Sehebat apa pun Satya dalam bertarung, tidak mungkin dia bisa mengalahkan begitu banyak orang. Apalagi ada Clara dan Benira di sana ....Benira terus menendang lantai beton. Kaki prostetiknya sudah lepas. Dia tampak sangat menyedihkan.Pria berpakaian hitam yang memimpin bersikap sangat sopan. Dia memberi tahu Satya, "Pak Satya, kita nggak punya dendam pribadi. Ini murni cuma urusan bisnis. Kamu hanya bisa membawa pergi salah satu wanita di gudang ini. Aku yakin kamu sudah tahu akhir dari wanita yang nggak dipilih tanpa perlu kujelaskan."Tanpa basa-basi, orang itu langsung memanggil anak buahnya. Di dalam gudang yang terbengkalai ini, diputar sebuah film di ruang terbuka. Ternyata itu adalah adegan Benira sedang diperkosa. Kecabulan pria dan teriakan wanita terdengar. Adegan itu sangat tidak pantas ....Ini adalah penghinaan terbesar dalam hidup Satya. Dia mengepalkan tangannya. Otot-otot wajahnya hampir berkerut, tetapi Satya tetap memaksakan senyum sambil berujar, "Pak Malik benar-b
Malik tidak pernah merasa semarah ini. Saat ini, tatapannya dipenuhi niat membunuh. Sepertinya, Satya tidak memperlihatkan seluruh kemampuannya dulu.Malik bertanya dengan perlahan, "Gimana kalau aku nggak mengizinkan kalian pergi? Gimana kalau aku bilang kalian semua harus tinggal di sini malam ini?"Angin malam berembus, membuat rambut hitam Satya berantakan. Meskipun berdiri di tengah gudang yang bobrok, karismanya tetap terpancar dengan sempurna.Satya menatap mata Malik sembari berkata, "Kalau aku nggak membalas telepon sekretarisku dalam 10 menit, semua mesin fotokopi di Grup Chandra nggak bakal berhenti bekerja. Besok pagi, seluruh kota akan tahu tentang foto ini. Apa kamu sanggup menanggung konsekuensi itu?""Beraninya kamu!" bentak Malik."Kamu boleh mencoba keberanianku. Kamu mendesakku sampai seperti ini dan masih meragukan keberanianku? Aku terlalu sibuk. Kalau nggak, aku pasti sudah menghancurkan seluruh keluargamu malam ini," ujar Satya."Orang sepertiku nggak punya belas
Benira memegang kartu itu. Dia tahu Satya tidak akan memperlakukannya dengan buruk. Benira menatap sosok belakang Satya dengan enggan. Seketika, dia menangis dan mengungkapkan kalimat yang dipendamnya selama ini, "Maaf, Satya. Sampaikan permintaan maafku kepada Clara juga. Aku nggak seharusnya membawa Joe waktu itu. Aku hampir mencelakai Joe ...."Satya hanya tersenyum tipis. Kemudian, dia membuka pintu bangsal tanpa ragu sedikit pun. Masa lalunya dengan Benira telah berakhir.Clara menunggu Satya di seberang. Satya menghampirinya, lalu berkata, "Ayo, kita pulang."Setelah masuk ke mobil, mereka baru menyadari mobil dipenuhi bau amis darah. Jas Satya juga berlumuran darah. Satya melepaskan jasnya, lalu membawa Clara menaiki bus.Meskipun sudah larut malam, bus tetap penuh. Satya dan Clara sama-sama berdiri. Dia menunduk menatap Clara dan mendekapkannya ke pelukan.Tinggi badan Satya mencapai 186 sentimeter, ditambah lagi parasnya yang tampan. Banyak wanita yang tidak bisa menahan diri
Ranjang yang besar dipasang seprai berwarna hitam. Satya menurunkan Clara ke ranjang. Clara masih memakai jubah mandi dan rambut hitamnya tergerai di bahu. Penampilan seperti ini sungguh menggoda.Satya mengambil kotak obat, lalu berjongkok di samping dan membantu Clara mengoles obat. Di pergelangan tangan yang kurus itu, terlihat beberapa bekas luka."Sakit nggak?" tanya Satya dengan kepala tertunduk."Nggak." Clara menggeleng dengan ringan.Setelah mengoles obat, Satya mendongak menatap Clara. Wajah yang sangat cantik. Dia bertanya, "Kamu nggak ingin menanyakan apa pun? Misalnya, apa yang kukatakan di bangsal atau masa depan kita?""Aku nggak ingin tahu." Clara menggeleng lagi.Satya terkekeh-kekeh. Dia merangkul pinggang Clara sambil menggoda, "Akhirnya kita nggak perlu melakukan hal seperti itu di ruang ganti lagi."Napas Clara mulai kacau. Dia bertanya, "Bukannya kamu bilang lebih seru kalau di ruang ganti?"Satya terkekeh-kekeh lagi. Dia berbaring di samping Clara, lalu membalas,
Satya mengira Clara akan mengatakan dirinya tidak bisa. Namun, bagaimana mungkin wanita dewasa tidak memahami hal seperti ini? Apalagi, malam ini Clara begitu patuh dan lembut. Clara menyerahkan seluruh jiwa dan raganya kepada Satya.Satya terus menatap Clara. Wajah tirus yang putih dan cantik, rambut hitam yang tergerai di bahu. Semua ini membuatnya sangat menggoda. Setiap gerak-gerik Clara terlihat sangat liar sekarang. Matanya yang sedikit tertutup pun membuatnya terlihat sangat menikmati.....Malik duduk di mobil dengan ekspresi dingin. Surya yang duduk di samping terus menenangkannya. Sesaat kemudian, Malik berkata dengan kesal, "Satya ini harus disingkirkan."Surya tercengang mendengarnya. Dia membuka mulut, tetapi tidak berani melontarkan apa pun. Bagaimanapun, Malik sedang marah besar.Mobil perlahan-lahan memasuki halaman kediaman Keluarga Sadali. Malik memasuki ruang bawah tanah. Di sana, terlihat Vigo yang masih diikat. Wajahnya sangat lemas karena belum makan dan minum.Te
Vigo dan istrinya masih berkelahi. Malam ini, dunia Renata benar-benar hancur. Selama ini, dia mengira suaminya tetap mementingkan pernikahan mereka meskipun menyukai wanita lain. Dia sungguh tidak menduga Vigo akan melakukan tindakan tercela seperti ini. Apa bedanya Vigo dan wanita ini dengan binatang?Seketika, sebuah asbak menghantam dahi Vigo. Darah pun mengalir. Hantaman ini sama dengan kehancuran pernikahan mereka. Vigo menatap istrinya dengan tatapan suram, lalu bertanya, "Sudah cukup belum?"Bagaimana mungkin cukup? Hati Renata dipenuhi amarah. Dia menarik Nella yang ada di pelukan suaminya, lalu melayangkan 2 tamparan hingga wajah Nella berdarah.Nella hanya memegang pipinya tanpa bersuara. Bagaimanapun, orang-orang selalu merasa kasihan terhadap orang yang lemah.Vigo sontak naik pitam. Dia membentak, "Renata, sampai kapan kamu akan membuat keributan? Sampai kita bercerai?"Bercerai .... Renata sampai lupa untuk bernapas. Dia menatap suaminya yang murka dan hampir melupakan p
Aksa tampak serius. Dia merenung sejenak sebelum berucap, "Ini memang agak sulit. Tapi, aku kebetulan punya seorang teman yang rumahnya sedang nggak dipakai. Ukurannya nggak besar, tapi sangat estetik. Lokasinya di kawasan budaya, tepatnya di Jalan Oltona. Itu cocok dengan status Nona Nella."Vigo mematikan rokoknya, lalu merangkul Nella dan bangkit berdiri. Pria itu berucap, "Kita pergi sekarang."....Dengan membawa dua koper kecil, mobil mereka segera melaju.Satu jam kemudian, mereka tiba di sebuah apartemen kecil di Jalan Oltona. Ukurannya memang tidak besar, hanya sekitar 80 meter persegi. Hanya saja, dekorasinya sangat mewah. Setiap barang di dalamnya adalah barang berkualitas. Bahkan, Vigo yang berasal dari keluarga berada pun masih terkesan dengan kemewahan rumah itu.Setelah mengatur tempat untuk Nella, Vigo turun dari apartemen dan masuk ke dalam mobil.Aksa yang menyetir sendiri. Sambil mengemudi, dia mengobrol seperti biasa, "Rumah ini memang bagus, untungnya Nona Nella ju
Butuh waktu lama bagi Renata untuk menemukan kembali suaranya. Suaranya yang sedingin es bergaung di ruang tamu. "Nggak mencintaiku? Bercerai? Vigo, kamu nggak bilang seperti itu saat menikah denganku .... Kamu bilang aku lembut dan penuh kasih. Kamu bilang aku adalah istri idealmu.""Itu dulu. Renata, lihat dirimu sekarang. Apa kamu masih bisa disebut lembut?" tanya Vigo.....Wajah Renata penuh dengan air mata. Dia berbalik bertanya, "Siapa yang memaksaku? Siapa yang membuatku menjadi seperti ini? Vigo, katakan!"Vigo tidak bisa menjawab.Angin malam berembus dan menimbulkan suara gemeresik. Itu sepertinya adalah suara lampu-lampu di halaman yang bergoyang. Suara itu membuat Malik murka. Dia memerintahkan pembantu, "Hancurkan semua lampu itu.""Ayah!" Veren berseru dengan rambut yang berantakan, "Ayah, kamu benaran nggak mau meninggalkan sedikit pun martabat untuk Clara? Itu disiapkan pada malam ketika Clara kembali ke Keluarga Sadali."Namun, Malik tidak menunjukkan belas kasihan. L