Satya memalingkan wajahnya untuk mematikan rokok. Ketika Satya merentangkan tangannya, terlihat garis-garis tegas yang menunjukkan tubuh kekarnya. Selain itu, terlihat jam tangan berlian kelas atas di bagian bawah lengan kemejanya. Perpaduan antara sifat dan parasnya membuat pria ini memiliki pesona maskulin yang tiada duanya.Setelah mematikan rokok, Satya berujar, "Dia nggak menyinggungku, tapi menyinggung istriku! Istriku bernama Clara. Kamu seharusnya pernah mendengar nama ini."Begitu mendengar perkataan Satya, Gilian seketika tidak bisa menahan emosinya. Dia bertanya dengan marah, "Bukankah dia yang sudah mencelakai kakakku dan kakak iparku? Seluruh anggota Keluarga Herdaya sangat membencinya. Memangnya apa yang salah?"Satya berdiri, lalu menghampiri Gilian. Gilian sontak melangkah mundur. Satya terus berjalan ke arah Gilian. Dia menunduk memandang wanita ini seraya menjelaskan dengan dingin, "Kalau seseorang harus bertanggung jawab atas kematian Davin, orang itu adalah aku. Aku
Begitu tiba di lantai yang dituju, pintu lift pun terbuka. Ketika Satya mengeluarkan kartu aksesnya dan hendak membuka pintu, tatapannya seketika membeku.Terlihat Benira yang sedang berjongkok di depan pintu. Penampilannya terlihat sangat berantakan. Rambut dan pakaiannya basah kuyup karena kehujanan. Kaki palsunya juga berserakan di lantai. Sebelah gaunnya tampak kosong.Melihat ini, Satya sontak terkejut. Dia menghampiri Benira dengan perlahan, lalu menunduk menatapnya sambil bertanya dengan lembut, "Kenapa kamu kembali ke sini? Bukannya kamu sudah janji akan tetap tinggal di Barline?"Benira mendongak memandang Satya. Dia menjawab dengan terisak, "Tahun baru hampir tiba. Aku sangat kesepian di sana. Pelayan juga nggak memperlakukanku dengan baik. Mereka terus pura-pura nggak mendengarkanku dan berbuat jahat padaku.""Satya, aku mohon izinkan aku kembali ke sini. Aku janji nggak akan mengganggu keluargamu. Aku hanya ingin sebuah tempat tinggal. Aku juga nggak akan memintamu untuk me
Satya memang mabuk, tetapi tidak kehilangan kesadarannya. Dia menunduk menatap wanita di pelukannya.Larut malam, Benira mengenakan gaun tidur seksi yang panjangnya hingga pergelangan kaki untuk menutupi kekurangannya. Wajahnya tetap cantik seperti dulu, tetapi Satya tidak merasakan hasrat sedikit pun.Satya mendorongnya, lalu berujar, "Aku sudah berjanji pada Clara kalau aku nggak bakal menyentuh wanita lain.""Kamu juga pernah berjanji akan memberiku masa depan," balas Benira dengan wajah sedih. Satya menatapnya.Sesaat kemudian, Satya melewatinya dan berjalan masuk. Dia mengelus jidatnya sembari berucap, "Benira, mari kita bicara baik-baik."Bagaimanapun, Satya pernah memiliki hubungan dengan wanita ini. Dia ingin memberi Benira suatu penjelasan. Benira mengikutinya masuk, lalu menutup pintu.Kamar sunyi senyap. Ketika berada di Barline, hubungan keduanya berakhir dengan buruk. Namun, sekarang Benira bersikap begitu lembut dan perhatian. Ketika Satya bersandar di sofa, Benira sampai
Karena tidak mendapat respons, Satya pun bangkit untuk menatap wajah Clara. Ternyata, wanita ini ketiduran. Satya merasa agak kesal. Apakah berhubungan intim dengannya begitu membosankan? Clara sampai bisa ketiduran.Jika itu dulu, Satya pasti membangunkan Clara dan melanjutkan permainannya dengan kasar. Akan tetapi, dia merasa tidak tega sekarang. Jadi, Satya hanya berbaring di sebelah Clara. Tidak berselang lama, dia pergi ke kamar mandi untuk melakukan masturbasi dan melampiaskan semua nafsu yang telah ditahannya cukup lama.....Pagi-pagi, Clara sudah bangun. Bunga plum di halaman sudah mekar. Ketika dia memangkas tanaman dengan serius, Aida mengomel di samping, "Tuan jarang-jarang berinisiatif pulang, kamu seharusnya menemaninya tidur. Namanya juga suami istri. Kenapa kamu malah melakukan hal nggak berguna seperti ini?""Nggak berguna gimana? Tanaman juga punya perasaan. Lagian, hubunganku dengan Satya bukan sekadar suami istri. Kita nggak ada bedanya dengan musuh bebuyutan," sahu
Benira sangat terkejut mendengarnya. Meskipun menginginkannya, dia tidak berharap Satya akan menyetujuinya secepat itu. Dia buru-buru menjamin, "Satya, kamu tenang saja. Aku nggak bakal merusak pernikahanmu ataupun bertengkar denganmu. Aku hanya ingin lebih dekat denganmu."Benira tidak terdengar seperti sedang menyanjung, melainkan terdengar sangat tulus. Demi Satya, Benira tidak memiliki kerabat lagi. Hanya Satya yang dimilikinya untuk sekarang.Mata Benira tampak berkaca-kaca. Satya menatapnya tanpa mengatakan apa pun. Setelah duduk dan mengobrol sesaat, Satya pun pergi begitu saja.Dua hari kemudian, Satya membelikan sebuah apartemen yang terletak di kawasan mewah. Luasnya 220 meter persegi dan dekorasinya sangat indah. Satya tidak meminta bantuan Gracia, melainkan mengurus semuanya sendiri. Lokasi apartemen itu bahkan dekat dengan Grup Chandra.Selain itu, Satya mempekerjakan seorang pelayan untuk Benira. Kadang, dia pergi ke apartemen itu untuk makan dan merokok. Dia tidak pernah
Satya sedang bersandar di sofa sambil merokok. Begitu mendengar ucapan Benira, dia langsung mengernyit. Dia tidak mencintai Benira. Dia datang kemari hanya untuk mencari kenyamanan dan bukan karena cinta. Namun, Satya tidak ingin membuatnya malu sehingga berkata, "Aku pamit dulu.""Di luar hujan deras lho." Benira menegakkan tubuhnya, lalu membujuk dengan manja, "Tunggu hujannya reda dulu, ya?"Satya pun duduk kembali dan menonton berita dengan santai. Di sisi lain, Benira mulai bertingkah nakal. Dia bersandar di bahu Satya dan menyentuh bagian sensitifnya, bahkan mencium daun telinga Satya. Dulu setiap kali melakukan ini, Satya akan langsung memainkannya dengan ganas di ranjang.Satya menunduk melirik Benira dengan tatapan suram. Sesaat kemudian, dia menghentikan Benira. "Berhenti."Benira tidak ingin melewatkan peluang ini. Dia terus berusaha membangkitkan gairah Satya. Hampir tidak ada pria yang bisa menahan rangsangan seperti ini, apalagi Satya baru saja minum-minum.Satya memang b
Clara tidak melontarkan sepatah kata pun. Bagaimanapun, Satya pasti merasa bersalah. Setelah menutup pintu, Satya bertanya dengan lembut, "Baru bangun, ya?"Clara menatapnya lekat-lekat. Sesaat kemudian, dia baru membalas dengan tidak acuh, "Aku sama sepertimu, masih belum tidur."Menurut Clara, tidak ada gunanya berpura-pura lagi. Satya duduk di sofa, lalu mengeluarkan kotak perhiasan dan berkata, "Kemarilah, coba lihat, suka nggak? Kalau nggak suka, aku akan cari waktu untuk membawamu memilih sendiri."Clara menyindir, "Satya, sampai kapan kamu akan bersandiwara seperti ini? Aku membawa Bibi Aida dan kedua anakku pergi untuk merestui hubunganmu dengan Benira. Kamu sendiri yang mencariku dan bilang ingin memulai semuanya dari awal. Tapi, kamu malah diam-diam berhubungan dengan Benira?""Sebenarnya aku nggak keberatan kalau kamu punya wanita simpanan. Aku serius. Tapi, wanita itu nggak boleh Benira."Clara berbicara terus terang. Satya pun mengernyit mendengarnya. Dia mencondongkan tub
Clara membalikkan tubuhnya dan hendak kabur, tetapi Satya langsung meraih satu kakinya dan menariknya kembali. Kemudian, dia menggunakan dasi untuk mengikat pergelangan tangan Clara. Postur memalukan seperti ini pun membuat Clara menangis dan merasa terhina.Satya berdiri di pinggir ranjang. Dia menatap Clara dengan dingin, lalu melepaskan kancing bajunya. Kemudian, Satya menekan dagu Clara untuk berciuman dengannya. Sembari mengemut bibir Clara, pria itu berujar, "Kamu jelas-jelas peduli, tapi masih berbohong."Clara hanya bisa berbaring di ranjang. Rambut hitamnya tampak acak-acakan. Pria mana pun yang melihat penampilannya pasti tidak akan bisa menahan diri.Tiba-tiba, Clara tertawa hingga memperlihatkan kedua gigi taring kecilnya. Dulu, dia terlihat sangat menggemaskan saat tertawa seperti ini. Entah kenapa, sekarang dia justru terlihat begitu menawan. Tanpa Satya sadari, Clara ternyata sudah menjadi wanita dewasa.Clara menatap Satya, lalu mengulangi perkataan pria itu. "Peduli? B