Butuh waktu lama bagi Renata untuk menemukan kembali suaranya. Suaranya yang sedingin es bergaung di ruang tamu. "Nggak mencintaiku? Bercerai? Vigo, kamu nggak bilang seperti itu saat menikah denganku .... Kamu bilang aku lembut dan penuh kasih. Kamu bilang aku adalah istri idealmu.""Itu dulu. Renata, lihat dirimu sekarang. Apa kamu masih bisa disebut lembut?" tanya Vigo.....Wajah Renata penuh dengan air mata. Dia berbalik bertanya, "Siapa yang memaksaku? Siapa yang membuatku menjadi seperti ini? Vigo, katakan!"Vigo tidak bisa menjawab.Angin malam berembus dan menimbulkan suara gemeresik. Itu sepertinya adalah suara lampu-lampu di halaman yang bergoyang. Suara itu membuat Malik murka. Dia memerintahkan pembantu, "Hancurkan semua lampu itu.""Ayah!" Veren berseru dengan rambut yang berantakan, "Ayah, kamu benaran nggak mau meninggalkan sedikit pun martabat untuk Clara? Itu disiapkan pada malam ketika Clara kembali ke Keluarga Sadali."Namun, Malik tidak menunjukkan belas kasihan. L
Clara sedang melukis di galeri.Di luar pintu, terdengar ketukan dari sekretaris. "Bu Clara, Bu Renata yang datang waktu itu ingin bertemu denganmu."Clara terdiam sejenak, lalu memandang keluar. Renata tampak berdiri di depan pintu. Kali ini, dia terlihat jauh lebih kurus. Ekspresinya sangat sedih, itu menunjukkan bahwa hidupnya tidak berjalan baik.Clara tidak ingin bertemu dengannya. Namun dia tahu jika menolaknya, Renata tidak akan berhenti. Jadi, akhirnya dia memilih untuk pergi ke sebuah kafe bersama Renata.Dua gelas kopi buatan tangan di atas meja beraroma sangat harum. Dua wanita yang sama-sama elegan itu duduk di depan satu sama lain. Jika bukan karena Vigo, mereka tidak akan pernah bertemu seumur hidup mereka.Akhirnya, Renata membuka pembicaraan lebih dulu. Dia berucap, "Kamu kelihatan ceria, pasti hidupmu baik-baik saja."Clara menjawab dengan tak acuh, "Biasa saja." Sikapnya sangat dingin. Suasana menjadi tegang untuk sementara waktu.Renata menunduk. Dia mengaduk kopi de
Namun setelah memasuki vila, mobil hitam itu tidak berhenti di parkiran terbuka melainkan langsung menuju garasi bawah tanah. Mobil menurun dengan tiba-tiba. Sebelum Clara sadar, pintu garasi sudah terkunci. Hal ini membuat pembantu di sana tidak bisa masuk.Clara tidak curiga. Dia membuka sabuk pengaman dan hendak turun dari mobil, tetapi pria itu meraih pinggang rampingnya dan langsung menariknya ke pangkuannya …. Kemudian, kursi mobil diturunkan.Satya berbaring, sementara Clara duduk di pinggangnya. Situasinya benar-benar sedikit bergairah.Di dalam mobil yang gelap, Satya membelai wajah lembutnya. Dia berbicara dengan suara serak yang dalam, "Barusan, kamu bilang aku punya tubuh yang kuat. Maksudmu begini?"Wajah Clara segera memerah. Satya benar-benar berbeda dari yang lain. Dia sudah berusia lebih dari 40 tahun, tetapi selalu ingin melakukan hal ini kapan pun dan di mana saja.Ada tonjolan pada celana jas gelapnya. Itu merupakan godaan yang paling ampuh bagi seorang wanita ....
Suara keras terdengar. Pintu sebelah kanan mobil Bantley hitam itu tergores keras, lalu jatuh ke jalan dan menimbulkan suara gemuruh .... Kemudian, mobil itu oleng dan menabrak dinding di depannya. Seiring terdengarnya suara, kap mobil tampak mengeluarkan asap hitam.Kantong udara segera terbuka dan melindungi pria yang berada di kursi pengemudi. Meskipun demikian, lengan kanan Satya tetap tertusuk pecahan kaca sekitar 4 sentimeter dalamnya. Kini, darah mengalir deras melalui kemeja putihnya.Satya duduk di dalam mobil dan terengah-engah. Dia bukannya tidak takut. Dia takut terjadi sesuatu pada dirinya, tetapi dia lebih takut jika anak-anaknya tidak memiliki ayah. Dia takut bahwa tanpa perlindungannya ... Clara akan ditindas oleh orang lain.Satya mencabut pecahan kaca dari daging lengannya dengan berani. Pandangannya menjadi kabur. Namun, dia tetap berusaha keras membuka sabuk pengamannya. Satya memukul keras pintu mobil, lalu terhuyung-huyung keluar. Mobil di belakangnya mengeluarkan
Namun, Satya tetap menunjuk Malik dan menegaskan, "Pak Malik, kehidupan seseorang nggak akan selalu berjalan mulus. Sebaiknya kamu jangan bertindak di luar batas."Malik baru angkat bicara, "Pak Satya memang beruntung. Seharusnya kamu lapor polisi, kenapa kamu malah buat keributan di sini?"Malik sama sekali tidak gentar. Satya mencibir dan menimpali, "Aku takut Pak Malik bisa sakit jantung kalau aku pergi ke kantor polisi."Selesai bicara, Satya langsung pergi. Sekarang Satya sudah bermusuhan dengan Malik secara terang-terangan. Situasinya tidak bisa diubah lagi. Satya yang baru keluar melihat Clara. Kondisi Clara terlihat menyedihkan, bahkan dia keluar dengan memakai sandal rumah. Sudah jelas Clara sangat cemas.Satya dan Clara saling bertatapan untuk beberapa saat, lalu Satya berujar dengan lembut, "Aku nggak apa-apa. Bagaimana kamu bisa tahu? Apa Gracia yang memberitahumu?"Clara tidak berbicara. Dia bergegas menghampiri Satya dan memeluknya dengan erat. Clara membenamkan wajahnya
Pintu terbuka, lampu di kamar tidur tidak dinyalakan. Clara mendekati tempat tidur. Dia baru menyadari Satya sudah bangun. Satya yang bersandar di kepala tempat tidur menatap Clara lekat-lekat. Clara duduk di samping Satya dan berkata dengan lembut, "Kamu makan sedikit dulu. Aku bantu obati lukamu."Clara menyalakan lampu. Satya bertanya sembari memandang Clara, "Anak-anak di mana?"Clara menyahut, "Mereka sudah dibawa kemari."Satya menimpali, "Kamu tahu kenapa hari ini aku emosi? Nggak masalah kalau Malik mau mencelakaiku. Tapi, kalau masalah ini terjadi lebih awal, Joe dan Alaia ada di dalam mobil. Aku nggak berani membayangkan apa yang akan terjadi."Satya melanjutkan seraya menatap Clara, "Malik nggak akan melepaskan kita. Selanjutnya, mungkin aku akan melakukan hal yang menyinggung Keluarga Sadali. Clara ... mungkin kamu juga akan merasa keberatan."Clara mengangguk dan tidak mengatakan apa pun lagi. Dia hanya menyuap Satya. Sebenarnya Clara merasa takut setelah mendengar ucapan
Alaia yang bergegas masuk terdiam di tempat. Sepertinya Clara baru menangis. Rambut Clara yang dibasahi keringat tergerai di punggungnya. Clara yang bersandar di pelukan Satya terlihat manja. Alaia menggaruk kepalanya, ternyata ibunya juga bisa bermanja-manja. Alaia hendak menghampiri mereka.Clara tidak berani bergerak. Posisinya sekarang tampak memalukan. Jika dia bergerak sedikit saja, pasti ketahuan. Clara berujar dengan suara serak, "Satya, kamu bawa dia keluar."Satya melihat Clara, lalu tertawa dan menanggapi, "Jadi, bagaimana dengan kamu? Masa Alaia lihat kondisimu seperti ini?"Clara meninju dada Satya. Sementara itu, Satya melepaskan Clara dan membujuk Alaia keluar. Suasana di kamar menjadi tenang kembali. Kemudian, Satya menggerayangi tubuh Clara lagi sambil mengamati ekspresinya. Dia berbisik di telinga Clara, "Clara, kamu milikku."Tubuh Clara gemetaran. Dia merasa pasrah.....Malam harinya, Clara dan anak-anak sudah tidur. Satya duduk di ruang tamu lantai bawah. Cahaya l
Panggilan Alaia membuat hati Malik luluh. Malik hendak turun dari mobil. Dia ingin mengusap kepala Alaia dan memberinya hadiah uang. Namun, Clara langsung menggendong Alaia dan pengawal membukakan pintu mobil untuknya. Clara buru-buru masuk ke mobil.Pintu mobil ditutup sehingga Malik tidak bisa melihat Clara dan Alaia lagi. Malik yang bersedih berkata, "Clara sangat membenciku. Apa Satya begitu penting bagi Clara? Dia lupa Satya pernah menyakitinya. Aku nggak menyangka Clara juga dibutakan oleh cinta seperti Renata."Surya tidak berbicara.....Di dalam mobil, Alaia memegang wajah Clara dan menghibur, "Ibu, jangan menangis."Clara tidak ingin membuat Alaia khawatir. Dia berusaha tersenyum, lalu memeluk dan mencium Alaia. Clara menimpali, "Ibu nggak menangis. Mataku cuma kemasukan debu.""Oh," sahut Alaia. Namun, dia langsung menceritakan kepada Satya bahwa Clara menangis begitu pulang.Sementara itu, seperti biasanya Clara akan mengobati luka Satya sesudah mengurus anak-anak. Dokter m