Satya menatap Clara lekat-lekat, seolah-olah dia bisa melihat kepedulian dan kecemburuannya. Seakan-akan dia bisa membuktikan bahwa dia masih berada di hati wanita itu. Clara memandang cek yang diletakkan di meja itu, merenungkan bagaimana Satya menghabiskan banyak uang untuk seorang wanita muda.Sebenarnya, Clara juga pernah diperlakukan Satya dengan manja saat mereka sedang berpacaran. Kala itu, pria itu selalu perhatian dan berusaha menyenangkannya. Hanya saja, setelah bertahun-tahun lamanya, kini Satya menunjukkan sisi manisnya itu pada wanita lain.Clara merasa sedih, tetapi dia mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak bersedih lama-lama. Dia mendongak dan menatap Satya, lalu menolak dengan suara lembut, "Maaf, Pak Satya. Galeriku ini bukan Akademi Seni Aruma dan aku bukan guru akademi seni. Aku nggak bisa mengajarkan apa pun padanya.""Kamu marah?" tanya Satya dengan mata berbinar.Clara menunduk dan menyahut, "Kenapa aku harus marah? Pak Satya bebas memanjakan dan menghabiskan b
Vigo menyalakan sebatang rokok. Wajah lembutnya segera diselimuti asap kelabu. Beberapa saat kemudian, dia berucap pelan, "Temui Pak Jero, katakan padanya kalau aku mau mentraktirnya makan di kelab yang sebelumnya! Oh iya, berikan juga anggur merah yang kubawa pulang dari luar negeri padanya.""Baik, Pak Vigo," sahut sang sekretaris.Menjelang malam, Vigo muntah di jalanan Kota Brata yang ramai. Sekretarisnya menasihati, "Kelak jangan minum sebanyak ini lagi. Kalau Pak Malik tahu, kamu bisa dihukum."Vigo bertopang pada pagar dan membalas, "Untuk apa memberi tahu Kakek!" Dia menegakkan tubuh, lalu berjalan terseok-seok ke mobil.Masalah belum ada jalan keluar, tetapi Vigo tidak ingin mengandalkan koneksi Keluarga Sadali. Dia tahu bahwa hal ini adalah ulah Satya. Jika Vigo meminta bantuan keluarganya, bukankah dia hanya membuktikan bahwa dirinya memang tidak berguna? Vigo tidak ingin orang lain meremehkannya, terutama Clara.Mobil memasuki gerbang Kediaman Sadali. Vigo turun, lalu berja
Vigo melirik Renata sekilas, lalu menyahut, "Oke."Setelah Vigo pergi, Malik mengambilkan sayur untuk Renata dan menghibur dengan lembut, "Vigo sibuk kerja. Jadi, kamu harus lebih memperhatikan urusan di rumah. Dia masih muda, ini masa-masa yang bagus untuk mengejar kariernya."Renata berusaha menahan air matanya dan menimpali, "Aku paham."Malik merasa tenang. Namun, Renata tahu pernikahannya dengan Vigo tidak mungkin kembali seperti dulu lagi. Semalam Vigo yang mabuk mengungkapkan bahwa dia tidak ingin berpura-pura menjadi pasangan suami istri mesra dengan Renata. Pernikahan mereka sudah di ujung tanduk. Renata merasa tidak rela. Dia ingin merebut hati Vigo.....Vigo sangat sibuk seharian. Saat sore, Malik menelepon Vigo untuk pulang agar bisa menemani istri dan anaknya. Vigo pun terpaksa menyetujuinya. Setelah berjalan keluar dari gedung, Aksa berucap, "Kasus tanah itu ...."Vigo memejamkan matanya sembari menyela, "Besok baru kita bicarakan lagi. Malam ini aku mau memenuhi permint
Ketika Clara berjalan masuk, Satya langsung berdiri. Mereka memang sudah bertemu sebelumnya, tetapi kali ini berbeda. Satya dan Clara pernah berjanji untuk bertemu di restoran ini. Jadi, makan malam hari ini baru terasa sempurna.Clara menggandeng tangan Joe, sedangkan Alaia berada di samping Satya. Namun, kala ini Satya dan Clara hanya menatap satu sama lain. Mereka sama-sama menyimpan penyesalan karena tidak sempat bertemu 4 tahun yang lalu. Setelah beberapa saat, Satya menyapa, "Lama nggak berjumpa."Clara hendak bicara, tetapi Satya langsung berjongkok dan memeluk Joe seraya mengusap kepalanya. Satya berkata dengan lembut, "Joe sudah besar. Apa kamu merindukan Ayah?"Joe sudah berumur 7 tahun. Tubuhnya kurus dan tinggi. Dia adalah anak yang tampan. Joe bersandar di bahu Satya dan menyahut, "Iya."Satya mencubit pipi Joe dan menciumnya. Kemudian, dia menggendong Joe, lalu menghampiri meja makan. Joe merasa sedikit malu. Sesudah duduk, Alaia memanggil dengan manja sebelum Joe sempat
Clara meminum anggur, lalu menyahut, "Bukan. Hanya saja, aku nggak mencari pelukis."Satya tidak melanjutkan pembicaraan ini lagi. Dia bersandar di kursi sambil menyesap anggur. Kemudian, dia memberikan kue kepada Clara dan berujar, "Kamu makan kue ini dulu."Sikap Satya benar-benar lembut dan dia juga sangat tampan. Wanita mana pun pasti akan terlena dengan pesona Satya. Apalagi Satya memang berniat menggoda Clara.Clara juga paham. Dia berkata setelah berpikir sejenak, "Satya, aku akui 4 tahun yang lalu aku memang tersentuh. Aku berpikiran untuk rujuk dan memulai hidup baru denganmu. Tapi, perasaan itu nggak ada apa-apanya dibandingkan masa lalu kita. Apalagi kita juga berpisah selama 4 tahun."Clara menambahkan, "Kita lupakan saja masa lalu itu, ya?"Tatapan Satya menjadi muram. Dia menimpali, "Apa karena pria itu atau Bianka? Kalau begitu ... kita sama-sama putus, lalu menikah lagi. Jadi, kita bisa memberi Joe dan Alaia keluarga yang sempurna."Clara dan Satya pernah menikah selama
Clara tidak bergerak. Dia dan Satya saling bertatapan. Clara merasa dirinya seperti melihat mimpi indahnya saat muda. Matanya berkaca-kaca. Saat menghampiri Satya, Clara sedikit kehilangan kendali.Kala ini, jarak Satya dan Clara sangat dekat. Satya menatap Clara lekat-lekat dengan ekspresi lembut dan berkomentar, "Kamu masih sama seperti dulu, cengeng."Clara mendongak. Perasaannya campur aduk. Satya mengulangi perkataannya tadi, "Clara, ayo kita pulang."Namun, mereka tidak pulang ke vila Satya, melainkan pulang ke rumah Clara. Kelak di mana pun Clara berada, itu adalah rumah Satya. Mungkin Clara bukan milik Satya, tetapi Satya adalah milik Clara. Mulai sekarang, tubuh dan jiwa Satya ada di tangan Clara sepenuhnya. Asalkan Clara bersedia, Satya akan menunjukkan kesetiaannya kepada Clara.Hati Satya bergejolak, tetapi ekspresinya tetap terlihat lembut. Seperti pria yang bahagia dalam pernikahannya. Dia menyampirkan jasnya di bahu Clara. Satya menggendong Alaia dengan erat dan merangku
"Satya, apa yang kamu lakukan?" tanya Clara. Satya menahan tubuh Clara di meja wastafel. Suara air mendidih menutupi suara desahan Clara.Satya tidak bisa mengendalikan dirinya lagi setelah membelai pinggang Clara yang ramping. Dia memasukkan tangannya ke dalam gaun bordir Clara. Kulit Clara sangat lembut sehingga Satya sangat menikmatinya. Di dalam dapur yang sempit, terdengar suara napas Satya. Dia berusaha menahan hasratnya yang menggebu-gebu.Hanya dengan membelai tubuh Clara, Satya sudah merasa puas dan ketagihan. Dia membalikkan tubuh Clara dan tubuh mereka saling menempel. Satya dan Clara sama-sama tidak berhubungan intim selama 4 tahun. Jadi, mana mungkin sekarang mereka tidak berhasrat?Satya melumat bibir Clara dan mereka berciuman dengan intens. Tubuh Clara gemetaran dan dia merasa malu. Clara ingat sekarang Satya sudah memiliki kekasih. Satya menempelkan bibirnya di telinga Clara dan menggodanya, "Clara, aku yakin kamu nggak mungkin melupakan rasanya saat kita bersama sebel
Clara menoleh ke samping. Dia perlahan melepaskan tangannya yang memegang lengan Satya. Suara Clara terdengar sangat lembut ketika berucap, "Nggak, aku nggak menyukaimu. Satya ... kamu berpikir terlalu banyak."Satya tidak marah. Dia adalah pria dewasa sehingga tahu bahwa wanita sering kali berkata tidak sesuai dengan isi hati mereka. Tanpa malu, dia menyentuh Clara lagi sambil berbicara dengan lembut, "Aku akan segera mengurusnya dan kembali lagi nanti pagi."Clara tidak menjawab. Tampaknya urusannya benar-benar mendesak.Satya mengambil mantelnya dan bergegas pergi. Saat dia turun, sopirnya sudah menunggu. Di samping mobil Rolls Rayce yang mengilap, ada sebuah mobil lokal hitam.Menjelang dini hari, Vigo tampak duduk di dalam mobil. Dia diam-diam mengisap sebatang rokok. Asap tipis dari rokoknya disingkirkan oleh angin malam. Hal ini membuat wajah Vigo menjadi kabur. Dia tidak lagi tenang dan terlihat baik seperti dulu. Sikapnya sangat berbeda sekarang.Langkah Satya melambat. Setela