah selesai berbelanja, Clara hendak pergi ke restoran yang sudah dipesan oleh Satya. Hanya saja ketika keluar dari lift, dia bertemu dengan seorang kenalan ....Vigo sedang bersama seorang gadis muda. Gadis itu merangkul lengan Vigo dan bersikap manja. Hubungan mesra di antara mereka dapat terlihat dengan mudah.Clara agak terkejut. Bertahun-tahun sudah berlalu. Vigo tidak lagi memiliki penampilan yang anggun seperti sebelumnya. Hanya saja, Clara tidak pernah menyangka bahwa Vigo akan selingkuh. Dilihat dari sikap mereka, sepertinya sudah menjalin hubungan cukup lama.Clara menatap pria itu, sementara Vig
Malik sangat marah dan ingin memukulnya lagi. Surya bertindak sebagai penengah. Dia membujuk Malik dengan lembut dan akhirnya membawa Vigo pergi.Pada malam hari, cahaya di ruang kerja tampak redup.Malik duduk di belakang meja kerja berwarna gelap. Angin menerobos masuk melalui jendela yang sedikit terbuka. Hal ini membuat lampu hias di atas meja bergetar dengan suara dentingan yang lembut dan merdu ....Malik mengambil benda kecil itu. Kemeriahan pada malam kembalinya Clara masih jelas dalam ingatannya, tetapi segalanya sudah berubah sekarang.Malik mendongak, lalu menatap Surya seraya berucap, "Semua ini salah Clara. Dia seharusnya nggak kembali. Dia seharusnya nggak bikin Vigo gelisah lagi!"Surya terkejut mendengarnya. Dia tak kuasa menimpali, "Pak Malik, ini bukan salah Nona Clara."Mata Malik yang sudah tua penuh dengan ketidakpedulian. Dia berkata pelan, "Nggak ada hubungannya dengan dia, tapi sekarang sudah nggak ada pilihan lain. Sekarang, dia sama sekali nggak menganggapku s
Di dalam gudang terbengkalai. Benira diikat di kursi. Mulutnya ditutup rapat dengan lakban sehingga tidak bisa berbicara.Wanita itu tidak bodoh. Begitu Clara masuk, dia tahu apa yang direncanakan oleh si tua bangka itu. Malik pasti ingin memaksa Satya memilih antara dia dan Clara. Jika ini terjadi sebelumnya, Benira yakin Satya akan memilihnya. Namun sekarang, dia yakin bahwa Satya akan memilih Clara."Mm ... mm ...." Benira berusaha keras untuk melepaskan diri.Clara menatapnya, lalu berbicara dengan nada dingin, "Nggak ada gunanya, dia nggak akan membiarkanmu pergi. Mana mungkin kamu bisa melepaskan diri?"Mata Benira membelalak. Dia sangat marah .... Pria tua itu adalah ayah kandung Clara. Kalau ada sesuatu antara Malik dan Clara, kenapa harus sampai menangkap dirinya? Sekalipun Benira berutang pada Clara, dia sudah membayar dengan satu kaki dan rahimnya. Kenapa mereka masih tidak mau melepaskannya?Bawahan Malik mulai mengikat Clara. Meskipun tidak kasar, ikatan mereka sangat erat
Sehebat apa pun Satya dalam bertarung, tidak mungkin dia bisa mengalahkan begitu banyak orang. Apalagi ada Clara dan Benira di sana ....Benira terus menendang lantai beton. Kaki prostetiknya sudah lepas. Dia tampak sangat menyedihkan.Pria berpakaian hitam yang memimpin bersikap sangat sopan. Dia memberi tahu Satya, "Pak Satya, kita nggak punya dendam pribadi. Ini murni cuma urusan bisnis. Kamu hanya bisa membawa pergi salah satu wanita di gudang ini. Aku yakin kamu sudah tahu akhir dari wanita yang nggak dipilih tanpa perlu kujelaskan."Tanpa basa-basi, orang itu langsung memanggil anak buahnya. Di dalam gudang yang terbengkalai ini, diputar sebuah film di ruang terbuka. Ternyata itu adalah adegan Benira sedang diperkosa. Kecabulan pria dan teriakan wanita terdengar. Adegan itu sangat tidak pantas ....Ini adalah penghinaan terbesar dalam hidup Satya. Dia mengepalkan tangannya. Otot-otot wajahnya hampir berkerut, tetapi Satya tetap memaksakan senyum sambil berujar, "Pak Malik benar-b
Malik tidak pernah merasa semarah ini. Saat ini, tatapannya dipenuhi niat membunuh. Sepertinya, Satya tidak memperlihatkan seluruh kemampuannya dulu.Malik bertanya dengan perlahan, "Gimana kalau aku nggak mengizinkan kalian pergi? Gimana kalau aku bilang kalian semua harus tinggal di sini malam ini?"Angin malam berembus, membuat rambut hitam Satya berantakan. Meskipun berdiri di tengah gudang yang bobrok, karismanya tetap terpancar dengan sempurna.Satya menatap mata Malik sembari berkata, "Kalau aku nggak membalas telepon sekretarisku dalam 10 menit, semua mesin fotokopi di Grup Chandra nggak bakal berhenti bekerja. Besok pagi, seluruh kota akan tahu tentang foto ini. Apa kamu sanggup menanggung konsekuensi itu?""Beraninya kamu!" bentak Malik."Kamu boleh mencoba keberanianku. Kamu mendesakku sampai seperti ini dan masih meragukan keberanianku? Aku terlalu sibuk. Kalau nggak, aku pasti sudah menghancurkan seluruh keluargamu malam ini," ujar Satya."Orang sepertiku nggak punya belas
Benira memegang kartu itu. Dia tahu Satya tidak akan memperlakukannya dengan buruk. Benira menatap sosok belakang Satya dengan enggan. Seketika, dia menangis dan mengungkapkan kalimat yang dipendamnya selama ini, "Maaf, Satya. Sampaikan permintaan maafku kepada Clara juga. Aku nggak seharusnya membawa Joe waktu itu. Aku hampir mencelakai Joe ...."Satya hanya tersenyum tipis. Kemudian, dia membuka pintu bangsal tanpa ragu sedikit pun. Masa lalunya dengan Benira telah berakhir.Clara menunggu Satya di seberang. Satya menghampirinya, lalu berkata, "Ayo, kita pulang."Setelah masuk ke mobil, mereka baru menyadari mobil dipenuhi bau amis darah. Jas Satya juga berlumuran darah. Satya melepaskan jasnya, lalu membawa Clara menaiki bus.Meskipun sudah larut malam, bus tetap penuh. Satya dan Clara sama-sama berdiri. Dia menunduk menatap Clara dan mendekapkannya ke pelukan.Tinggi badan Satya mencapai 186 sentimeter, ditambah lagi parasnya yang tampan. Banyak wanita yang tidak bisa menahan diri
Ranjang yang besar dipasang seprai berwarna hitam. Satya menurunkan Clara ke ranjang. Clara masih memakai jubah mandi dan rambut hitamnya tergerai di bahu. Penampilan seperti ini sungguh menggoda.Satya mengambil kotak obat, lalu berjongkok di samping dan membantu Clara mengoles obat. Di pergelangan tangan yang kurus itu, terlihat beberapa bekas luka."Sakit nggak?" tanya Satya dengan kepala tertunduk."Nggak." Clara menggeleng dengan ringan.Setelah mengoles obat, Satya mendongak menatap Clara. Wajah yang sangat cantik. Dia bertanya, "Kamu nggak ingin menanyakan apa pun? Misalnya, apa yang kukatakan di bangsal atau masa depan kita?""Aku nggak ingin tahu." Clara menggeleng lagi.Satya terkekeh-kekeh. Dia merangkul pinggang Clara sambil menggoda, "Akhirnya kita nggak perlu melakukan hal seperti itu di ruang ganti lagi."Napas Clara mulai kacau. Dia bertanya, "Bukannya kamu bilang lebih seru kalau di ruang ganti?"Satya terkekeh-kekeh lagi. Dia berbaring di samping Clara, lalu membalas,
Satya mengira Clara akan mengatakan dirinya tidak bisa. Namun, bagaimana mungkin wanita dewasa tidak memahami hal seperti ini? Apalagi, malam ini Clara begitu patuh dan lembut. Clara menyerahkan seluruh jiwa dan raganya kepada Satya.Satya terus menatap Clara. Wajah tirus yang putih dan cantik, rambut hitam yang tergerai di bahu. Semua ini membuatnya sangat menggoda. Setiap gerak-gerik Clara terlihat sangat liar sekarang. Matanya yang sedikit tertutup pun membuatnya terlihat sangat menikmati.....Malik duduk di mobil dengan ekspresi dingin. Surya yang duduk di samping terus menenangkannya. Sesaat kemudian, Malik berkata dengan kesal, "Satya ini harus disingkirkan."Surya tercengang mendengarnya. Dia membuka mulut, tetapi tidak berani melontarkan apa pun. Bagaimanapun, Malik sedang marah besar.Mobil perlahan-lahan memasuki halaman kediaman Keluarga Sadali. Malik memasuki ruang bawah tanah. Di sana, terlihat Vigo yang masih diikat. Wajahnya sangat lemas karena belum makan dan minum.Te