Satya terdiam sejenak, lalu bertanya, "Dari mana Bi Aida pelajari semua ini?"Aida menjawab dengan penuh percaya diri, "Akhir-akhir ini, aku menonton film peperangan. Ada seorang karakter yang bilang begitu. Menurutku aktingnya sangat bagus, hanya saja dia nggak sebaik Tuan dalam memerankan adegan percintaan."Satya tercengang.Veren yang ada di dalam ruang rawat seketika terkekeh-kekeh. Dia menarik Clara, lalu bertanya, "Apa kalian sudah rujuk? Aku lihat ekspresi kalian agak berbeda. Clara, kamu nggak boleh menyembunyikan apa pun dariku. Insting wanita sangat tepat. Aku merasa ada masalah di antara kalian."Clara menunduk sembari mencuci apel. Dia membalas dengan terus terang, "Kami nggak sengaja bercinta di Kota Aruma. Tapi, hal itu bukan apa-apa. Kami nggak akan punya perasaan cinta lagi."Veren mengangguk paham. Sesaat kemudian, dia berpikir sejenak dan berujar, "Beberapa hari lalu, aku dengar kakekmu bilang pada kakakmu kalau dia sangat kagum dengan Satya. Clara, hidup cuma sekali
Clara tampak terkejut. Dia menatap Satya dengan tidak percaya. Sesaat kemudian, dia membantah, "Satya, kamu nggak lupa gimana tangan Davin bisa cacat, 'kan? Kamu harusnya masih ingat kalau kamu nggak bersikeras menyelamatkan Benira, Davin dan istrinya nggak akan meninggal dengan tragis. Alaia juga nggak akan jadi yatim piatu ....""Sekarang, kamu malah mau mengadopsinya dan mengubah marganya. Satya, apa kamu nggak takut Davin dan Freya akan menghantuimu di dalam mimpi?" sambung Clara."Aku nggak lupa!" Satya memandang ke depan dengan ekspresi datar seraya menambahkan, "Mungkin aku sudah ditakdirkan untuk menebus kesalahan pada Davin dan Freya ...."Clara menukas, "Ini namanya bukan menebus kesalahan, tapi merebut!" Mulutnya bergetar.Satya tidak berniat mengubah keputusannya. Dia tahu Clara akan membencinya. Namun, dia rela menggunakan cara rendahan ini untuk mengancam Clara. Benar saja, Clara sangat kecewa.Ketika berada di Kota Aruma, Satya rela berlutut di hadapan Alaia demi mendapa
Clara mengiakan, lalu berpamitan kepada Herman.Keluarga Sadali tidak meminta Herman untuk makan bersama, jadi dia juga tidak enak hati untuk tetap berada di sana. Sepertinya dia bisa menduga niat Keluarga Sadali. Mereka tidak benar-benar berharap dirinya melanjutkan hubungan dengan Clara. Mereka hanya segan untuk menyatakannya. Herman pergi dengan malu.Vigo memandang punggung Herman sambil bertanya, "Kamu benaran nggak merasa sayang? Keluarga Suwandi sangat bergengsi dalam kebudayaan. Masa depan Herman pasti sangat gemilang."Clara berdiri bersebelahan dengan Vigo. Setelah diam beberapa saat, dia mengiakan dan menyahut, "Nggak. Kami bukan orang yang sejalan."Vigo hanya tersenyum tipis.....Sesudah makan malam, Clara kembali ke kamarnya bersama kekhawatirannya yang terpendam. Dia bersandar di pintu seraya menunduk. Yang dia pikirkan adalah Satya dan penyakit Alaia.Clara pernah menjalani rumah tangga dengan Satya. Dia sangat tahu betul bahwa Satya sangat kejam! Jika dia tidak member
Hati Satya berdenyut sakit, merasakan gembira sekaligus sedih. Kelak, dia bisa sering bertemu Clara. Namun, sepertinya kebencian Clara padanya akan bertambah lagi. Tidak peduli, dia benar-benar tidak peduli!Pada hari yang sama, Gracia memanggil pengacara untuk mengurus prosedur yang diperlukan. Mulai sekarang, nama Alaia resmi diganti menjadi Alaia Chandra. Dia adalah putri Satya di mata hukum dan namanya juga sudah dicantumkan di kartu keluarga Satya. Clara tertegun cukup lama saat melihat nama Alaia Chandra di dokumen yang telah selesai diurus.....Seminggu kemudian, Alaia sukses menjalani operasi transplantasi sumsum tulang. Tubuh Satya juga sehat walafiat, semua berjalan dengan lancar. Satya memperlakukan Alaia dengan sangat baik dan memanjakannya seperti putri sendiri. Hanya saja, hal itu tetap tidak mampu meluluhkan hati Clara. Dia tidak akan tergerak lagi dengan kepalsuan Satya.Alaia diizinkan keluar dari rumah sakit pada salah satu hari di bulan Februari. Clara yang sedang m
Satya memeluk Clara. Mata hitamnya menatap fokus pada Clara sementara dia terus-menerus merayunya. Beberapa kali, Clara tidak sanggup menahan rangsangan Satya, lalu hidung mungilnya akan bergerak pelan. Melihat reaksi wanita itu kian membangkitkan hasrat Satya untuk tidur dengannya. Clara yang tidak tahan lagi mendongak, lalu terisak pelan."Kenapa kamu menangis? Bukannya kamu senang waktu kita melakukannya di Kota Aruma? Jelas-jelas kita hanya bercinta sekali, tapi kamu sampai klimaks dua kali," ujar Satya sambil mengecup air mata Clara.Begitu kata-kata itu terlontar, Satya langsung ditampar Clara. Pipinya perih, tetapi ada rasa sakit yang lebih hebat di hatinya. Satya tanpa sadar mengusap pelan bagian dadanya untuk meredakan rasa sakit di sana.Clara sudah berada di ambang batas kekuatannya. Dia memejamkan matanya dan berujar pahit, "Satya, sekali lagi kamu berbuat begini, aku bersumpah nggak akan pernah menginjakkan kaki lagi di sini .... Jangan paksa aku!""Aku nggak memaksamu!" b
Satya menelan pil obat itu tanpa minum air. Usai menelan obat, rasa sakit itu menajam, tetapi beberapa saat kemudian jauh mereda. Setelah rasa sakitnya berkurang, mata Satya kembali berwarna. Dia menatap Clara yang tampak hancur, lalu membuka pintu mobil dan berujar serak, "Aku antar kamu pulang.""Aku bisa menyetir sendiri," tolak Clara."Clara, jangan membantah!" tegas Satya.Kata-kata ini mirip sekali dengan yang biasa Satya ucapkan ketika mereka belum lama menikah. Kala itu, Clara memanggilnya "Kak Satya". Pria itulah yang membuat keputusan untuk semua aspek hidup Clara, jadi dia sama sekali tidak perlu khawatir. Hanya saja, pernikahan yang awalnya berjalan indah itu harus berakhir dengan pahit.Setelah membuka pintu mobil dan mendorong Clara masuk, Satya bergegas memutar ke sisi mobil yang lain. Dia menaikkan suhu mobil, lalu menyuruh Clara menanggalkan pakaiannya yang basah kuyup.Clara memeluk tubuhnya sendiri dengan dua tangan dan menyahut datar, "Sebentar lagi juga sampai, ngg
Di Kediaman Sadali.Clara masuk ke ruang tamu. Ekspresi ketiga anggota Keluarga Suwandi tampak tidak senang. Tadi, mereka semua melihat Satya.Ibu Satya, Ranti, jelas-jelas kesal. Ketika berbicara, nadanya terdengar agak tajam. Dia berucap, "Clara, Keluarga Suwandi datang dengan tulus untuk melamarmu. Kalau kamu nggak suka sama Herman, nggak masalah kok. Tapi kamu nggak boleh bergaul sama pria yang nggak jelas. Itu bisa merusak nama baik Herman!"Ranti mendengus kesal sebelum melanjutkan, "Apa-apaan ini!"Clara menatap hadiah-hadiah itu, lalu berbicara dengan sangat tenang, "Pertama-tama, Satya bukan pria yang nggak jelas. Dia adalah mantan suamiku! Selain itu, aku dan Herman sudah lama putus. Jadi, nggak perlu bahas tentang lamaran .... Bawa kembali barang-barang ini. Aku nggak akan menerimanya dan juga nggak akan balikan sama Herman."Mendengar itu, Ranti merasa sangat malu. Dia meninggikan suaranya ketika bertanya,"Apa maksudmu? Herman bersedia menerimamu, seharusnya itu menjadi keb
Clara tidak pernah lagi berkencan buta. Namun, dia juga tidak menerima Satya.Di sisi lain, Satya hidup bersama Alaia. Keadaannya memang tidak begitu baik. Dia bekerja dalam waktu yang lama sehingga sering kesakitan di bagian hati. Ditambah lagi, dia juga meminum banyak obat pereda nyeri. Dokter menyarankannya untuk menjaga kesehatan.Satya selalu mengaku baik-baik saja. Ketika bekerja dalam keadaan sakit, dia sering mengingat kejadian hari itu di Kediaman Sadali. Dia juga mengenang masa lalu ketika masih mampu membeli berbagai hal yang disukai oleh Clara, tetapi sekarang dia tidak bisa memberikan apa-apa lagi. Dia bekerja keras untuk mendapat uang, bahkan proyek kecil pun diterimanya.Malam hari telah tiba.Satya masih sedang bekerja. Melihat situasi ini, Aida merasa kasihan. Dia memasak semangkuk sup telur manis dan membawanya ke meja kerja. Aida berbicara dengan lembut, "Makanlah sedikit sebelum bergadang lagi!"Satya menerima perhatian itu. Dia menutup laptop, lalu mulai makan.Aid